TodoBaku Collection

By l1_kitty

3K 248 47

[Yaoi] Todoroki Shoto & Bakugo Katsuki More

Bite Me
Punishment

Dearest Wish

957 86 17
By l1_kitty


Todoroki Shoto punya satu harapan.

Harapan untuk mempunyai seseorang yang akan selalu berada disisinya.

***


                         Hutan Kematian merupakan hutan terlarang yang tidak boleh dilewati oleh manusia. Banyak cerita menyeramkan tentang Hutan Kematian ini. Hutan dibagian selatan Negara Seline Land ini memang terkenal angker dan menyeramkan sejak lama. Banyak yang mengatakan jika berbagai makhluk selain manusia tinggal di dalam hutan ini. Salah satu penduduk yang berhasil keluar setelah masuk ke dalam hutan itu mengatakan jika dibagian terdalam hutan itu terdapat kastil tua yang angker. Para penduduk kemudian percaya jika kastil itu dihuni oleh vampir yang sudah hidup selama berabad-abad.

Sementara itu, jauh di dalam Hutan Kematian... memang benar terdapat sebuah kastil tua yang dihuni oleh kelompok kecil vampir. Todoroki Shoto, vampir keturunan bangsawan itu sudah hidup selamat beratus-ratus tahun meski tampilan luarnya masih sama seperti remaja manusia pada umumnya.

Shoto menjadi satu-satunya vampir keturunan bangsawan yang masih hidup sampai sekarang. Setelah kedua orang tua dibunuh oleh hunter—sebutan untuk para pemburu vampir—Shoto menjadi pemimpin bagi kelompok kecilnya.

Kirishima Eijiro, dia adalah siluman naga merah yang dapat merubah dirinya menjadi seorang manusia dan naga merah yang begitu besar. Eijiro adalah salah satu orang kepercayaan Shoto. Eijiro bergabung dengan kelompok Shoto setelah desa naga tempatnya tinggal dibakar habis oleh para manusia. Waktu itu Shoto menemukan Eijiro dalam versi kecil naganya terluka karena luka bakar. Sebagai balas jasa karena sudah menolongnya waktu itu, Eijiro setuju untuk bergabung dan mengabdi kepada Shoto.

Selain Eijiro, ada pula Kaminari Denki. Pemuda setengah vampir itu adalah mate—atau pasangan Eijiro. Sejak melihat Denki, Eijiro menyadari jika Denki adalah mate-nya, pasangan yang ditakdirkan untuknya. Dan sejak saat itu mereka menjadi pasangan. Denki adalah vampir setengah manusia. Shoto mengubah Denki menjadi vampir setelah melihat Denki hampir mati sekarat karena menjadi korban tabrak lari.

Anggota kelompok Shoto lainnya adalah Uraraka Ochako, perempuan itu sudah menjadi pengikut Shoto sejak mereka kecil. Bisa dibilang mereka adalah teman sejak lahir. Kemampuan penyembuhan yang Ochako punya menjadikan Ochako sebagai anggota penting dalam kelompok, karena ia bisa menyembuhkan luka apapun—kecuali menghidupkan orang yang sudah mati.

Selain itu juga ada Sero Hanta, vampir buangan dari kelompok lamanya karena berkhianat dulu dan sekarang bergabung dengan kelompok Shoto. Meski dulu pernah mempunyai riwayat sebagai pengkhianat, Hanta telah bersumpah tidak akan mengkhianati Shoto. Karena jika tanpa pertolongan Shoto dulu, Hanta sudah pasti akan dibantai hidup-hidup oleh mantan kelompoknya. Hanta adalah mate dari Ochako.

Dalam kelompok mereka juga ada si kecil kembar Isa dan Ira. Dua putra kembar dari Ochako dan Hanta. Usia mereka baru dua tahun, namun mempunyai fisik dan kemampuan setara anak usia delapan tahun.

