Dersik

By khanifahda

758K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... More

Peta
Khatulistiwa
Proyeksi
Kontur
Skala
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Adveksi
Presipitasi
Infiltrasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Annular
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Obsekuen
Insekuen
Anteseden
Symmetric Fold
Asymmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Crest
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Bar Deposit
Alluvial Fan
Backswamp
Natural Levee
Flood Plain
Horst
"Graben"

Superposed

10.4K 1.4K 156
By khanifahda

Sungai Superposed/Superimposed, adalah sungai yang terbentuk pada suatu bidang struktur tertentu dan dalam perkembangannya, erosi vertikal sungai tersebut memotong bagian bawah bidang struktur batuan. Singkatnya adalah sungai superposed adalah sungai yang terbentuk belakangan dibandingkan struktur batuan disekelilingnya.
.
.

Gayatri hampir terlonjak ketika mendapati Raksa tengah berdiri di depan kontrakannya. Laki-laki itu tengah berdiri dengan setelan santai di akhir pekan ini seraya tersenyum yang justru terlihat aneh di mata Gayatri sebab laki-laki itu juga jarang menampakkan senyumanya.

"Ngapain ke sini?" tanya Gayatri pada laki-laki yang tengah menatapnya kini. Gayatri bingung sehingga pertanyaan itulah yang terlontar dari bibir gadis manis itu.

"Terus lo mau kemana?" tanya Raksa kembali. Bukannya menjawab, justru laki-laki itu bertanya kepada Gayatri yang mengenakan setelan dress batik berwarna coklat dengan rambut yang dibiarkan tergerai.

Gayatri menatap bingung Raksa, namun tak ayal gadis itu menjawab. "Mau pergi kondangan."

"Terus kenapa lo tiba-tiba ke sini?" tanya Gayatri dengan tetap mode tema awal tadi.

Bukannya langsung menjawab, justru Raksa tersenyum. "Sengaja pergi ke sini." Lantas Gayatri menatap laki-laki itu dengan alis yang saling bertautan. Tak faham dan bingung tentunya.

"Ke sini? kita ada janji ya?" tanya Gayatri memastikan. Seingatnya ia tak ada janji dengan laki-laki tersebut. Oleh karena itu, Gayatri bertanya pada Raksa. Mungkin dirinya lupa sehingga bisa saja melupakan janji dengan Raksa.

Raksa menggeleng, "nggak kok. Sengaja gue datang ke sini."

"Emm, tapi gue mau pergi ini. Gimana?" balas Gayatri. Gadis itu juga bingung dengan respon yang harus ia lontarkan kepada laki-laki di depannya itu.

"Kemana?"

"Kondangan."

"Gue ikut ya?" ucap Raksa tanpa berpikir panjang. Lantas Gayatri terdiam sejenak untuk mencerna pertanyaan Raksa.

"Beneran?" Raksa mengangguk tanpa ragu. Mereka masih berdiri dengan posisi canggung. Pasalnya Gayatri juga bingung harus berbuat apa. Semisal menolaknya, lalu apa alasannya? tetapi otaknya mencerna cepat sehingga dirinya berpikir jika Raksa lumayan bisa menjadi teman ke kondangan.

Gayatri kemudian mengangguk, "yes. Ayok." Ucap Raksa kemudian. Nampaknya ia semangat kali ini. Tak apalah menjadi teman ke kondangan, asalkan bisa bersama Gayatri. Begitu pikirnya.

Gayatri masih terdiam, "kemana?"

Raksa berdecak pelan. Efek canggung tadi membuat mereka agak loading lama dan terlihat seperti orang linglung.

"Kata lo ke kondangan kan? ayok gue anterin sekalian."

Gayatri mengangguk lalu berjalan membuntuti Raksa dan menuju mobil yang terparkir tak jauh dari kontrakannya. Sambil berjalan ia berpikir sesuatu tentang mengapa ia bisa mengiyakan dengan cepat? ah otaknya tak sinkron nampaknya.

"Lokasinya di mana?" tanya Raksa begitu mereka sudah siap meluncur ke lokasi yang dituju.

"Di Kalibata." Raksa mengangguk lalu melajukan mobilnya ke hotel yang disebutkan Gayatri.

