KALE [END]

By SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

27.Tupperware

361 32 4
By SiskaWdr10

Emang sepenting itu.

                              *******

Anya cukup hebat untuk melakukan segala hal sebagai asisten rumah tangga sekaligus pengasuh Ica. Sayangnya sikap dekat dengan Kale masih melekat padahal sudah berkali-kali diperingati.

Pagi ini Anya tersenyum lebar saat bangun dari tidurnya, ia senang karena pagi ini ia akan kembali bersekolah seperti anak yang lain. Sesudah menyiapkan sarapan pagi Anya langsung bersiap-siap untuk berangkat kesekolah.

Risa memberikan Anya bekal tiga puluh ribu, sangat tidak mencukupi tapi Anya harus pintar-pintar mengatur uang. Anya keluar lewat pintu belakang yang langsung mengarah ke garasi mobil dan ia bertemu dengan Kale yang sedang memanaskan mobil, Kale memang sekarang lebih memilih membawa mobil kesekolah.

Anya mengintip Kale lewat kaca dan memberikan Kale senyum khas dirinya. "Semangat Kale sekolahnya!" ucap Anya dengan tangan yang dibuat mengepal.

Kale heran kenapa Anya sesenang itu, Kale pun keluar dari mobilnya. "Masih belum bisa jaga sikap sama, tuan?" tanya Kale dengan alis yang terangkat satu.

Dengan cepat Anya menyengir kuda dan membentuk jarinya menjadi V. "Oke, maaf tuan." Jawab Anya.

Kale langsung memegang pergelangan tangan Anya dengan cukup kencang dan menatap matanya dengan tajam. "Bisa nggak usah anggap bercanda ucapan gue nggak?"

Anya menelan saliva di mulutnya dan mengangguk kecil, Kale langsung melepaskan tangan Anya. "Aw." ringis Anya.

"Gue punya kesepakatan berdua sama lo, gue nggak minta ditolak." Jawab Kale lalu tersenyum licik.

"Apa?" tanya Anya dengan wajah polos.

"Lo gue denda kalau masih bersikap kekanak-kanakan depan tuan lo ini." Ucap Kale.

Apakah ceria selalu disamakan dengan anak-anak? ah benar, anak-anak memang selalu terlihat ceria dengan tulus.

"Oke." Balas Anya yang sudah ketakutan.

Tangan Kale terulur ke arah Anya meminta uang denda tersebut. "Hah-a-a-pa?"

Kale mengetuk-ngetuk pelan bagian pelipis Anya dan menatapnya kesal. "Gue ingetin ya, kemarin lo senyum ke gue dan baru aja tadi lo senyum lagi ke gue, mana?"

Anya menghela nafas putus asa. "Kan kesepakatannya baru sekarang."

"Nah, dendanya juga harus sekarang." Jawab Kale tak mau kalah.

Tak ada pilihan lain Anya mengeluarkan uang bekalnya. "Mau berapa?"

"Kalau gue bilang semua, lo pulang pasti udah ada di lampu merah." Jawab Kale meledek Anya.

Tapi pada dasarnya Anya yang otaknya lemot tak mengerti. "Ngapain?"

Kale memutar bola matanya malas. "Udah deh sepuluh ribu aja, untuk hari ini gue kasih kasbon."

"Ih, lima ribu aja Anya nggak punya uang lagi." Jawab Anya. Kale langsung mengambil satu lembar uang berwarna coklat tersebut.

"Lah, masalah di guanya bagian mana?" tanya Kale lalu memasukan uang itu pada sakunya.

"Sepuluh ribu buat bayar ongkos berangkat, sepuluh ribunya lagi buat bayar ongkos pulang, sisa lima ribu, kira-kira bisa kebeli apa?" tanya Anya menghitung uang yang masih tersisa.

Kale kembali memperhatikan Anya, wajahnya terlihat menggemaskan. "Beli kuaci atau permen karet, yang penting lo ketauan ngunyah." Jawab Kale.

