Ineffable

Od Ayyalfy

225K 28.9K 8.3K

Ineffable (adj.) Incapable of being expressed in words. . . Kisah cewek yang ditembak oleh pemilik hotspot be... Více

Prolog
1 | Orang Ganteng
2 | Iklan KB
3 | Dasi
4 | Akrobatik
5 | Friendzone
6 | Bu Jamilah
7 | Adik Ipar
8 | Monyet Terbang
9 | Hotspot
10 | Bungkus!
11 | Putri Tidur
12 | Mr. Sastra
13 | Mr. Sastra II
15 | Ice Cream
16 | Mamang Rossi
17 | Grup Sepak Bola
18 | Don't Go
19 | Bad Genius
20 | Pergi
21 | Dendam
22 | Bunuh Diri
23 | Berantakan
24 | Cinta Segitiga
25 | Memilih
26 | Hotspot 'Lagi'
27 | Andra
28 | Makna Cinta
29 | Ich Liebe Dich
30 | Bubble Tea
31 | Centang Biru
32 | 9u-7i > 2(3u-3i)
33 | Sundel Bella
34 | Couple Al
35 | Gelang Hitam
36 | Uncle Rafka
37 | Bolos
38 | Pak Moderator
39 | Kejutan
40 | My Lil Sister
41 | It's Only Me
42 | Tom & Jerry
43 | The Moon is Beautiful, isn't it?
44 | The Sunset is Beautiful, isn't it?
45 | Meant 2 Be
EPILOG
EXTRA PART I

14 | Laki-laki Bertopeng

4K 582 219
Od Ayyalfy

Yang kemarin kesel sama Rafka, harus sungkem ya wkwk

Oh ya, jangan lupa tonton trailer Ineffabel di atas yak~ Semoga sukak!

Happy reading!!!

• • •

ALFY

"Acara ... syukuran 40 hari kelahiran anaknya Bu Amel sekaligus aqiqahan. Semua guru di undang dan acaranya lusa."

Aku tersenyum mendengarnya. Kenapa dia berbohong?

Seperti bisa membaca pikiranku, Pak Rafka mencubit pipiku sekilas. "Nggak bohong, sayang. Nih, undangannya kamu bisa baca sendiri."

Dia memberikan selembar undangan padaku yang langsung kubaca detik itu juga. Dan benar, itu undangan aqiqah anak kedua Bu Amel, guru IPA di sekolahku.

Lalu, undangan dari Bella?

"Tapi, ada satu undangan lagi. Jangan ngamuk ya, kalau kamu nggak izinin aku nggak akan datang, kok." Pak Rafka memberikan satu undangan lagi. Undangan dari Bella yang kucurigai dari awal.

Mataku menatapnya. "Kalau aku nggak izinin gimana?"

"Ya nggak datang, dong!"

"Yakin?" tanyaku lagi.

Laki-laki itu mengangguk mantap. "Kamu punya hak buat batasin hubungan aku ke orang lain dan aku nggak keberatan sama sekali."

Mataku memanas. Astaga, aku salah besar karena sudah berpraduga buruk tentangnya.

"Maaf," lirihku menyesal dan tak berani menatapnya lagi.

"Hei," Dia menangkup wajahku yang membuat mata kami beradu pandang. "kenapa minta maaf? Gini aja deh, aku kan nggak suka kamu ditempelin Rafli, dan kamu juga nggak suka aku ditempelin Bella. Skor kita seimbang, kan?"

Kepalaku mengangguk dan tersenyum setelahnya.

"Nah gitu, senyum. Kan jadi makin cantik!" pujinya kemudian.

Aku menjauhkan tangannya dari wajahku dan berganti memicing ke arahnya. "Terus kamu ngapain deh pakai kaca mata? Biar makin banyak yang suka?"

"Nggak." Dia menggeleng dan membenarkan posisi kaca mata yang bertengger di hidung mancungnya itu. "Justru biar kamu yang makin suka sama aku."

Ish, laki-laki ini. Benar-benar S3 pergombalan.