"Sebenarnya tuh mau ngajak lo ke Museum Satriamandala. Gue minggu depan ujian tesis dan pengen cari pencerahan aja sih." Ucap Raksa di sela-sela perjalanan mereka. Laki-laki itu akhirnya mengungkapkan alasannya ingin bertemu dengan Gayatri.

Gayatri agaknya nampak terkejut dengan langsung menoleh ke arah Raksa. "Kok tiba-tiba ujian Tesis?"

Raksa langsung terkekeh di tempatnya, "gue emang nggak ngomong ke lo. Selama ini juga gue bimbingan sambil jalan dinas."

"Kalau boleh tahu, lo ambil judul Tesis apa?"

"Intinya kemarin gue penelitian tentang strategi perang dengan pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh. Thanks ilmunya kemarin."

Gayatri mengangguk di tempatnya. Di lain sisi ia juga tak begitu tahu banyak tentang Raksa dan pendidikannya.

"Kalau lo semester berapa sih sekarang?" tanya Raksa. Mereka terlibat pembicaraan ringan dan mengalir. Mereka berbicara seakan sudah kenal lama dan dekat. Padahal Raksa sendiri adalah tipe yang mager buat berbagi pengalaman ke lawan jenis kecuali kalau kenal dan dekat.

"Sekarang gue semester 6." Jawab Gayatri. Gadis itu juga tak canggung untuk sekedar menjawab pertanyaan Raksa yang ringan itu.

Raksa mengangguk ditempatnya lalu matanya mengarah pada jalan raya yang macet. "Btw, ada dresscodenya nggak ini?"

"Ini nggak papa kan gue ikut lo?"

"Ada sih, cuma pake batik aja."

"Nggak masalah." Lanjut Gayatri. Akhirnya ia mencoba untuk berpikiran positif kembali tentang tak ada yang salah dengan tawaran Raksa tadi.

"Gue mau ke SPBU sebentar, nggak mungkin gue ke sana pake kemeja dan celana di bawah lutut gini." Lalu Raksa membelokkan mobilnya ke SPBU terdekat. Ia hendak mengganti bajunya dengan batik.

"Ganti?" Raksa mengangguk seraya melepas sabuk pengamannya.

"Gue biasa bawa baju di mobil." Lalu Raksa keluar dan membuka pintu belakang mobil. Gayatri lantas menengok ke belakang dan belakang mobil laki-laki itu disulap dengan beberapa gantungan baju termasuk baju dinasnya. Dalam hatinya Gayatri membatin jika Raksa sudah seperti artis yang apa-apa di letakkan di mobil dan menjadi rumah kedua.

Gayatri menghembuskan nafasnya. Rencananya ia hendak datang bersama Meta. Tetapi gadis itu ada piket di akhir pekan dan ada beberapa acara. Oleh karena itu, Gayatri datang sendiri. Namun, justru Raksa secara tiba-tiba datang dan ikut dengannya. Sebenarnya tak masalah bagi Gayatri, justru Raksa akan menjadi teman ngobrolnya dan dirinya tak merasa sendiri nantinya di acara kondangan. Selain itu, ada hal lain yang hendak ia lakukan sehingga Raksa datang justru membawa sebuah keberuntungan bagi dirinya.

"Sudah?" tanya Gayatri begitu Raksa kembali dengan kemeja batik dan celana kain berwarna hitam. Tak lupa laki-laki itu memakai sepatu pantofel yang sudah tersedia di mobil.

Raksa mengangguk, "sudah." Lalu ia kembali melajukan mobilnya menuju tempat yang di sebutkan Gayatri tadi.

Akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Raksa terlebih dahulu memarkirkan mobilnya di basement hotel tersebut. Setelah itu, mereka baru masuk ke dalam ballroom hotel.

"Fajar&Faza?" Gayatri langsung mengangguk. Raksa mengerutkan dahinya dalam dan berusaha berpikir jernih lagi setelah membaca papan nama pengantin yang sedang melaksanakan resepsi itu.

"Lo yakin?" Gayatri mengangguk mantap, "ngapain gue ragu? hanya karena mereka berkhianat sama gue?" Raksa sudah tahu sedikit permasalahan Gayatri dengan mereka. Hal itu terjadi ketika Fajar mabuk dan memaki Gayatri dengan bercerita panjang lebar. Dari hal itulah yang membuat Raksa sedikit paham dengan masalah percintaan yang dialami Gayatri di masa lalu.