Saran Kale sangat tidak membantu, Anya tersenyum pada Kale seolah saran Kale itu sangat dibutuhkan, lalu Anya kembali memberikan Kale selembar uang bernilai lima ribu tersebut. "Buat Kale aja, tapi Anya boleh minjem tuperware punya, Ica ya?" tanya Anya.

Alis Kale bertautan. "Belajar nego dari siapa lo?" tanya Kale lalu mengambil uang lima ribu pemberian Anya. Sebenarnya Kale tak butuh uang Anya, ia hanya ingin membuat Anya kelaparan di sekolah.

"Boleh?" tanya Anya mengabaikan pertanyaan Kale.

Kale mulai menimang-nimang. "Boleh." Jawabnya, Anya langsung tersenyum senang pada Kale. "Buat apa?"

"Anya bisa nahan lapar, tapi nggak bisa nahan haus, Anya juga bisa bawa minum ke perpus sambil nunggu bel masuk bunyi." Jawab Anya. Malang sekali nasibnya.

Ada sedikit rasa kasihan pada Anya, tapi Kale harus tahan. "Gue tahu lo bukan kutu buku." Jawab Kale membuat Anya menunduk. "Tapi nikmati aja, dan awas kalau sampai hilang." Wajah Kale menatap Anya dengan lekat. "Gue bakalan marah lebih dari hari itu."

Ancaman Kale membuat Anya takut, ia menelan saliva di mulutnya seraya melihat kepergian Kale yang kembali memanaskan mobilnya.

Menurut Bi Isma Anya masih cocok saja membawa tupperware berwarna pink bergambar beruang tersebut, wajah Anya masih cocok disebut anak SMP.

Ia berangkat kesekolah barunya sendiri dan masih sangat pagi karena terlalu bersemangat. Sesampainya di depan gerbang Anya membaca palang nama sekolah itu.

"Gapara School." Ucap Anya membaca tulisan di atas, Anya terdiam beberapa detik. "Kaya pernah denger deh." Anya melanjutkan langkahnya menuju sekolah yang sangat besar itu sambil membawa-bawa botol minum di tangannnya, ia takut bila dimasukan ke dalam tas, buku di dslamnya bisa basah.

Anya bingung harus bertanya pada siapa karena ini masih sangat sepi, ternyata di lapangan ada anak-anak basket yang tengah berlatih, tanpa rasa takut sedikitpun ia menghampiri anak basket itu dengan tampang polosnya. Demi apapun Anya tidak sedikit berniat untuk mencari perhatian ia hanya ingin bertanya, lagi pula hatinya masih penuh terisi nama Kale.

"Aissshh." keluh Anya saat mereka terlihat tidak bisa diganggu. Ada satu orang yang hatinya senang saat melihat Anya duduk di tepi dengan wajah manisnya.

Sepuluh menit Anya menunggu mereka selesai. Tiba-tiba salah satu laki-laki yang bermain basket itu mendekati Anya, tubuhnya kekar, dan berbadan tinggi, gaya rambutnya hampir mirip dengan Kale, yang paling menonjol adalah alisnya yang sangat tebal melebihi lele yang sudah menjadi tuan Anya.

Ia duduk di sisi Anya dan langsung mengambil tupperware yang sedari tadi Anya bawa. "Eh-"

"Lagi nunggu orang kan?" tanya laki-laki itu sambil meminum air milik Anya.

"Tapi itu milik saya." Jawab Anya sambil menunjuk tupperwarenya.

Laki-laki itu memandang Anya lalu tertawa kecil. "Saya? kelas berapa lo?"

"Oh, dari tadi nungguin lo Lang?" tanya salah satu anak laki-laki yang tadi bermain basket juga. Laki-laki yang ditanya itu mengangguk.

"Ya, ada urusan gue." Jawabnya membuat Anya bingung sendiri.

"Sepuluh." Balas Anya menjawab pertanyaannya.

"Jangan pake saya kamu, tapi aku-kamu. Itu peraturan anak kelas sepuluh di sekolah ini biar pada sopan ke atasannya, tapi kalau udah jadi atasan ya gapapa." Katanya berbohong.

