Dersik

By khanifahda

758K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... More

Peta
Khatulistiwa
Proyeksi
Kontur
Skala
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Adveksi
Presipitasi
Infiltrasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Annular
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Obsekuen
Insekuen
Superposed
Anteseden
Symmetric Fold
Asymmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Bar Deposit
Alluvial Fan
Backswamp
Natural Levee
Flood Plain
Horst
"Graben"

Crest

10.8K 1.5K 63
By khanifahda

Crest adalah sebuah garis yang memanjang dari daerah tinggi sebuah lipatan. Crest ini juga sering disebut sebagai garis yang dapat menghubungkan titik-titik tertinggi suatu lipatan pada bidang yang sama. Nama lain dari crest adalah hinge line. Bidang yang menjadi tempat terbentuknya crest diberi nama crestal plane.
.
.

Gayatri sekarang dipusingkan dengan revisi skripsi yang cukup membuatnya menjadi kelelawar lagi. Jika pagi banyak dihabiskan untuk bekerja maka terpaksa dirinya mengerjakan ketika malam dan tentunya hanya sisa-sisa energi yang ada.

Selain itu, sudah hampir 9 bulan lamanya Raksa bertugas di Papua. Selama mereka LDRan, Raksa dan Gayatri rata-rata hanya bisa berkomunikasi seminggu sekali di akhir pekan. Itupun tidak lama dan mentok hanya setengah jam berbicara, setelah itu mereka kembali sibuk melakukan aktivitas masing-masing.

Seperti kali ini, Gayatri menatap laptop di depannya itu sudah hampir 15 menit, tetapi tak ada satu pun ketikan kata di sana. Skripsinya masih sama saja seperti tadi dimana banyak sekali kritikan dan masukan dari dospem. Pikirannya tiba-tiba kacau dan tidak bisa berpikir jernih. Revisi dari dosen pembimbing kemarin membuatnya semakin bertambah stres. banyak sekali wejangan dan revisian yang cukup membuat dirinya berpikir kemana-mana.

Gayatri hanya bisa pasrah ketika skripsinya itu di babat habis oleh dosen pembimbing yang sudah terkenal killer. Bahkan ia hanya bisa pasrah ketika dosen itu kembali mengkritik dan memberikan coretan di mana-mana.

"Ini kemarin sudah saya kasih poin penting loh. Kalau ambil penelitian itu harus bisa cantumkan data aslinya ya? Biar nggak dianggap plagiat dan memanipulasi data. Sudah cukup baik di sini, tetapi masih ada beberapa kekurangan. Yang anda anggap data tidak penting ini juga termasuk data penting di penelitian."

Gayatri hanya bisa diam mendengarkan. Gadis itu sadar jika masih banyak kesalahan dalam skripsinya.

"Minggu depan revisian ini harus sampai saya ya. Saya tunggu hari Rabu jam 9 pagi."

"Baik Prof," jawab Gayatri. Ia bisa apa selain mengiyakan. Intinya semester ini ia harus sidang dan sebisa mungkin ikut wisuda klaster terdekat.

Setelah merapikan kembali bendelan skripsinya, Gayatri segera pamit pada dosen pembimbingnya itu dan kembali ke kantornya untuk bekerja.

Lelah? Tentu saja. Tetapi Gayatri harus bisa melewati dan menikmati step by step ini supaya bisa lulus dan kelak menjadi orang yang lebih berguna lagi.

Gayatri lantas menggeram kesal dan mengacak rambutnya kasar. Ia sudah bingung harus mengetik apa malam ini padahal rabu revisian harus disetorkan kembali ke dosen pembimbingnya, belum lagi ia mempelajari berkas terbaru yang dikirim ke divisinya tadi.

Gayatri menatap kesal jam dinding yang menunjukkan pukul 12 dini hari. Rasanya tadi baru  pukul 10an, tetapi ini malah sudah jam 12 dini hari.

Gadis yang memakai kaos oblong dan celana baby doll itu bangkit dari duduknya. Ternyata berpikir dengan keadaan jiwa yang stres bisa membuatnya lapar. Akhirnya Gayatri memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan menuju dapur.