"Intinya gue nggak peduli lah. Gue ke sini juga mau menghargai keluarga mereka berdua. Bagaimana pun juga gue pernah deket sama keluarga mereka walau akhirnya begini."

Lalu mereka berjalan menuju ballroom hotel tempat Faza dan Fajar menikah. Para tamu undangan memakai batik dengan berbagai macam model dan keluarga pengantin membawa baju adat Jawa yang begitu kental.

"Aya?" ucap salah satu perempuan bertubuh mungil dengan baju adat Jawa berwarna kuning emas. Jangan lupakan dandanan elegan yang dikenakan oleh perempuan itu dan semakin membuat cantik serta awet muda.

"Tante?" lalu dengan cepat Gayatri mencium punggung tangan tante Nida atau tantenya Faza. Mereka sudah saling mengenal sejak Gayatri masih mengenyam pendidikan di bangku SMP.

"Gimana kabarmu nduk? lama nggak main ke rumah tante." Saking seringnya Gayatri bersama Faza dulu, tante Nida sampai memanggil Gayatri dengan nduk atau sapaan untuk anak perempuan. Hal inilah yang menjadikan mereka dekat satu sama lain.

"Alhamdulillah baik tante. Tante sendiri gimana kabarnya?"

Tante Nida tersenyum, "alhamdulillah baik."

"Ini pacarmu?" Tanya tante Nida seraya menatap Raksa yang berada di samping Gayatri.

Gayatri menggeleng seraya tersenyum, "nggak tan. Ini teman Aya kok. Kenalin namanya Raksa." Lalu Raksa ikut mencium punggung tangan kanan tante Nida dengan sangat sopan.

"Duh sopan banget sih, ganteng lagi. Semoga kalian berjodoh ya." Ucap Tante Nida dengan senyuman menggoda ke arah Gayatri. Lalu Raksa dan Gayatri saling menatap walau akhirnya Gayatri kembali fokus ke tante Nida.

Kemudian tante Nida menatap Gayatri. Biarpun banyak orang di sana, tetapi mereka bisa fokus saling berbicara. "Tante sudah tahu permasalahan kalian. Maaf nduk kalau kamu jadi sakit hati sama mereka. Faza sudah cerita sama tante kemarin. Dia akhirnya mau jujur sama tante. Kalian ada masalah tapi nggak mau cerita sama tante. Tante sedih mengetahui hal ini."

"Awalnya tante curiga sama Faza kenapa selalu sama Fajar. Tante taunya kamu sama Fajar tetapi kok malah sama Faza. Terus tante tanya Faza tentang kalian tapi dia selalu mengelak buat jawab. Tante udah hubungi kamu tapi nomor kamu nggak aktif nduk. Tepat sebulan lalu tiba-tiba Faza bilang mau menikah sama Fajar. Tante kaget, ada apa kok cepat-cepat menikah padahal baru pacaran? akhirnya Faza mau cerita semuanya tanpa terkecuali. Tante marah banget kalau misalnya dia bohong, tetapi Faza juga nggak bisa bohong sama tante. Ada alasan yang bersifat peribadi di sini. Maaf ya nduk, Faza sama Fajar udah jahat sama kamu. Tante sampai mendiamkan Faza berhari-hari karena hal ini."

Gayatri mengangguk dan tersenyum tipis. Walaupun tante Nida hanya adik dari mama Faza, tetapi tante Nida lebih peduli dengan Faza dan bahkan tahu segalanya.

"Nggak apa-apa tante. Kita udah nggak jodoh artinya. Saya juga marah dan kecewa sama Faza, tapi bagaimana lagi? Tuhan baik sama Aya sampai ditunjukkan sebelum melangkah terlalu jauh. Aya udah anggap ini selesai saja. Aya nggak mau nyimpen dendam lama-lama."

"Gayatri datang juga bukan tanpa alasan. Tante Nida dan keluarga besar udah baik banget sama Aya walaupun sekarang udah nggak kayak dulu lagi. Intinya Aya datang karena nggak mau putus  silahturahmi dengan keluarga tante hanya gara-gara masalah ini."

Seulas senyum terbit di bibir tante Nida. "Kamu tetap Aya yang dewasa nduk. Tante nggak bisa berkata lagi. Faza bodoh banget udah khianati kamu. Sekarang tante udah nggak cawe-cawe lagi sama dia. Dia juga sering lalai. Biarkan dia yang nyetir hidupnya sendiri. Maaf ya sekali lagi. Tante bener-bener nyesel baru tahu sekarang."

