Because Of You, Raven [FINISH]

By lindaazhr

16K 1.8K 558

[ SUDAH TERBIT ] ā Selagi gue masih mau berusaha buat lo , apa bisa gue cape sama sikap lo? āž -Ravendra Jeffr... More

[ meet the cast ]
Prolog
Paksaan yang Berbuah Manis
Fisik Melemah, Mental Terkikis
Panggil yang Tak Asing
Muncul Rasa Curiga
Dekapan Penghubung Rindu
Kenyataan yang Tak Sesuai Ekspetasi
Perlakuan Tak Baik
Selalu Butuh Proses
Permulaan dalam Sebuah Gangguan
Kolase Ingatan
Detak Jantung Tak Biasa
Sang Pemberi Luka Kembali Singgah
Kembali Menanam Luka
Mengungkap Kebenaran
Kalimat Penghantar Peluk
Momen yang Terlaksana Sesuai Rencana
Kenangan yang Kembali Terbina
I Love You a Little Bit More
Wahana Ekstrem
Pembuktian Tentang Sebuah Ketulusan
Berjarak Untuk Menabung Rindu
Sosok Gadis Tak Diketahui
Ketakutan Akan Kejadian Buruk Sebelumnya
Satu Persatu Berdamai
Akhir dari Persengketaan
Kejutan Tak Terduga
Thank You and I Love You
(+) bon chap
mampir yuk!
mampir yuk! (2)
mampir yuk! (3)
KABAR BAIK!
VOTE COVER
COVER TERPILIH
PRE-ORDER!!!

Terbakar Api Cemburu

355 57 17
By lindaazhr

Disebuah restoran bernuansa Eropa, mereka berkumpul untuk menagih pajak jadian dari Leon yang baru saja menjalin kasihnya dengan Clarin. Kini mereka sedang menunggu pesanan datang. Sejak tadi Roselia berusaha memisahkan Raven dan Ara, namun selalu saja gagal. Tetapi saat Ara pergi ke toilet, ia memiliki kesempatan emas, posisi duduknya langsung berpindah ke kursi yang Ara tempati.

Netra Raven sontak melirik gadis yang kini berpindah tempat untuk mendekatinya dengan tatapan tak suka dan kesal. Perbuatan Roselia terlalu berlebihan membuat Raven sangat sangat risih. Bukan apa-apa, Raven tak pernah berkata kasar dan membentak seorang wanita, namun jika wanita itu seperti Roselia yang bertingkah berlebihan demi mendapatkan Raven membuatnya tak suka dan memandang Roselia seperti wanita murahan. Raven ingin pindah ke kursi lain tetapi Roselia malah menarik tangannya dan ia memegangnya erat, tenaganya cukup kuat juga. Raven sangat kesal.

Ketika Ara kembali, ia disuruh duduk ditempat yang awalnya Roselia tempati oleh si pemilik tempat awal. Tidak ada jawaban, Ara langsung duduk di kursi kosong itu tepat disamping Jarsen. Raven memanas, ia sangat kesal terlihat dari ekspresi wajahnya. Berbeda dengan Ara yang malah tak memperlihatkan ekspresi apapun. Gadis yang tepat disamping Raven itu malah tersenyum senang, seakan-akan dia menang.

Semua yang ada disitu pun merasakan kekesalan yang Raven rasakan dengan keberaadaan Roselia dan sikapnya yang sangat membuat mereka ikut risih. Apalagi Clarin yang sudah ingin menjambak rambut gadis itu tetapi Leon berusaha menenangkan Clarin dengan perlakuan manisnya.

Tidak lama kemudian makanan datang, semua langsung mengambil makanan mereka masing-masing. Berbeda dengan Raven, ia terus memandang Ara yang sibuk mengambil makanan juga. Seketika Roselia berusaha mengalihkan pandangan Raven dengan menyuapi lelaki itu, tetapi tangannya ditepis membuat makanan itu hampir terjatuh, dengan terkejut, Roselia pun berdecak.

"Cell!" panggil Raven.

Ara pun menoleh ke sumber suara, tepat di depannya. Tidak ada jawaban dari Ara, ia tetap diam tanpa ekspresi. Tatapan Raven menandakan bahwa dirinya dalam posisi tidak nyaman, dan memohon agar Ara kembali duduk disampingnya. Namun karena Ara malas untuk berdebat dengan gadis penganggu itu, ia tak menggubris sama sekali. Gadis itu malah menatap Raven sekejap saja lalu memakan makanan yang sudah ada dihadapannya.

