BEAUTIFUL TWENTY : BEAUTIFUL...

By ArmandGauland

1.8K 49 2

TRIGGER WARNING! 18+ MATURE AND EROTICA CONTAIN. FOLLOW DULU GUYS BARU BACA! Welcome to the Jayaraya Internat... More

PROLOG
Senorita.
Rise Up 01.
Rise Up 02.
Rise Up 03.

Rise Up 04.

255 7 0
By ArmandGauland

Gw mau ngenalin another character for this story.

Carmichael Santoso (33)  : Michael.
Kakak pertamanya Celinne.
Tinggi : 183 cm.
Paling rasional juga kalem di antara saudara-saudaranya.

Carallus Lupin Santoso (33) : Lupin.
Adik kembar tak identiknya Michael. Cuma beda 4 menit doang dari si Kakak.
Bad boy dalam keluarga. Tempramental dan troublemaker. Tapi sayang banget sama keluarganya juga super protektif sama Celinne. Hobinya berantem sama Kayro tiap kali ketemu.

***************************

     Pria itu turun dari motor besar impor mahal warna merahnya, memarkirkannya sembarangan pada halaman depan Kampus. Dirinya sadar betul sudah menjadi pusat perhatian sejak memasuki area Institusi Jayaraya, beberapa anak gadis bahkan tak segan menunjuk-nunjuk ke arahnya.

     Carallus Lupin Santoso berjalan santai menyusuri trotoar halaman, penampilannya hari itu memang patut mendapatkan sorotan meski sehari-harinya suka begitu, diluar fisik rupawannya.

     Ada sepasang iris berwarna hazzel tersembunyi dibalik  kacamata hitam bermerknya. Tubuh kekar berototnya terbalut sempurna kaus pendek coklat berkerah 'v' dimana para gadis bisa melihat sekilas tulang selangka maupun belahan dadanya. Dipadu jaket kulit hitam serta celana jeans navy belel, orang awam bakal mengira kalau Lupin adalah seorang alumni Institusi Jayaraya dan seorang Aktor papan atas yang sedang bosan, lalu  memutuskan untuk berjalan-jalan ke bekas sekolahnya. Meski bagian terakhir itu benar, minus dia bukan bintang film.

     Sesungguhnya Institusi Jayaraya diberkahi dengan begitu banyak siswa atau siswi berparas rupawan, mengingat ini sekolah Internasional, sehingga ada banyak anak berdarah campuran maupun warga negara asing mengenyam pendidikan disana. Akan tetapi sosok Lupin memang lain dari yang lain. Aura superioritasnya terpancar begitu kuat.

    Lupin sudah mencapai undakan anak tangga gedung utama asrama perempuan ketika dua sosok mencuri perhatiannya. Itu adalah Celinne Santoso, adik perempuan semata wayang sekaligus kesayangannya. Sedang bersama seorang pemuda bertubuh tinggi ramping berotot.

      Tadinya Lupin hendak langsung menyapa namun saat melihat tangan si pemuda melingkari pundak adiknya dengan begitu protektif, Lupin seketika mengernyit. Dia tak suka pemandangan di depannya.

     Menurut Lupin, Fero Gunaldi memang anak baik, dibandingkan si Kayro Hernandez. Akan tetapi Lupin tetap tidak menyukainya. Sederhana saja, karena bocah itu jelas-jelas naksir adiknya. Dan Lupin akan membenci semua lelaki yang berusaha mendekati Celinne. Bukankah salah satu fungsi Kakak laki-laki begitu? Menjadi musuh para pemuda di sekitar saudara perempuannya.

      Lupin memutuskan mengikuti kedua anak remaja itu dari belakang seraya mengamati. Tubuh Celinne tampak basah kuyup, seketika Lupin menggertakkan rahangnya keras. Adiknya kenapa bisa basah begitu? Tidak mungkin kan Celinne memutuskan berenang di siang hari bolong memakai busana lengkap?