Dengan mudah Anya percaya, padahal ia tengah ditipu. "Oh, oke." Jawab Anya dengan polosnya. "Tapi tadi kamu bilangnya lo."

Anak itu tertawa kecil, saat ia tertawa matanya tertutup. Manis sekali. "Ya gapapa lah, gue kan bukan anak baru kaya lo."

Ah, Anya semakin bingung saja. "Oh ya, kenalin aku Anya anak baru." Jawab Anya sambil mengulurkan tangannya.

Mata coklat anak laki-laki itu melihat Anya dengan lekat lalu tersenyum kiri. "Mandiri banget jadi cewek padahal gue belum minta kenalan."

Menyebalkan sekali, dengan cepat Anya langsung menutup kembali tangan yang terulur itu. "Lo pasti mau nyari kelas? ayo gue bantu." Lanjutnya lalu bangkit dari duduk.

Anya ikut bangkit. "Kelas ku X MIPA 4." Kata Anya. Lagi-lagi anak itu tersenyum kiri dan menatap Anya.

"Mandirinya kelewatan, gue belum nanya." Jawabnya. "Ayo."

Tanpa banyak bicara Anya mengikuti dia dari belakang, anak itu masih membawa-bawa botol minum Anya, Anya sendiri ragu untuk meminta dia mengembalikannya.

Laki-laki tersebut ternyata sangat friendly dan murah senyum. Lihat saja sepanjang jalan banyak yang menyapa dan tersenyum padanya ia pun membalas dengan hal serupa. Makin siang makin banyak anak-anak yang datang.

Langkah mereka terhenti saat sudah di depan kelas yang Anya sebut. "Galang!" panggil salah satu siswi yang berlari mendekatinya.

Wajah siswi tersebut terlihat panik. "Apa?" jawabnya.

"Si Stefani ngamuk lagi, bantuin gue!" ucapnya heboh.

Wajah laki-laki itu langsung ikut panik. "Dimana, ayo." Jawabnya lalu berlari mengikuti siswi yang memberikannya informasi.

"Tap-"

Sudah tidak ada harapan untuk Anya mengambil tupperware milik Ica karena sudah dibawa lari. Tapi yang jelas Anya ingat nama laki-laki itu, lihat saja nanti akan Anya cari dan mengambil botol milik Ica.

Namanya Galang Azi Pangestu, dia kelas X dan masuk ke anak kelas unggulan. Kakak perempuannya pemegang saham terbesar di sekolah ini, tapi bukan itu alasan orang-orang ramah dan baik pada Galang, tapi itu berkat sikap Galang sendiri yang memang sok asik dan mudah akrab dengan siapapun, Galang juga rendah hati, orang-orang sering menyebutnya wanke singkatan dari Pahlawan kesiangan. Nama itu ia dapat karena Galang sering membantu orang lain dengan senang hati, selain ia pandai dalam bidang olahraga semacam basket ia juga pintar dalam semua bidang mata pelajaran kecuali seni. Melukis atau menggambar adalah musuh bebuyutannya.

Anya memasuki kelas barunya, tidak ada yang menyambutnya ramah, semua nampak terlihat sibuk dengan tugasnya masing-masing. Tapi ada satu orang yang membuat Anya merasa tenang.

"Hai!" sapa laki-laki berkacamata pada Anya, tak hanya berkacamata ia juga mempunyai poni di depan. "Abigel." Ucapnya memperkenalkan diri sambil menjulurkan tangan pada Anya.

Anya menjabatnya dengan senang hati. "Sonya panggil aja Anya." Jawab Anya diiringi senyum manisnya.

Abigel adalah anak laki-laki biasa saja di kelas ini, walaupun penampilannya terlihat cupu tapi tidak dengan sikapnya.

"Anak baru ya?" tanya Abigel, Anya mengangguk. "Duduk sama gue aja, temen sebangku gue pindah."

