MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓

By Titimois

917K 62K 2.7K

RAJA KU MUSUH KU "Jangan berharap lebih pada ku. Aku menjadikan mu permaisuri ku, karena aku ingin menyiksa m... More

1.Pria Misterius
2.Tawanan
3.Sang Raja
4.Pengkhianatan
5.Pernikahan
6.Malam Pertama
7.Dendam Murni
8.Penobatan
9.Trauma
10.Luka
11.Alasan
12.Peduli
13.Rasa
SPECIAL
14.Cemburu?
NUMPANG LEWAT
15.Sayembara
16.Hilang
17.Pertempuran
18.Pertempuran Lanjutan
19.Fakta kecil
20.Kematian
21.Sebuah kisah
23.Rumit
24.Tak terarah
25.Lilia
26.Ikatan
27.Erat kembali
28.Tali hubungan
ANNOUNCEMENT
NEW COVER
29. Manis
30. Tak Terbayang
31. Sakit Yang Tertoreh
32. Rasa dan Resah
33. Air Mata
34. Athes dan Pilihan
CASTING VERSI K-POPERS
35.Pertanyaan
36.Naff
37. Perjuangan
38. Akhir
DANDELION
NAFF

22.Renggang

17.3K 1.4K 58
By Titimois

Delano menghunuskan pedang secara membabi buta. Memberi atensi mematikan kepada Fell didepan sana. Ia tak peduli dengan keadaan lukanya yang belum sembuh total.

Tujuannya satu.

Menghancurkan orang yang sudah menyakiti istrinya.

Membinasakan orang yang sudah menghilangkan anaknya.

Sudah dibilang bukan?

Disini, hanya Delano yang boleh membuat Thanasa menangis.

Hanya Delano yang boleh menyayat tubuh istrinya.

Hanya Delano yang berhak atas Thanasa.

Rencana Fell gagal total. Altair mengetahui serangan dadakan yang ia rencanakan bersama Kerajaan lain. Ah sial, Delano juga menghadirkan pasukan dari Kerajaan Grey dan Claus. Jelas jumlah mereka gagal total. Belum lagi ditambah prajurit dari Kerajaan Grassia.

Lander berkhianat.

Ck.

Musuh terbesarnya itu kini tepat berada didepan.

Delano dan Fell saling bergesekkan pedang. Bunyi besi dari keduanya kian sengit. Luka demi luka beserta darah tercetak ditubuh mereka.

"Bertemu kembali brengsek." Ucap Fell angkuh. Pria itu kembali melanjutkan. "Sayang sekali pelacur itu kabur begitu cepat."

Fell tersenyum geli menyaksikan ekspresi Delano yang tidak berubah. Ah ia ingin memanasi Raja Altair. "Tubuhnya benar-benar indah. Bibirnya juga sempat ku cicipi sedikit asal kau tau. Pantas saja kau marah saat ia ku tawan. Sepertinya dia memang hebat diranjang ya? Haha."

Urat-urat muncul ditangan Delano yang sedang mengayunkan pedang ketika mendengar penuturan Fell barusan.

Fell senang melihatnya. "Hm, walau dengan banyak luka diwajahnya, itu tak menjadikan kecantikannya hilang sedikit pun."

Delano tidak peduli.

Siapapun orang yang sudah membuat Thanasa menderita, ia akan membalas dua kali lipat lebih menyakitkan.

"Jalang itu sempat menjamu kami berlima dengan lekukan tubuh indah. Kau benar-benar hebat memilih seorang pelacur."

Delano berang dengan semua omongan Fell. Pria ini terlalu banyak bicara.

"Aaaargh!" Mata Fell tertusuk dan Delano mencongkelnya sampai keluar, bola putih berlumuran darah itu terayun-ayun dimuka Fell lantaran ada urat penghubung yang tidak putus.

Fell tersungkur dari kudanya.

Delano turun dan menghampiri pria tersebut dengan sorot mematikan.

Satu mata Fell yang masih tersisa, ditusuk oleh Delano. Ia kemudian memutar-mutarkan pedangnya didalam sana.

Mata ini yang sudah berani memandang Thanasa dengan hina.

"Arrrrgh!" Tangan Fell dipotong Delano.

Tangan ini yang lancang melecehkan Thanasa.

