SAFAREZ

By vivieyooo

3.5M 289K 31.8K

[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI] [TELAH DIBACA LEBIH DARI 3 JUTA KALI] Edward Safarez Surendra, putra... More

AWALAN
PROLOG
Chapter 1 - Edward Safarez Surendra
Chapter 2 - Xavera Auristela
Chapter 3 - Life Saver
Chapter 4 - Panggilan Kepala Sekolah
Chapter 5 - Khawatirnya Safarez
Chapter 6 - Little Deep Talk
Chapter 7 - Anak Bunda
Chapter 8 - Not Find You
Chapter 9 - Hospital
Chapter 10 - Drunk
Chapter 11 - Gia's Advice
Chapter 12 - Antara Baron, Safarez, dan Keluarga Surendra
Chapter 13 - Sadar
Chapter 14 - Berantem Sama Gia.
Chapter 15 - Tamara Hazel Surendra
Chapter 16 - Beautiful Night
Chapter 17 - Obat Xavera
Chapter 19 - After The Truth
Chapter 20 - Kita
Chapter 21 - Prioritas
Chapter 22 - Pain
Chapter 23 - Berakhir
Chapter 24 - Lost Control
Chapter 25 - Pengkhianatan Yang Nyata
Chapter 26 - Hancurnya Keluarga Surendra
Chapter 27 - Please Don't Go
Chapter 28 - Beda Alam
Chapter 29 - Still Waiting For You
Chapter 30 - Another Chance
Chapter 31 - Begin Again
Chapter 32 - I'm Done With You
Chapter 33 - Pengakuan
Chapter 34 - Unclear
Chapter 35 - It's Not Over Yet
Chapter 36 - Pesimis
Chapter 37 - Another Fact
Chapter 38 - Murka
Chapter 39 - Don't Blame Me
Chapter 40 - With You
Chapter 41 - Day 1
Chapter 42 - Day 2
Chapter 43 - Last Day
Chapter 44 - Happy Birthday!
Chapter 45 - A little Goodbye
Epilog
EXTRA CHAPTER
WAJIB BACA!
TAMARA HAZEL SURENDRA
PRE-ORDER CASTOR
ALL TOO WELL

Chapter 18 - Makan Malam Keluarga Surendra

56.2K 5.5K 802
By vivieyooo

Haii selamat datang di Bab baru cerita SAFAREZ!

Aku mau bilang lagi kalau aku bakal sering update dan banyak gitu karena aku lagi free banget. Nanti kalau aku udah mulai ospek kuliah dll baru mungkin agak lebih jarang. Jadi nikmatin ajaa yaa selagi sering update!

YUK budayakan untuk vote sebelum membaca cerita ini.

Selamat membaca semoga sukakk!

Chapter 18 - Makan Malam Keluarga Surendra

🦁🦁🦁

Malam ini sudah seminggu semenjak kejadian obat itu. Xavera menghela napasnya merasa beruntung Safarez tak pernah mengungkit masalah itu. Jadwal kemoterapi selalu Xavera jalani dengan baik tentu tanpa sepengetahuan Safarez.

Malam ini saat Xavera berniat untuk pergi kontrol menemui Dokter Fandi, tiba-tiba Safarez menghubunginya dan mengundangnya ke rumah lelaki itu atas perintah Acacia. Tentu saja Xavera tak bisa menolak meskipun ia sangat gugup.

Safarez menggandeng tangan Xavera memasuki rumahnya. Xavera menghela napas gugup membuat Safarez terkekeh.

"Santai aja Xa. Lo kan udah pernah ketemu keluarga gue,"

Xavera mendelik lalu mengangguk pelan. "Beda aja rasanya,"

Safarez tersenyum. "Beda karena udah resmi jadi cewek gue ya?"

"Ish,"

Safarez tertawa lalu kembali berjalan memasuki rumahnya. Hazel membukakan pintu dengan semangat dan langsung memeluk Xavera membuat genggaman Safarez terlepas.

"Lama banget sih gak ketemu kita Kak!"

Xavera tersenyum lalu memeluk balik Hazel dengan pelan.

"Pasti Bang Farez manipulasi Kak Xave terus ya makanya gak pernah kesini," ucap Hazel setelah melepas pelukannya.

"Sembarangan," balas Safarez.

"Gia mana?" tanya Xavera. Hazel menunjuk kearah dalam rumahnya.

"Lagi bantu Bunda. Ayo Kak masuk," Hazel kemudian menggandeng Xavera masuk membiarkan Safarez yang mendengus namun ikut tersenyum melihat kedekatan adiknya dan pacarnya.