Kemudian ada Iida Tenya, seorang penyihir tingkat tinggi. Namun karena kemampuannya itu dianggap berbahaya bagi kaum sesama penyihir, Tenya diusir dari kelompoknya dan berakhir berada dalam kelompok Shoto setelah Shoto menawarkan tempat tinggal untuknya. Tenya adalah pemuda yang pendiam dan misterius. Kabar burung yang pernah Shoto dengar tentang Tenya adalah karena Tenya mempunyai kemampuan untuk membangkitkan dan mengendalikan orang yang sudah mati, karena itulah Tenya diusir dari kelompok penyihir yang menjadi tempat tinggalnya dulu.

Dan kelompok terakhir Shoto adalah seekor kucing hitam berjenis kelamin laki-laki yang menjadi jelmaan dari siluman kucing—nekomata. Shoto dan yang lainnya memanggil kucing itu Kuro. Sebenarnya Shoto dan yang lainnya tidak pernah melihat melihat Kuro berubah wujud menjadi siluman kucing atau manusia sebelumnya, namun mereka yakin jika Kuro adalah siluman karena terkadang mereka bisa mencium bau jiwa manusia yang baru saja dimakan oleh Kuro.

Kelompok Shoto memang tidak sepenuhnya vampir. Dulu saat kepemimpinan orang tuanya memang dalam kelompoknya terdapat vampir yang sangat loyal kepada ayahnya. Namun sejak ayahnya meninggal, satu persatu dari mereka meninggalkan kelompok. Alasannya hanya satu, mereka tidak percaya Shoto bisa memimpin mereka. Hingga pada akhirnya dalam kastil itu hanya tersisa Shoto dan Ochako yang kemudian mencari anggota lain seperti Hanta dan yang lainnya.

Siang ini Shoto kembali menghilang dari kastil. Meski ini siang hari, namun karena rimbunnya pepohonan di Hutan Kematian... suasana yang terasa justru seperti ini sudah malam karena gelap. Ochako berdecak malas. Sudah beberapa bulan ini Shoto sering menghilang tanpa kabar.

"Ada apa, Uraraka?" tanya Eijiro yang melihat Ochako berdiri di depan pintu kastil. Perempuan itu berbalik dan mendengus.

"Shoto menghilang lagi. Ya ampun!!! Sebenarnya ke mana, sih, anak itu! Menyusahkan saja!" sungut Ochako kesal.

Eijiro mengernyit. "Apa mungkin Todoroki-sama menemui manusia itu lagi?" tanya Eijiro.

"Manusia itu? Si anak manusia itu?" tanya Ochako. Eijiro mengangguk. "Tidak mungkin!" seru Ochako tiba-tiba.

"Kenapa tidak mungkin?" tanya Eijiro sedikit terkejut dengan seruan Ochako.

"Anak manusia itu sudah lama mati!" tukas Ochako.

Eijiro melebarkan kedua kelopak matanya. "Mati? Bagaimana bisa?" tanya Eijiro. "Jika aku hitung dengan perhitungan manusia, seharusnya anak itu sekarang sudah dewasa. Berumur 21 atau 22 tahun mungkin," ucap Eijiro.

Ochako menghembuskan napas pelan. "Anak manusia itu, Midoriya Izuku mati bunuh diri karena tidak kuat dengan beban hidupnya. Sejak ia berumur 11 tahun, orang tua tirinya menjual Midoriya pada tempat prostitusi. Shoto berusaha membantunya tetapi Midoriya selalu menolak. Lima tahun kemudian Midoriya bunuh diri dan tidak bisa diselamatkan," jelas Ochako.

Eijiro terdiam mendengar cerita dari Ochako. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kerasnya hidup seorang Midoriya Izuku bersama orang tua tirinya. Anak itu selalu terlihat ceria saat Shoto membawanya bermain ke kastil. Pertemuan mereka terjadi karena tidak sengaja. Shoto yang saat itu sedang berburu menemukan seorang anak kecil berusia lima tahun berjalan linglung di dalam Hutan Kematian. Niat ingin memakan anak itu lenyap dari dalam diri Shoto ketika melihat betapa polosnya Midoriya kecil pada waktu itu. Midoriya kecil mengadu kepada Shoto, ia menangis ketakutan dan merengek ingin pulang.