Ketika langkahnya sampai di ruang tengah, suara televisi yang menayangkan pertandingan bola terdengar. Gadis itu mendekat dan ternyata Lesmana sedang menonton pertandingan sepak bola.

"Belum tidur Bang?" Gayatri duduk di samping Lesmana.

"Lah kamu juga ngapain belum tidur?" bukannya menjawab, justru Lesmana bertanya kembali.

"Pusing Bang." Gayatri menyenderkan kepalanya di bahu Lesmana. "Pusing mikir revisian skripsi."

Lesmana yang masih fokus menonton sepak bola Liga Inggris itu pun menoleh ke arah sang adik. "Banyak pikiran pasti."

Gayatri lalu menegakkan tubuhnya kembali. "Iya, banyak yang harus dikerjakan dan Aya kurang inovasi buat menyelesaikanya. Stres banget aku Bang." Curhatnya.

"Gini, sesuatu dapat terlaksana dengan baik ketika pikiran itu jernih dan rileks. Coba deh kamu menetralkan dulu pikiranmu. Kamu list jadwal yang harus diprioritaskan untuk dikerjakan terlebih dahulu."

"Tapi semuanya prioritas Bang." Sanggah Gayatri.

Lesmana menggeleng pelan, "walaupun semuanya penting, tapi penting juga kamu menyelesaikan satu-satu. Otak kita nggak bisa dipaksa buat menyelesaikan dalam satu waktu. Berat, mungkin hanya orang-orang tertentu saja. Jadwal memang padat, tapi menyelesaikan satu-satu juga penting. Otak nggak bisa difokuskan dalam banyak hal, kalaupun bisa hasilnya pasti kurang maksimal."

"Prioritaskan yang paling urgent dulu. Pasti kamu paham dengan diri kamu sendiri dek." Lanjut Lesmana yang memberikan secercah gambaran untuk bisa lebih produktif lagi. Ia sekarang mengerti jika beban otak tidak bisa dipaksa. Dia harus pandai dalam managemen waktu, otak dan, dirinya sendiri.

Lalu Gayatri bangkit dari duduknya, "mau kemana?" tanya Lesmana cepat.

"Mau ke dapur buat mie instan kuah." Rasanya semangkuk mie instan kuah bisa mengembalikan semangat dan ide yang sempat hilang. Akhirnya Gayatri memutuskan untuk membuat mie instan dan secangkir teh hangat.

"Satu ya. Yang soto." Pinta Lesmana yang diangguki oleh Gayatri.

Gayatri langsung mengeksekusi untuk membuat mienya. Rasanya makan mie rasa soto enak juga. Awalnya ia ingin membuat mie ayam bawang, tetapi mendengar Lesmana yang meminta rasa soto, membuatnya ingin juga makan mie instan kuah rasa soto.

Sekitar hampir 15 menit berkutat di dapur, akhirnya mie instan jadi. Gayatri langsung membawa ke ruang tengah dimana Lesmana masih menonton pertandingan sepak bola.

"Makasih." Sekecil apapun itu, Lesmana membiasakan diri untuk mengucapkan terima kasih walaupun ke sang adik.

"Pake telur?" Gayatri mengangguk, "lebih nikmat Bang. Kalau nggak mau, kasih Aya aja."

Lesmana tak menjawab tetapi langsung memakan mie instannya. Sementara Gayatri hanya mendengus pelan.

"Raksa belum balik dek?" tanya Lesmana. Gayatri hanya menggeleng di tempatnya.

"Lama bener di Papua." Lanjutnya. Tetapi Gayatri justru fokus pada pertandingan sepak bola di depannya. Walaupun ia tak terlalu fanatik, tetapi kalau ada siaran bola dan ia sempat menonton, pasti dirinya akan menonton.

"Kan tugas Bang." Jawab Gayatri kemudian sambil menyeruput kuah mie soto yang sangat nikmat baginya.

"Nggak kangen?"

"Sudah jadi resiko." Jawab Gayatri cepat.

Lesmana menatap sang adik yang nampak tenang menikmati mie instan dengan netra menatap layar televisi tersebut. Selama ini ia tak pernah melihat Gayatri galau. Palingan hanya mengeluh masalah skripsi dan pekerjaan yang saling bertumbukan tersebut.