"ARGHHHHHH!!!!" Rambut Fell ditarik kuat oleh Delano hingga banyak yang tertarik keluar. Bahkan terlihat kulit kepala Fell yang ikut tertarik sampai mengeluarkan darah.

Pembalasan karena sudah menyentuh rambut istrinya.

Kali ini erangan kesakitan begitu nyaring. Fell tidak bisa berteriak karena Delano memotong lidahnya. Benda lunak itu jatuh tak jauh dari kaki prajurit Fell disana. Prajurit tersebut mendadak pucat.

Delano sang Raja Iblis benar-benar nyata.

Tidak ada ekspresi apapun dimuka Delano. Ia memandang dingin pada Fell yang meliuk-liuk menahan perih dimata, kepala, tangan dan lidah.

Manik obsidan itu berpusat pada mulut Fell yang tak henti-hentinya mengeluarkan cairan kental berwarna merah pekat.

Mulut brengsek yang berani mengucapkan kata-kata kotor pada Thanasa.

Delano sungguh tidak suka karena miliknya diculik orang lain. Delano tidak suka ada yang memainkan mainannya.

Mengangkat pedang, Delano langsung memotong perut Fell hingga usus beserta isi lainnya membuncah keluar.

Dikuasai amarah yang begitu besar. Ia berhasil menggelindingkan kepala Fell putus jatuh ketanah. Disaksikan banyak orang. Keadaan mendadak suram dan menegangkan.

Keadaan Fell benar-benar menggenaskan. Tubuhnya jadi tak berbentuk dan cacat. Orang-orang memandang ngeri dan menelan saliva tegang. Semuanya berhenti dalam pertempuran yang sengit beberapa saat lalu. Juga, termasuk para Raja-Raja yang sempat membantu Fell untuk menyerang Altair. Mereka bungkam.

Delano menyapu pandangan kepada seluruh manusia yang ada disana. Menatap mereka dengan dingin dan mematikan.

Ia ingin menunjukkan kepada mereka bagaimana seorang Raja Altair sesungguhnya.

Menunjukkan kepada mereka bahwa inilah yang akan mereka dapatkan jika berani mengusik istrinya lagi.

Segera saja empat Raja lainnya melirik satu sama lain dan mengangguk seolah-olah mereka memutuskan sesuatu. "Kami mengakui kekalahan kami."

Delano berbalik badan, ia menoleh sebentar pada empat penguasa yang ikut andil menyandera Thanasa. Masing-masing diantaranya ada Kerajaan Amertha, Axotixia, Gerlind, dan Phill.

"Kalian masih ada urusan denganku." Menaiki kuda, Delano pun melajukan hewan berkaki empat tersebut untuk kembali di istana diikuti rombongan Altair.

Bukannya Delano tidak ingin melanjutkan perang. Hanya saja, masih ada urusan yang jauh lebih penting. Yang jelas, dalang dibalik kehilangan anaknya sudah tewas. Dan Delano rasa kematian Fell cukup untuk menjadi peringatan bagi mereka yang berani dengan seorang Raja Altair- agar berpikir dua kali jika ingin melawannya.

Mereka harusnya tidak gegabah pada kehebatan Altair yang terkenal diseluruh negri.

Naif sekali.

Bersatu dengan yang lain, belum tentu bisa menumbangkan Altair begitu saja. Pada pertempuran sebelumnya, jika saja pasukan Amertha tidak menyerang lewat belakang. Altair jelas menang saat itu. Namun Delano yang tiba-tiba diserang dengan panah, harus sampai tersungkur.

Dasar para pecundang.

"Bagaimana dengan keempat Kerajaan itu, Yang Mulia?" Tanya Alord yang mensejajarkan kecepatan kudanya disamping Delano. Matanya beralih pada luka didada Delano yang sempat tertusuk panah. Darah menembus kain pakaian pria itu akibat kebanyakan gerak disertai kondisi yang masih belum pulih.

"Kita hancurkan."

"Baik, Yang Mulia.

Bermain-main dengan Delano memang sebaiknya jangan. Secuil saja jika ada seseorang yang berani menganggunya, Delano tak akan segan-segan menghunuskan pedang. Bahkan jika itu seorang Pangeran atau Raja sekaligus. Delano tak memandang status mereka. Sekali mereka memprovokasi, akan Delano hancurkan.