Tama melihat bagaimana ekspresi sedih yang Raven tunjukkan, membuatnya merasa simpati. "Udah, Rav, dimakan aja, lagian lo masih depanan sama Ara. Cuman gak sampingan aja," ujar Tama sambil mengunyah makanan miliknya.

Raven menghela nafasnya kasar dan langsung menepis tangan Roselia yang sejak tadi bertumpu kepada pundak Raven. Ara tidak memedulikan apapun ia hanya menyantap makanannya dengan mata yang fokus kepada tujuan awal, makanan.

Akhirnya suasana menjadi seru karena candaan yang dilemparkan oleh Harvey si happy virus itu. Marklin hampir tersedak karena penyakit recehnya kumat. Sesekali Ara tertawa kecil mendengar candaan dari Harvey, Raven yang matanya tidak terlepas dari gadis yang ada didepannya itu pun ikut tersenyum melihat senyuman yang terukir dibibirnya. Namun, ada sepasang bola mata yang memperhatikan mereka dengan tatapan sinis dan ia merasa kepanasan.

Setelah beberapa menit menghabiskan makanannya masing-masing, mereka tidak langsung pulang. Rencananya mereka akan menyumbangkan sebuah lagu di restoran itu, Leon juga akan menyanyikan lagu spesial untuk Clarin, begitupun Raven akan bernyanyi untuk Ara. Tetapi, tiba-tiba mood Raven semakin buruk dengan perlakuan manis Jarsen kepada Ara yang menarik perhatiannya beberapa menit yang lalu.

"Ra, enak gak makanannya?" tanya Jarsen.

Ara menoleh ke sampingnya, ia hanya mengangguk tanpa ekspresi. Jarsen tersenyum lalu bertanya-tanya kepada Ara tentang bunda dan ayahnya dengan jawaban yang singkat dari gadis itu. Walaupun Ara menjawab singkat tetapi Raven tetap panas, karena Ara pasti memperlakukan semua orang seperti itu, padahal dalam hatinya tidak tahu.

"Kapan lo ke rumah gue lagi bikin kue sama Ibu, Ra?" Pertaanyaan yang dilontarkan Jarsen ini membuat kedua tangan Raven mengepal dari bawah meja. Sorot matanya tak lepas dari pemandangan yang tak menyenangkan baginya.

"Kalo gak sibuk," jawab Ara tanpa menoleh ke sampingnya.

"Lo mah sibuk terus, sih, gue kangen kue bikinan lo tau," celetuk Jarsen dengan senyuman manisnya yang menghasilkan eye smile.

"Kalo mau kue, minta nyokap lo yang bikinin."

Itu bukan Ara, melainkan Raven yang kini sudah berada di belakang Ara dengan wajah yang memerah karena menahan amarah. Jarsen menoleh ke belakang saat mendengar suara yang tak aisng baginya. Jarsen paham kalau lelaki itu sedang terbakar api cemburu.

Tanpa menunggu respon dari Jarsen, pria itu langsung menarik tangan Ara untuk bangkit dari duduknya.

"Leon, makasih udah traktir, gue sama Cella pulang duluan, gak kuat gue disini gerah banget," ujar Raven dengan tangan kirinya yang dikipaskan didepan wajahnya.

Lalu sekarang matanya tertuju kepada gadis pendek disebelahnya yang sedang menatap Raven dengan dahi yang mengernyit.

"Ayo pulang!" ajaknya yang langsung menarik tangan Ara keluar dari restoran itu. Roselia berteriak memanggil-manggil nama Raven dengan niat untuk menghentikan mereka agar Raven tetap diam disana. Seketika Roselia dijahili oleh teman-teman Raven.

Saat sampai diluar, tepat di depan pintu restoran Ara menepis tangan Raven membuat langkah mereka sama-sama terhenti.

"Ayo pulang," ketus Raven, sangat menyeramkan.

Ara hanya diam mematung sambil menatap Raven tanpa ekspresi. Raven pun menghela nafas, ia kesal karena cemburu dan ia juga kesal karena Ara tidak mau mengeluarkan sepatah kata pun. Kemudian Raven menggenggam kembali tangan milik gadis irit bicara itu.

