"Joshua Hong"
Aku menerima jabatan tangannya.
"Park Hana"
Dia tersenyum sementara aku hanya menatapnya datar.
Aroma peppermint menguap begitu saja memenuhi rongga penciumanku. Antara benar atau tidak, sepertinya aroma itu berasal dari pria bernama Joshua ini.
"Jeonghan sudah menjelaskan semuanya?"
Aku hanya mengangguk.
"Kau sudah bekerja tiga tahun di perusahaanku?"
Aku mengangguk lagi.
"Hubunganmu dengan Yoon Jeonghan?"
"Sahabat, sejak lama"
Kali ini dia yang mengangguk. Tangannya sibuk membolak balikkan kertas putih yang sudah aku tebak apa isinya.
Hening.. 5 menit lamanya. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri, sedangkan dia sibuk membaca berkas itu.
"Kau setuju dengan isi berkas ini?"
Aku terdiam, rasanya berat untuk sekedar menganggukan kepala. Tapi lagi - lagi, aku harus kembali membulatkan tekadku. Aku tidak boleh goyah barang sedikitpun.
"Park Hana? Bagaimana?"
"Aku setuju"
Joshua kembali tersenyum.
"Ambil berkas ini, silakan tanda tangan"
Aku meraih kertas itu, tanpa membacanya terlebih dahulu aku langsung membubuhkan tanda tanganku di atasnya.
"Good, its relationship with benefit. I hope you'll enjoy it"
"Terimakasih"
Joshua menyesap kopinya, kemudian kembali menatapku.
"Jangan menyesali apa yang kau putuskan hari ini. Aku adalah tipe orang yang hidupnya sangat disiplin. Aku ingin semuanya sempurna tanpa cela, jadi di masa depan jangan melakukan atau mengatakan apapun di luar perjanjian ini. Karena ucapan dan tindakanmu tidak akan berarti apapun"
Aku menelan ludahku, lagi - lagi keraguan hinggap di ujung keyakinanku. Apa yang dia katakan melemahkan pertahananku, aku jadi memikirkan bagaimana hidupku kedepannya.
"Tapi maaf, apa kau menjamin keamananku?"
"Tentu. Itu tertulis di point ke 3 perjanjian kita. Tidak membahayakan satu sama lain"
Lagi aku menganggukan kepalaku. Tanpa bertanya apa point sebelum dan setelahnya.
"Baiklah. Akhir bulan ini kau ada waktu?"
"Untuk?"
"Kau ada waktu?"
"Untuk?"
"Kau ada waktu?"
Dia masih mengulangi pertanyaan yang sama. Menyebalkan.
"Ada"
"Bagus. Kita menikah di hari itu. Jam 9 pagi. Jangan terlambat"
"Hah?"
"Aku bilang jangan menyesali apa yang kau putuskan hari ini"
Ya Tuhan. Joshua.
"Nominal yang kau butuhkan sudah aku transfer ke rekeningmu. Jadi jangan ada bantahan apapun"
Hatiku sedikit lega mendengar perkataannya, itu artinya aku sudah mendapatkan uangku. Tujuan awalku.
"Silakan keluar"
"Apa?"
"Disana pintunya"
"Joshua tapi ..."
"Ikuti saja permainanku"
Perkataan terakhirnya benar - benar membungkam mulutku.
Hari ini aku sudah memutuskan hal yang paling gila dalam hidupku, dan aku tidak bisa melangkah mundur atau berhenti.
•••
"Bagaimana?"
"Terimakasih atas solusimu yang luar biasa buruk ini"
"Buruk apanya? Kau mendapatkan apa yang kau inginkan kan?"
Aku tidak menjawab. Aku hanya terdiam sembari mengaduk jus strawberry favoritku. Tapi hari ini aku tidak berniat meminumnya.
"Jeonghan, kau yakin ini akan berhasil?"
"Percaya padaku"
"Gila! Kenapa aku melakukan hal konyol seperti ini"
"Kekonyolan yang menyenangkan bukan? kau mendapatkan uang yang kau mau dan bonus pria setampan Joshua?"
"Yoon Jeonghan!"
"Hana, rileks oke? Mulai hari ini kau hanya perlu jadi aktris. Dikenal banyak orang sebagai Nyonya Besar Hong, suami tampan, bergelimang harta dan Oh Ya Tuhan jangan lupakan kalau dia pria yang sangat manis dan romantis. Sempurna. Kau seperti terlahir kembali Park Hana! Hidupmu diberkati!"
Sementara mulut Jeonghan tidak berhenti berbicara, aku hanya mampu memijat pelipisku. Diberkati apanya? Konyol. Setelah ini mungkin aku hanya akan menghabiskan hidupku dengan menumpuk dosa.