Hari ini Amertha beserta yang lain bisa tidur tenang. Namun, mereka tidak tahu bahwa besok akan ada badai besar yang menghantam Kerajaan mereka.

Delano akan melakukan penjajahan kesana dan memperluas wilayahnya.

Siapa suruh menantang duluan.

Di belakang, Lander mengamati punggung Delano dengan sejuta rasa merinding. Apa jadinya jika ia berada diposisi Fell tadi? Apa ia akan berhasil secara brutal ditangan Delano?

Ia masih menaruh dendam mendalam pada lelaki itu. Tapi~ empat Kerajaan tadi saja bertekuk lutut dan memilih mundur. Bagaimana ia bisa menumbangkan Delano?

Terlebih, ada Thanasa mantan tunangannya yang sangat ia sayangi. Wanita itu masih berstatus sebagai istri Raja Altair. Apa ia sanggup melawan Delano seorang diri?

Atau sebaiknya Lander mundur saja dan memilih melupakan pembunuhan Ayahnya?

Tapi bagaimana?

Emosi dan ingatan buruk insiden itu masih membekas dipikirannya. Bagaimana caranya Lander bisa mengikhlaskan begitu saja?

Mereka berpacu cepat kembali ke istana dan akan mengumumkan kemenangan Altair hari ini agar menghilangkan kecemasan rakyat.

***

"Usir Ratu dari Altair!"

"Tidak tau diri!"

"Jadi dia adalah putri pembunuh Raja George?! Usir dia!"

"Jangan biarkan dia menjadi Ratu!"

"Usir dia!"

"Wanita tidak tahu diri dan mengkhianati Altair! Bahkan ingin membunuh Yang Mulia! Dia tidak pantas menjadi seorang Ratu!"

Kerumunan masyarakat di halaman istana membuat Delano mengernyit heran.

"Usir Ratu!"

"Turunkan tahta Ratu!"

Menghentikan kuda sejenak. Delano melihat kepada Alord yang ada disamping dengan raut muka dingin. Tentu saja Alord mengerti pandangan tersebut.

"Yang Mulia tiba!"

Otomatis semua orang menoleh pada sang Raja dan memberi akses jalan. Keadaan Delano tampak kacau dengan darah yang berserakan dibajunya. Juga jangan lupakan luka-luka yang tercetak ditubuh pria itu.

"Yang Mulia, apa kau baik-baik saja?"

"Yang Mulia, apakah benar Ratu bergabung dengan Kerajaan Fell?"

"Yang Mulia, kenapa kau menyembunyikan bahwa Ayah Ratu yang sudah membunuh Ayah mu?"

"Yang mulia, kami mohon jangan jadikan dia sebagai Ratu Altair."

Sukses melewati keramaian, gerbang istana buru-buru ditutup. Tapi keluhan rakyat masih saja terus bergema dan tidak ada habis-habisnya diluar sana.

Rahasia di Kerajaan memang tidak ada yang bisa menyembunyikannya. Sepercik saja ada keributan, kabar itu akan langsung terdengar kesemua telinga rakyat.

Tubuh Delano ambruk ketika hendak turun dari kuda.

"Yang Mulia!!"

Orang-orang sekeliling disana cemas dan segera membawa Delano keruang pengobatan.

***

Tubuh mungil tersebut duduk disamping ranjang. Menatap sendu pada wajah sang suami yang terbaring damai. Luka bekas panah didada pria itu tambah parah, mengingat dirinya hari ini bertempur keras melawan Fell.

Tangan kekar Delano digenggam erat. Thanasa berdoa semoga Delano cepat sadar. Padahal ia Kalva sudah mencegahnya datang dan istirahat saja mengingat kondisinya yang baru saja keguguran.

Manik coklat itu menatap intens pada Delano.

Andai saja ia tahu peristiwa kelam Delano dari awal. Mungkin Thanasa tidak akan melakukan hal konyol dengan bergabung bersama Fell yang mengakibatkan ia kehilangan calon anak. Atau mungkin ia bisa menjalin hubungan dengan Delani dan menciptakan benih-benih cinta.

Sudut bibir Thanasa terangkat. Sekarang, ia ingin memulai semuanya dari awal. Melupakan masalah dendam, hidup dengan lembaran baru. Bersama Delano.