Tanpa banyak tanya Anya langsung saja duduk di kursi keempat bersama teman barunya itu. Sedangkan Galang sendiri tengah mencari Stefani, gadis malang pengidap mood swing. Sewaktu-waktu bila emosi Stefani meledak ia akan pergi sesuka hatinya menuju tempat paling sepi dan gelap dan jelas tugas mencari dan menangkannya adalah seoarang Galang.

"Rahma!" panggil Galang pada gadis yang tadi menyuruhnya untuk mencari Stefani, tangan Galang memberi isyarat untuk mendekatinya, setelah Rahma dekat dengannya ia menunjuk seseorang yang tengah duduk ketakutan sambil memeluk kakinya.

Galang dan Rahma mendekati Stefani. "Stef." Panggil Galang lembut. Perlu kalian ketahui sedari tadi Galang masih membawa tupperware milik Anya.

Stefani hanya menoleh sekejap pada Galang dan ia kembali menunduk ketakutan. "Pergi."

Untuk membuat Stefani tenang perlu seribu cara, tapi kali ini Galang sedang hoki mungkin akibta botol minum di tangannya. "Kita semua sayang sama lo, tapi kita nggak berani nunjukin sayang itu karena lo terlalu enggan buat dekat dengan kita." Ucap Galang dan banyak lagi kata-kata yang Galang keluarkan hingga membuat Stefani berhasil sadar.

Bel masuk berbunyi jam pelajaran pertama Galang adalah olahraga, ia harus bersalin secepatnya. "Makasih." Ucap Stefani pada Galang. Galang mengangguk dengan senyum manisnya, lalu ia bangkit dan berjalan menuju loker.

Galang sangat bahagia hari ini, ia bahkan sampai bersenandung kecil sepanjang jalan menuju lokernya, Galang telah sampai di loker ia menatap tupperware yang ia genggam dan tersenyum manis. "Anya-anya." Kata Galang.

Di kelas X MIPA 4 Anya diperintahkan untuk memperkenalkan diri dan tanggapan anak-anak di kelas itu terlihat dari wajah ada yang senang dan ada yang tidak senang. Semua anak kelas X MIPA 4 bernafas lega saat Guru itu keluar dari kelas, tak lama bel istirahat berbunyi.

Kring ... kring ... kring....

Anak-anak heboh untuk memenuhi kantin. Sedangkan Anya masih duduk dengan Abigel. "Lo mau ke kantin gak?"

Anya menggeleng, ia harus menemukan tupperware milik Ica. "Kamu kenal Galang?" tanya Anya. Bahasa aku-kamu dengan cepat meresap di otak Anya, itu bukanlah hal yang salah jadi Anya akan tetap membiasakannya.

"Si wanke?" tanya Abigel.

Wanke membuat Anya bingung sendiri. "Siapa?" tanya Anya membuat Abigel tertawa kecil.

"Anak kelas unggulan?" ralat Abigel. Anya mengangkat bahunya tanda tak tahu.

"Anya baru kenal, dia tadi ngambil botol minum Anya." Jawab Anya.

"Dia emang jahil, tapi dia juga baik kok. Yuk gue anter ke kelasnya."

Kelas Galang ternyata bersebrangan dengan Anya. "Nyari gue?" tanya Galang saat dirinya sudah di hadapannya Anya. Ada yang sesekali melihat ke arah Anya karena penasaran dengan sosok murid baru.

"Lo sama Galang dulu ya, gue duluan ke kantin." Kata Abigel, Anya mengangguk anak itu pasti sudah sangat lapar dari tadi di kelas yang ia bicarakan hanya gorengan kantin saja.

"Mana tupperware punya Anya?" jawab Anya menagih. Galang langsung pura-pura berpikir.

"Gue lupa." Jawabnya.

"Hah." Repleks Anya terkejut.

"Nanti gue inget-inget lagi deh, mending ayo ke kantin lo harus kenal sama tahunya Bi Arum." Ajak Galang.

Jelas Anya tak mau, ia tak akan tenang bila makan dengan pikiran yang melayang-layang, raut wajah Anya jadi panik. "Nggak bisa."