Lesmana meletakkan mangkuknya di meja. Ia meneguk air putih dalam tumblr yang biasa ia siapkan ketika menonton sepak bola di televisi.

"Nggak nyesel?" tanya Lesmana kembali.

Suara pemandu acara pertandingan sepak bola yang larut dalam euforia keberhasilan Liverpool membobol gawang lawan menjadi pengiring pertanyaan yang sering orang-orang lontarkan kepada Gayatri. Sementara Gayatri masih tenang menghabiskan mie instan dengan lahapnya.

Gayatri menggeleng, "sebisa mungkin Gayatri nggak akan menyesal dengan langkah yang Aya pilih. Dari awal Aya memutuskan sesuatu sudah Aya niatkan supaya Aya nggak ada rasa menyesal nantinya. Semisal itupun pahit, artinya pilihan Aya adalah pilihan yang di dalamnya ada ujian yang harus Aya jalani."

"Nggak takut dengan keselamatan dan kesetiaan Raksa dek? Kan kalian pisah lama dan jauh?"

Lesmana bertanya kembali. Bukannya ia menjatuhkan mental sang adik, tetapi ia sebagai abang hanya ingin memastikan jika Gayatri sudah tahu konsekuensi dan tantangannya. Jangan sampai kemungkinan buruk ini terlihat di belakang dan menambah runyam keadaan nantinya. Ia juga ingin tahu sejauh manakah bijaksanaanya Gayatri dalam memilih pasangan yang merupakan abdi negara.

Gayatri terdiam sebentar seperti menyiapkan jawaban tepat. Ia juga sudah pernah memikirkan hal ini sebelumnya bahkan sebelum dirinya berani melangkah bersama Raksa.

"Untuk keselamatan, Gayatri menyerahkan kepada Yang Maha Kuasa, Bang. Sebisa mungkin Aya juga mendoakan keselamatan untuk dia ketika bertugas. Aya juga menanamkan tentang keyakinan bahwa dia akan selamat ketika bertugas. Niatnya mulia dan semoga Tuhan selalu memberikan keselamatan disetiap langkahnya itu dalam menjaga negara."

Gayatri menjeda kalimatnya sebentar. Gayatri lalu menarik nafas kembali untuk melanjutkan jawabannya itu. "Dan mengenai kesetiaan, Aya memang nggak ada kuasa buat tahu sedetai-detailnya. Tetapi kami mencoba untuk saling percaya satu sama lain. Bisa dibilang ini ujian bagi pasangan yang menjalani kisah jarak jauh. Kepercayaan dan kesetiaan adalah hal berharga yang patut dijaga dan diperjuangkan."

"Baiknya Tuhan selama ini adalah kami tetap enjoy walaupun komunikasi terbatas. Aya sangat paham dengan posisi seorang prajurit yang berada di daerah konflik dan Aya percaya jika dia benar-benar bertugas dengan baik. Sedangkan Aya di sini berusaha menjaga diri dan tak menodai apa yang sudah Aya yakinkan dalam hati bahwa kami tak akan ingkar satu sama lain."

Lalu Lesmana menatap sang adik. Tontonan babak terakhir kini sudah tak menarik bagi Lesmana. Ia lebih tertarik dengan sang adik dan jawaban-jawaban yang mampu membuatnya terdiam sejenak.

"Kamu bahagia dek?"

Gayatri tersenyum, "sangat. Aya bahagia sekarang walaupun banyak lara dan sakit yang harus dilalui. Sedari dulu Aya sangat yakin bahwa Tuhan nggak bakal kasih Aya sakit terus. Akan ada masanya Aya bisa bahagia dalam hati terdalam. Aya bersyukur akhirnya bisa kembali ke rumah yang sudah lama Aya rindukan kehangatannya. Aya juga bahagia bisa mengenal sosok laki-laki yang membuat Aya percaya kembali tentang cinta dan perjuangan."

"Terima kasih Bang, Terima kasih sudah mewujudkan salah satu cita-cita Aya." Di akhir kalimatnya, Gayatri tersenyum ke arah Lesmana. Rasanya senang dan lega bisa berbicara dengan abangnya itu.

Perlahan Lesmana ikut tersenyum. Lantas tangannya merangkul sang adik dan memeluknya dengan satu tangan.