    Begitulah pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran Lupin. Sampai dia tidak sadar ada seorang gadis sedang berusaha melintas cepat dari arah berlawanan. Kemudian.

      Brukk!!!

     Lupin terjatuh ke atas ubin keramik yang dingin. Seketika mengumpat. Sementara sosok di depannya buru-buru berdiri sembari memunguti barang-barangnya.

     "Nona, bukankah setidaknya anda harus minta maaf padaku?" sindir Lupin dengan suara bass dalamnya seraya bangkit berdiri. Lupin melepaskan kacamata hitamnya

     Hesti akhirnya berdiri tegak. Alih-alih minta maaf dia justru berujar. " Anda sendiri belum meminta maaf pada saya" tukasnya dingin.

     Lupin terkejut bukan main, baru kali ini ada orang selain Michael dan Celinne yang berani membalas ucapannya. Bahkan Ayahnya saja cenderung malas beradu pendapat dengannya. "Yang benar saja, apa ini tata krama anak zaman sekarang"

     "Yang benar saja, apa ini tata krama orang zaman dulu" balas Hesti. Tanpa ragu menatap tajam Lupin seraya mendekap erat buku-bukunya.

     Mulut Lupin membuka menutup, dia melongo. Pria itu melangkah mendekati Hesti perlahan sembari, sepasang netranya menangkap sosok gadis itu dalam retinanya. Hesti sendiri balas memandang sinis tepat ke pupil Lupin, berdiri tegak tanpa merasakan takut. Padahal sosok Lupin memiliki aura mengancam yang sangat kuat.

     Lupin begitu dekat dengan Hesti, bahkan terlalu dekat. Nyaris tak ada jarak diantara mereka. Uniknya, gadis itu tampak sangat tangguh, tidak terprovokasi bahkan merasa takut seperti yang dialami kebanyakan orang awam jika sudah berhadapan dengannya. Sepasang netra Lupin menelisik Hesti, dan gadis berwajah manis cantik khas suku Jawa tersebut balas melihatnya lekat-lekat.

    Wajah mereka begitu dekat, Lupin sadar tak mencium rasa gentar pada diri gadis didepannya. Hesti sendiri tampak acuh meski tengah dihadapkan pada sosok tinggi kekar yang nampaknya mampu melawan 10 orang penjahat seorang diri dalam sebuah pertarungan itu.

      Kemudian Lupin melakukan sesuatu, yang ia yakini bakal berhasil. Cara itu selalu bisa membuat wanita dari berbagai macam usia serta karakter untuk langsung luluh padanya. Ia tersenyum simpul, memperlihatkan dua lesung pada masing-masing sisi pipinya. "Sayang, apa ada yang bilang kalau kamu cantik saat marah"

    Reaksi Hesti selanjutnya membuat Lupin terkejut.

    Alih-alih merona, Hesti memutar bola matanya, tampak muak. "Terima kasih, Om. Saya tahu saya cantik, dan apa Om tahu, gaya Om sangat norak. Sori saya sibuk. Saya duluan" dan tanpa banyak bicara lagi Hesti berjalan sambil menabrak kasar bahu Lupin. Lalu pergi tanpa menoleh bahkan barang satu kali pun.

    Meninggalkan sosok Lupin yang bengong di dalam lorong lantai dasar lobi Asrama. Karena untuk pertama kalinya seorang Lupin Santoso ditolak mentah-mentah pesonanya, bahkan dipermalukan.

    "Hei! Aku bukan Om!" Teriak Lupin tak terima seraya memutar badan.

     Hesti sudah berada di ujung lorong, mendengar ucapannya, memberikan jari tengahnya pada Lupin tanpa memutar tubuhnya.

Hesti dan bukunya💜

*****************************

    "Makasih ya Fer..." Celinne mengambil secangkir berisi susu coklat panas buatan Fero. Asapnya masih mengepul. Gadis itu menghirup aroma khas cocoa yang selalu bisa menenangkan pikirannya selama beberapa seraya memejamkan mata. Kemudian menyesap isinya sedikit demi sedikit.