"Jadi ..." Pak Rafka menatapku seperti sedang menunggu sesuatu. "... tipe suami idaman kamu seperti apa?"

Ish, kukira apa. "Ke panti, yuk? Kangen sama Rara."

Dia berpikir sesaat dan tidak sadar kalau aku sedang mengalihkan pembicaraan. "Boleh, udah lama nggak main ke sana—eh, jawab dulu pertanyaannya!"

"Nggak mau." Aku mendahuluinya dan bergegas pergi dari sana tapi dia terus saja merengek minta diberikan jawaban. "Nggak ada tipe idaman-idaman! Saya masih kecil!"

Pak Rafka mengikuti langkahku dan terus merengek seperti bocah. "Cuma asal jawab aja masa nggak bisa?"

"Nggak."

"Ayolah, Alfy?"

"Nggak, Pak."

"Satuuu aja. Ya, mau ya?"

Aku menghela napas, lalu membalikkan badan dan menatap ke arahnya dengan raut malas. "Mau tau tipe suami idaman saya kayak gimana?"

Dia mengangguk antusias.

"Ambil hape, terus buka kamera depan."

Usai mengatakannya aku langsung pergi dan meninggalkannya di rooftop sendirian. Entah dia melakukan apa yang aku katakan atau tidak itu bukan urusanku lagi. Tapi tak lama kemudian aku bisa mendengarnya berteriak nyaring memanggil namaku.

"ALFY!!! KOK YANG MUNCUL WAJAH SAYA?!!!"

Ya masa wajah Aliando? Kan nggak mungkin.

Aku tetap meneruskan langkah dan menuruni satu persatu anak tangga. Tiba di undakan tangga terakhir seseorang memanggilku. Saat aku menoleh, aku menemukan sosok Bella sedang berdiri bersama dengan senyuman ramahnya.

"Kak Alfy kenal aku, kan?" tanyanya kemudian karena melihatku diam tak berkedip usai dipanggil olehnya.

"Eh, kenal kok. Siapa yang nggak kenal kamu di sekolah ini?" sahutku apa adanya. Meskipun anak baru, paras good looking yang dia punya itu membuatnya mudah dikenal dan terkenal. Dari angkatanku sampai junior pun pasti mengenalnya.

"Gue nggak kenal," Suara berbeda menyahut dari arah belakang dan tahu-tahu sosok Wafitak sudah berdiri tidak jauh dari tempat aku dan Bella berada. "Emang siapa dia, Al?"

"Kepo! Minggat lo sana! Nyamber aja kayak listrik."

Wafitak berdecak. "Dasar Tukang Urut!" ejeknya sambil berlalu pergi.

Bella yang mengamati interaksi bar-bar antara aku dan Wafitak hanya tersenyum polos. Apa dia tidak pegal terus-terusan tersenyum seperti itu?

"Kayaknya yang lebih dikenal satu sekolah itu Kak Alfy deh, bukan aku," ucapnya merendah diri. "Dan aku bermaksud mau ngundang Kakak di acara ulang tahun aku."

Aku tersenyum kaku saat Bella menyerahkan undangan miliknya. Belum sempat aku menerimanya, sesuatu yang tiba-tiba datang dari arah belakang mengagetkan aku dan Bella secara bersamaan.

"Aku baru sadar, jadi tipe suami idaman kamu kayak aku?"

Jantungku berhenti berdetak sesaat setelah menangkap suara tak asing itu di telinga. Tubuhku yang dirangkul dari arah belakang oleh pemilik suara itu langsung meremang tak karuan. Perlahan kepalaku menoleh ke samping dan langsung menemukan wajah polos Pak Rafka yang sedang menyenngir lebar ke arahku.

Melihat tak ada respon dariku, Pak Rafka pun mengalihkan pandangannya ke arah lain dan sama seperti dugaanku, dia membulatkan mata saat menyadari keberadaan sosok Bella yang terkejut akut di tempatnya.

