KALE [END]

By SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

24.fired

334 25 2
By SiskaWdr10

Sering terjadi di kota-kota besar.

                                ******

Suara beberapa motor yang berlalu lalang di jalan yang cukup sepi ini membuat hati Anya semakin tenang karena hasil yang keluar mengatakan bahwa Anya tidak hamil. Ia kini tengah menikmati angin sore sendiri di warung Mang Dadung. Terasa sangat aneh sekali bila kesini tidak dengan Kale, tapi Anya harus mengerti keadaan Kale yang tengah sibuk itu.

Tingtong.....

Bel rumah Senja berbunyi, ia segara membuka pintunya.

"Atas nama Sonya Senja Afrita?" ucap wanita paruh baya yang mengenakan pakaian formal.

Senja mengangguk. "Ya, saya Ibunya."

"Oh, ini surat anak Ibu ketinggalan. Selamat ya." Jawab Ibu itu sambil menyodorkan amplop putih pada Senja.

"Aw!" ringis Anya saat giginya menggigit lidahnya sendiri.

"Kenapa, Neng?" tanya Mang Dadung yang langsung panik.

Anya menyengir kuda sambil menggeleng. "Kegigit."

Sedangkan Kale dan anak-anak yang lain tengah mendaki gunung, rencananya Sertijab resmi akan di laksanakan di atas puncak gunung Puncak Surolyo Pass. Walau beberapa kali mengeluh tapi mereka tetap semangat untuk melanjutkan perjuangannya agar sampai di atas.

Kale sendiri walau sudah terbiasa, tetap saja capek. "Yang nikmat itu proses bukan hasil, jadi nikmatilah prosesnya." Ucap Iyas dengan suara yang cukup kencang.

"Semakayasss dulu!" tandas Hary yang dituruti anak-anak dengan semangat.

"Semangat Kakak Iyas, semangat Kakak Iyas." Ucap anak-anak yang lain.

Yel-yel itu memang sengaja kami persembahkan untuk ketua yang masih menjabat. Mungkin nanti beda lagi kalau Kale yang menjabatnya.

"Lo capek?" tanya Kale pada Salsabila.

Salsabila mengangguk. "Lumayan juga ternyata, pasti gue gempor."

"Tukang pijat menanti." Jawab Kale.

Obat paling ampuh adalah senyum manis Kale. "Hahaha, pasti."

Cukup lama, mereka sampai di pos 2 ada beberapa pos lagi yang harus mereka tanjaki.

Lagi-lagi sang ketua tomboy itu bertingkah dengan mengajak anak-anak yang lain berfoto padahal mereka ingin beristirahat. "Foto dulu sebelum gue lengser." Ucapnya lalu bergaya.

Sudah sepuluh kali jepretan foto tapi Iyas masih saja merasa kurang. "Sumpah nggak kerasa." Kata Iyas.

"Yeuh, mincreng udah ah." Jawab Kak Uje lalu duduk dekat pos.

Menurut anak yang normal, Kale tidak asik untuk dijadikan pemimpin, seharusnya yang menjadi pemimpin yang seperti Kak Iyas friendly, banyak bicara dan jelas sangat humoris. Sehingga anggota yang lain tak sungkan untuk berdiskusi ataupun membicarakan hal lain, tapi sayangnya dimana-mana fisik selalu menang dari pada sikap.

Tapi jangan salah, bila Kale sudah memberi arahan ia sangat tegas dan tidak main-main.

Mereka kembali melanjutkan perjalanannya, semangat juang untuk para anak pecinta alam. Hari semakin sore dan pas sekali ketika azan magrib berkumandang mereka sampai. Teruntuk umat muslim mereka diwajibkan menjalankan ibadah sholat, yang menjadi imamnya adalah Kak Uje. Sedangkan yang non muslim mereka istirahat tanpa mengganggu yang tengah beribadah, toleransi itu sangat penting.

Selesai ishoma, para panitia menyiapkan lilin dan menyiapkan pasukannya berbaris. Salsabila memotret setiap momentum yang terjadi tanpa sedikitpun ia lewatkan. Kali ini Kale memimpin barisan paling depan dengan memegang bendera eskulnya.

