PERTIWI

By Whyunn_

1.3M 133K 6.3K

#Sequel moveon "Kamu itu, pacaran udah kayak baju, Gonta-ganti terus. Kalau gitu terus nikahnya kapan?" -Rain... More

PRAKATA & PENGENALAN
PROLOG
1. Jungkir Balik
2. Permintaan Obachan
3. (Bukan) Soleram
4. Kacau
6. Ajakan Resmi
7. Deep Talk
8. Tim Ghibah
9. See You
10. Senandung Maaf
11. Remuk
12. Masa Lalu
13. Sebuah Penjelasan
14. Kentjan Pertama
THE NASUTION'S
15. Perkumpulan Geng
16. Melangkah Bersama
17. Sehari Bersama Arsa
18. Setelah Hari Ini
19. Kesabaran Kelas Bisnis
20. Turbulensi
21. Rasa Takut
22. Insiden Salah Pegang
23. Perang
24. Romance Without Words
25. Gadis Baik
26. The Day
27. The Day (2)
28. Demi Negara
29. Emoji Hati
30. Sebuah Kesalahan
31. Mengaku Salah
32. Berdua Lebih Baik
33. Menjemput Bahagia
34. Drama Ibu Hamil
35. Kesedihan Dan Kebahagiaan
EPILOG
UCAPAN TERIMAKASIH

5. Perasaan Yang Aneh

30.5K 3.1K 76
By Whyunn_

Papa pernah bertugas di Bandung, hanya 2 tahun saat Erina lulus SD hingga Erina naik kelas 3 SMP, tetapi Bandung memiliki kesan tersendiri bagi Erina. Setiap pulang sekolah waktunya dihabiskan dengan bermain, lalu sore hari latihan Taekwondo hingga maghrib, malamnya nongkrong di pos ronda seperti bapak-bapak.

Belajar? Erina mana pernah belajar saat dia SMP hingga lulus SMA, tapi anehnya dia selalu masuk 3 besar. Oh jangan pikir dia pakai orang dalam, Erina jelas adalah bibit unggul. Otaknya yang encer cepat menyerap pelajaran. Maka dia hanya belajar saat di sekolah.

Prinsip Erina saat masih sekolah itu simpel. Sekolah adalah tempat belajar, rumah adalah tempat bermain dan tidur. Urusan kerja PR? Pagi sebelum berangkat sekolah baru dikerjakan, jika tidak tahu? Oh ada Satria tempatnya nyontek lalu digantikan oleh Jingga saat dia SMA.

Setelah lulus SMA, Erina jarang berkunjung ke Bandung, paling hanya karena dia mendapat penerbangan ke Bandung karena biasanya Nini Nada yang akan berkunjung ke Jakarta bersama keluarga Mama Anya.

"Sa, lo gak buta arah kan?" tanya Erina memecah keheningan.

"Enggak. Kenapa?"

Jujur, Erina tidak tahu alamat rumah Nini Nada, kan setiap ke Bandung Satria yang selalu nyetir memang laknat si Erina ini. Merempet ke arah cucu durhaka.

"Gue gak tau alamat rumah Nini Nada," ucap Erina dengan santai seolah itu bukan masalah.

"Arah ke sana kamu gak ingat?"

Erina berpikir keras, wajahnya serius.

"Gue ingat.."

"Ya?"

"Depan rumah Nini itu ada pohon mangga, terus belakang rumahnya ada taman, cat rumahnya warna krem, dan--"

"Nama daerahnya apa? Kamu ingat?" Arsa memotong ucapan Erina yang mulai ngawur. Pria itu menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

"Gue cuma ingat Bandung doang, intinya bukan tempat ketemunya Dilan sama Milea," ucap Erina.

"Telepon orangtua kamu saja kalau begitu, tanyakan alamat rumah Nini kamu," usul Arsa. Erina meraih ponselnya kemudian mendial salah satu nomor dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya.

"Selamat pagi menjelang siang, Papahanda," sapa Erina begitu panggilannya dijawab oleh sang Papa tercinta.

"Ya, kamu sudah sampai Bandung?"

"Udah nih Pap, tapi ada masalah."

"Kenapa kamu selalu diikuti masalah ya mbak?"

"Masalah tuh emang doyan sama setan Pap, aku kan temenan sama setan."

"Jadi apa lagi sekarang?"

"Aku gak tahu alamat Nini Nada, Papa kirim alamat Nini via whatsapp ya?"

"Oke. Assalam--"

Erina langsung menutup sambungan begitu saja. Anak gaada akhlak.

Tak lama kemudian chat dari Papa masuk.

Komandan
Lain kali salamnya dijawab
dulu mbak. Tunggu Ibu Anya
yang kirim lokasinya.

Kan aku temen setan Pap,
kegerahan kalau jawab salam.

Komandan
Istighfar kamu mbak.

Astaghfirullah aladzim.
Bercanda Pap.

Ponsel Erina berbunyi, chat dari Mama Anya yang mengirimkan lokasinya.