Sejak saat itu diam-diam Midoriya dan Shoto sering bertemu di pinggiran Hutan Kematian. Bertahun-tahun mereka sering bertemu. Diam-diam Shoto juga memperhatikan Midoriya tumbuh dari anak-anak menjadi remaja. Dan mereka masih sering bertemu secara diam-diam. Namun, dari cerita Ochako... Midoriya kemudian bunuh diri saat usianya enam belas tahun.

"Tujuh tahun sudah terlewati, namun Shoto masih sering merasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan Midoriya," ucap Ochako.

Eijiro terdiam. "Nee, Uraraka... jika seorang mate dari vampir mati. Apa yang akan terjadi padanya?" tanya Eijiro.

Ochako sedikit tersentak ketika mendengar pertanyaan Eijiro. Ia terdiam cukup lama. "Tergantung."

"Huh?"

"Tergantung seperti apa situasinya. Jika matemu mati dan kalian sudah melakukan ritual mating, kau bisa saja menghapus tanda mating kalian dan mencari mate lagi jika kau mau. Tetapi kasus ini sangat jarang. Meski matemu sudah mati, seorang vampir akan setia pada satu pasangannya. Tetapi jika matemu mati sebelum kalian melakukan mating, bisa saja kami mencari mate yang lain," jelas Ochako.

Eijiro mengangguk paham. "Nee, Ochako... apa mungkin jika Midoriya adalah mate Todoroki-sama?"




Ochako menghentikan larinya ketika melihat Shoto duduk dibekas tebangan pohon. Di depannya terdapat bunga lili. Bunga yang menjadi bunga favorit dari Midoriya Izuku. Raut wajah Ochako melunak, Shoto sepertinya memang tidak bisa melupakan anak manusia yang ia temui beberapa tahun yang lalu.

"Shoto?"

Shoto tidak bergerak dari posisinya. Pemuda itu masih menunduk, menyembunyikan wajahnya dari jangkauan pandang Ochako.

"Shoto." Ochako kembali memanggil namanya. Kali ini Shoto mendongak. Tidak ada air matanya di wajahnya, namun jelas sekali jika wajahnya menunjukkan ekspresi kesedihan yang amat mendalam.

"Kau baik-baik saja?" Pertanyaan konyol memang, namun Ochako hanya ingin memastikan jika keadaan pemimpinnya itu baik-baik saja.

"Ochako." Ochako berjalan lebih dekat ke arah Shoto. "Aku tidak bisa menyelamatkannya," bisik Shoto kemudian. Suasana menjadi hening, Ochako tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia tahu jika Shoto memang benar-benar depresi ditahun-tahun pertama kepergian Midoriya. "Andai aku di sana saat kejadian itu..." Shoto kembali berbisik.

Ochako menghembuskan napasnya pelan, kemudian berjalan mendekati Shoto dan mengelus pundak Shoto menenangkan.

"Shoto..." bisik Ochako.

"Izuku... seharusnya aku tahu jika terjadi apa-apa dengannya. Seharusnya aku tidak percaya ketika Izuku mengatakan dia baik-baik saja," ucap Shoto. "Seharusnya ak—"

"Seharusnya kau coba untuk mengikhlaskan kepergiannya, Shoto!" tukas Ochako memotong ucapan Shoto. "Izuku tidak akan bisa tenang di alam sana jika kau terus-terusan bersedih karenanya. Bukan ini yang Izuku harapkan. Izuku sudah tidak tahan dengan kehidupannya, meninggalkan dunia ini adalah pilihannya sendiri. Bukan salahmu jika dia pergi," jelas Ochako.

Shoto terdiam. Kepalanya kembali menunduk. Menjadi vampir bukan berarti kau tidak bisa merasakan kesedihan atau perasaan yang lainnya. Kau masih bisa merasakan semua hal itu, hanya saja kau lebih memilih untuk tidak memperlihatkan berbagai ekspresi itu. Dan itu yang sedang Shoto lakukan. Ia sangat sedih mengetahui fakta bahwa Midoriya Izuku sudah mati bertahun-tahun yang lalu, tetapi ia tidak pernah menunjukkan kesedihan itu di depan bawahannya.