Tak terasa Anya baru bangun dari tidur sorenya, ia sama sekali tak sadar tertidur di warung Mang Dadung. "Neng Anya?"

Anya mengusap matanya. "Lho Mang, aku masih disini?" tanya Anya. Mang Dadung mengangguk.

"Gawat! ini udah jam berapa Mang?" tanya Anya lalu melihat handphonenya ada beberapa panggilan tak terjawab dari Senja dan Sifa.

Ia bangkit dan berpamitan pada Mang Dadung, mengapa perasaan Anya benar-benar tak enak. Ia sungguh takut terjadi apa-apa.

"Peresmian, dengan semua visi dan misi yang telah saya jabarkan, saya berjanji akan menjadi pemimpin yang taat pada Tuhan, bertanggung jawab, disiplin, sayang kepada semua anggota dan menjadi pimpinan yang baik dimasa jabatan saya hingga seterusnya." Ucap Kale dengan suara lantang.

Plak....

Satu tamparan mengenai pipi Anya yang baru saja membuka pintu, tak hanya itu Senja juga memberikan koper besar pada Anya.

"Cari Ayah dari anak kamu!" ucap Senja berderai air mata.

Sifa yang berdiri di sebelah Senja sangat iba pada sahabatnya itu. "Mama?"

Tanpa menjawab Senja kembali melemparkan kertas bukti tentang kehamilan Anya. "Ini nggak bener, Ma." Jawab Anya, tak terasa air matanya ikut turun.

"Sifa bilang malam itu kamu nggak nginep di rumah dia, terus kamu kemana Anya pulang-pulang mata sembab? siapa Ayahnya siapa?" tanya Senja membentak.

Tak mungkin Anya mengatakan Kevin. "Ma, ini pasti salah." Balas Anya kembali membaca kertas itu.

Tertulis bahwa Anya positif hamil. "Mama malu Anya, kasus Ayah kamu aja belum selesai ini udah nambah, pergi kamu!"

"Tante." Seka Sifa tak tega.

Dengan cepat Anya langsung bersujud di kaki Ibunya. "Anya nggak hamil, Ma."

Senja merasakan dadanya sesak. Sifa mengusap lembut pundak Senja sebagai penenang. "Mama udah sering bilang berkali-kali Anya jaga mahkota kamu, jangan bergaul bebas, jangan sampai kelewat batas."

Anya mengangguk-ngangguk. "Nggak Ma, Anya nggak bergaul bebas. Maafin Anya, Ma. Maaf."

"Siapa Ayah dari anak mu itu Sonya Senja Afrita!" bentak Senja sambil menendang wajah Anya.

"Aw." Ringis Anya terpental.

Senja berjongkok dan merauk wajah Anya dengan kasar menggunkan tangannya. "Kale Ayahnya?"

Sifa langsung menutup mulut mendengar pertanyaan dari Senja. Anya menggeleng yakin. "Bukan, Ma. Bukan Kale, Kale bahkan nggak tahu apa-apa, sumpah." Jawab Anya.

"Terus siapa?" tanya Senja dengan tatapan horor.

Anya menunduk takut. "Anya minta maaf, Ma."

Senja membuang wajah Anya secara kasar lalu mencudah ke pinggir Anya. "Maluin! jangan panggil saja Mama lagi, pergi kamu dari rumah saya." Ucap Senja membuat hati Anya sakit.

"Ma, tolong maafin Anya. Anya janji nggak akan ngulang lagi." Jawab Anya menyesal dengan air mata yang terus mengalir.

"Dari awal kita udah perjanjian kan? kalau kamu melewati batas, nggak ada tempat lagi buat kamu. Pergi sebelum saya murka." Kata Senja tanpa menoleh pada Anya.