"Ngapain kamu berterima kasih sama abang? Abang belum menjadi laki-laki dan kakak seperti yang kamu harapkan. Abang masih banyak belajar dek."

Gayatri tersenyum. "Sekalian belajar cari istri ya Bang?" Gayatri tergelak begitupun Lesmana. Diusia yang sudah terbilang matang ini pun Lesmana belum menautkan hatinya pada perempuan mana pun. Laki-laki itu masih santai dan menikmati statusnya sebagai laki-laki lajang yang bisa berekspresi secara bebas.

*****

Gayatri merasakan sibuknya mengurus berbagai hal dalam waktu yang dibilang singkat. Selama 1 bulan penuh ini ia isi dengan revisi dan persiapan sidang yang menanti di depan matanya. Berbagai hal sudah ia persiapkan baik-baik serta managemen waktu supaya ia tak keteteran pastinya.

Seperti halnya sekarang ini, gadis itu menanti di depan ruang sidang dengan memakai pakaian rapi khas sidang, jas hitam kemeja putih serta bawahan hitam formal. Rambut yang biasanya ia cepol asal kini ia tata tapi dengan menambahkan aksen aksesoris kecil di kepalanya.

"Nanti gue nyusul ya ke kampus. Kebetulan habis dhuhur gue longgar sampai jam 3 sore."

Meta mengirimkan pesan itu pada Gayatri. Gayatri segera membalasnya dan memakluminya.

Gayatri mendapatkan giliran sidang sekitar pukul 11 pagi dan sekarang sudah pukul 10. Beberapa mahasiswa juga berlalu lalang, entah adik tingkat maupun mahasiswa yang sama-sama mengurus sidang akhir.

"Esa?" Gayatri melebarkan matanya tatkala melihat Esa yang berpakaian rapi sedang berjalan ke arahnya dan membawa sebuket bunga. Laki-laki itu tak sendiri, ia bersama seorang teman yang merupakan anggota satu kantornya.

"Semangat ya ratu hutan. Nggak sia-sia deh lo nangis di ruangan gara-gara laptop lo tiba-tiba ngehang dan nggak ngesave dokumen skripsi lo." Ucap Esa mengingatkan dimana momen dirinya menangis karena laptopnya yang tiba-tiba eror.

"Jangan di ingetin lagi dong Sa. Gue masih kesal kalau ingat waktu itu." Sahut Gayatri yang langsung membuat Esa dan temannya itu tertawa. Ia sedikit kesal dengan kejadian yang membuatnya menggeram tak karuan itu.

Esa memberikan sebuket bunga yang ia bawa. Gayatri lantas menerima buket itu dengan senang hati. "Gue belum sidang loh Sa. Lo malah udah kasih buket segala."

"Nggak apa-apa. Pasti lo lulus deh." Sahut Esa mencoba memberinya semangat.

"Semangat ya." Ucap Raya, polisi muda yang Gayatri ketahui berada di Divisi Korlantas.

Atensi Gayatri lalu menatap Esa yang nampak terkekeh pelan di tempatnya. "Iya iya. Gue iyain pikiran lo deh." Ucap Esa yang sudah mengerti dengan isi pikiran Gayatri. Laki-laki itu sering bersama Gayatri sehingga sering pula satu pikiran.

Gayatri langsung tergelak pelan. "Langgeng ya." Sementara gadis muda berusia 21 tahun itu tersenyum malu. Tanpa berbicara pun Gayatri sudah paham.

Nampaknya benar, gadis yang dibawa Esa adalah kekasihnya. Gayatri kira Esa masih menjalin hubungan dengan kekasihnya yang dulu.

Tak terasa 15 menit lagi sidang dimulai. Gayatri langsung bersiap untuk masuk dan menyiapkan materi dan perlengkapan sidangnya. Baru hendak melangkah masuk, sebuah pesan menyapa dirinya.

"Semangat buat sidangnya hari ini. Semoga lancar sampai hari wisuda. Jangan lupa berdoa dan tetap percaya diri, tunggu aku di sana ya."

-Raksa-

Seulas senyum hangat muncul di bibir Gayatri. Sebuah semangat dari Raksa mampu membuatnya kembali merasa yakin dan pasti bisa melalui segala macam rangkaian sidangnya hari ini.