"Teny—"

"Jangan berpikir untuk meminta Tenya membangkitkan Midoriya lagi, Shoto. Kau tahu apa resikonya. Tenya sudah pernah mengatakan masalah ini padamu, pada kita semua." Ochako mendelik tidak suka ketika pikiran untuk menghidupkan Midoriya terlintas di pikiran Shoto.

Shoto kembali terdiam.

"Aku hanya berharap bisa menemukan pasangan yang menemani hidupku. Sampai kapan pun itu. Apakah aku tidak pantas mendapatkannya?" tanya Shoto pelan.

Ochako menggeleng pelan. "Suatu saat... kau pasti akan menemukannya, Shoto. Bersabarlah!"



***



                         Malam itu, kastil dihebohkan dengan Tenya yang kembali ke kastil dalam keadaan yang parah. Pemuda itu terluka parah, darah hampir membasahi seluruh pakaian yang ia kenakan. Kulitnya banyak yang robek, begitu pula pakaiannya. Si kembar Ira dan Isa bahkan sampai menangis ketakutan ketika melihat keadaan parah penyihir itu.

"Tenya, apa yang terjadi padamu!?" tanya Shoto mengamati Tenya dari atas hingga bawah. Tenya terengah-engah dan kesulitan berbicara. "Ochako, cepat sembuhkan Tenya!" perintah Shoto. Ochako lantas dengan sigap berlari ke arah Tenya dan memberikan Tenya pertolongan pertama.

"Lukanya parah sekali!" komentar Denki yang baru saja sampai di ruangan itu. Eijiro berjalan di belakangnya. "Aku mencium bau darah. Aku pikir apa, ternyata Iida terluka parah," ucap Denki lagi.

"Ya ampun, kawan! Apa yang terjadi padamu?" tanya Eijiro menatap ngeri penampilan Tenya saat ini.

"Hanta, tolong bawa Ira dan Isa kembali ke kamar mereka," ucap Ochako kepada pasangannya itu. Hanta mengangguk lantas membawa kedua putranya menuju kamar mereka.

"Kau sudah bisa berbicara?" tanya Shoto. Tenya masih belum memberikan jawaban.

"Aku tidak suka bau ini!" semua mata menoleh ke arah suara. Tidak lama kemudian dari kegelapan muncullah Kuro yang masih dalam wujud kucing hitamnya. Kuro dapat berbicara lewat telepati dan dapat didengar oleh mereka semua.

"Apa maksudmu, Kuro?" tanya Shoto.

"Baunya seperti anjing liar. Aku tidak suka," ucap Kuro.

"Anjing liar?" tanya Denki heran. Hidungnya mulai mengendus-endus udara di sekitar Tenya, dan mengernyit tidak lama kemudian. "Kau benar. Aku juga tidak suka dengan bau ini," ucap Denki.

"Apa yang kalian baui dari Tenya? Anjing liar? Jadi, Tenya diserang oleh anjing liar?" tanya Eijiro.

"Aku rasa bukan anjing liar." Shoto berucap, "Werewolf." Shoto kembali berucap. "Tenya, apa yang sebenarnya kau lakukan dengan para Werewolf itu?" tanya Shoto kemudian.

Tenya meringis kesakitan, rasa sakitnya memang sudah lebih berkurang setelah Ochako mengobatinya. Namun tetap saja, rasa perih dan sakit masih terasa di tubuhnya.

"Aku berhenti di hulu sungai sebelum kembali ke kastil. Aku tidak tahu jika beberapa Werewolf sedang berada di sana. Tepatnya mereka sedang memangsa mayat manusia yang entah berasal dari mana," jelas Tenya mencoba bangun dari posisi tidurnya. "Beberapa minggu ini aku mendengar rumor jika banyak penduduk perbatasan desa yang menghilang. Aku rasa sekarang aku bisa menyimpulkan penyebabnya," ucap Tenya.

"Werewolf itu menculik manusia dan memangsanya?" tanya Kuro. Tenya mengangguk.

"Aku sudah lama tidak mendengar adanya kelompok Werewolf di hutan ini. Apa mereka baru?" tanya Eijiro.

"Apa kita perlu memeriksanya, Todoroki-sama?" tanya Denki menatap Shoto.