Anya bangkit dari duduknya dan menatap senja dengan tatapan nanar, ia tak percaya Senja akan setega itu padanya. "A-a-anya minta maaf udah ngecewain Mama sama Ayah, tapi ini bukan kemauan Anya. Satu hal yang Mama harus inget, Anya nggak akan pernah benci Mama maupun Ayah, Anya sayang kalian." Ucap Anya membuat Senja dan Sifa menangis tanpa suara.

Terlalu dramatis memang, tapi siapa yang tidak dramatis bila di posisi seperti Anya. Ia melenggang pergi dari rumahnya sendiri, entah kemana tujuannya yang pasti ia ingin menangis saja sepanjang perjalanannya. Kevin? tak akan pernah sudi Anya menghubungi laki-laki brengsek yang telah membuat hidupnya hancur itu. Kertas tentang kehamilannya terus Anya bawa.

Senja memeluk Sifa saat Anya sudah tak terlihat. Tidak ada satupun Ibu yang tega melakukan hal semacam itu pada putrinya, apa lagi Anya sekarang berbadan dua.

Siapa yang harus Anya hubungi sekarang, Kale? pasti tengah sibuk. Temannya? ia tak punya teman selain Sifa.

Koper itu terus Anya seret-seret. "Mama." Ucap Anya kembali bersedih.

Dari belakang sana ada laki-laki yang ikut sedih melihat Anya, ia segera menelpon Sifa. Perjalanan Anya cukup jauh, dan ia berhenti di halte Bus. Anya kembali menghela nafas.

Perutnya berbunyi, ia sangat lapar.

Tin....

"Sifa?"

"Ayo naik!" ajak Sifa dari dalam mobil.

Semua anggota mengucapkan selamat pada ketua yang hari ini telah resmi dilantik menjadi ketua eskul pecinta alam.

"Selamat, Kale." Ucap Salsabila dengan senyum manisnya.

Kale membalas senyuman itu, ternyata Salsabila sudah mempersiapkan kado untuk Kale berupa jam tangan warna hitam yang kualitasnya tinggi.

"Seriusan? gue nggak minta lo, bil." Kata Kale.

Salsabila tak mau menerima penolakan ia pun memakaikannya pada tangan Kale. "Cocok warnanya sama kulit lo." Balas Salsabila.

"Thank you." Ucap Kale. "Selera lo nggak jelek-jelek amat."

Senang melihat Kale senang. "Sialan lo."

"Senyum dong, Pak ketua!" ucap Iyas yang memegang kamera. Kale pun tersenyum bersamaan dengan Salsabila.

Cekrek....

Para anggota maupun panitia menghabiskan malamnya di gunung itu dengan pemandangan yang sangat menakjubkan.

Kale sendiri memilih berdua dengan Salsabila. Banyak anak-anak yang beranggapan kalau Salsabila adalah calon pacar Kale yang baru, anggapan mereka tak salah karena Kale begitu lengket dengan Salsabila.

"Capek, tapi nggak kerasa besok pulang." Ucap Salsabila memulai percakapan.

Kale tersenyum tipis. "Ya, kalau jalan-jalan mah emang capek."

"Oh iya, Le. Banyak foto bagus yang gue ambil lho." Kata Salsabila.

Ia menunjukan hasilnya pada Kale dan benar saja semua hasilnya sangat bagus, tak sia-sia Kale membawa gadis ini.

Anya dibawa kerumah Sifa untuk menginap beberapa hari, lagi pula Sifa sering di rumah berdua bersama asisten rumah tangganya. Ayah dan Ibunya terbilang orang yang cukup sibuk bekerja. Sifa bingung mau bertanya apa pada Anya, ia takut Anya semakin sedih.

Setelah sampai Sifa mempersilahkan untuk Anya tidur di kamarnya berdua. "Mandi dulu gih, biar seger." Ucap Sifa. Anya mengangguk tanpa suara.

Wajah Anya terlihat sangat putus asa. "Sifa." Panggil Anya saat Sifa memberikannya handuk.

Sifa menoleh pada wajah Anya. "Maafin, Anya." Ucap Anya. Mata Sifa langsung berkaca-kaca.