Kemarin dirinya memberitahu Raksa bahwa sidangnya pukul 11 siang. Pasti Raksa sengaja mengirimkan pesan itu sesaat sebelum dirinya sidang. Ah Gayatri terharu dan tersipu di tempatnya.

Dengan mengucap basmalah dan meyakinkan dirinya, Gayatri masuk dan segera bersiap. Semoga saja apa yang ia ikhtiarkan ini membawa hasil yang terbaik untuknya.

Akhirnya setelah kurang lebih 2 jam penuh ketegangan yang luar biasa bahkan Gayatri menganggap sidang ini sama seperti dirinya di medan operasi, ia bisa bernafas lega ketika ucapan selamat dari dosen penguji itu terucap. Ia dikeroyok oleh 3 dosen penguji yang semuanya sangat kritis. Dirinya sangat menyesal ketika dulu sempat mengesampingkan kuliahnya. Tapi sudahlah, hal itu sudah terjadi dan dirinya harus siap menerima konsekuensi yang ada.

Tepat Gayatri membuka pintu ruang sidang, teman-temannya langsung menyambut dirinya. Bahkan Bangsa yang sejatinya sibuk juga ikut datang.

"Gimana? Lancar kan?" tanya Bangsa dan Gayatri mengangguk pelan. Seketika langsung terdengar suara selamat dari teman-temannya yang lain.

Tiba-tiba Meta datang dan memakaikan selempang nama dan gelar Gayatri. Gadis itu tersenyum lebar. Meta memakaikan selempang itu dengan penuh kebanggaan.

"Briptu Dyah Gayatri Amaratungga, S. Si. Keren banget. Selamat ya sahabatku, kakakku, saudaraku. Gue bangga banget punya lo." Lantas Gayatri memeluk Meta yang memakai jaket hitam. Gayatri tahu jika dalam jaket itu masih ada seragam polisi. Tetapi pintarnya Meta bisa menyembunyikan hal itu dan memakai sepatu kets sehingga tak begitu kentara.

"Makasih banyak Meta." Gayatri tak tahu lagi apa yang harus ia katakan. Terlalu banyak hal yang Meta lakukan padanya. Ibarat kata, Meta sudah seperti saudaranya sendiri bahkan lebih mungkin. Gadis itu sangat tulus berteman dengannya.

"Selamat suhu. Akhirnya lo lulus juga." Ucap Bangsa sesaat ketika Gayatri dan Meta mengurai pelukan mereka.

Gayatri terkekeh dengan ucapan Bangsa. "Terima kasih ya Sa. Lo udah luangin waktu buat datang ke sini." Gayatri tak menyangka teman-temannya datang ke sini. Padahal kemarin dirinya hanya meminta doa restu supaya diberikan kelancaran, tetapi justru mereka datang untuk langsung mendukungnya.

Setelah bincang-bincang sejenak, mereka semua lalu foto bersama. Gayatri hari ini menjadi centre kebahagiaan bagi mereka bersama.

"Terima kasih atas saran dan dukungannya Bang. Hari ini aku mampu menaklukkan momok yang aku hindari selama ini."

Gayatri mengirimkan foto dan caption tersebut kepada Lesmana yang sedang bertugas ke Medan seminggu ini. Walaupun Lesmana tak hadir langsung, tetapi do'a dan dukungan laki-laki itu selalu tercurah kepadanya.

.
.
.

Yang rindu Bang Raksa, disimpan dulu ya rindunya. Mbak Gayatri aja kuat, masa kalian nggak? 🤭

Continue Reading

You'll Also Like

83K 9.9K 32
-completed- Jeno, pangeran dari negeri Neviar tidak sengaja masuk ke alam yang berbeda dari manusia, dunia di mana para makhluk yang di anggap mitos...
406K 65.2K 69
[ Spin off Move On] "Rasa rindu yang paling menyakitkan adalah ketika kita merindukan seseorang yang berbeda dunia dengan kita. Hanya tercurahkan le...
832K 31.2K 34
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
144K 4.2K 21
"Kamu sudah berani kembali, itu artinya kamu enggak bisa berharap aku akan membiarkan kamu pergi lagi." Allucard. Empat tahun yang lalu, Sheina menin...