Grace yang ada disana jengah dengan sikap Thanasa. Ia benar-benar tidak suka pada Thanasa. Disampingnya ada Dilan yang setia menenangkan emosi si gadis.

Tuan Putri Kerajaan Grey itu mendecih jijik. Ia tidak senang dengan sikap Thanasa beberapa hari yang lalu karena berusaha membunuh Delano dan bekerja sama dengan Kerajaan lain. Ck, ia tidak habis pikir. Setelah semuanya, bagaimana bisa Thanasa menunjukkan sikap kepeduliannya pada Delano? Apa ia waras?

Lenguhan kecil terdengar.

Akhirnya, yang ditunggu-tunggu mulai membuka mata. Si pria sempat terkejut saat mendapati Thanasa tengah menggenggam tangannya- tapi tersamarkan oleh raut lelah dan lemah.

"Delano." Panggil Thanasa pelan.

Kalva yang ada disana buru-buru membantu Delano tetap berbaring saat lelaki itu hendak bangun. Penguasa Altair tersebut tidak boleh banyak bergerak.

"Pangeran, kau harus banyak istirahat. Untuk saat ini, jangan melakukan sesuatu yang agak berat."

Tersenyum, Thanasa menatap lembut pada Delano.

Tapi sedetik kemudian, gadis itu terhenyak lantaran genggaman tangannya dilepas oleh Delano.

Tatapannya nanar dan speechless dengan kejadian barusan.

"Semuanya pergi." Titah Delano dengan suara serak dan lemah. Orang-orang sudah beranjak dari sana, hanya tersisa Grace, Dilan dan Thanasa.

Thanasa mencoba meraih tangan Delano kembali, tapi sebelum berhasil menyentuh, Delano sudah mengangkat tangan duluan dan berpaling ke arah lain. Lalu ia pun lebih memilih memejamkan mata ketimbang menanggapi Thanasa.

Entahlah, Delano seperti enggan.

Dada Thanasa bergemuruh hebat. Masih tidak bisa menerima perlakuan barusan. Sangat terpukul dan sakit.

Pikirannya campur aduk dengan sikap Delano. Padahal beberapa hari yang lalu Delano sempat melontarkan kata-kata yang sanggup membuatnya marah. Namun, hari ini pria itu terlihat beda drastis. Ia berubah dingin.

"Sebaiknya kau keluar. Delano butuh istirahat." Ketus Grace segera menarik tangan Dilan melangkah keluar dari sana. Sungguh, berlama-lama satu ruangan dengan Thanasa hanya akan memicu emosi Grace. Lebih baik ia pergi dan menenangkan diri.

Keadaan mendadak hening.

Tidak ada orang.

Hanya sisa mereka berdua.

Thanasa meringis dan menangis tersedu.

Sangat sakit.

"Maaf Delano. Aku telah membuat mu banyak menderita."

***

Dekat jendela, Tristan memandang kebawah melihat Rakyat Altair yang terus melayangkan protes kepada Thanasa.

Entah apa yang harus dilakukan. Amarah Rakyat tentu saja harus didengar.

"Kakak."

Tristan mematung ketika suara dari sosok wanita dibelakang. Ia membalikkan badan.

Agak kaget juga ketika Thanasa tiba-tiba memeluk. Sungguh ia merindukan pelukan seperti ini. Sudah sangat lama.

"Kak, maafkan aku. Aku tidak tau kalau Ayah begitu jahat kepada Kakak dan Raja Nardon."

Pelukan Thanasa dilepas. Kedua bahu sang adik dipegang erat. Tristan melihat mata Thanasa yang entah sudah berapa kali menitikkan air mata.

"Kau sudah tau?"

Anggukan kecil dari Thanasa menjawab pertanyaan Tristan.

Tersenyum kecil, Tristan merangkul tubuh Thanasa kedalam pelukkan.

"Ini bukan salahmu, Thanasa. Aku tidak akan pernah menyalahkanmu. Kau tetap adalah adik yang aku sayangi."

"Kenapa Kakak tidak pernah cerita?"

Tersenyum tipis, Tristan pun menjawab. "Kau akan terluka jika tau. Satu sisi kau mencintai Ayah, disisi lain kau juga menyayangiku. Bukankah itu pilihan yang sulit?" Tristan mengelus pelan bahu Thanasa. Gadis itu semakin terisak.