"Aaaaah sumpah gue nggak bisa kaya gini." Kata Sifa lalu memeluk Anya. "Jangan bikin gue nangis lagi."

Sambil menunggu Anya selesai mandi Sifa memasak makanan untuk Anya makan malam. Makan malam kali ini ditemani dengan derai air mata dari Anya.

Sifa sangat kasihan sekali pada Anya, sungguh. Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk tertidur.

Dengan lembut Sifa mengusap pundak Anya. "Jangan nangis terus, nanti pasti ada jalan keluarnya kok." Ucap Sifa menenangkan.

Anya mengangguk lalu membaringkan tubuhnya di ranjang Sifa. Sifa mematikan lampu dan mengirim pesan pada seseorang.

08xxxx:
Dia nggak baik-baik aja....

Semalaman penuh, Anya terus menangis dan bersedih. Setiap ada masalah pasti Anya tidak bisa tidur, sampai sekarang juga Kale tak ada kabar.

Sedangkan malam ini, Kale dan yang lain berkemas untuk pulang, agar besok pagi sudah sampai Jakarta. Memang anak-anak pecinta alam tak kenal lelah.

Kale memegang toa dan memberi arahan. "Ayo diambil semua sampah yang ada, jangan sampai ada sekecil apapun sampah."

Anak-anak yang lain menuruti perintah Kale tak ada yang membantah. Jam dua belas malam mereka semua menuruni gunung dengan dipandu senior sekaligus Bapak-bapak yang sudah terbiasa naik turun gunung malam.

Sepanjang jalan mereka berdo'a dan saling bergandengan tangan. Kesempatan yang sangat Salsabila harapkan saat tangannya di gandeng oleh Kale.

                                🐟🐟🐟

Malam tadi sangat terasa panjang bagi Anya, ia terbangun dengan mata yang sembab. Hari ini ia memilih sekolah walau keadaanya tengah sangat kacau.

Sifa ternyata berangkat selalu siang. Saat Anya dan Sifa turun banyak pasang mata yang memandangnya benci dan ada juga yang berbisik gosip.

Firasat Anya semakin memburuk, saat ia melewati kantor Guru Senja keluar dengan gaya angkuhnya. Anya langsung menduduk.

Senja melewati Anya begitu saja, ada rasa senang di hatinya saat melihat putri satu-satunya itu masih mau pergi kesekolah. Ini mungkin alasan anak-anak memandang Anya dengan benci, pasti ada salah satu siswa atau siswi yang menguping apa yang Senja katakan pada kepala sekolah.

Panas sudah kuping Anya saat melewati koridor kelas. Makian semacam, jalang, wanita murahan, lonte dan yang lain-lain berlalu lalang di telinga Anya.

Sifa tahu betul pasti keadaan Anya semakin memburuk, mata Anya mulai berkaca-kaca, ia berlari ke kamar mandi.

"Any-"

"Temen lo makin menjadi-jadi aja, Fa. Stres mikirin biaya hidup kali ya gara-gara Bokapnya ditahan, sampai jual diri ke orang?" tanya Iren di telinga Sifa.

Tatapan tajam Sifa mengarah pada Iren. "Jaga mulot lo!"

Iren tertawa hambar. "Apa yang gue omongin itu bener, buktinya Ibunya sendiri minta surat pengunduran diri buat Anya keluar dari sekolah karena alasan dia hamil."

Mata Sifa langsung membulat mendengar ucapan Iren. "Hah?"

"Lo nggak tahu? beritanya udah tersebar kali ke penjuru sekolah, anak mana yang nggak tahu, lagi pula Anya anak yang lumayan fomous kan?" tanya Iren.

Anya menangis sejadi-jadinya di kamar mandi, bahkan di kamar mandi sekalipun ada saja gadis yang bergosip tentang dirnya yang terdengar sangat hina sekali. Anya tidak membunuh, Anya juga tidak mengambil hak orang lain, ia hanya menjadi korban.

Yang Anya tunggu sekarang adalah bel masuk, saat orang-orang sudah memasuki kelasnya. Anya muak kalau harus terus-terusan menjadi bahan olokan.