Bodoh. Bodoh. Kebodohan terbesar dalam hidupku adalah menuruti ide konyol seorang Yoon Jeonghan.
Aku berjalan menyusuri jalanan kota yang lumayan sepi, maklum ini sudah jam 10 malam. Dan aku masih sibuk menendang kerikil ke 49 yang aku temui di sepanjang jalan ini.
Percaya atau tidak aku sungguh menghitung kerikil itu. Tidak berguna kan? Iya seperti keputusan yang aku ambil hari ini, tidak berguna tapi masih saja aku lanjutkan.
Ah uang, aku lupa uang yang aku dapatkan dari kesepakatan ini. Itu lah satu - satunya hal yang bisa aku katakan berguna.
Aku masih tidak percaya dengan keputusan yang aku ambil hari ini. Keputusan yang akan mengubah hidupku sepenuhnya.
Menjadi seorang istri dari Joshua?
Siapa yang tidak mengenalnya? Manusia dengan kesempurnaan yang tidak terkalahkan. Lain kali aku akan kenalkan siapa dia sebenarnya.
Dia melamarku di hari pertama kami bertemu. Ah melamar? Aku rasa itu tidak bisa dikatakan melamar. Dia hanya menanyakan aku punya waktu atau tidak untuk menikah dengannya. Hahaha gila.
Tin..Tin..
Sepatuku yang baru saja akan menendang kerikil yang ke 50 langsung urung melanjutkan kegiatannya. Aku menoleh ke samping ketika suara klakson kendaraan mengejutkanku.
Mobil berwarna biru berhenti tepat disampingku, kemudian pengemudi itu menurunkan kacanya. Dan saat itu juga aku sungguh ingin menghilang dari muka bumi ini.
"Joshua?"
Orang yang sangat aku hindari hari ini.
"Naik"
"Mau kemana?"
"Naik"
Oh Tuhan, Joshua dan titahnya yang tak bisa di bantah.
"Belok kanan"
"Oke"
Tepat di rumah sederhana berpagar hitam mobil Joshua berhenti.
"Rumahmu?"
Aku hanya mengangguk.
"Ada siapa disana?"
"Ibu dan adikku"
"Adik perempuan?"
Aku mengangguk lagi.
"Usia?"
"17 tahun"
"Tahun terakhir kelas menengah?"
Aku mengangguk untuk ketiga kalinya.
"Hana?"
Dia memanggilku.
"Apa?"
"Ingat ini. Setelah aku melewati gerbang rumahmu maka aku akan jadi Joshua, seniormu di kampus, kita sudah berpacaran 3 bulan ini dan akhir bulan ini kita menikah. Jangan mengatakan hal lain di luar skenarioku"
Aku hanya bisa mengerjapkan mataku. Mencoba memahami perkataannya.
Gila.
"Ibu aku pulang"
Lampu sudah di matikan. Wajar saja ini sudah jam 10.30 malam, dan aku baru pulang selarut ini dengan membawa pria pula.
"Hana? Siapa itu?"
"Ibu, ada yang ingin aku bicarakan"
"Duduk dulu, sebentar ibu buatkan teh"
Aku mempersilakan Joshua duduk di kursi sederhanaku. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Entah apa yang dicarinya.
"Joshua, aku ganti baju dulu"
"Iya"
Aku langsung beranjak ke kamarku, mengganti pakaianku.
Tidak membutuhkan waktu lama, aku langsung kembali ke ruang tamu menghampiri Joshua yang sedang.....
"Ibu tidak menyangka ternyata Hana bertemu kembali dengan cinta pertamanya"
Itu suara ibu...
"Ini takdir Tuhan bu. Maka dari itu aku tidak ingin melepaskan kesempatan ini. Aku tidak ingin kehilangan dia lagi"
Apa yang mereka bicarakan? Tanpa aku?
"Hana sini nak,"
Aku segera menghampiri ibuku kemudian duduk di sebelahnya,
"Ibu sangat terharu dengan kisahmu dan Joshua. Kenapa tidak bilang kalau kau sedang berpacaran?"
Aku terkejut. Sejauh apa karangan bebas yang Joshua buat di depan ibuku?
"Ah itu...."
Joshua menatapku, dia tersenyum lebar, senyum yang sangat manis cocok dengan wajahnya yang bak malaikat tanpa sayap yang tiba - tiba turun ke bumi dengan menaiki kereta kencana.
Sial. Aku benci dengan apa yang ada dipikiranku. Untuk apa aku memujanya hanya karena dia tersenyum padaku dengan senyuman yang-----
Shit. Mematikan.
Hai~~ Joshua is coming!!
Enjoy the story^^
Terimakasih 💛
Beautiful Spring🌸