"Ke rumah gue sekarang, Buna juga kangen sama lo. Temuin Buna aja jangan temuin nyokap si Jarsen. Ngerti?" tegas Raven

Tanpa harus mendengar jawaban dari Ara, Raven menggenggam tangan gadis itu lalu membawanya ke parkiran dan ketika sampai disana, Raven langsung menyuruh Ara masuk ke dalam mobil. Karena ia sedang terbakar api cemburu, ia tak melirik Ara sedikit pun. Ara yang paham akan itu, hanya bisa ikut mendiami Raven.

Ternyata Raven benar-benar secemburu itu sampai-sampai di perjalanan pun ia enggan untuk berbicara. Ara sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Raven dan ekspresi wajahnya yang konyol ketika sedang marah. Karena tak bisa menahan tawa saat ini, Ara lantas tertawa kecil dan memalingkan pandangannya.

"Kenapa lo?" tanya oknum yang sejak tadi sempat Ara perhatikan.

"Gapapa," jawab Ara menahan tawa.

Raven menoleh ke samping, ia melihat ekspresi wajah Ara terlihat sedang menahan tawa walaupun ia melihat dari arah samping. Raven sadar kalau Ara sedang menertawakan dirinya.

"Tau, ah ,nyebelin lo!"

Ara menoleh. "Kenapa, sih?!"

"Diem, sut!" ketus Raven yang saat ini sedang cemberut sambil fokus menyetir.

"Gak jelas," pungkas Ara.

Suasana menjadi sangat hening, biasanya Raven selalu melemparkan candaannya tetapi sekarang ia malah cemberut seperti wajah masa kecilnya yang dulu tidak Buna belikan balon bergambar kartun Spongebob kesukannya.

Sesampainya dirumah Raven, Ara langsung diajak masuk si pemilik rumah. Gadis itu dipersilahkan duduk kemudian ia menurutinya. Raven pun ikut duduk di samping Ara sambil membuka jaket yang tadi ia pakai. Tampannya dia...

"BUNDA LIAT, NIH, SIAPA YANG DATANG!!" teriak Raven dari ruang tamu.

Tiba-tiba datanglah seorang perempuan berumur kisaran 30 tahun keatas yang terlihat awet muda, yang selalu Ara panggil Buna dari sejak dulu. Kenapa Ara memanggil Buna? Karena Buna itu singkatan dari Bunda Ana. Bundanya Raven itu bernama Ana, ia sangat cantik, anggun dan terlihat masih muda padahal ia sudah mempunyai anak yang sebentar lagi lulus SMA.

"Siapa yang da-ARA?!" Ana langsung berlari dan menarik tubuh Ara ke dalam dekapannya yang saat ini sudah berdiri menyambut datangnya Bunda Raven tersebut.

"Ya ampun, Nak, Buna kangen banget sama kamu. Kenapa baru kesini, ih? Kamu gak kangen ya sama Buna?" ujar Ana sumringah yang kemudian ia melepaskan pelukan itu.

"Aku kangen kok, Buna, banget malah," timpal Ara sambil tersenyum, sangat manis.

"Pasti gak dibolehin ya sama Raven? Buna mau temuin kamu juga gak boleh, katanya kalo mau ketemu Bunda kamu, Ayah kamu sama Sean mah gapapa. Kalo kamu harus Raven dulu yang temuin, jahat dia, tuh, udah tau Buna kangen," ujar Ana sambil memegang bahu Ara dan menatapnya dengan tatapan penuh rasa rindu.

"Buna udah ketemu Bunda, Ayah sama Bang Sean sebelumnya?" tanya Ara dengan ekspresi wajah yang terlihat sedikit terkejut.

Ana menganggukkan kepalanya. "Udah, tapi diem-diem. Kata Raven, sih, kamu sibuk belajar terus, ya? Katanya kamu juga gak kenalin Raven? Iya, kah?"

"Bun, Bun, duduk dulu ngobrol nya napa," usul Raven dengan gelengan kepala.

Ana menepuk jidatnya. "Eh, iya kita kok gak duduk. Ra, ayo duduk sini. Sana kamu, Rav, duduknya, Bunda mau deket-deket sama Ara, hus sana!" suruh Ana kepada Ara dengan lembut dan usir Ana kepada Raven dengan paksa.

Raven hanya bisa pasrah dan melihat kedekatan mereka yang sampai ini tak berubah. Sama-sama satu frekuensi, sama-sama bawel kalau sudah dipertemukan dan sama-sama ia cintai. Hehehe.

"Gimana? Bener itu kata Raven?" tanya Ana memastikan.

"Aku gak ngeuh, Bun, kalo Raven satu sekolah lagi sama aku," jawab Ara dengan jujur.