Kevin dan teman-temannya sendiri tengah bergosip tentang Anya. Tapi jelas Kevin banyak diam, ia sebenarnya sangat-sangat menyesal. Tapi apa boleh buat, kesepakatan tetap kesepakatan.

"Gila ya, berita bagus ni buat anak Jailen." Ucap Tristan yang diangguki yang lain.

Trisntan memandang pada Kevin. "Lo nape diem aje? apa lo udah tau pelakunya?"

Dengan cepat Kevin menggeleng. "Nggak, gue nggak habis pikir aja cewek yang gue suka begitu." Jawab Kevin berbohong.

"Yang polos lebih berbahaya dari pada yang binal." Celetuk salah satu teman Kevin di tempat itu.

Rasanya Kevin seperti mendapatkan tamparan keras saat mendengar Anya dibandingan dengan gadis binal yang sangat bertolak belakang dengannya.

Kring ... Kring ... Kring....

Bel masuk berbunyi, Anya mengusap air matanya secara kasar, lalu berjalan menuju kelas. Banyak anak yang belum masuk akibat Guru yang telat datang ke kelas karena membahas tentang keputusan memecat Anya.

Sifa bernafas lega saat melihat Anya baik-baik saja. Satu kelas menatap Anya seolah Anya ini adalah kotoran.

Setelah Anya berhasil duduk, tak lama Bu Ros datang dan meminta Anya untuk pergi keruang Guru. Anya bangkit dan menuruti perintah Bu Ros. Anak-anak berbondong-bondong mengintip Anya.

"Maaf, ini sudah menjadi peraturan sekolah. Jika ada anak yang hamil kita harus memecatnya dari sekolah." Ucap Pak Wiliam sebagai kepala sekolah saat Anya sudah duduk di hadapannya.

Anya mengangguk dengan air mata yang membasahi pipinya. "Maaf, Pak, Bu. Saya permisi." Jawab Anya lalu bangkit dari duduknya dan kembali ke kelas untuk mengambil tas.

Anak yang lain fokus melihat wajah Anya yang memerah. Orang-orang yang dulu menyapa Anya, kini memberikan Anya makian.

Kevin keluar dari tempatnya bersama teman-teman yang penasaran akan berita yang menghebohkan satu sekolah ini.

Setiap kaki yang melangkah untuk keluar dari sekolah ini Anya merasa sangat sedih, ia baru saja mulai mencintai sekolahnya barunya ini, sekarang sudah disuruh melupakannya. Bukan lah perkara yang mudah bagi Anya.

Sifa menatap iba pada teman satu mejanya itu, tak ada lagi yang akan menjadi teman Sifa di ruangan yang terisi anak-anak bermuka dua ini.

Anya yang malang itu sudah berdiri tegak di depan gerbang, Anya kembali melihat papan nama sekolah tercintanya lalu ia menatap kesekeliling, dan ternyata saat Anya melihat kedalam ada Kevin yang berlari untuk mendekatinya dengan cepat Anya membalikan tubuhnya agar tak bertemu dengan Kevin.

Kevin mengatur nafasnya agar stabil. "A-a-anya maafin gue." Ucap Kevin dengan nafas yang terengah-engah. "Gue nggak bakalan ngira masalahnya bakalan sefatal ini."

Ucapan yang terdengar tulus itu masih tidak bisa diterima oleh Anya, pada dasarnya Kevin tetap salah. "Anya nggak mau lihat Kevin lagi." Jawab Anya dengan air mata yang bercucuran.

Jujur jawaban Anya membuat hati Kevin sakit. "Jujur Anya suka banget sama sekolah ini, Anya juga suka ngobrol sama Kevin dan anak-anak yang lain, tapi sekarang Anya harus lupain semuanya. Termasuk Kevin."

"Nya-"

Enggan mendengar jawaban dari Kevin Anya langsung berlari meninggalkan Kevin. Kevin menghela nafas pasrah, sekarang tak ada lagi sedikitpun harapan untuk Kevin.