"Ohh di Dago Village, Sa."

Kemudian Erina menyerahkan ponselnya pada Arsa. Arsa mengamati sebentar maps yang terbuka di layar ponsel Erina. Sekitar 20 menit dari tempat mereka sekarang.

"Oke." Arsa kembali melajukan mobilnya sesuai arahan dari Google.

**

Rumah yang ditempati Nini Nada cukup luas, sebenarnya rumah itu milik Papa Beni tetapi diberikan pada Ibu Anya karena Papa Beni jarang menempati rumah dua lantai itu.

Setelah berkutat dengan Google, bahkan dengan sablengnya Erina berdebat alot dengan si Google yang katanya cerewet, akhirnya Erina dan Arsa tiba di kediaman Nini Nada dan langsung disambut oleh Nini.

"Nyasar gak tadi?" tanya Nini begitu Erian turun dari mobil fortuner Arsa.

"Dibego-begoin sama Google, Ni. Kan Anjay," jawab Erina.

"Hush mulutnya ya Er," tegur Nini kemudian beliau beralih pada Arsa.

"Cakep ya calonnya Erina, yang sabar ya ngadepin Erina, suka bar-bar anaknya," ucap Nini. Arsa mencium punggung tangan Nini dengan sopan.

"Ayo mari masuk, pasti capek kan perjalanan dari Jakarta," ajak Nini dengan riang, diusia yang telah menginjak 80 tahun lebih Nini masih sangat energik. Kayaknya orang zaman dulu tuh panjang umur dan sehat selalu walaupun Nini sudah mulai pikunan.

Begitu Erina masuk tubuhnya terpaku melihat Papa Beni juga sudah duduk di ruang tamu bersama Mamim (Mama Mima).

"Papa ngapain di sini?" pekik Erina dengan wajah shock.

Arsa ikut terdiam di tempatnya. Walaupun bukan pengusaha tetapi Arsa juga tidak buta tentang dunia bisnis, jadi jelas Arsa mengenal pria itu. Arbani Nasution, seorang pengusaha di bidang Arsitektur yang sukses hingga bersaing di Asia.

"Lho? Kau ke sini gak bilang sama Papa?" Papa Beni juga kaget melihat kehadiran keponakan rasa anak kandungnya itu.

"Nini kok gak bilang Papa Ben ada di sini?" tanya Erina pada Nini.

"Erin kan gak nanya."

Ribet urusannya kalau begini.

"Sejak kapan kau pake supir?" tanya Papa Beni begitu menyadari kehadiran Arsa.

"Paaa, dia bukan supir!" Erina menjawab dengan wajah tak enak.

"Lalu?"

"Abang gak tahu ya kalau Papa jodohin Erina sama anaknya Mitsuki Wijaya?" celetuk Mamim.

"APA?"

Sepertinya perang dunia III akan segera dimulai.

**

Keluarga Erina itu ribet. Keluarga dari pihak Papanya yang amat protektif dan keluarga dari pihak Mamanya yang sangat penilai. Dari balik pintu, Erina mencuri dengar percakapan Papa Beni dan Arsa.

Begitu tau Arsa adalah calon suami Erina, Papa Beni langsung mengambil tindakan untuk menginterogasi Arsa. Ini lah yang menyebabkan Erina belum siap memperkenalkan Arsa, mereka saja baru kenal 3 hari.

"Pekerjaan kau apa?" suara Papa Beni terdengar setelah hening beberapa menit.

"Polisi, Pak," jawab Arsa.

"Bah! Berani kali kau menerima perjodohan ini. Kalian kenal berapa lama?"

Jawaban Arsa tidak terdengar jelas, tetapi kemudian tawa Papa Beni terdengar membahana.

"Kau terlalu percaya diri, kau yakin gaji kau cukup untuk menghidupi putriku itu? Aku bukannya meremehkan, hanya saja aku tak ingin Erina hidup kesusahan. Sejak kecil dia sudah hidup dengan penuh kebahagiaan dan kasih sayang dari keluarga ini. Kau yakin bisa membahagiakan Erina?"

Lagi-lagi, jawaban Arsa tidak terdengar jelas. Hal itu membuat Erina penasaran setengah mati.

"Oke aku pegang kata-kata kau itu."

Tak ada suara lagi hingga pintu di depan Erina tiba-tiba terbuka.

"Aku belum selesai bicara dengan laki-laki itu, sebaiknya kau siapkan makan siang saja, karena pembicaraan ini akan lama," ucap Papa Beni.

"Pa--"

"Ini untuk masa depan kau juga, sana, jangan nguping atau aku tidak akan membebaskan dia dari ruangan ini."

"Pa, Arsa itu kesayangan Opung, jadi Papa Ben jangan macam-macam sama dia," bisik Erina dengan serius.

"Yang benar kau?" tanya Papa Beni tak percaya. Erina menganggukkan kepalanya dengan yakin.

"Yasudah, kau pergi saja."

