Dersik

By khanifahda

758K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... More

Peta
Khatulistiwa
Proyeksi
Kontur
Skala
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Adveksi
Presipitasi
Infiltrasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Annular
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Obsekuen
Insekuen
Superposed
Anteseden
Symmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Crest
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Bar Deposit
Alluvial Fan
Backswamp
Natural Levee
Flood Plain
Horst
"Graben"

Asymmetric Fold

10.1K 1.5K 133
By khanifahda

Asymmetric Fold atau Lipatan miring adalah lipatan tegak yang memperoleh tekanan secara terus-menerus sehingga bentuknya tidak lagi tegak melainkan miring ke salah satu sisi. Lipatan miring terjadi ketika kekuatan tenaga pendorong di salah satunya sisi lebih kuat, maka akan menghasilkan kenampakan yang salah satu sisinya lebih curam.
.
.

"Anda cukup beristirahat selama beberapa hari. Vitaminnya jangan lupa diminum ya. Jangan lupa minum air putih yang cukup."

"Baik dok, terima kasih." Ucap Gayatri setelah dirinya menerima resep dokter untuk ditebus di apotek nantinya.

Setelah kejadian dini hari tadi, Gayatri dan Raksa dilarikan ke rumah sakit Jakarta dengan jalur cepat agar segera ditanggani. Luka lebam dan beberapa memar di tubuh gadis itu sudah dibersihkan dan kini Gayatri sudah berganti pakaian bersih. Namun, wajah pucatnya masih begitu kentara.

Gayatri kembali menghembuskan nafasnya panjang untuk kesekian kalinya. Pikirannya kusut, apalagi melihat Raksa yang tak sadarkan diri tadi. Tapi sungguh, sekarang badannya terasa sakit semua. Namun disisi lain ia juga ingin mengetahui kondisi Raksa tetapi ia juga sadar jika badannya butuh istirahat cukup sekarang.

Lalu tangannya mengambil benda berwarna hitam yang merupakan dompet milik Raksa. Beberapa barangnya sempat tercecer dan Gayatri kebetulan mengamankan semua. Gawai Raksa sudah di bawa oleh temannya sedangkan dompetnya kelupaan dan masih di bawa olehnya. Mungkin besok bisa di kembalikan kepada sang empunya.

Gayatri hanya memegang. Ia tak berani untuk sekedar membukanya. Padahal setiap operasi dirinya sering menemukan dompet dan akan menggeledah tanpa pikir panjang. Namun, berbeda kasus ketika dirinya mengamankan dompet Raksa. Rasanya tak pantas dan pantang baginya untuk membuka.

Tiba-tiba gawainya bergetar. Gayatri langsung mengambil gawai yang ia simpan di kantong celananya.

Nama Lesmana menjadi orang yang menelpon dirinya. Gayatri hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan. Langsung saja ia menolak panggilan abangnya itu. Tak memungkinkan dirinya untuk mengangkat di dalam situasi seperti ini. Namun, Gayatri segera menghubungi Lesmana lewat via whatsapp.

'Maaf Bang, Aya tolak. Kita chat via WA aja ya?' ketik Gayatri. Lalu netranya menatap jam pada gawainya. Sekarang baru menunjukkan pukul 4 subuh.

Suara notifikasi membuyarkan pandangan Gayatri yang menatap sekitaran ruang IGD rumah sakit. Dirinya masih berada di IGD dan duduk di brankar rumah sakit.

'Iya nggak apa-apa. Kamu kabarnya gimana? dari tadi malam abang WA kamu nggak kamu balas.'

Gayatri terdiam sejenak. Mungkin saja ia bisa membalas cepat dan mengatakan baik-baik saja. Tapi, apakah dirinya harus berbohong untuk sekian kalinya mengenai keadaan dirinya? haruskah ada kebohongan lagi setelah sebelumnya sudah banyak mengatakan kalimat dusta? rasanya Gayatri sekarang sudah seperti pembohong ulung yang terbiasa mengatakan kebohongan. Tetapi bukankah itu sudah menjadi bagian dari dirinya? tak mungkin ia mengatakan kebenarannya saat ini. Terlalu beresiko dan berbahaya.