Ia tak tahu tujuannya kemana, yang jelas ia tak mau melihat Kevin lagi, Anya duduk di kursi besi yang berada di taman.

Ting....

Pesan dari Sifa langsung dengan cepat Anya baca.

Cepot:
Pulang kerumah gue aja, istirahat yang cukup. Maaf gue nggak bisa nemenin lo.

Senyum Anya terukir lebar setalah ia membacanya, selalu ada titik terang saat Anya sudah terpuruk dalam kegelapan. Anyapun memilih untuk pulang kerumah Sifa.

Kale sendiri baru sampai di Jakarta. Ia terlalu lelah sampai meminta Risa untuk menjemputnya. Di dalam mobil juga Kale tertidur pulas di sisi Risa. Risa mengusap rambut Kale dengan lembut.

Sesampainya di rumah Sifa, Anya langsung membaringkan dirinya di sofa kamar. Berkali-kali ia mengusap air matanya sendiri.

Seharian penuh Kale tertidur dan bangun hanya untuk makan dan mandi saja. Sedangkan Jawa malam ini tengah bermain di rumah Nenek dari Ayahnya. Sebenarnya Jawa sama sekali tidak akur dengan keluarga Nenek dari Ibu karena masalah masalalunya, tapi sekarang Ayah Jawa memaksa Jawa untuk bermain sebentar karena sudah lama sekali Jawa tidak bersilaturahmi dengan Neneknya ini.

"Yah, Eza pulang ya?" bisik Jawa pada Ayahnya dengan wajah memelas. Sudah lima kali Jawa minta pulang.

"Aisssh, yudah pamintan dengan sopan." Jawab Ayah Jawa sambil tersenyum pada lawan bicaranya.

Jawapun berpamitan pada Nenek dan orang-orang di situ dengan senyum terpaksanya. Ia benafas lega saat sudah di dekat motornya. Jari Jawa mengirim pesan pada seseorang yang tengah minum kopi sendiri di warung kecil langganannya. Siapa lagi kalau bukan Epot.

Jawa:
Besuk Bule yuk, gw tancap gas duluan

Epot yang sedang patah hati akibat terkena PHP dari gadis kenalannya di twiterpun membalas cuek pesan Jawa.

Epot:
Y

Jawa terkekeh kecil membaca balasan dari teman kampretnya itu. Dengan wajah tanpa dosa Epot membayar kopi itu dan berjalan mencari angkot padahal ia datang ke warung itu membawa motor sendiri.

Bule senang hampir tiap hari teman-temannya ini membesuknya ya walaupun jarang membawa makanan, sekalipun membawa makanan pasti selalu mereka makan sendiri. Badan Bule semakin hari semakin kurus saja, entahlah mungkin saja ada beban yang berat di hidup laki-laki berkulit putih itu.

"Sendiri lo?" tanya Bule pada Jawa yang ada di hadapannya.

Jawa menggeleng. "Epot nanti dateng, Kale masih capek dia baru balik."

"Oh iya, ada yang harus gue omongin." Ucap Bule dengan wajah serius.

"Woi gue sehat." Ucap Epot cukup kencang, memalukan sekali memang anak itu. Lagi pula siapa yang menanyakan keadaannya?

Jawa mendekati Epot dan menarik baju Epot dengan cara menjinjingnya. "Jual yeuhhh."

Bule terkekeh kecil. "Gue sehat walaupun gue jomblo."

"Bodo amat banget, sumpah." Jawab Bule.

"Buruan mau ngomong apa?" tanya Jawa pada Bule.

Epot terdiam begitupun Jawa. "Sebelum kalian besuk gue kesini ada Aksel yang besuk gue kesini, dia temen yang sering gue sebut si cupu ke kalian, dia anak Alberto, inget?" tanya Bule. Kedua temannya itu mulai berpikir. Sedikit info Aksel juga orang yang memberikan Bule nomer Kevin.

Jawa mengangguk sedangkan Epot menggeleng. "Yaudah lah lanjut." Kata Jawa.

"Ya, dia bilang Anya hamil dan pagi tadi resmi dikeluari dari sekolah." Balas Jawa.