     Celinne baru saja selesai berganti pakaian serta mengeringkan tubuhnya. Duduk di atas sofa berjok kulit warna ungu muda di dalam ruang kamar asramanya. Tempat ini sudah selesai dirapikan oleh petugas kebersihan,dia tahu karena pagi tadi kondisinya amat berantakan sebelum Celinne berangkat ke Kampus.

     Celinne duduk dengan kedua kaki tertekuk di atas sofa, Fero duduk dalam posisi memiringkan badan ke sisi kiri, menghadap Celinne. "Kayro emang nggak pernah dewasa" Fero berusaha menahan tawa.

      "Aduh, dia tuh. Udahlah" Celinne jadi kesal lagi mengingat kejadian tadi. Diceburkan begitu saja ke dalam kolam renang oleh Kayro Hernandez membuatnya harus menahan malu karena dilihat orang-orang sepanjang melintasi jalan dari gedung olahraga ke gedung asramanya.

     "Cee kamu mendapat undangan acara keluarga Tanjung kan?" tanya Fero tanpa basa-basi.

    Celinne mengangguk. "Awalnya via chat DM, tapi katanya Ray udah pegang undangan buat kita. Kenapa? Kamu mau dateng? Sebenernya aku agak males, you know I have a bad 'relationship' with Roxy" tukasnya seraya menyandarkan kepala ke belakang bantalan sofa.

     "Yah, kepaksa"

    Celline menyadari ada yang tak beres dari sahabatnya. Meletakkan cangkir pada meja disampingnya, tangannya terjulur menyentuh lengan Fero. "Hei, ada apaan sih, cerita dong kalau ada masalah"

    Fero menghela nafas panjang, menaruh fokusnya pada salah satu lampu meja belajar di ujung sana.

     "Kamu tahu kan proyek taman hiburan baru di Tangerang Utara sana yang lagi dipegang sama keluargaku"

     "Iya" Celinne menyimak.

     "Ada masalah sama penduduk setempatnya, padahal mereka sudah diberikan kompensasi sesuai permintaan mereka tapi pada akhirnya mereka tetap menolak. Keluarga Tanjung adalah satu-satunya yang mau mereka dengar karena kebanyakan dari mereka pernah mendapatkan bantuan dari keluarga itu saat salah seorang anggota keluarga Tanjung melakukan pencitraan pada pemilu periode lalu. Itu sebabnya aku harus datang ke pesta mereka, berbicara langsung bersama Tuan Hendarko Tanjung"

     Satu alis Celinne naik. "Emang harus banget kamu ya yang ngomong. Kenapa bukan Kak Felix atau Kak Finley aja sih" menyebutkan dua nama saudara tertua Fero.

    Fero menggeleng pelan lalu menoleh ke arah Celinne. "Pekerjaan Felix sudah menumpuk, dan Finley, kamu tahu sendiri ini bukan bidang dia"

    Celinne mendesah paham. Finley Gunaldi mendedikasikan hidupnya untuk membuat perusahaan dibidang perfilman sejak pria itu bisa hidup mandiri, Finley mengingatkannya pada Lupin, kakak keduanya yang sangat ingin lepas dari bayang-bayang nama keluarga mereka, dan sekarang berhasil menjadi seorang Fotografer profesional serta begitu sukses hingga tingkat internasional. Sama seperti Lupin, Finley bahkan telah mampu mendirikan perusahaan videografis serta comercial break di Korea Selatan dan Prancis.

    Celinne menyenggol lengan Fero. "Pantesan belakangan kamu kayak capek banget, sori ya aku nggak notice  sama masalahmu. Sebagai gantinya aku bakal nemenin kamu ke pesta besok malam"

    "Sungguh?"