"Suami idaman?" Bella bertanya lirih sambil menatap penuh tanya ke arah kami bergantian.

• • •

RAFKA

"Kira-kira Bella bakal percaya nggak, ya?"

Gue berdecak. Sedari tadi cewek ini selalu membahas tentang Bella. "Apa untungnya juga sih Bella percaya atau nggak? Hubungan kita nggak akan berubah."

Alfy balik menatap gue dan memelotot, tangannya mendarat keras di lengan gue. "Lagian kamu bisa-bisanya bar-bar kayak gitu di sekolah. Ke-gap kan akhirnya!"

Gue mengusap bekas pukulannya, lumayan bikin nyeri juga ternyata. "Ya namanya juga lagi kelewat seneng. Pertama kalinya juga kan aku digombalin sama kamu?" Kembali mengingat kejadian tadi membuat senyum gue melebar. "Mau tau tipe suami idaman aku? Buka aja kamera depan! Kamu uwu banget tau nggak!"

Cewe itu berdecak. "Emangnya kamu doang yang bisa gombal?"

"Oh tentu saja tidak karena kita adalah couple ter-gombal se-Bogor Raya!"

"Iyain biar seneng!" Alfy menyeruput es sirup dalam gelas yang ada di tangannya. Btw, kami sedang ada di panti untuk bertemu anak-anak dan kami baru saja selesai bermain dengan mereka.

Meskipun gue terlihat santai atas apa yang terjadi hari ini, gue sebenarnya mengkhawatirkan banyak hal. Gue memang bodoh karena sudah kebablasan berinteraksi dengan Alfy di sekolah dan dilihat oleh Bella secara langsung. Gue nggak tahu alasan yang gue pakai untuk beralibi tadi adalah hal yang tepat atau nggak.

"Suami idaman?" Bella bertanya dengan wajah syok.

Gue langsung melepas rangkulan gue di bahu Alfy. Jujur, gue kaget banget karena melihat ada Bella di sana. "Eh, Bella? Kamu belum pulang?" tanya gue padanya dengan sekalem mungkin.

"Belum. Tadi ada rapat ekskul musik dan baru aja kelar."

Gue lupa kalau Bella sudah mulai aktif di ekskul dan kegiatan-kegiatan sekolah lainnya. Dia sepertinya sudah bisa mengatasi traumanya karena lingkungan di sini memang baik untuk dia. "Oh, gitu. Btw, Kakak sama Alfy memang cukup dekat sebagai guru dan murid dan suka bercanda tentang hal-hal yang nggak wajar. Maklumi, ya?"

Bella mengangguk kaku dan tersenyum canggung. Dari ekspresinya dia seperti tidak begitu percaya dengan apa yang gue katakan. "Kalian dekat sejak kapan?"

"Dari awal Kakak ngajar di sini. Dia juga suka menulis dan kadang Kakak bantu-bantu dia."

"Oh, gitu." Bella akhirnya tersenyum dan sepertinya dia percaya.

Gue mungkin terlihat sangat jahat karena menyembunyikan status kami di depan semua orang di sekolah. Tapi akan lebih jahatnya lagi kalau nama Alfy berubah buruk karena gue. Sebab selama ini gue banyak mendengar Alfy sering dibicarakan. Entah itu tentang Alfy yang suka berganti-ganti cowok, genit, caper dan fitnah-fitnah lainnya, gue merasa jika hubungan kami terbongkar itu akan menambah perbuatan-perbuatan keji mereka terhadap Alfy.

"Pulang dari panti kita makan mie ayam, yuk!" ajak gue pada Alfy yang sekarang sedang sibuk dengan ponselnya.

"Traktir tapi ya?" sahutnya tanpa menoleh.

"Iya aku yang traktir. Dasar pecinta gratisan!"

Dia menatap gue sekilas. "Of course. Di dunia ini siapa yang nggak suka gratisan?"

"Aku," jawab gue cepat.

Alfy langsung melihat ke arah gue dengan tatapan tak percaya. "Masa?"