"Hah?!" ucap Epot dan Jawa secara bersamaan. Sungguh mereka sangat terkejut.

"Lah baru pada tahu? gue kira udah tahu, Kale juga belum tahu dong?" tanya Bule.

"Belom lah, gila. Seriusan?" tanya Jawa balik.

Bule mengangguk mantap. "Seluruh anak Alberto tahu kali kasus yang masih anget ini."

"Si Kale yang hamilin?" tanya Epot dengan wajah polos.

Bule langsung menyentil kening Epot. "Dia gak gitu."

"Kalau bukan dia siapa?" kini giliran Jawa yang bertanya. "Anjir tampang doang polos."

Mereka bertiga terdiam untuk beberapa saat. "Tapi ada kemungkinan salah, siapa tahu Bidan atau tespeknya elor. Lagi pula Anya periksanya kapan?"

"Emang kapan periksa nya ngaruh?" tanya Epot. Bule mengangguk.

"Cewek ketahuan hamil itu saat seminggu atau lima hari setelah ia melakukan hubungan badan, gue tahu ini dari kasus Anisah, awal-awal gue sama Kale mikirnya Anisah nggak hamil, tapi ternyata." Bule menunduk mengingat itu.

"Ternyata emang nggak hamil kan?" tebak Epot. Bule mengangkat bahunya tanda tak tahu.

"Masa iya nggak hamil bonyok nya sampe pindahin dia jauh." Jawab Epot.

"Tapi bisa aja iya Le, ada juga kan yang bisa ketuan hamil saat dua atau tiga harian." Kata Jawa yang sedari tadi menyimak.

Bule menggeleng. "Nggak tahu gue."

"Bapak anaknya si Anya siapa, Aksel nggak bilang?!" tanya Epot semakin penasaran.

"Anak cupu begitu mana berani nyari tahu." Jawab Bule. "Bilangin si Kale besok, biar Anyanya tenang, gue takut gara-gara masalah ini Anya bunuh diri."

"Iya sih, banyak kasus begitu." Ujar Jawa.

"Maaf waktu pembesukan habis." Kata salah satu polisi.

Jawa, Epot dan Bule bangkit dari duduknya. "Naik apa lo kesini?" tanya Bule.

"Motor." Jawab Jawa.

"Mot-"

Epot langsung menghentikan ucapannya saat ia mengingat kalau ia telah meninggalkan motornya di warung kopi. Ia terdiam dengan wajah datar.

"Sumpah, suer gue kesini naik angkot, padahal tadi gue ke warung kopi bawa motor." Kata Epot dengan wajah pasrah.

Alis Jawa bertautan. "Lupa bawa motor?" tanya Jawa, Epot mengangguk.

Bule memegang pantatnya menggunkan tangannya sendiri, kemudian memegang kening Epot. Untuk mengecek suhu tubuh Epot di samakan dengan panas pantat Bule yang panas akibat banyak duduk. "Pantesan rada miring." Jawab Bule.

Polisi yang mendengar percakapan ketiga anak muda itu menahan tawanya, apa lagi saat melihat wajah Epot yang memelas.

"Pantes dari tadi berasa ada yang kurang." Ucap Epot.

"Haha, stak banget udah egenya." Celetuk Jawa.

"Maklum lah gue kan baru di phpin."

                              *******

1.Anya

2.Sifa


Continue Reading

You'll Also Like

AKSARA By ☆

Teen Fiction

306K 23.2K 42
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Mencintai seseorang yang tidak mencintai kita itu menyakitkan." Aksara Aradhana, lelaki penuh pesona dengan wajah tamp...
145K 21.2K 21
"Mulai hari ini, lo jadi babu gue di Sekolah!" ucap Arga dengan sorot mata menajam kepada Raya.
32.3K 4.3K 66
|UPDATE SETIAP HARI| Perhatian : Mengandung kata yang kurang pantas dan kasar. Mohon jangan ditiru, dan bijak dalam memilih bacaan. Chia membenci Kai...
641K 25K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...