Eijiro mengangguk setuju. "Aku tidak bisa membiarkan para Werewolf itu bergerak liar di hutan ini setelah mencelakai salah satu dari kelompok kita!" tukas Eijiro.

Ochako menatap Shoto. "Aku rasa Kirishima benar. Paling tidak kita harus tahu alasan mereka menyerang Tenya," ucap Ochako setuju dengan ucapan Eijiro.

"Aku baik-baik saja. Dan terima kasih sudah menyembuhkanku, Uraraka," ucap Tenya.

"Aku tidak mau ikut-ikut!" tukas Kuro kemudian berjalan meninggalkan mereka. Harga dirinya sebagai kucing benar-benar menyusahkan. Terkadang Kuro bertingkah layaknya pemimpin dalam kelompok itu. Namun tidak ada yang memprotes selama itu tidak merugikan kelompok.

"Siluman itu benar-benar!" desis Denki kesal.

"Shoto?" tanya Ochako kembali memastikan jawaban dari pemimpin mereka.

"Bawa salah satu dari mereka kemudian tanyakan dari mana mereka dan kenapa mereka menyerang Tenya!" perintah Shoto kemudian berbalik meninggalkan mereka.

Eijiro dan Denki melakukan tos, merasa senang. Ochako mengangguk patuh, dan Tenya hanya bisa menghembuskan napas melihat pemimpin mereka.

"Kami akan berangkat secepatnya. Tenya, kau istirahat saja. Pulihkan tubuhmu," ucap Ochako. Tenya mengangguk.

Eijiro tersenyum lebar, ia menggosokkan kedua telapak tangannya penuh semangat. "Waktunya berburu anjing liar!" serunya senang.


***



                         Dua hari kemudian, Ochako, Eijiro serta Denki berhasil membawa seorang Werewolf muda kembali ke kastil mereka. Werewolf muda itu terlihat marah kepada mereka. Tatapannya nyalang pada Eijiro. Rantai besi yang membelenggunya tidak bisa ia lepaskan begitu saja. Mulutnya yang tertutup dengan lakban membuat Werewolf muda itu tidak bisa berbicara apalagi memaki.

"Todoroki-sama, kami berhasil membawa kembali salah satu dari kelompok Werewolf itu!" lapor Eijiro menunjukkan Werewolf muda yang berada di bawah pengawasan Denki.

Shoto mengernyit. "Ada apa dengannya? Tatapannya mengerikan sekali?" tanya Shoto.

Eijiro berdehem pelan. "Dia hanya marah. Kami tidak sengaja membunuh semua anggota pack-nya," jelas Eijiro.

Shoto menatap Eijiro. "Membunuh?" tanya Shoto.

"Pack-nya adalah rogue—Werewolf yang terbuang dari kelompoknya. Hanya ada empat orang dalam pack-nya dan dia adalah Werewolf yang paling muda." Ochako menjelaskan.

"Rogue?" tanya Shoto. "Denki, buka penutup mulutnya. Biarkan dia bicara!" perintah Shoto.

Denki mengangguk, kemudian membuka lakban dari mulut Werewolf muda itu.

"BRENGSEK!!" baru satu detik lakban itu dibuka, makian sudah langsung keluar dari mulut Werewolf muda itu. "BRENGSEK KAU! APA MAUMU HAH!! BERANINYA KAU MENYURUH MEREKA MENANGKAPKU!!" teriak Werewolf itu lagi.

Shoto terdiam. Sedikit tertarik dengan Werewolf muda yang kini menjadi tawanannya itu.

"LEPASKAN AKU, BRENGSEK!" maki si Werewolf lagi.

"Aku akan melepaskanmu setelah kau menjawab semua pertanyaanku," ucap Shoto.

"PEDULI SETAN DENGAN PERTANYAANMU!! LEPASKAN AKU VAMPIR SIALAN!!" maki si Werewolf.

"Maaf, Todoroki-sama. Kami sengaja menutup mulutnya karena ini," ucap Eijiro menggaruk tengkuknya gugup. Shoto mengerti, tidak mengherankan karena memang Werewolf muda ini sepertinya mempunyai tempramen dan ucapan yang menusuk.

"Jawab pertanyaanku!" tukas Shoto.