Galang memandang wajah Anya, ia melihat ada kekhawatiran di sana. "Why not?"

"Galang harus inget-inget dulu di mana botol minum itu." Ucap Anya.

Senyum manis terukir di bibir Galang. "Udah kenal gue?"

Anya berdecak kesal. "Dimana, ayo inget-inget!"

"Harganya mahal?"

"Bukan tentang harga, tapi tentang pemiliknya." Jawab Anya semakin panik.

Wajah khawatir Anya semakin membuat hati Galang berdetak kencang. "Hm ... kayanya di loker deh."

"Loker?" tanya Anya menanyakan lokasi.

"Ya loker, belakang kamar mandi siswi tadi gue hab-"

Tanpa mendengarkan penjelasan Galang Anya langsung berlari untuk mengambil botol minumnya ia tak mau Kale kembali membentaknya.

"Siapa tu, Lang?" tanya Fahri yang merupakan teman dekat Galang di kelas.

"Murid baru." Jawab Galang.

Fahri terkekeh. "Kaya nggak asing mukanya."

Jawaban Fahri membuat Galang berdecih dengan senyum manisnya. "Kw kali."

Galang berlari mengikuti Anya, setelah diperiksa ternyata tidak ada, Anya mengehala nafas lelah. "Yah, dimana dong? ayo inget-inget lagi."

"Tadi gue taro di sini perasaan." Kilah Galang yang sebenarnya menyembunyikan dalam tas. Galang ingin Anya terus berkomunikasi dengan Anya lebih lama walaupun dengan cara yang salah.

"Inget-inget lagi, plis." Balas Anya memohon.

Alis Galang bertautan sepertinya tupperware itu sangat penting untuk Anya. "Gue nggak inget lagi, maaf gue janji bakalan ganti."

Anya menutup wajahnya menggunkan kedua tangan, habis sudah nanti kena semprot Kale. "Maaf." Ucap Galang sekali lagi dengan wajah yang merasa sangat bersalah. Anya membuka wajahnya dan melihat pada Galang.

Walaupun Anya kesal tapi ia tetap mencoba baik dan tersenyum pada Galang, marah tidak akan menyelesaikan apa-apa. "Gapapa, Anya duluan ya." Ucap Anya lalu berjalan sedih dengan wajah putus asa.

Yang Galang pikirkan adalah ia harus mengembalikan tupperware itu besok, karena bel istirahat masih lama berbunyi akhirnya Anya memilih diam duduk saja di kamar mandi sampai bel berbunyi, bermain air dan tertawa kecil mengingat nasibnya yang sekarang sudah sangat berubah.

Sudah ke empat kalinya perut Anya berbunyi, ia juga sangat haus. "Minum jangan ya?"

Kring ... kring ... kring....

Bel masuk itu menyelamatkan Anya untuk tidak meminum air keran. Anyapun keluar dari kamar mandi dan langsung bertemu Galang.

"Ngapain aja di dalem, arisan sama tuyul?" tanya Galang sambil berkacak pinggang.

Anya menatap bingung pada Galang, baru sehari berteman saja sudah sangat menyebalkan. "Anya mau ke kelas." Jawab Anya lalu pergi menuju kelas.

Sepertinya tupperware itu sangat berharga bagi Anya, Galang kembali mendekati Anya. "Pasti harganya mahal ya, takut dimarahin Mama?" tanya Galang. Pertanyaan itu membuat Anya mengingat Ibunya lalu tersedih.

"Nggak." Jawab Anya dengan senyum tipisnya.

Sedari tadi Galang membawa telur gulung dan aqua di tangannya. Ia menyodorkannya pada Anya. "Apa?" tanya Anya bingung.

Galang menjadi gugup di pandang oleh Anya. "Tadi lo ngabisin waktu istirahat di kamar mandi, pasti nggak sempet ngisi perut kan?" tanya Galang.

Andai saja Galang tahu kalau Anya ingin mengisi perut tapi ia tak punya uang. "Tapi kan ini udah masuk, Lang."