Kepala gue mengangguk. "Aku nggak percaya gratisan. Karena untuk sayang sama kamu aja aku harus membayar dengan seluruh sisa usia aku untuk membahagiakan kamu sampai akhir. Begitu pun kamu ke aku. Kamu punya hutang untuk setia sama aku sampai akhir."

Di saat gue lagi serius-seriusnya Alfy malah tertawa. "Gara-gara mie ayam doang sampai bahas ke sana. Jadi anak indie nih sekarang? Apa-apa puitis mulu."

"Bodo." Gue menggenggam tangannya. "Intinya kamu punya utang setia sama aku."

"Kalau nanti terbukti kamu yang nggak setia sama aku gimana?" tanyanya.

"Semoga nggak. Karena itu artinya aku harus membayar dengan seluruh sisa usia aku untuk hidup dalam penyesalan dan permohonan maaf dari kamu sampai akhir."

Alfy tersenyum. "Aku pegang omongannya."

Gue juga ikut tersenyum. Namun saat ponsel gue bergetar dan setelah selesai mengeceknya, gue merasa untuk memenuhi janji itu gue dan Alfy harus lebih banyak terluka dan berkorban.

Mbak Ratna
Kamu harus datang di acara ulang tahunnya Bella ya, Raf.

• • •

ALFY

"Jhon, kayaknya gue emang bener-bener udah sayang sama dia, deh. Soalnya tiap gue lihat dia ditempelin cewek bentar aja, kepala gue langsung panas. Kayak mau terbakar dan meledak gitu. Menurut lo gimana, Jhon?"

Dia melirik aku sekali namun tidak menjawab.

"Gue nggak bisa posesif, tapi ngerasain cemburu sendirian itu nggak enak, Jhon. Ibaratnya kayak makan bubur ayam tapi nggak diaduk."

Hening.

"Iya, Jhon, gue tim diaduk. Lo tim apa?"

Saat kutanya dia tim bubur diaduk atau bukan, Jhon malah mengepakkan sayapnya di depan mukaku dengan posisi badan membelakangi. Astaga, wangi tai Jhon langsung tersambar indra penciumanku.

"Buset! Bau banget! Nggak cebok lo, ya?!" Aku memaki sambil bangun dari posisi jongkok dan mengambil langkah mundur menjauhi Jhon, ayam ayahku.

Aku tidak mengerti kenapa ayah begitu menyayangi Jhon sampai-sampai aku yang menjadi anaknya malah disuruh memberi makan Jhon di saat aku sendiri belum makan. Belum lagi Jhon beserta kandangnya itu sangat jauh dari kata wangi. Astaga, bahkan saat aku sudah menjauh pun baunya masih saja tercium.

"Allahumma! Pantesan bau! Jhon, lo nempelin tai ke tangan gue?!"

Mataku menatap ngeri pada sesuatu yang lengket berwarna hitam kecoklatan yang menempel di punggung tanganku. Dasar ayam nggak tahu diri! Ibarat pribahasa, ini sama seperti air susu yang dibalas tai ayam!

Aku langsung berlari menuju keran air yang ada di samping rumah dan mencuci tanganku dengan segera.

"Kenapa, sih? Cuma kasih makan ayam aja ramenya kayak kasih makan anak macan." Sosok ibu muncul dengan pakaian daster bunga-bunga khasnya.

"Mending ngasih makan anak macan, deh, dari pada ayam. Tangan Alfy ditempelin tai sama Jhon, Bu! Mana bau banget lagi!" Aku mencium telapak tanganku yang sudah dicuci dan detik itu juga aku merengut jijik. Masih bau!

"Yang namanya tai emang bau. Jangankan tai ayam, tai lu aja bau!"

Aku berdecak. Ibuku sama sekali tidak keren. "Udah ah, males! Alfy mau masuk, bye!"

"Emang males mulu," gerutu ibuku. "Tadi hape lo bunyi tuh! Ada yang nelpon namanya calon imam. Sok-sokan namain orang calon imam, shalat shubuh aja seringnya jam setengah enam!"