"AKU TIDAK SUDI!" maki Werewolf muda itu menatap nyalang pada Shoto. Iris mata sewarna batu ruby milik si Werewolf muda terlihat berkilat memancarkan kebencian ketika menatap Shoto.

"Baiklah. Aku tidak akan memaksamu berbicara," ucap Shoto kemudian. "Denki, Eijiro... kurung dia dipenjara bawah tanah. Jangan beri dia makan atau minum sampai dia bersedia untuk bicara!" perintah Shoto.

Denki dan Eijiro menyetujui perintah Shoto dengan cepat, kemudian menyeret Werewolf muda itu pergi bersama mereka. Hingga di ruangan itu hanya menyisakan Shoto dan Ochako.

"Bicara jika ada yang ingin kau bicarakan, Ochako!" tukas Shoto.

Ochako terdiam sebentar. "Aku hanya berpikir, apa tidak terlalu kejam membiarkan dia kelaparan dan kehausan? Dia pasti masih sedih karena kami baru saja membunuh keluarganya," ucap Ochako.

Shoto menatap tajam Ochako. "Semakin cepat dia bicara, semakin dia terhindar dari resiko kelaparan dan kehausan!" tukas Shoto.

"Shot—"

"Dia harus tahu siapa yang berkuasa di sini, Ochako!" tukas Shoto. Shoto menatap tajam Ochako sebelum ia berjalan pergi meninggalkan ruangan itu dan menyisakan Ochako sendiri.


***



                        Hampir dua minggu. Dua minggu berada di dalam sel tahanan bawah tanah, kedua tangannya dirantai dengan besi yang terhubung dengan dinding, memaksa dirinya untuk terus berdiri. Dalam sel tahanan tanpa makanan dan minuman membuat Werewolf muda itu lemas tidak berdaya. Ia butuh air untuk meredakan tenggorokannya yang kering dan membasahi bibirnya yang mulai pucat dan pecah-pecah.

Selama hampir dua minggu pula pemuda rambut merah dan kuning itu selalu mengecek keadaan si Werewolf muda. Menanyakan apakah ia akan menyerah. Namun karena keras kepalanya, si Werewolf hanya diam setiap kali kedua pemuda itu menanyakan pertanyaan yang sama. Mana mungkin dirinya akan menyerah begitu saja pada bangsa vampir sialan yang sudah membunuh keluarganya?

Pintu sel kembali terbuka. Ia sudah menduga mungkin itu adalah dua pemuda itu lagi yang datang untuk bertanya kapan ia akan menyerah.

"Kapan kau akan menyerah, Werewolf muda?" tanya seseorang. Suara itu terdengar berbeda dari suara dua pemuda yang sering menjenguknya. Ia ingin mendongak untuk melihat siapa orang itu, namun ia sudah tidak mempunyai tenaga untuk mengangkat kepalanya yang tertunduk. "Penampilanmu begitu menyedihkan saat ini." Suara itu kembali terdengar.

Dagunya dipaksa mendongak menggunakan jari si pemilik suara tadi. Dari balik kelopak matanya yang setengah terbuka, si Werewolf muda masih bisa melihat jika pemuda di depannya ini adalah pemuda sama yang menyuruh orang-orang itu mengurungnya di sel tahanan bawah tanah.

"Sudah menyerah, hmm?" tanya Shoto menatap Werewolf di depannya. Tidak ada jawaban, si Werewolf itu sudah tidak mempunyai tenaga yang tersisa untuk menjawab pertanyaan Shoto.

Kedua kelopak matanya memberat. Kepalanya sudah sangat pusing dan terasa berat. Dan dalam hitungan detik, Werewolf muda itu tidak sadarkan diri. Hanya kedua rantai yang melingkar di kedua pergelangan tangannya saja yang menahan tubuh Werewolf itu agar tidak terjatuh ke atas tanah.

Shoto menyeringai kecil melihat tubuh tidak berdaya Werewolf di depannya. "Denki, Eijiro!" panggil Shoto.

"Ya, Todoroki-sama?" tanya Denki dan Eijiro yang datang tergopoh-gopoh menghampiri Shoto.

"Lepaskan rantai itu dan bawa dia ke kamarku!" perintah Shoto.