"Nggak papa, di sekolahan ini kalau setelah istirahat Gurunya agak telat masuk kelas, apa lagi kalau ke yang bukan anak kelas unggulan bisa di kasih waktu sepuluh atau lima belas menit, beda sama anak kelas unggulan yang Gurunya datang lebih cepet." Jawab Galang.

Kening Anya berkerut. "Bukannya Galang anak kelas unggulan?"

Galang terkekeh kecil mendengarnya. "Gue mah gampang, bisa pake alasan panggilan alam. Nih, makan."

Anya mengambil telur gulung dan aqua yang Galang berikan lalu mereka berdua memilih tempat untuk duduk yang jelas jauh dari penglihatan Guru. "Ini banyak banget, Anya nggak bakalan habis." Ucap Anya ketika keduanya sudah duduk di salah satu kursi besi.

"Lo nggak suka ya karena nggak pake saos?" tanya Galang khawatir. Anya menggeleng sambil memberikan beberapa tusuk telur gulung pada tangan Galang. Tanpa bicara Galang langsung memakannya.

"Anya nggak suka pedes kecuali Ka-"

Ia terdiam memikirkan siapa orang yang akan ia katakan. "Ka?" tanya Galang.

Dengan cepat Anya mengerjapkan matanya. "Kalau Galang suka pedes?" tanya Anya mengalihkan pembicaraan.

Galang menguyah telur gulung itu. "Nggak banget." Jawab Galang.

Kalau dipikir-pikir aneh juga baru berkenalan satu hari sudah bisa sangat akrab seperti ini, Galang berbanding terbalik dengan Kale.

Setelah pulang sekolah, Kale, Jawa dan Epot menjenguk Bule yang dikabarkan kesehatannya sangat menurun. Bahkan badannya semakin mengurus saja.

Untuk kali ini, mereka membawa buah tangan kerumah sakit. Terlihat Nenek Intania enggan menjauh dari cucunya.

"Nek." Ucap Kale lalu menyalami Intania diikuti anak yang lain.

"Wisss, gaya bener bawa makanan. Siapa ni yang malem jadi babinya?" tanya Bule mencoba berguarau walau tubuhnya sangat lemas, bibirnya juga pucat.

"Gue sama Jawa, Kale mah biasa jaga lilin." Jawab Epot yang duduk di sebelah kiri Bule.

"Dimakan aja ayo pot makanannya, bareng-bareng makannya biar Bule enak makan." Ucap Intania sambil memberikan makanan pada teman-teman Bule. Intania tahu teman-teman Bule ini tak tahu malu, kecuali Kale.

"Duh, Nek tenang saya ini udah bawa tas buat dibungkus." Tandas Jawa. Bule tersenyum tipis.

Kale tidak ikut tersenyum, ia hanya melihat wajah Bule yang sangat pucat. "Udah makan Bule, Nek?" tanya Kale.

Bule dan yang lain menoleh pada Kale. "Belum." Jawab Intania sedih.

"Nek nanti Ule makan kok." Jawab Bule mencoba menenangkan.

Kale dengan cepat mengambil pisau dan memgiris buah-buahan untuk Bule makan. "Nggak salah kalau saat di sel yang gue kangenin cuma yayang Kale." Kata Bule melihat Kale yang perhatian padanya.

Intania tersenyum melihat itu. "Gue lagi megang pisau, Le." Balas Kale mengancam untuk tidak bicara yang berlebihan.

"Kalian bisa jagain Bule dulu nggak? Nenek ada perlu sebentar." Kata Intania. Semua anak mengangguk.

Epot mulai memakan apa yang ada di nakas tanpa rasa malu. "Lo sakit apaan?" tanya Jawa.

"Kurang kasih sayang." Jawab Bule bergurau, tapi dibalik semua itu Bule memang mengatakan jujur.

"Ciaaaaah, geli gue ah." Ujar Epot sambil menggigit buah anggur.

"Serius, lo sakit apaan?" giliran Kale yang bertanya.