Apa? Pak Rafka menelpon? Secepat kilat aku masuk ke dalam rumah setelah menempelkan tanganku pada baju ibu. "Sirik aja sama anak."

Sebelum ibu melayangkan keranjang cuciannya, aku sudah lebih dulu menghilang dari hadapannya dan bergegas masuk ke dalam kamar untuk mengambil ponsel. Dan benar saja, ada satu panggilan tak terjawab dan enam pesan Whatsapp dari Pak Rafka.

Calon Imam
K
A
N
G
E
N

Astaga, enam pesan itu hanya berisi enam huruf dan itupun kata yang sangat tidak penting. Aku langsung membalasnya.

Alfy
G

Setelah membalas pesannya, masuk pesan baru dari Syifa bertubi-tubi.


Syifa TKF
Al, lo diundang Bella ga?
Gue diundang masa?
Dateng yuk!
Itung-itung makan gratis di sana.

Aku menimbang-nimbang. Aku dan Pak Rafka sudah sepakat untuk tidak datang, padahal aku sama sekali tidak melarangnya. Tapi, sepertinya tidak ada salahnya juga kalau aku datang, kan?

Alfy
Oke.
Dresscodenya putih-coklat, kan?


Syifa TKF
Yoi.
Jangan lupa siapin topeng juga.

Acara ulang tahun Bella ribet sekali. Aku lupa kalau para tamu yang datang juga harus memakai topeng. Sudah delapan belas tahun aku hidup di planet ini, tidak ada satu pun perayaan ulang tahunku yang seperti dia. Ya iyalah beda kasta.

Alfy
Iya. Ntar gue bawa monyet.

Setelah membalas pesan Syifa, aku kembali mengecek pesanku untuk Pak Rafka yang belum dibalasnya. Dan ternyata centang satu. Sekalian saja aku mengabarinya kalau aku akan datang ke acara Bella.

Alfy
Aku datang ke acara Bella, ya?
Syifa yang ajak.
Gapapa, kan?

• • •

Kata pertama yang terpikir olehku saat melihat rumah Bella adalah

Anjay!

Semoga saja aku tidak masuk penjara karena menggunakan kata itu. Tapi sumpah, memang se-anjay itu rumahnya. Saat baru masuk tadi, aku bisa melihat pelataran rumahnya yang sangat luas. Arsitektur rumahnya sangat modern yang dipadukan dengan konsep vintage dan terasa pas sekali di mata. Pantas saja dia menetapkan warna putih-coklat sebagai dresscode acaranya. Para tamu yang datang jadi terlihat sepadu dengan warna bangunan dan furnitur yang ada di sini.

Topeng yang dipakai para tamu membuatku tidak mengenali wajah-wajah mereka. Tanganku bahkan tidak terlepas sedetik pun dari tas selempang yang dipakai Syifa. Aku takut nyasar karena tidak mengenali siapa-siapa di sini.

"Syif, gue nggak pernah dateng ke acara beginian," bisikku padanya.

"Lo pikir gue pernah?"

Semoga kami tidak berbuat hal-hal memalukan di sini. Dan daripada terlihat seperti orang kebingungan setengah norak seperti ini, aku mengajak Syifa untuk duduk di salah satu kursi yang dekat dengan kolam renang. Aku sempat mengintip airnya tadi, sepertinya kolam itu cukup dalam dan tidak ada yang semacam itu di rumahku.

Lama kelamaan suasana berubah ramai. Para tamu berdatangan dan kebanyakan dari mereka berpasangan. Dan dari banyaknya orang yang aku lihat, mataku justru ter-notice dengan seseorang yang tampak familiar. Meski matanya tetutup topeng pun aku masih bisa mengenalnya. Jambul cetar dan bahu bidangnya itu, mana mungkin aku bisa lupa?