     Celinne tersenyum sambil mengangguk. "Tapi inget nggak usah lama-lama, begitu urusanmu kelar kita langsung cabut oke. Bawaanku kesel muluk kalau satu ruangan sama Roxy"

    Fero tertawa geli. Masih membekas adegan perkelahian antara sahabatnya itu dengan Roxeyanna Tanjung beberapa waktu lalu gara-gara salah paham. Semua karena ulah Kayro yang tidak tegas, sampai membuat nama baik Hesti sempat tercoreng. Beruntung sekarang semua masalah sudah bisa dibersihkan.

     "Ngomong-ngomong, kata Rayno, Hesti juga diundang loh sama Roxy. Bahkan undangannya juga udah ditangan Ray"

    Celinne melotot. "Mau apa sih tuh anak, pasti ada niat tersembunyi deh. Ntar aku larang Hesti buat dateng"

   "Palingan si Hesti juga nggak mau. Dia kan bukan tipe anak pesta kayak kamu"

   Celinne mencebik. "Enak aja, aslinya aku tipe rebahan ya. Kayak sekarang"

    Secara mengejutkan Celinne menselonjorkan tubuhnya dan menaruh kepalanya di atas paha Fero. Tindakannya yang tiba-tiba membuat tulang punggung Fero seperti tersengat belut listrik. Untung saja dia bisa bersikap tenang, jika tidak reaksinya akan dianggap berlebihan oleh Celinne dan membuat gadis itu curiga.

    Celinne mendongakkan kepalanya, pupilnya memandang tepat ke retina Fero. " Fer janji ya, meski kelak kita sudah dewasa dan punya kehidupan masing-masing kamu jangan pernah memutuskan komunikasi sama aku, juga jangan melupakan momen-momen kita kayak gini" mendadak gadis itu terbawa suasana.

     Kedua alis Fero naik ke atas membentuk jembatan. "Kok tiba-tiba mellow sih, Cee..."

     Celinne mengedikkan bahu. "Aku cuma ngerasa manusia cepet banget berubah. Kita juga nggak pernah tahu kan masa depan seperti apa, aku cuma takut kalau nanti...."

     Ucapan Celinne terhenti saat Fero melakukan tindakan yang mengejutkannya. Sebuah ciuman kecil mendarat di ujung hidung Celinne dari pemuda itu. Membuat ujung simpul di dalam perut Celinne menegang seketika.

    Fero membungkukkan badannya, wajah mereka begitu dekat. Dua pasang iris saling bertemu. Celinne bahkan bisa merasakan uap panas nafas pemuda itu mengenai kulit mukanya, tidak bisa menahan diri untuk tak merona.

     " Fero Gunaldi pernah berjanji sama Princess Celinne Santoso ketika usia mereka masih tujuh tahun, bahkan sampai dituliskan disebuah pohon mangga di halaman luar rumah keluarga Santoso. Fero dan Celinne selamanya. Kalau bohong atau ingkar janji, salah satunya berubah jadi kodok. Masih ingat nggak?"

     Tawa Celinne menyembur seketika, tangannya terjulur untuk mencubit hidung mancung Fero kuat-kuat.

    "Aw...sakit Ceeee..." Fero mendongak  untuk memegangi hidung memakai kedua tangannya.

    "Habisnya, orang lagi serius malah di becandain" gerutu Celinne.

    "Eh aku serius ya. Prinsip keluarga Gunaldi, dilarang mengucapkan sebuah janji kalau nggak bisa memenuhinya"

    "Iya...iyaa...aku percayaa Kapten"

    "Pembalasannnn...."

     Fero menunduk dan melancarkan serangan gelitikan pada titik sensitif di area perut Celinne yang sudah sangat ia hafal. Membuat Celinne berteriak kegelian serta berusaha menahan serangan Fero. Tak lama kemudian kedua anak muda itu langsung terlibat peperangan menggelitik hingga Celinne nyaris kehabisan nafas akibat tertawa geli.

     "Udah... udah aku nyerah..." Celinne terduduk disamping Fero, terbahak-bahak, kedua tangannya berhasil menangkap satu tangan sahabatnya.