"Hipotiroid." Jawab Bule lalu memakan potongan buah Kale.

"Het, apaaan dah? pake bahasa yang gue paham aja, muntah-muntah atau berak-berak?" tanya Epot.

Ucapan Epot mewakili Jawa, mereka bukan Dokter yang paham hal semacam penyakit. "Mumet doang, pusing Bapak-bapak yang satu sel sama gue mandinya sebulan sekali." Balas Bule membuat Jawa dan Epot tertawa renyah.

"Hahaha, kalau gue mah udah tiap hari mabok." Kata Jawa.

Epot ikut tertawa. "Lo bukan bilang, tar gue bawain Antimo kalau ngebesuk lo." Tandas Jawa.

Kale memilih diam saja, ia tahu temannya ini sedang berbohong agar yang lain tidak khawatir.

Mereka pulang dari rumah sakit jam lima sore. Kale langsung mandi dan menemui Ica.

"Hai." Ucap Kale pada Ica yang sedang disuapi Bi Isma entah kemana perginya pengasuh baru itu.

"Abang!" ucap Ica, Kale memegang tangan Ica.

"Iya Abang di sini, gimana suka sama pengasuh baru kamu?" tanya Kale. Ia mengangguk.

"Tapi dia kok nggak datengin Ica dari tadi?" tanya Ica. Kale langsung melihat ke arah Bi Isma menanyakan dimana Anya, Bi Isma menggeleng sebagai jawaban.

Anya baru pulang pukul tujuh malam, hari pertamanya di sekolah sangat kacau dan membuat ia sangat-sangat kewalahan. Selesai mandi Anya, ia bergegas ke dapur untuk membantu Bi Isma menyiapkan makan malam.

Seperti pagi tadi Anya membantu membawa makanan ke meja makan dengan wajah gugup sekaligus takut karena ia telah menghilangkan tupperware Ica. Kale dapat melihat ketakutan Anya.

Selesai makan malam, Kale langsung ke kamar Anya untuk bertanya dari mana saja dirinya itu. Di saat itu juga Anya ingin meminta maaf pada Kale, dan ketika Anya membuka pintu tepat Kale ada di hadapannya. "Ka-le?"

"Berhenti panggil gue itu!" bentak Kale.

Anya langsung menutup mata mendengar bentakan Kale, habis sudah riwayat Anya. "I-iya maaf."

"Ikut gue." Ucap Kale lalu berjalan menuju meja makan di dapur.

Anya menepak-nepak kepalanya sendiri. "Mati deh mati."

Mereka duduk berdua berhadapan, wajah Kale terlihat sangat-sangat tidak bersahabat. "Dari mana lo?" tanya Kale pada Anya yang sedang menunduk sambil melamun.

"Anya!" panggil Kale membentak.

"A-hah? Anya minta maaf." Jawab Anya semakin ciut.

Alis Kale bertautan ada apa sebenarnya dengan Anya. "Kenapa?"

Anya menunduk takut. "A-a-anya itu a-eu."

Kale berdecak kesal ia menarik dagu Anya untuk menatap pada wajahnya. "Apa?"

Alih-alih menjawab Anya malah menatap lekat manik mata Kale yang terisi dendam. "Maaf, aku ngilangin sesuatu punyamu." Jawab Anya.

"Perasaan?" tanya Kale. Anya langsung membeku di tempat.

                                *******

1.Galang sebagai wanke🥺

2.Gladis

3.Sifa


Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 334K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
595K 22.1K 68
Arka Revano Abraham, cowok tampan yang tak mempunyai sifat prikemanusiaan. Cowok dengan sifat sedingin es, dan sekeras batu. Kecelakaan yang terjadi...
1M 16.9K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
ELBRASTA By Anggi

Teen Fiction

11.5K 1.7K 46
SEDANG REVISI . . . . . "Elang, janji ya! Janji ya tetap di sini, tetap di sisi gue apapun yang terjadi. Dengan begitu gue juga akan tetap di sisi lo...