Erina cemberut tetapi dia tidak membantah. Erina berbalik pergi walaupun dia harus rela penasaran dengan obrolan Papa Beni dan Arsa.

**

Erina suka duduk di balkon rumah Nini sambil menikmati angin sejuk yang berhembus hingga menciptakan suasana nyaman. Dia baru saja bangun tidur, rencananya sore ini dia akan pulang kembali ke Jakarta bersama Arsa.

Setelah sidang oleh Papa Beni dan obrolan makan siang tadi, Erina bisa menarik kesimpulan jika keluarga Nasution menyukai Arsa, kecuali Papa Beni yang masih saja sarkas pada Arsa. Erina tidak ambil pusing yang penting tubuh lelaki itu masih utuh.

Erina jelas cukup khawatir, karena Papa Beni pernah membuat salah satu jajaran mantan pacar Erina babak belur, itu karena pria itu kedapatan sedang mencumbu Erina di sebuah Cafe, padahal kan Erina juga menikmati.

Kembali ke suasana sejuk kota Bandung. Erina mengamati halaman rumah Nini yang asri hingga Erina menyadari satu hal yang janggal. Tidak ada fortuner putih milik Arsa di halaman rumah Nini.

Erina langsung bergegas ke lantai bawah dan hanya mendapati Mama Mima, Nini Nada, Ibu Anya dan Syifa, sepupunya yang sedang mengobrol.

"Arsa mana Ni?" tanya Erina. Dia tiba-tiba saja khawatir. Aneh.

"Tadi pergi, emang dia gak bilang sama Erina?" Nini Nada balik bertanya. Erina menggelengkan kepalanya.

"Tanya Papa Ben gih sana, tadi habis ngobrol sama Papa Ben, Arsa langsung pergi," ucap Ibu Anya.

Erina segera ke belakang dan menemukan Papa Beni sedang menikmati segelas kopi.

"Pap, Arsa mana?"

Papa Beni menolehkan kepalanya.

"Tak tahu."

"Tadi kan Papa sama dia," ucap Erina.

"Tapi aku bukan Ibunya yang selalu jagain dia."

"Tadi dia kemana?"

"Mungkin pulang ke Jakarta. Sudahlah tak usah kau pikirkan dia, hanya anak cemen yang tolol," gerutu Papa Beni.

"Dia gak tolol Pa." Tapi sedikit bego, otaknya kelewat lurus.

"Kalau begitu kau yang tolol! Kenapa pula menerima laki-laki miskin seperti dia itu?"

"Keluarga Wijaya itu orang tajir Pa, lagian aku juga gak mikirin materi kok," jawab Erina. Dia hanya menanyakan keberadaan Arsa kok malah dapat semburan dari Papa Beni.

"Pekerjaan dia itu lho, Er. Polisi! Mau makan apa kau?"

"Satria juga polisi lho Pa, tapi dia masih bisa tuh bantu menuhin kebutuhan rumah dan si kembar," ucap Erina. Ini kenapa gue belain si kanebo itu? Erina jadi bingung pada dirinya. Kenapa dia peduli pada Arsa?

Papa Beni hanya mengedikkan bahunya.

"Papa bilang apa sih sama Arsa?"

"Aku hanya kasih dia pilihan, buktikan atau tinggalkan. Sepertinya dia memilih meninggalkan kau Er. Sudahlah banyak kok laki-laki lain yang lebih hebat dari dia," ucap Papa Beni tidak peduli.

"Paaa~"

"Sana kau hubungi dia, kenapa pula kau tanya aku."

Papa Beni kembali masuk ke dalam rumah meninggalkan Erina yang terdiam pasrah.

Masalahnya gue gak punya nomor ponsel si Kuarsa.

Erina tidak tahu kenapa dia tiba-tiba mengkhawatirkan Arsa padahal sejak tadi dia tidak peduli dengan pria itu. Perasaan yang Aneh.

**

Alhamdulillah ya Allah bisa update lagi :) ayuk ramaikan gengs vote dan komentarnya.

Oiya, fyi Insya Allah Destiny akan diterbitkan dalam bentuk fisik. Bagi yang lupa sama cerita Destiny itu adalah cerita pertama ku tentang 'Calya dan Arion' Orangtuanya Batari, Daffa, Evan, dan Freya, Oma-Opanya Langit.

Yang mau extra Part Destiny tentang apa/siapa komen di sini ya.

See You next part.

Sabtu, 22 Agustus 2020

Continue Reading

You'll Also Like

85.7K 13.6K 75
Nggak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita? Setuju? Kalau nggak percaya baca aja cerita ini.
21.2K 1.7K 37
πŸ†ƒπŸ…°πŸ…ΌπŸ…°πŸ†ƒ Nikah sama Alien? Di dalam kepala kalian Alien itu bagimana? Jelek? Pendek? Kulit berwarna hijau dan mempunyai kekuatan? Atau tampan laya...
715K 2.5K 13
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. πŸ”žπŸ”ž Alden Maheswara. Seorang siswa...
2.7M 290K 49
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...