Riki terlihat sangat serasi dengan Dila yang sedang mengapit lengannya. Bahkan baju mereka saja seperti didesain sama. Aish, tiba-tiba saja aku menjadi uwuphobia. Dan saat masih mengamatinya, Riki membuang tatapan tepat ke arahku. Dia tertegun sekilas sebelum akhirnya tersenyum ke arahku.

Tunggu, dia mengenaliku?

"Selamat malam, semuanya!"

Pikiranku terinterupsi dengan suara yang berasal dari panggung kecil yang berada di tengah-tengah tamu undangan. Seorang pembawa acara sudah berdiri di sana. "Saya di sini mewakili tuan rumah mengucapkan banyak terima kasih kepada para tamu undangan yang telah hadir. Dan seperti yang kita tahu bahwa malam ini adalah malam yang sangat spesial untuk seseorang. Karena tepat pada malam ini dia akan melangkah di tangga usia yang berbeda. Dan langsung saja kita sambut, ini dia ratu kita malam ini!"

Gemuruh tepuk tangan langsung terdengar saat sosok yang dipanggil muncul dari balik panggung. Dan yang pembawa acara bilang memang tidak berlebihan. Karena seseorang dengan gaun anggun berwarna putih itu memang terlihat seperti ratu. Bella sangat bersinar padahal tidak ada yang menyorotinya dengan cahaya atau lampu pasar malam sekalipun. Riasan wajahnya tidak berlebihan namun sangat elegan. Leher jenjang dan bahu polosnya terekspos sempurna dengan rambut ikal menggantung menyentuh punggung. Dia berjalan anggun dengan senyuman yang tak terlepas dari wajahnya.

Tiba-tiba saja aku berpikir, bagaimana reaksi orang-orang jika tahu tentang hubunganku dengan Pak Rafka? Sedangkan sainganku saja sangat-sangat sempurna seperti Bella. Dan tentu saja tidak masuk bandingan jika disamakan denganku.

Lihatlah aku, hanya berbalut dress simple dengan pashmina yang kupakai biasa di kepala. Riasan wajahku? Tentu saja tidak semahal dan sebagus hasil riasan yang ada di wajah Bella. Di lihat dari sisi manapun aku memang bukanlah pemenangnya.

"Dan sosok spesial yang menemaninya malam ini!"

Semua mata langsung tertuju pada sosok spesial yang disebutkan oleh pembawa acara. Mataku juga ikut mengamati sosok laki-laki berkemeja putih yang dibalut jas abu-abu. Laki-laki itu mendekat pada Bella dan berdiri di sebelahnya. Aku tidak tahu siapa di balik topeng berwarna abu-abu yang dipakai laki-laki itu, tapi yang jelas perasaan takutku tiba-tiba hadir.

"Bella punya pacar, Al?" Syifa di dekatku bertanya pelan.

Aku hanya menggeleng samar. Tentu saja aku tidak tahu tentang itu.

Fokusku benar-benar hilang saat Bella mulai menyampaikan sambutannya. Pikiranku bercabang setelah akuu memutuskan untuk memeriksa ponsel. Pak Rafka masih belum membaca pesanku dan centang satu itu masih setia di sana. Aku mulai bergerak gelisah.

"Selamat menikmati pesta, semuanya!" Bella mengakhiri sambutannya dengan ceria dan disahuti antusias oleh semua orang di sini.

"Syif, gue mau ambil minum dulu." Aku pamit pada Syifa untuk meninggalkan meja dan pergi menuju tempat di mana berbagai minuman disajikan. Aku memilih minuman soda berwarna bening yang terlihat sangat menggiurkan.

"Tapi, tunggu dulu!"

Aku terkejut dengan suara pembawa acara yang terdengar tiba-tiba. Bella dan sosok spesialnya yang hendak turun dari panggung langsung membatalkan niatnya.

"Kurang lengkap rasanya kalau kita semua nggak tahu siapa sosok spesial Bella pada malam hari ini. Apakah semuanya setuju kalau sosok spesial kita ini membuka topengnya?"

Para tamu menyerukan kata "setuju" sangat keras.

BUKA! BUKA! BUKA!