"Bunda, Kak Xave udah dateng!" pekik Hazel yang langsung di tegur oleh Rezvan yang baru saja menuruni tangga.

"Hazel jangan teriak-teriak,"

Xavera melepas gandengan Hazel lalu berjalan menuju Rezvan. Ia bersalaman dengan sopan.

"Mana..mana mantu Bunda?" Acacia keluar dari dapur dengan semangkuk semur ayam lalu meletakkannya di meja makan.

"Tante," sapa Xavera pelan lalu menghampiri Acacia dan bersalaman dengan sopan.

"Eits, Bunda dong. Kan udah resmi sama Abang,"

Safarez mendengus memilih membantu Gia membawa mangkuk yang berisi sayur bayam. Sedangkan beberapa pelayan mulai menata meja makan.

"Ayo Kak Xave duduk samping Hazel sini," Xavera kembali melangkahkan kakinya bersama Hazel menduduki kursi meja makan yang sudah ditata.

"Pacar Abang loh itu," ucap Safarez sebal. Hazel mendengus.

"Pelit banget sih!" balasnya.

Xavera tertawa melihat keduanya. Tak lama Giani bergabung dan duduk disamping Xavera.

"Dateng juga lo Xa,"

Xavera menoleh dan mengangguk. "Kalau gak dipaksa mana mau dateng tuh Xavera Bun," adu Safarez membuat Xavera melotot.

"Katanya malu Bun," tambah Safarez membuat Xavera menunduk malu.

"Abang ih digodain mulu Xaveranya!" protes Acacia kemudian duduk disamping Safarez dekat Rezvan.

"Kak Xave mau makan apa? Disini paling enak semur ayamnya Bunda. Hazel kalau-"

Safarez melempar tisu makan yang sempurna mengenai wajah Hazel membuat gadis itu langsung cemberut.

"Kamu ngomong mulu kapan makannya ini?"

Hazel melempar balik tisu itu. "Protes aja hih!"

"Udah ini kenapa jadi ribut sih?" ucap Acacia lalu mengambilkan sepiring nasi dan lauk untuk Rezvan yang hanya diam memandangi anak-anaknya.

"Nih," Safarez menyerahkan sepiring nasi dan lauk serta sayur untuk Xavera. Xavera mengerjap malu.

"Abang itu kedikitan! Kamu gak liat Xavera udah kurus banget gitu," protes Acacia.

Safarez menghela napasnya lalu menambah sedikit nasi untuk piring Xavera lalu menyerahkannya pada gadis itu.

"Makasih," ucap Xavera pelan. Hazel tersenyum menggoda lalu mengambil makanannya sendiri.

"Gia gak diambilin juga?"

Reflek Safarez dan Hazel menoleh pada Giani yang kini tersenyum tipis. Kening Safarez berkerut.

"Biasanya kan Kak Gia ambil sendiri," ucap Hazel cuek.

Gia tersenyum lalu mengangguk. Xavera yang melihat itu langsung menggeser piringnya menuju Giani dengan tak enak.

"Nih buat lo aja," ucap Xavera dengan senyuman. Giani menggeleng. "Kebanyakan,"

Kening Safarez semakin berkerut. Lain dengan kedua orang tuanya yang hanya diam dan melanjutkan makannya.

Xavera kemudian mengurangi porsi nasinya dan memberikannya pada Giani. Saat akan memberikannya, Safarez menahan piring tersebut.

"Biar gue yang ambilin," Xavera menatap laki-laki itu. Hazel sendiri sudah mendecak.

"Ribet banget sih Kak, ambil sendiri aja lah. Hazel aja ambil sendiri,"

Hazel kemudian menggeser lagi piring Xavera. "Dimakan aja Kak gak usah dengerin yang tadi," ucapnya pada Xavera.

Xavera melirik canggung pada Gia yang masih tersenyum tipis. Setelah Safarez memberikan piring yang berisi seporsi makanan, semua kembali hening menyantap makanannya masing-masing.

"Xavera disini tinggal sama orang tua?" pertanyaan Rezvan membuat semua menoleh pada kepala keluarga Surendra itu.

Xavera menelan makanannya lalu mengangguk. "Iya Om sama Papi," jawabnya sembari tersenyum.

Safarez menatap Xavera sedangkan gadis itu masih tersenyum.

"Oh, Maminya emang kemana?"