Denki dan Eijiro saling tatap, ada perasaan ragu dalam hati mereka untuk melepaskan Werewolf itu begitu saja.

"Tidak apa. Lepaskan saja dan bawa ke kamarku. Minta Ochako untuk mengobatinya dan membersihkannya juga!" perintah Shoto.

"Baik, Todoroki­-sama!" seru Denki dan Eijiro kemudian.


***



                         Werewolf itu terbangun dari pingsannya di tempat yang begitu berbeda dengan sel tahanan yang selama hampir dua minggu ini dia tempati. Ia terbangun di atas ranjang berukuran besar dan empuk, belum lagi harum ruangan itu yang menenangkan.

"Oh, kau sudah bangun!" suara perempuan dari arah pintu membuat Werewolf itu mendongak. Ia melihat satu-satunya perempuan dalam kelompok itu yang menyerang kelompoknya beberapa minggu yang lalu. "Aku tidak tahu apa makanan Werewolf. Jadi aku hanya membuatkanmu bubur dan air. Aku membaca di buku jika manusia sering membuatkan makanan ini jika ada keluarga atau temannya yang sakit," ucap perempuan itu.

Perempuan itu berjalan menghampiri ranjang, ia meletakkan nampan yang dibawanya di atas meja kecil samping ranjang kemudian membantu sang Werewolf untuk bangun dari tidurnya. "Ini makan dan minumlah. Aku sudah sedikit mengobatimu, jadi setelah makan dan minum ini kau akan baik-baik saja," jelas perempuan itu lagi.

Si Werewolf itu menatap ragu nampan yang kini sudah berada di pangkuannya.

"Namaku Ochako. Siapa namamu, Werewolf muda?" tanya Ochako.

Si Werewolf menoleh menatap Ochako. Matanya kembali memicing tajam. "Kenapa kau baik padaku? Setelah hampir membiarkanku sekarat selama dua minggu?" tanya si Werewolf.

"Sebenarnya kami tidak berniat jahat. Hanya sifat keras kepalamu saja yang membuat pemimpin kami memaksa kami berbuat seperti itu padamu," ucap Ochako. "Jadi, aku tanya sekali lagi... siapa namamu?" tanya Ochako.

"Bakugo. Bakugo Katsuki." Si Werewolf muda itu menjawab.

Ochako mengangguk pelan. "Baiklah, Bakugo... kalau begitu habiskan makanan itu. Kau boleh minta tambah jika itu kurang. Aku harus melaporkan pada pemimpin kami jika kau sudah sadar." Ochako berdiri, lantas berjalan keluar dari kamar itu meninggalkan Bakugo Katsuki sendiri.

Pintu kamar kembali terbuka tepat setelah Katsuki menyelesaikan makanannya. Ia menoleh dan mendapati si pemimpin kelompok itu berjalan masuk setelah menutup pintu kamar itu.

"Bagaimana bubur itu?" tanya Shoto.

Katsuki tidak langsung menjawab. Tatapan benci masih ia layangkan kepada Shoto.

"Jangan dingin begitu. Aku bertanya padamu, seharusnya kau menjawab pertanyaanku itu!" tukas Shoto.

"Baik." Katsuki menjawab beberapa menit kemudian.

Sudut bibir Shoto sedikit terangkat, menampilkan senyuman kecil yang luput dari penglihatan si Werewolf muda.

"Biarkan aku pergi dari sini!" tukas Katsuki.

Shoto mengernyit mendengar pernyataan Katsuki. Kemudian menggeleng tegas. "Tidak. Aku tidak akan membiarkanmu keluar dari kastil ini!" tukas Shoto.

Katsuki menatap nyalang Shoto. "Kau.... Brengsek!" maki Katsuki.

Shoto menatap datar Katsuki yang terlihat begitu membencinya. "Aku tahu kau adalah rogue. Kelompok yang bersamamu juga sudah tidak ada. Lalu ke mana kau akan pergi? Tidak akan ada pack Werewolf yang akan menerima seorang rogue," jelas Shoto.

"Persetan dengan itu! Aku bisa pergi ke mana pun aku mau!" tukas Katsuki.