Ana tersenyum yang kemudian memegang tangan Ara. "Berarti bener ya apa yang Raven ceritain. Dia cerita banyak, loh, tentang kamu," ungkap Ana sambil menoleh ke arah Raven yang kini sudah membulatkan matanya dan wajahnya memerah. Ia malu.

"Cerita tentang aku?"

Ana menatap Ara lalu menganggukkan kepalanya. "Iya, katanya dia kamu cuekin terus. Dia galau mulu tau, Ra, dikit-dikit curhatnya lewat lagu."

Raven refleks tak bisa menahan rasa salah tingkahnya. "Bun, udah, ah!"

"Ciee salting, nih, anak Bunda..." ledek Ana sambil tersenyum meledek.

Ara tersenyum yang memperhatikan Raven diam-diam sedang salah tingkah itu refleks membuat mulutnya tertarik untuk tersenyum.

"Yaudah, ah, Buna mau lanjut masak ya, Nak, kamu nginep aja disini dong besok kan libur," usul Ana.

Dengan semangat Raven memberi jempol. "BENER NGINEP AJA, CELL!"

Dahi Ara mengernyit ketika Raven sesemangat itu menyuruhnya untuk menginap. Namun, ia juga rindu menginap dirumah yang sudah ia anggap seperti rumah keduanya itu. Tak ada alasan baginya untuk menolak.

"Yeuu awas kamu modus-modus pengen tidur sama Ara!" protes Ana.

"Ya nggak dong, Bun, nanti aja kalo udah halal," ujar Raven sambil menaik-naikkan kedua alisnya seraya memberi kode atas sebuah restu.

Ana tertawa kecil. "Makanya belajar yang bener nanti abis lulus kamu langsung pegang perusahaan Papah terus halalin Ara, wajib itu mah," ujar Ana memberi nasihat. Lalu tersenyum sambil mengangkat jempol tangan kanannya.

"Lampu ijo, nih? Tapi kalo Cella nya mau, Bun." Ekspresi wajah Raven seketika mendadak ditekuk.

"Pasti mau kok, ya kan, Nak?" tanya Ana sambil menatap Ara dengan tatapan penuh harap.

Ara langsung dibuat gugup dan entah apa yang harus ia katakan. Yang ia bisa hanyalah diam dan memberi ekspresi kikuknya membuat Raven dan Ana gemas.

"Manisnya anak cantik ini, gak beda jauh sama pas kecil," gemas Ana sambil mengelus-ngelus kepala Ara dengan senyuman yang tulus. "Buna lanjut masak, nih, ya, kalian ngobrol sana kangen-kangenan," lanjut Ana.

"Yaudah, gih, Bun, awas Raven mau duduk deket Cella," usir Raven yang kemudian bangkit dari duduknya dan melangkahkan kaki menuju ke arah Ara.

"Yeuu dasar remaja yang lagi berflower-flower," cibir Ana diakhiri kekehan.

Raven tersenyum malu kemudian Ana pergi ke dapur untuk melanjutkan masakannya yang akan ia buat untuk sang suami. Walaupun mereka mempunyai banyak pembantu tetapi Ana terkadang memilih memasak sendiri untuk sang suami begitupun anaknya, kecuali jika ia sedang sibuk dengan butiknya yang ia bangun dengan jerih payahnya sendiri.

Saat sang bunda sudah tak terlihat batang hidungnya, Raven langsung duduk disamping Ara dengan wajah yang masih ia tekuk. Sebetulnya ia masih kesal kepada Ara gara-gara kejadian di restoran tadi. Jujur, Raven tidak cemburu soal interaksi yang dilakukan Jarsen dengan Ara, namun topik pembicaraan mereka yang membuat Raven seperti merasa bahwa ada yang lebih dekat dengan Ara selain dirinya. Karena ia merasa bahwa dirinya teman lelaki yang paling dekat dengan Ara, namun ternyata ada yang lebih dekat? Raven cemburu soal itu. Juga ia yang kesal karena rasa risihnya akibat kelakuan Roselia.

"Cell!" panggilnya ketus.

"Apa?" jawab Ara singkat.

"Jangan deket-deket sama cowok lagi!"

Ara menoleh dan diikuti oleh Raven yang membuat mata mereka saling menatap satu sama lain.

"Walaupun lo perlu terbiasa lagi sama cowok tapi gue gak mau lo deket banget sama cowok lain," lanjut Raven.