Dehaman Safarez membuat semua menoleh kearah putra sulung keluarga Surendra itu. "Kenapa Bang?" tanya Acacia sembari memberi segelas air putih.

Xavera melirik Safarez sedikit lalu tersenyum kembali. "Mami sudah meninggal Om,"

Suasana meja makan langsung hening. "Maaf saya tidak tau," ucap Rezvan menyesal yang dibalas gelengan oleh Xavera.

"Gak papa Om, sudah tiga tahun juga lagian,"

Acacia memberikan senyumnya pada Xavera. "Kalau boleh tau, Maminya Xavera meninggal karena apa?"

Safarez langsung menoleh pada Bundanya. "Bun," peringat Safarez. Safarez kemudian menyendokkan lagi makanannya kedalam mulutnya.

"Kanker otak Tante,"

Semua langsung menoleh terkejut bukan pada Xavera, namun pada Safarez yang tersedak dan kini terbatuk-batuk.

"Abang kenapa sih makan kayak anak kecil!" omel Hazel lalu berdiri dan menepuk pelan tengkuk Safarez.

Xavera melirik pelan pada Safarez dan menunduk. Semua yang sibuk menenangkan Safarez yang masih terbatuk dengan wajah yang memerah sampai tidak memperhatikan kalau Giani menatap Xavera dengan dalam.

"Xavera juga punya penyakit yang sama,"

Semua menoleh terkejut pada Giani yang sedang menatap Xavera. Terlebih Xavera dan Safarez yang menatap Giani dengan tatapan tak percaya. Reflek Xavera melepaskan pegangannya pada sendok dan garpu sehingga mengeluarkan suara yang berdenting.

"Gi-"

"Apa Xa? Lo mau marah karena gue bocorin ini? Bang Farez berhak tau kan kalau lo sebenernya sakit parah,"

"GIANI!" Giani menatap malas pada Safarez yang kini melayangkan tatapan marah padanya.

"Kenapa Bang? Bukannya seharusnya Bang Farez sakit hati karena dibohongin sama Xavera? Dari awal Giani tau, Giani udah bilang sama Xavera untuk kasih tau Bang Farez tapi Xavera malah minta Giani nyembunyiin semuanya,"

Safarez menoleh pada Xavera yang kini sudah berkaca-kaca. Hazel pun langsung merangkul Xavera.

Safarez berdiri. "Xa? Bener?" tanya Safarez tidak percaya. "Lo bohongin gue dengan alasan kedinginan setiap pagi. Lo bohongin gue tentang obat magh. Lo bohongin gue ke rumah sakit dengan alasan dokter gigi. Lo bohongin gue selama ini?"

Safarez menatap marah Xavera yang menunduk dan menangis. "JAWAB XAVERA!"

"ABANG!" jerit Hazel tak percaya pada Safarez yang membentak pacarnya. Hazel menoleh pada Giani dengan marah.

"Gila sumpah lo Kak, gila," ucap Hazel pada Giani.

"Kids, sudah cukup," tegur Rezvan saat melihat Xavera yang kini sudah menangis.

"Kenapa gak ada yang lihat sisi lain? Disini Bang Farez yang jadi korban!" ucap Giani.

"Bukan urusan lo!" ucap Safarez kasar pada Giani. Acacia ikut berdiri dan memegang bahu putra sulungnya.

"Abang," suara lembut Acacia kembali menarik Safarez kedunia nyata. Matanya menatap kecewa pada Xavera yang kini menangis dirangkulan Hazel.

"Oh jadi ini alasan obat sembilan macem itu? Alasan alarm jam tangan lo selalu bunyi?"

"Berapa lama dan berapa kali lo bohongin gue Xavera?" tanya Safarez lirih.

Xavera mendongak menatap Safarez dengan takut. "Rez," panggil Xavera lemah dan serak.

Hazel melirik sebal. "Liat-liat dong kalau mau marah! Kak Xavera gak berhak dimarahin sama Bang Farez!"

Rezvan menghela napasnya melihat makan malam keluarganya yang kacau. "Giani, masuk kamar," ucapnya.

"Ayah-"

"Masuk kamar," final. Kalau sudah Rezvan berbicara dengan nada seperti itu tandanya tidak ada yang boleh membantah perintahnya.

Giani menghembuskan napasnya dan melempar sendok dan garpunya sehingga berbunyi dentingan kuat.
"Gia cuma gak pingin Bang Farez tersakiti," ucap Giani lalu meninggalkan meja makan.

Mata Safarez masih menyiratkan amarah. "Pulang lo Xa,"

Hazel dan Xavera melotot mendengar ucapan lelaki itu. "Abang!" peringat Hazel.