Yah, sebenarnya ia tidak ingin Thanasa tahu. Tristan paham betul kalau Thanasa pasti akan sangat terpukul. Ia tidak tega melihat gadis itu menderita dan sedih.

Tapi akhirnya seperti kata pepatah bukan?

Bangkai akan tercium juga disaat waktu yang tepat.

***

Keesokannya, Thanasa meminta Xenya untuk mendandaninya secantik mungkin.

Ratu Altair tersebut sangat antusias mengunjungi kediaman Delano. Sejak semalam mereka berpisah ranjang. Bukan tanpa alasan, tapi demi kesembuhkan suaminya.

"Xenya, apa ada kabar dari Yang Mulia?"

Sibuk menata rambut, Xenya hanya bisa semringah. "Keadaan Yang Mulia berkembang pesat dan cukup membaik. Hanya saja terkadang Yang Mulia kebanyakan melamun dan jarang makan."

Mendadak raut muka Thanasa menjadi lesu.

Xenya berhenti dari segala aktivitasnya. Ia menyunggingkan senyuman manis. Senang karena hasil karyanya yang begitu indah dan cocok dengan Thanasa. "Sudah siap Ratu. Aku akan menemani mu ke ruangan Yang Mulia."

***

Terpampang jelas Delano memandangi lukisan keluarganya. Lengkap. Ada Raja George, dirinya dan Dilan yang masih bayi dipangkuan Ratu Vexia.

Sangat harmonis.

Namun, lagi-lagi Delano harus menahan rasa kecewanya karena otaknya kembali mengingat tentang kehilangan sang buah hati beberapa hari lalu.

"Yang Mulia Ratu tiba."

Suara pengawal didepan kamar tidak mengindahkan gerakan Delano sama sekali. Pria itu tetap menaruh minat pada lukisan.

Setelah semua dayang dan pengawal keluar, Thanasa mendekat. Memeluk Delano dari belakang. Menyenderkan kepala pada punggung tegap suaminya.

"Bagaimana kabar mu?"

Termenung sesaat.

Delano melepaskan lingkaran tangan Thanasa. Pria itu membalikkan badan, menghadap Thanasa dengan pandangan yang datar dan sulit diartikan.

"Apa masih ada yang sakit?"

Tidak dijawab sama sekali dan itu membuat Thanasa harus menguatkan hati.

Dengan segenap kekuatan, Thanasa tersenyum tegar.

"Mari, aku akan menyuapi mu makan. Ku dengar dari tabib kau belum makan." Tangan Delano ditarik, dibawa menuju tempat duduk yang ada didekat jendela.

Suapan demi suapan diterima Delano dengan baik. Tapi entah mengapa Thanasa seperti sedang bersama dengan orang asing. Bukan seperti Delano yang biasanya.

Ia rindu dengan sosok Delano yang terus mengganggunya dulu.

Ia rindu dengan Delano yang tak segan menyakiti fisiknya.

Ia rindu dengan perlakuan Delano yang jahil.

"Jangan melewatkan makan mu dan minumlah obat secara teratur agar kau bisa pulih dengan cepat."

Keheningan membuat Thanasa serasa ingin menangis.

Dia benci didiamkan seperti ini.

Tidak apa jika Delano ingin menghukumnya atau memarahinya.

Tidak apa jika Delano bertubi-tubi mematahkan tangannya atau menyuruhnya tidur diluar lagi.

Tidak apa.

Tapi~

Tidak dengan kebisuan yang diberi oleh pria tersebut.

Thanasa tidak sanggup didiamkan seperti ini.

Karena~ lebih menyakitkan.

***

Continue Reading

You'll Also Like

725K 67.2K 30
Ini hanya sebuah kisah rumit penuh misteri tahun 1700-an yang dialami oleh Estrella, seorang Queen yang dibenci dan di cap sebagai Queen terburuk sep...
1.2M 104K 51
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
1.1M 105K 32
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
712K 46.7K 36
#6 Duke in 13.05.18 #15 Historical Fiction 19.08.18 #33 Historical Fiction 21.07.18 Menikah dengan seorang pangeran, adalah mimpinya dulu. Ya DULU bu...