'Alhamdulilah baik Bang. Maaf ya, Aya udah tolak panggilannya. Semoga abang juga baik-baik saja. Beberapa hari ini Aya sibuk dan jarang melihat WA. Bagaimana kabar Ayah Bang? semoga sehat ya. Maaf Aya juga belum bisa pulang ke rumah. Aya masih berusaha menata hati Aya yang kacau.'

Gayatri mengusap pelan wajahnya. Rasanya bukan hanya badannya yang sakit, jiwanya juga sakit. Ia butuh istirahat, tetapi kehidupan nyatanya mengejarnya tiada henti. Rasanya istirahat sejenak pun belum bisa sepenuhnya.

'Nggak apa-apa dek. Abang cuma mau bilang kalau kemarin kita udah bahas kasus Latika. Kemungkinan dapat hukuman 15 tahun penjara, Ayah stres tahu hal ini. Tolong luangkan waktu buat ketemu Latika ya?'

Seketika Gayatri menghembuskan nafasnya panjang. Rasanya sangat berat mengetahui hal ini. Tapi Gayatri juga tak tahu apa yang harus diperbuat saat ini. Pikirannya seketika kacau memikirkan hal berat dalam satu waktu.

'Aya usahakan Bang. Tapi untuk pulang, Aya belum bisa. Aya usahakan akan bertemu kak Tika secepatnya.'

Setelah itu, Gayatri menyimpan gawainya. Lalu ia berusaha turun dari brankar, tetapi tiba-tiba Esa datang bersama komandannya yaitu IPTU Noval.

"Mau kemana lo Ya?" tanya Esa ketika melihat Gayatri yang agak kesusahan turun dari brankar.

Esa hendak membantu, tetapi Gayatri menolaknya, "mau pergi ke apotek Sa. Gue juga mau balik ke kontrakan."

"Tapi lo masih belum sehat betul. Istirahat dulu aja di sini." Sambung Esa. Dirinya tak tega melihat Gayatri yang nampak pucat dan lemas.

"Bripda Gayatri, istirahat di sini saja dulu. Saya sudah mengurus semuanya. Kamu bisa beristirahat sehari dua hari dulu untuk memulihkan kesehatan kamu."

"Maaf ndan sebelumnya, saya tidak mengabari dengan cepat tentang hal ini. Semuanya serba dadakan. Saya-"

IPTU Noval mengangkat tangannya, "sudah cukup. Kamu istirahat terlebih dahulu. Untuk informasi nanti kamu bisa memberikan penjelasan setelah kamu fit kembali. Saya baru berkoordinasi dengan pihak atas."

Gayatri mengangguk, "baik ndan, terima kasih."

"Saya yang harus berterima kasih sama kamu. Kamu justru bergerak lebih cepat dari rencana kita sebelumnya dan menemukan momen yang pas serta berhasil menangkap pelaku dengan cepat. Sekali lagi, selamat Bripda Gayatri. Saya bangga mempunyai partner kerja seperti kamu."

Gayatri tersenyum. Tak ada yang membahagiakan selain mendapatkan penghargaan dari atasan walaupun hanya ucapan selamat. Bahagia Gayatri cukup sederhana saat ini, bisa menuntaskan kasus dengan cepat dan sukses.

"Baik ndan. Terima kasih." IPTU Noval mengangguk. Lalu menatap Esa yang sedari tadi hanya menyimak, "Bripda Esa, tolong kamu berkoordinasi dengan TNI AD."

"Siap ndan."

"Baiklah. Silahkan beristirahat Bripda Gayatri. Cepat sembuh dan bisa secepatnya bergabung dengan tim kita lagi."

"Siap ndan." Setelah itu IPTU Noval berpamitan pada Gayatri dan Esa tetap tinggal di sana. Ia hendak berbicara sesuatu pada Gayatri.