    Fero masih tertawa, namun melihat wajah cantik Celinne yang semakin bersinar menimbulkan sesuatu lagi di dirinya. Fokusnya kemudian beralih ke bibir mungil gadis itu, berkilau berwarna merah muda. Sudah sejak bertahun-tahun lamanya Fero bertanya bagaimana rasanya bibir mungil itu di dalam mulutnya.

    "Fer..." Celinne seakan tersadar.

    Mata mereka kembali bertemu, tanpa sadar Celinne merasakan lagi kepakan-kepakan kecil kupu-kupu dalam perutnya kini mulai membesar.

    Celinne memang masih perawan, tapi dia tidak bodoh. Dirinya sadar betul arti tatapan Fero yang ditujukan untuknya saat ini.

    Fero mencodongkan tubuhnya, satu tangannya menyentuh lembut bahu Celinne, wajahnya menunduk dan semakin dekat saja dengan wajah mungil gadis itu.

    Bahu Celinne merosot seketika, dia pikir tak akan pernah terkena pesona dari seorang Pangeran seperti Fero Gunaldi, atau setidaknya berusaha. Namun saat ia, pada akhirnya dia pasrah. Suasana dan segala hal disekitar mereka amat mendukung, menjatuhkan benteng pertahanan yang ia buat sejak bertahun-tahun lamanya. 

    Meski masih bingung akan perasaannya pada Fero, Celinne akhirnya pasrah. Memejamkan mata, menunggu momen ciuman itu terjadi.

    Hingga.

    Brakkk...

    "Surprise!!"

    Refleks membuka mata, Celinne menoleh ke arah pintu kamar yang kini terbuka lebar. Jantungnya nyaris copot karena mendapati sosok Lupin Santoso di ambang kamarnya. Yang sama terkejutnya dengan Celinne.

    Tersadar, Celinne mendorong bahu Fero kuat-kuat hingga terjungkal jatuh dari atas sofa.

     Lupin memelototi Celinne lalu sosok Fero yang jatuh terjengkang di atas lantai keramik bergantian.

     "Ha..i..Kak..." Celinne melambaikan tangannya ke udara dengan lemah.

     Selanjutnya. Suara bass Carallus Lupin Santoso menggelegar nyaris di seluruh sudut lantai gedung Asrama.

    "CELINNE SANTOSO!!!"

    'Mati aja deh aku...' batin Celinne. Ingin sekali menangis

************************************

Gw dateng lagi ama cerita ini . XD . Sebenernya draft Beautiful Twenty udah rampung 80% dari kapan hari tapi krn kondisi mata gw jadi pelan2 ngeditnya.

Semoga kalian suka ya.
Keep support me guys.

THOR. TANTRA KAPAN?

NTAR YA. LOM GW EDIT.. (authornya agak ngegas)

Thor ini si Tanjung dari Om Tantra?

Yak, anda betul sodara sodari, satu sack permen payung coklat buat anda.

Btw udah pada baper belom

Trus kalian tim siapa?
FElline = Fero Celinne? Yang suka karakter pangeran berkuda putih.
KayLline = Kayro Celinne? Yang suka ksatria berzirah hitam.

Atau???

HePin ?? Aka Hesti Lupin? Yang doyan mas2 badboy ama dedek kece?

   
Kesian, mau cipokan aja batal. Puk2 Felline. Author rupanya masih belum mau berbaik hati sama kalian.
    

    

    

Continue Reading

You'll Also Like

583K 21.5K 31
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
1M 112K 49
[PRIVATE ACAK! SILAHKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "NENEN HIKS.." "Wtf?!!" Tentang kehidupan Nevaniel yang biasa di panggil nevan. Seorang laki-laki yan...
358K 13.9K 80
Wangyibo CEO terkenal yang akan tegas dalam peraturan yang di milikinya. Sampai suatu saat ia pun bertemu dengan pria kecil yang bernama Xiaozhan Yan...
SCH2 By xwayyyy

General Fiction

58.5K 10.3K 32
hanya fiksi! baca aja kalo mau