Shoto terdiam. "Sayang sekali aku tidak akan mengijinkannya!" tukasnya.

"Kau—"

"Lebih baik kau tinggal di sini—ah tidak... aku memaksamu tinggal di sini!" tukas Shoto.

"Aku tidak sudi, brengsek!" maki Katsuki.

"Jika begitu... aku tidak mempunyai pilihan lain selain memaksamu untuk tinggak di sini," ucap Shoto.

"Aku lebih baik mati daripada harus tinggal bersama vampir seperti kalian!" seru Katsuki.

Shoto menyeringai. "Lebih baik mati, huh?" tanya Shoto. "Baiklah jika itu maumu," ucap Shoto.

Tiba-tiba saja dalam hitungan detik Shoto menghilang dari depannya. Kelopak mata Katsuki melebar ketika melihat Shoto yang menghilang. Ia kemudian dikejutkan dengan seseorang yang berada di belakang tubuhnya. Tubuhnya terkunci, terutama kepalanya. Cengkeram kuat dari dua tangan dan memaksa Katsuki menelengkan kepalanya membuat Katsuki tidak bisa apa-apa. Sekali saja ia melawan kekuatan tangan itu, kepalanya bisa putus terlepas dari tubuhnya.

"Jadi, kau lebih baik mati, huh?" bisik Shoto tepat di telinga Katsuki. Katsuki tiba-tiba merasa merinding ketika mendengar suara Shoto yang begitu dekat dengan telinganya.

Katsuki melirik wajah Shoto yang berada di perpotongan lehernya. Kelopak matanya kembali melebar ketika melihat taring tajam menyembul dari sisi mulut Shoto. Shoto menyeringai ketika taringnya bergesekan dengan kulit leher Katsuki.

"Ap-apa yang ka-kau la-lakukan, bre-brengsek?" tanya Katsuki tergagap.

Shoto ikut melirik wajah Katsuki. "Apa lagi? Tentu saja aku akan menghisap habis semua darahmu. Darah Werewolf mungkin tidak selezat darah manusia, tapi mungkin itu pengecualian untuk darahmu," jawab Shoto.

"Le-lepaskan aku da-dasar, breng-sek!" tukas Katsuki.

"Melepaskanmu? Jangan mempermainkanku! Kau sendiri yang memilih lebih baik mati daripada tinggal di kastil ini!" tukas Shoto.

Shoto kembali mendekatkan wajahnya pada leher Katsuki. Semakin dekat dan semakin dekat, membuat jantung Katsuki berdetak lebih cepat. Katsuki menahan teriakan kesakitannya ketika merasakan taring tajam Shoto berhasil menembus kulitnya. Rasa panas tiba-tiba muncul dalam dirinya, ia juga bisa mendengar dan merasakan darahnya tersedot keluar dari tubuhnya.

"Hen-hentikan!" Katsuki tergagap, berusaha melepaskan gigitan Shoto namun tidak berhasil.

Shoto menyeringai penuh kemenangan. Ia mengecap darah Katsuki. Tidak buruk untuk darah seorang Werewolf, pikirnya.

"Hen-ti—" belum sempat Katsuki menyelesaikan ucapannya, kelopak mata Katsuki memberat, semakin lama semakin menutup. Hingga pada akhirnya Katsuki benar-benar kehilangan kesarannya. Barulah saat itu Shoto melepaskan taringnya dari leher Katsuki. Ia menjilat bekar gigitannya dan mengecap sisa darah Katsuki.

Shoto kembali menyeringai. Ia menemukan seseorang yang akan selalu berada disisinya.

"Kau adalah milikku, Bakugo Katsuki!"



FINAL

Continue Reading

You'll Also Like

41.3K 5.1K 30
Marsha Ravena baru saja diterima di salah satu perusahaan ternama, ia jelas sangat senang karena memang dari dulu itulah yang ia inginkan. tetapi kes...
689K 43.1K 31
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
144K 23.7K 44
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
763K 45.7K 19
"Hidup ini melelahkan"- Zian Sebastian. "Kini aku benar-benar menyerah pada kalian, Aku benar-benar lelah dan semoga kalian cepat sadar akan keberada...