"Sumpah gila banget lo! operasi tergila yang pernah gue alami. Kenapa lo nggak ngomong sama gue dulu sih? tiba-tiba lo bilang ke grup kalau dapat momen transaksi."

Esa masih syok dengan kejadian malam ini sehingga ia masih kepo dengan Gayatri yang bisa mendapatkan informasi akurat dan dapat membekuk tersangka malam itu juga. Ia juga tak menyangka jika operasi tersebut bisa sukses walau hanya dua orang yang melakukan operasi.

"Ceritanya panjang Sa. Intinya gue gerak sama temen gue yang pernah gue ceritain sebelumnya itu. Awalnya gue mau koordinasi sama kalian tapi waktunya nggak memungkinkan jadinya gue gerak sendiri sama dia."

"Dia? yang TNI AD itukah?" Gayatri mengangguk.

Esa lalu menatap Gayatri yang masih terduduk lemas di brankar. "Lo pucet Ya, ada yang sakit?" Gayatri menggeleng.

"Gue cuma capek aja Sa. Agak syok sih sama bom tadi, tapi overall, iam fine kok."

Esa agak tak percaya tetapi akhirnya ia mengangguk saja. Lalu matanya menatap nakas yang terdapat resep dokter. Laki-laki itu langsung mengambilnya. "Lo udah nebus obat belum? kalau belum gue tebusin sebentar ya? nanti gue balik ke sini. Kalau lo ngantuk, tidur aja nggak apa-apa. Meta habis WA gue tadi, nanti jam 9 setelah apel baru ke sini."

"Beneran? gue nggak repotin lo kan? kalau lo masih sibuk nggak masalah kok nanti aja. Gue bisa nanti sendiri nebus obatnya."

Esa berdecak, "apaan sih lo Ya. Gue nggak masalah. Lo juga temen gue. Kenapa harus sungkan sih? pokoknya lo istirahat dulu ya? gue nanti balik ke sini. Cepet sembuh Aya."

Gayatri tersenyum, "baru kali ini gue denger kata-kata manis dari lo Sa. Biasanya lo ngumpat aja."

Esa tergelak, "sial*n lo Ya! ah udahlah. Gue mau keluar bentar. Tidur sana."

"Makasih sekali lagi ya Sa." Esa mengacungkan jempolnya seraya tersenyum. Lalu laki-laki itu keluar dan Gayatri kembali merebahkan tubuhnya. Suasana di IGD sebenarnya agak ramai, tetapi ia berada di sisi agak pojok sehingga orang-orang yang menangani pasien tak begitu dekat dengan tempatnya. Lagipula ia tak lama di sini. Setelah Meta datang, rencananya Gayatri akan pulang saja dan beristirahat di kontrakan. Namun, matanya kembali menatap dompet berwarna hitam itu. Pikirannya tiba-tiba melayang pada sosok laki-laki tinggi dan tampan itu. Gayatri tak tahu kabar terakhir Raksa yang terluka hanya demi melindunginya. Semoga saja laki-laki itu baik-baik saja. Jantungnya ingin lepas saja ketika mengetahui Raksa terluka dan mengeluarkan banyak darah tadi. Hatinya sampai sekarang tak tenang mengetahui Raksa terluka. Ada bagian dari dirinya yang tak rela tentunya.

*****

Gayatri menatap pintu bertuliskan angka 6A di Paviliun Gajah Mada. Gadis itu sempat ragu untuk sekedar mengetuk pintu. Tangan kanannya memegang parsel buah yang sengaja ia beli ketika hendak kemari. Namun, segera ia menangkis keraguan tersebut dan memantapkan hatinya untuk mengetuk pintu.

Setelah beristirahat selama dua hari di kontrakan, akhirnya ia punya kesempatan untuk menjenguk seseorang yang selalu mengganggu pikirannya akhir-akhir ini. Gayatri akhirnya bisa melakukan aktivitas seperti biasanya setelah keadaannya sudah membaik.

Dengan tarikan nafas panjang, Gayatri memberanikan dirinya untuk mengetuk ruang inap VIP tersebut. Terdengar suara menyahut dari dalam dan ternyata seorang perempuan cantik memakai hijab yang membuka pintunya.

"Permisi, benar ini ruangan Lettu Raksa?" tanya Gayatri pada perempuan tersebut.

Perempuan berhijab itu menatap Gayatri sejenak lalu mengangguk, "iya benar. Ada perlu apa ya?"

"Perkenalkan nama saya Gayatri. Saya teman dari Lettu Raksa dan ingin membezuk sekalian ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan Lettu Raksa."

Perempuan tersebut menatap Gayatri serius dan mengangguk setelah mengamati Gayatri. Lalu ia mempersilahkan Gayatri masuk ke ruangan VIP tersebut. Namun setelah masuk, Gayatri tak menemukan Raksa di sana. Brankarnya justru kosong.

"Mas Raksa sedang di kamar mandi." Ucapan perempuan tersebut seakan menjawab pertanyaan Gayatri secara tidak langsung. Sorot matanya tak lepas dari memandang Gayatri.

"Kamu teman sekolahnya atau teman dinas?"

Gayatri tersenyum, "bukan dua-duanya, tetapi kami memang berteman."

Perempuan tersebut mengangguk. Lalu ikut duduk di sana. Di dalam hati Gayatri bertanya-tanya, siapakah perempuan tersebut? apakah dia teman dekat Raksa atau saudaranya? apa tadi? panggilan mas? sungguh pertanyaan tersebut menari-nari di pikirannya.

Namun Gayatri juga menjadi minder ketika melihat perempuan tersebut. Perempuan itu terlihat sangat cantik dengan balutan hijabnya. Apalagi pakaiannya yang elegan nan simple membuatnya tambah berpikiran macam-macam.

Lalu pintu kamar mandi terlihat seperti di putar. Lalu perempuan itu langsung bangkit dan mendekat ke arah kamar mandi. Terlihat Raksa yang keluar dan dibantu oleh perempuan tersebut dan Raksa juga tak menolak sedikit pun. Siapakah sebenarnya perempuan tersebut? kini Gayatri semakin dibuat penasaran dan ada sesuatu yang mengganggu hatinya seketika.

"Aya?" ucap Raksa begitu menyadari adanya Gayatri di sana. Lalu Gayatri bangkit dari duduknya, sedangkan Raksa di bantu untuk duduk di atas brankarnya.

Kemudian Gayatri berjalan mendekat ke arah brankar dan menyerahkan buah tangannya. Buah tangan tersebut langsung di terima oleh perempuan tersebut. "Lo gimana keadaannya? terima kasih sudah menyelamatkan gue kemarin." Ucap Gayatri lirih. Sedangkan perempuan berhijab itu kembali menatap Gayatri serius.

"Alhamdulillah, tinggal pemulihan saja. Secara keseluruhan gue udah agak mendingan." Jawab Raksa.

"Sudah menjadi tugas gue juga. Gue nggak apa-apa kok. Cuma luka jahit di lengan. Paling besok gue udah bisa pulang. Lo nggak luka kan?" Ucap Raksa melanjutkan kalimatnya. Lalu Gayatri mengangguk, "alhamdulillah gue baik-baik saja. Sekali lagi terima kasih."

Raksa berdecak pelan. "Jangan bilang makasih lagi Ya. Gue nggak masalah. Lagipula si Ardhie aja yang bajing*n. Lo dulu juga pernah nyelametin gue pas di Kalimantan."

Gayatri mengangguk dan tersenyum, "cepat sembuh." Raksa tersenyum dan tiba-tiba perempuan berhijab itu pura-pura terbatuk. Seketika mereka menatap perempuan tersebut yang kini berlagak polos.

"Oh iya, ini dompet lo kemarin masih gue bawa. Maaf baru gue balikin setelah beberapa hari." Raksa lalu menerima dompet tersebut, "terima kasih." Gayatri mengangguk sebagai jawabannya. Gadis yang memakai celana dan jaket parka itu kini terlihat kikuk setelah mendapat tatapan dari perempuan yang menjadi teman Raksa itu.

"Kalau natap biasa kali aja deh." Ucap Raksa tiba-tiba. Hal itu seketika membuat perempuan berhijab itu menatap Raksa. Gayatri yang awalnya berpikiran macam-macam lantas juga langsung mengalihkan atensinya ke Raksa.

"Dih sensi. Iya. Iya yang lagi di apelin sama pacarnya." Sahutnya sewot.

"Lo kapan balik ke Malang?" tanya Raksa tanpa beban.

"Besok, nunggu suami gue. Kenapa? ngusir ya lo Bang?" tanyanya dengan nada sewot. Perempuan berhijab yang menemani Raksa itu adalah Hira. Perempuan cantik itu langsung ke Jakarta ketika mendaptkan kabar jika kembarannya itu masuk rumah sakit. Hira seketika langsung berangkat ke Jakarta sendiri karena Eling masih ada beberapa tugas dan akan di jemput nantinya oleh sang suami ketika hendak pulang.

Raksa menghembuskan nafasnya panjang, ia harus ekstra sabar menanggapi sang adik. "Siapa sih yang ngusir lo dek? nggak kasihan sama anak lo yang masih dalam perut kalau emaknya marah-marah mulu?"

Hira melotot, "dih siapa yang marah? ngaco lo Bang." Mungkin cukup sudah dirinya menilai kali ini. Ia langsung saja mengakhiri dramanya.

"Emm maaf, saya permisi dulu." Interupsi Gayatri tiba-tiba. Rasanya ia tak seharusnya menyaksikan perdebatan tersebut.

"Mau balik ya? duh padahal saya mau keluar loh cari makan. Kamu di sini saja dulu nemenin Macan Asia ini. Nggak sibuk kan? saya sebentar kok keluarnya." Ucap Hira pada Gayatri. Wajahnya tiba-tiba berubah menjadi bersahabat.

Tanpa persetujuan Gayatri, perempuan yang sedang mengandung kini langsung mengambil clutch bagnya, "gue keluar dulu ya Bang? sebentar kok. Lo di temani sama, eh bentar, namanya siapa tadi?"

"Gayatri." Hira mengangguk paham, "oh iya Mbak Gayatri. Oke mbak, saya permisi dulu ya? titip bentar macannya." Tanpa memperdulikan wajah Raksa yang kesal, Hira segera keluar. Sedangkan dalam hati ada sedikit pertanyaan yang masih menganggunya sedari tadi. Namun dirinya terhibur dengan perbincangan Raksa dan perempuan tersebut yang lebih terkesan akrab dan seperti anak kecil.

"Sorry kalau terkesan seperti anak kecil. Perempuan tadi itu kembaran gue, namanya Hira." Sejenak Gayatri kaget di tempatnya. Apa tadi? kembaran?

Gayatri tersenyum kembali, "iya nggak apa-apa kok. Justru kalian terlihat akrab dan asyik." Jawaban Gayatri membuat Raksa tergelak pelan di tempatnya.

"Emang sih. Dia jahil dan suka bikin rusuh. Maaf ya kalau lo tadi nggak nyaman sama tatapannya."

"Iya nggak masalah kok." Akhirnya pertanyaan Gayatri terjawab sudah. Ada kelegaan yang berhasil melingkupi hatinya saat ini. Ternyata pikiran buruknya tidak terbukti. Bolehkah ia senang saat ini?

.
.
.


Continue Reading

You'll Also Like

604K 33.4K 46
Langsung baca saja ya!!
831K 31.1K 34
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
283K 25K 52
Berawal dari Bunga yang di tinggalkan oleh calon suami yang selama ini selalu didambakannya, Bunga malah berakhir menikah dengan sahabat dari calon s...
235K 10.5K 43
Selesai Alnera Zaskia 27 tahun, berjalan 5 tahun hidupnya dihabiskan bersama kenangan sang mantan, karir cemerlang tidak selalu jalan berdampingan de...