"Abang jangan gitu," omel Acacia. Safarez membuang tatapannya menatap kearah tangga rumahnya.

"Farez gak peduli,"

"Kak, jangan pulang ya," bujuk Hazel pada Xavera. Xavera menggeleng lalu tersenyum pada Hazel. "Gak papa Haz. Om, Tante, saya pamit pulang dulu. Maaf sudah menghancurkan makan malamnya,"

Xavera berdiri dan meninggalkan ruang makan namun ditahan oleh Hazel. "Kak Xave pulang sama siapa?"

Xavera tersenyum meskipun air matanya masih menetes. "Aku bisa sendiri," ucapnya lalu melepas genggaman Hazel meninggalkan kediaman keluarga Surendra.

Hazel menoleh marah pada Safarez. "Dasar gila!"

"Tamara Hazel Surendra," peringat Rezvan pada Hazel. Hazel menoleh pada Ayahnya.

"Kenapa? Ayah mau bela Bang Farez? Bang Farez harusnya mikir kalau emang Kak Xavera sakit berarti dia butuh dukungan bukan malah diusir!"

"Hazel sayang udah ya," ucap Acacia menengahi.

"Pengecut. Bang Farez pengecut!" ucap Hazel lalu meninggalkan ruang makan.

Safarez mengacak rambutnya lalu terduduk di kursi ruang makan. Acacia mengelus pundak putranya.

"Hazel bener Bang. Gak seharusnya kamu marah sama Xavera,"

Safarez menghembuskan napasnya. "Farez paling gak suka dibohongin Bun. Selama ini entah udah berapa kali Xavera bohongin Farez,"

Rezvan berdiri. "Biar Ayah yang antar Xavera pulang," lalu meninggalkan ruang makan.

Acacia mengelus rambut putranya yang kini memeluknya. "Kalau Abang ada di posisi Xavera, emangnya Abang bisa langsung cerita?"

Safarez mendongak menatap Acacia yang memeluknya dengan berdiri.

"Bang, ini yang Bunda maksud waktu nasihatin Bang Farez. Coba untuk mendengarkan orang lain Bang, kadang asumsi kita terlalu buruk dan jauh dari fakta yang sebenarnya,"

Safarez berkaca-kaca mendengarnya. dengan tangan lelaki itu yang bergetar, Safarez menangkup wajahnya menyembunyikan tangisnya. "Farez takut kehilangan Xavera Bunda. Farez takut dia pergi ninggalin Farez,"

Tumpahlah tangis pria yang dijuluki singa CASTOR itu. Safarez menangis sembari memeluk Acacia.

"Farez udah pernah kehilangan Camelia Bunda, Farez gak mau kehilangan Xavera. Farez gak bisa kehilangan Xavera,"

Acacia ikut menangis mendengar isakkan putranya. Bahkan saat Camelia meninggal, putranya sama sekali tak meneteskan air mata. Kini Acacia baru melihat rapuhnya Safarez karena seorang perempuan.

"Abang pikir dengan Abang menangis dan mengeluh kayak gini semua akan beres Bang?"

Safarez menunduk membiarkan airmatanya menetes di celananya.

"Xavera jauh lebih takut daripada Abang. Dia kehilangan Maminya karena penyakit itu dan sekarang dia harus ngalamin hal yang sama. Apa Abang gak pikirin rasanya jadi Xavera?"

Safarez mendongak menatap Bundanya dengan wajah memerah.

"Cuma dukungan Abang yang bisa nguatin dan mempertahanin Xavera sekarang,"

🦁🦁🦁

Haiiiiii gimanaa? Draft aku udah habis jadi aku bener-bener lagi nulis terus HEHEHE...

Tanggapannya dong sama Bab ini, komen yaa!

JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK DENGAN VOTE DAN COMMENT CERITA INI YAAA!

sampai ketemu di bab selanjutnya!!

Continue Reading

You'll Also Like

860K 31.5K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
816K 58.3K 34
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
SEKALA By nay

Teen Fiction

2.1M 149K 69
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] --Kamu adalah segenggam harapan yang tak akan pernah menjadi nyata-- Altair Sekala Wijaya. Cowok dingin dan beringas yang me...
2.2M 106K 80
(N) : CERITA INI DALAM MODE REVISI , APABILA ADA TYPO MOHON DI MAAFKAN. [COMPLETE] • PART MASIH LENGKAP • Mewarisi gen papanya. Dingin, datar, cuek n...