Aku hanya terdiam kaku di salah satu sudut meja, ikut menantikan sosok laki-laki spesial di sana membuka topengnya. Dan keinginan semua orang pun terkabulkan. Laki-laki itu menarik lepas topeng yang menutupi matanya dan detik itu juga pekikan kaget dan gemuruh tepuk tangan menguasai suasana.

Laki-laki itu...

Kakiku melangkah mundur tanpa sadar.

"Kalau kamu nggak izinin aku nggak akan datang, kok."

"Aku nggak akan datang, sayang."

Gelas yang ada di tanganku terasa bergetar. Aku melihat sekitar, semua orang terlihat bahagia. Mereka sepertinya memang menunggu momen ini terjadi. Kakiku melangkah mundur lagi.

"Wah! Ternyata inilah sosok spesial Bella pada malam hari ini!" Pembawa acara mengangsurkan miknya pada Bella. "Bisa kamu kasih tau siapa nama laki-laki spesial kamu itu, Bella?"

Bella nampak menyembunyikan rona merah di wajahnya. "Namanya Rafka. Muhammad Rafka."

Di detik setelahnya aku merasa telingaku berdengung nyaring. Suara-suara di sekitarku perlahan mengabur dan bergantikan dengan gelap yang menguasai kesadaranku. Napasku sesak saat sesuatu menghimpit dadaku begitu banyak. Yang aku rasakan hanyalah tubuhku yang semakin bergerak ke dalam.

Dinginnya air di sekelilingku membuatku kembali tersadar. Tanganku mencoba menggapai-gapai ke atas dan berharap seseorang menolongku.

"Ada yang jatuh ke kolam!"

"Alfy!"

"Itu Alfy?!"

"Iya, itu Alfy!"

Samar-samar aku masih bisa mendengar kegaduhan dan suara Syifa yang terdengar beberapa kali memanggil namaku. Aku mulai kembali merasa sesak, gerakanku melemah. Namun di sisa-sisa kesadaranku aku masih bisa mendengar sesuatu yang ikut menjatuhkan diri ke dalam air, lalu aku bisa merasakan seseorang menarik tubuhku ke permukaan.

Rasa sesak dan penuh itu perlahan menghilang namun aku belum bisa menggapai kembali kesadaranku. Hingga akhirnya ada sesuatu yang menekan dadaku dengan keras berulang kali, dan aku bisa merasakan banyak air yang keluar dari sana.

Aku terbatuk, hidung dan mataku terasa perih saat aku berhasil membuka mata.

"Riki?" ucapku lirih saat hal pertama yang kulihat adalah wajah laki-laki itu.

Tanpa jeda setelahnya tubuh Riki yang basah langsung memelukku erat. "Makasih, Al. Makasih udah kembali membuka mata."

• • •

TBC!
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YA

BAGAIMANA DENGAN PART INI?

WKWK

KALIAN MAU LIAT BIANG KEROK DI PART INI? NIH AYY KASIH

Dan ...
Ayy sekalian mau kasih Cast-Cast yang lain

Dah gitu aja ehehe

See you in the next part!

Ayyalfy

Menonton keributan

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

12.4K 547 22
Laura pikir, sudah tak akan ada lagi pengganggu kedua di hubungan tanpa statusnya pada Lingga. Nyatanya, kedatangan adik sepupu Lingga yang menyukai...
17.4K 1.6K 6
Satu tahun menjalani hubungan membuat Nayyara Ayu Prameswari yakin untuk menerima lamaran Rafisqi Alterio Mahawira, seorang Wakil Direktur di tempatn...
5.3M 186K 51
Bagi Kalila yang selalu dibanding-bandingkan dengan saudari kembarnya adalah hal yang paling menyebalkan. Di keluarganya, karir lebih penting dibandi...
9K 916 43
💜 LavenderWriters Project Season 07 ||Kelompok 03|| #Tema; Mantan •- Ketua: Manda •- Wakil: Lintang ××× Ini kisah tentang dua insan yang tak lagi be...