"Kalo deket emang kenapa?"

"Pake nanya lo, ah, sebel gue."

Ara merasa bingung sendiri. "Ini yang cewek gue apa lo, sih?"

"GUE!" jawab Raven tak santai.

Dengan cepat Ara bergidik ngeri saat Raven menjawab pertanyaannya. "Dih? Amit!"

"Ya lo, sih, cuek banget pake segala gak peka udah tau gue cemburu. Gue gak masalah, sih, lo mau ngobrol sama siapa juga. Tapi gue kesel karena Jarsen ternyata deket juga sama lo? Gue kira gue doang cowok yang deket banget sama lo, Cell, ternyata ada orang lain, ya?" adu Raven yang tak melirik Ara sedikit pun.

Ara mendengar kejujuran yang Raven katakan pun terkekeh. Ia paham kalau Raven sudah tidak menyayanginya sebagai sahabat, namun lebih. Maka dari itu ia merasa cemburu ketika ada lelaki yang juga dekat dengan Ara seperti Ara dekat dengan dirinya. Meski sebenarnya Jarsen dan Ara tak sedekat itu. Hanya saja ibunda Ara yang dekat dengan ibunda Jarsen karena mereka sering membuat kue bersama menjadikan Ara dan Jarsen sering bertemu di rumah mereka secara bergantian.

Meskipun begitu, Raven tetaplah pemenangnya. Karena Jarsen mengenal Ara baru satu tahun sedangkan Raven sudah mengenal Ara dari mereka kecil.

"Gak juga," timpal Ara yang bahkan jawabannya tak sesuai harapan Raven.

"Ah, gatau, deh! Pokoknya sebagai hukuman, lo harus nginep disini gak mau tau!" ujar Raven sambil melipatkan kedua tangannya di dada.

"Gue izin sama Bang Sean dulu, lah!"

"Gue aja yang minta izin, gue yang telepon," pungkas Raven.

Tanpa menunggu respon dari Ara, ia lantas mengeluarkan ponselnya yang berada di saku celananya kemudian ia mencari kontak Sean dan langsung menelepon sang kakak laki-laki dari gadis yang membuat ia cemburu itu. Tidak lama kemudian teleponnya diangkat.

"Halo, Bang, gue mau minta izin, nih. Boleh ya Cella nginep dirumah gue sekarang? Besok kan libur, Bang, sekalian kangen kangenan sama Bunda," pinta Raven to the point.

"Sekalian kangen-kangenan sama Buna atau lo yang mau, nih?"

"Dua duanya, sih, hehe."

"Yeuu modus lo! Emang dia udah ketemu sama Buna?"

"Udah, nih, sekarang lagi disamping gue dia, tapi Bunda lagi didapur."

"Yaudah boleh, kebetulan sekarang temen-temen gue mau pada ke rumah pasti ntar Adek gue risih lagi."

"SIP, BANG, MAKASIH UDAH IZININ! AKUH SAYANG BANG SEAN SEKETIKA."

"Idih, ganteng-ganteng alay lo! Suruh Adek gue bawa bajunya kalo dia perlu. By the way, salamin ya ke Buna sama ke Ayah."

"Iye, Bang, sip, dah, makasih ye!"

"Iyeee, gue tutup, nih, lagi makan gue."

"Yoii."

Telepon terputus. Kedua mata Raven melirik gadis disampingnya yang sejak tadi menyimak obrolan dengan Raven dan abangnya itu.

Raven tersenyum lebar. "Tuh, Bang Sean izinin, kan? Nginep pokoknya!"

"Iya," jawab Ara singkat.

"Yeay! Makasih cantik," puji Raven dengan mata kirinya yang ia kedipkan.

"Geli, lo kayak lagi cacingan tau gak?" ejek Ara.

"Kurang ajar!" sebal lelaki yang kini sedang menjadi oknum pembuat tawa yang terukir dibibir Ara.

-tbc-

Continue Reading

You'll Also Like

5K 692 20
Banyak orang yang berpikir Dipta itu diktaktor, menyebalkan, sok pintar, dan si paling bener aja. Padahal yang Dipta lakukan semuanya untuk Universit...
381K 29.4K 29
[COMPLETE] -SEQUEL SOSIAL MEDIA- Kehidupan (Namakamu) dan Iqbaal setelah menikah sangatlah bahagia. Namun, kita tahu, di dunia ini tidak ada yang sem...
799K 38.6K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
43.7K 6.2K 21
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG