My Silver Winged Demon

By TitanPTY

238K 11.9K 449

Hidup Sky berubah seutuhnya setelah dia kehilangan seluruh anggota keluarganya dalam sebuah kecelakaan. Tidak... More

The meeting
My Transferal and the Accident
Seal Released
My Escape
Encounter with...seriously, vampire?
My little mate
What am i supossed to do?
Eric Royce Delcour
Are we clear?
Invisible prison
Unspoken answer
Midnight Snack
Nightmare
One night with her
First Day
The Stinky School
Wolfie
The Guardian
The Agnis
Unexpected Meeting
The Twins
Stupid Sexy Laugh
Crash
I'll be here. Forever.

Guilty and Bad dream?

9.7K 485 76
By TitanPTY

Sky’s POV

Udara dingin yang menusuk. Padang rumput kering yang menusuk kaki telanjangku. Pepohonan rindang yang memberikan kesan tertutup. Bulan merah yang terlihat samar oleh derasnya hujan. Desisan angin gunung dan suara burung hantu sebagai latar suara.

Dan..........

Aku yang sedang sesak nafas.

Hmmm... mungkin bukan sesak nafas dalam arti sesungguhnya. Aku dalam keadaan yang bisa bernafas dengan baik, mengingat aku masih bisa merasakan udara yang masuk dan keluar melalui hidungku dengan teratur. Tapi... ada sesuatu yang membuatku sesak seperti kehilangan udara. Dan entah kenapa aku punya perasaan ‘sesuatu’ itu hampir sama pentingnya dengan udara.

Haaah... haaah...haaah

Dimana orang – orang?! Dimana Erik? Bukankah dia sudah berjanji akan terus bersamaku?

Aku sudah berjalan entah berapa lama, namun padang ini seakan tidak ada habisnya. Atau, aku yang hanya berputar – putar? Entahlah. Aku tidak ingat bagaimana aku bisa berada di tempat ini. Tapi semuanya terasa menyakitkan. Baik fisik maupun mentalku.

Secara fisik, aku disakitkan oleh rasa sesak yang menusuk seluruh tubuhku. Tenagaku yang menguap secara drastis seiring setiap langkah yang kuambil. Secara mental, aku terus ‘diperlihatkan’ masa laluku. Terutama masa – masa menyenangkan dengan Eric.

Apa ini berarti aku akan mati? Apakah ini padang perhitungan seperti  yang dikisahkan di buku – buku? Apakah Eric akan meninggalkanku di tempat ini?

Pikiran itu tidak membuat keadaan lebih baik. Yang ada malah semakin membuat mentalku jatuh. Hantaman pikiran tentang tak lagi dapat bertemunya membuatku kehilangan sisa – sisa tenagaku, dan jatuh ke padang rumput kering yang menyakitkan.

Ketika pikiran – pikiran buruk terus memakan dinding mentalku, aku mendengar suara derapan kaki seseorang dan suara yang telah kutunggu – tunggu selama ini.

“ AMS! Dimana kamu?” Teriakannya terdengar panik

“ Er.......rik....” Suara yang keluar dari mulutku mungkin hanya terdengar seperti bisikan, tapi aku yakin dengan pendengarannya dia pasti mendengar suaraku.

Hal itu dibuktikan dengan derapannya yang semakin mendekatiku. Namun, entah satu dan lain hal dia tidak sampai – sampai di dekatku. Dia terus meneriakkan namaku. Aku ingin sekali membalas teriakannya. Tapi rasa sesak tubuhku membuatku kehilangan seluruh tenagaku.

Hal yang kutakutkan terjadi malah menjadi kenyataan. Selepas puluhan kali teriakannya yang tak terbalas olehku, dia mengumpat dan berlari menjauh dariku.

Tidak ada yang bisa kulakukan. Hanya butiran air mata yang bergabung dengan derasnya hujan dan bisikan terakhir sebelum kegelapan benar – benar membawaku.

“ Eric....jangan...per...gi....”

****

Selama beberapa minggu belakangan ini, aku sudah mulai terbiasa dengan tangan – tangan kecil yang menggerayangi wajah dan tubuhku setiap kali bangun pagi. Si kembar selalu membangunkanku dengan tangan – tangan kecil mereka yang jahil.

Namun kali ini, sebuah tangan besar yang hangat berada di kepalaku, alih – alih tangan kecil si kembar seperti biasanya. Tangan besar itu mengelus dalam gerakan pelan. Tubuhku terasa hangat dibawah sentuhannya dan ada rasa geli aneh setiap kali kulit kami bersentuhan.

Di pikiranku yang masih berkabut antara dunia nyata dan dunia mimpi, aku mendengar seseorang memanggil namaku. Agak tidak jelas, tapi aku yakin itu suara berat dan menenangkan milik Eric.

Eric!

Seketika pelupuk mataku terbuka. Keinginan untuk melihat dan memastikannya baik – baik begitu besar. Aku butuh sebuah kepastian bahwa dia baik – baik saja. Tidak berdarah – darah dan nyawanya yang perlahan – lahan menghilang seperti di mimpi terakhirku.

“ Eric...”

Ditengah pandanganku yang masih berkabut, mataku mencari – cari keberadaan sang pemilik tangan dan... kau bisa menebaknya sendiri. Tak lama, mataku bertemu pandang dengan mata kelabu bagai badai milik Eric.

“ Hi, Ams.”

Mungkin karena mimpi itu terasa sangat nyata, atau juga mungkin karena otak dan akal sehatku yang belum sejalan, tanpa berpikir lebih lanjut aku bangun dari tempat tidurku untuk memeluknya. Aku butuh merasakannya, bersentuhan dengannya agar aku yakin kalau dia nyata.

Aku bisa merasakan keterkejutannya lewat betapa kaku tubuhnya dalam pelukanku. Untungnya hal itu tidak berlangsung lama. Perlahan – lahan, tubuhnya mulai relax, bahkan dia membalas memelukku dengan satu tangannya. Sementara tangannya lain mengelus pelan kepalaku.

“ Mimpi buruk lagi?”

Aku mengangguk dalam pelukannya, belum ingin kehilangan kehangatan tubuhnya. Disaat yang sama aku tahu momen ini tidak akan berlangsung lama. Posisi setengah tidur dengan tangan melingkar di leher Eric, yang notabenenya lebih tinggi dariku, membuat dadaku agak sedikit sesak. Urg, sudah lama tidak pernah sesak sejak kecelakaan pesawat waktu itu. Kenapa terasa seperti ini lagi ya?

Seakan tahu nafasku yang mulai sesak, Eric melepaskan tanganku dari lehernya. Dia membantuku kembali ke posisi tidur yang sudah agak dinaikan tempat tidurnya.  

Begitu kepala menyentuh bantal, aku menutup mataku. Pelan – pelan mengambil dan mengeluarkan napas yang terasa menyiksa. Butuh beberapa tarikan napas panjang sebelum rasa sesak itu hilang.

“ Masih sesak?”

Suara khawatirnya kontras dengan wajah tampannya yang berkerut khawatir.

“ Ya...” Baru ketika menjawab pertanyaannya aku memperhatikan sekelilingku yang semuanya berwarna putih. Bau obat dan desinfektan yang menyengat (dan tentunya ruangan serba putih ini) jelas menunjukkan aku berada di rumah sakit.

 Pertanyaannya, kenapa?

Apa karena rasa sakit di dadaku yang kembali muncul?

“ Bukan. Kau tidak ingat?”

Huh? Mataku beralih menatap Eric yang sudah duduk kembali di samping tempat tidurku.

“ Kau bertanya kenapa berada di rumah sakit. Jawabannya bukan karena sakit di dadamu.”

Eh, Jadi, tadi aku mengatakannya secara langsung ya? Oke, ga banget lemotnya Sky!

“ Er, jadi kenapa?”

“ Kau tidak ingat? Tadi pagi kau pergi bersama Evie ke mall. Lalu ketika pulang, kalian mengalami kecelakaan.”

Tiba – tiba gambar berkelebat di kepalaku. Gambar yang berhubungan dengan si biru, jalan menanjak, tebing, dan mobil berputar tak terkendali, dan kaca pecah. Gambar – gambar itu jelas alasan utama aku berada di tempat terkutuk ini.

“ Oh. Ya. Aku sudah mengingatnya. Bagaimana Evie? Apakah dia terluka?”

Urg, kuharap dia baik – baik saja. Aku tidak butuh rasa bersalah kepadanya kalau ternyata dia juga terluka sepertiku. Namun, satu tatapan bersalah di mata Eric, menjelaskan hampir semua keadaan.

“ A-apa..ba-bagaimana keadaannya? Dia tidak....” Aku tidak sanggup melanjutkan pertanyaanku. Memikirkannya saja rasanya tidak mau. Aku menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran itu.

“Dimana dia?” Dengan suara serak sarat akan emosi aku bertanya pelan.

Eric menatapku seakan dia tidak ingin menjawab pertanyaanku. Di manik matanya aku bisa melihat keengganannya dengan jelas. Bagaimana aku bisa membacanya, aku tidak yakin.

“ Eriiiiiccc...!” Rengekku setengah histeris karena ia tidak kunjung memberitahuku.

Dia menggeleng pelan. “ Tidak. Kalau kuberitahu sekarang, ini hanya akan memberatkanmu. Sementara kau harus segera istirahat.”

“ Kalau begitu, berikan aku satu penjelasan dimana dia sajaaaa dan apa hubungannya dengan Blair.” Setengah memohon.

Aku tidak punya penjelasan kenapa Blair bisa tahu apa yang terjadi dengan Evie. Aku tidak butuh info itu juga sebenarnya,  yang terpenting adalah, dimana Evie? Apakah ia terlempar terus hilang? Oh GOD! Semoga tidak terjadi hal yang begitu buruk padanya!

“ Kalau kuberitahu, kau janji langsung istirahat, oke?”

“ Ya!”

 Well, sebenarnya itu bukan pertanyaan, lebih mirip perintah. Tapi, aku tidak akan membantahnya karena kepalaku juga sudah terasa sangat berat. Aku hanya butuh suatu penjelasan kecil.

“ Evie masih dalam keadaan coma. Benturan di kepalanya cukup keras.”

Sebelum aku tenggelam dalam rasa bersalah dan kesedihan, Eric menekan tombol merah di samping tempat tidurku dan meminta salah seorang suster datang dengan obat tidur. Tak lama setelahnya, seorang suster datang. Dia menanyakan keadaanku, sebelum memberikan obat tidur ke dalam saluran infusku.  

“ Aku sudah menjawabnya, sekarang istirahat dulu. Simpan pertanyaanmu atau rasa bersalahmu nanti. Dan, kau tidak perlu khawatir, Blair akan tahu kalau ada yang tidak beres dengan Evie.”

Aku bisa merasakan obat tidurnya masuk ke dalam pembuluh darahku. Perlahan – lahan mulai menarik kesadaranku dari dunia nyata. Blair? Bagaimana bisa... apa hubungannya... dengan... ev.....

“ Selamat tidur cara. Aku berjanji akan membuat semuanya kembali seperti semua.”

Kalimat itu adalah kalimat terakhir yang kudengar sebelum kesadaranku hilang ditelan dunia mimpi.

Continue Reading

You'll Also Like

200K 279 17
Kumpulan cerita dewasa part 2 Anak kecil dilarang baca
243K 745 11
CERITA DEWASA KARANGAN AUTHOR ❗ PLIS STOP REPORT KARENA INI BUKAN BUAT BACAAN KAMU 🤡 SEKALI LAGI INI PERINGATAN CERITA DEWASA 🔞
262K 22.4K 21
Follow dulu sebelum baca 😖 Hanya mengisahkan seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang begitu mengharapkan kasih sayang seorang Ayah. Satu satunya k...
123K 15.9K 23
Sang Tiran tampan dikhianati oleh Pujaan hatinya sendiri. Dia dibunuh oleh suami dari kekasihnya secara tak terduga. Sementara itu di sisi lain, dal...