Gayatri mengangguk, "nggak apa-apa Tan. Semuanya sudah terjadi. Aya juga sudah ikhlas. Maaf Aya nggak bisa dihubungi. Maaf juga Aya belum bisa memberikan nomor ke tante terlebih dahulu. Rumah tante masih sama kan? InsyaAllah Aya bakal main ke rumah tante."

Tante Nida tersenyum dan mengusap tangan kanan Gayatri yang entah sejak kapan sudah di genggaman perempuan berusia 40 tahunan itu.

"Nikmati acaranya ya. Makan semua hidangan di sini. Nggak usah sungkan-sungkan." Ucap tante Nida kemudian.

"Tante ke belakang dulu ya? ada hal yang mesti tante selesaikan." Lalu mereka bercipika-cipiki layaknya perempuan jika bertemu dan berpisah.

"Tante tunggu undangan kalian." Ucap tante Nida dengan senyuman menggoda. Lalu tante Nida berjalan menuju belakang ballroom hotel. Kini tinggal-lah Gayatri dan Raksa yang terdiam di tempatnya. Mereka canggung setelah bertemu dan berbicara dengan tante Nida.

"Kalian akrab sekali." Ucap Raksa memecah keheningan di antara mereka. Ia juga bingung mencari tema bahasan yang menarik.

"Tante Nida lebih dari seorang tante. Beliau sosok perempuan dewasa yang selalu open terhadap orang baru. Beliau mudah menerima orang dan tak segan membentuk persaudaraan tanpa melihat status dan darah."

Gayatri tersenyum singkat, lalu berjalan menuju centre acara tersebut. Raksa hanya mengikuti di samping Gayatri.

"Nak Aya?" ucap mama Fajar. Lalu Gayatri langsung mencium punggung tangan kanan mama Fajar.

"Tante, bagaimana kabarnya?" tanya Gayatri.

"Alhamdulillah baik. Kamu?" mamanya Fajar seakan tak percaya dengan kedatangan Gayatri di acara pernikahan putranya.

"Alhamdulillah baik tante. Aya duluan ya." Tak baik rasanya jika membuat tamu yang hendak bersalaman dengan pengantin harus menunggunya. Gayatri juga tak ingin berbicara panjang lebar lagi. Cukup saling sapa dan bertukar kabar saja, itu sudah cukup.

"Aya?" ucap Faza seakan tak percaya dengan kedatangan Gayatri. Ia kira Gayatri tak akan datang di acara pernikahannya. Tetapi gadis itu justru datang dengan laki-laki bertubuh tinggi dengan postur tegap dan berwibawa.

Gayatri tersenyum singkat, "selamat ya Za. Sakinah mawadah warahmah buat rumah tangga kalian."

Faza masih tak percaya jika Gayatri datang dengan wajah santai dan tak ada beban sedikitpun di wajah gadis itu. Gayatri hanya berlagak biasa saja dan seperti kebanyakan tamu yang lain.

Gayatri lalu beralih ke Fajar. Laki-laki itu juga tak percaya jika mantan kekasihnya itu datang. Ia kira Gayatri masih sakit hati dan tak ingin bertemu dengan mereka lagi.

"Selamat." Ucap Gayatri dengan senyum tipis. Tetapi justru Fajar terdiam menatap gadis itu.

"Lo beneran datang?"

Gayatri mengangguk, "kenapa?"

"Pacar lo?" tanya Fajar sambil menunjuk Raksa yang berada di belakang Gayatri.

"Nggak penting buat gue jawab." Balas Gayatri. Lalu gadis itu itu tersenyum dan beralih kepada keluarga Faza. Hanya salaman biasa dan raut wajah keterkejutan karena tiba-tiba Gayatri datang. Mereka kira Gayatri tak akan datang.

Gayatri menghembuskan nafasnya pelan. Gadis itu lantas berusaha tersenyum. Setelah berpamitan sebentar, mereka memutuskan untuk keluar dari acara.

"Jangan pura-pura tegar." Ucap Raksa tiba-tiba. Laki-laki itu kini fokus menyetir sedangkan Gayatri hanya bisa menatap laki-laki itu tatapan penuh tanya.

Gayatri menghembuskan nafasnya pelan, lalu gadis itu menunduk dan tersenyum singkat, "ternyata kecewa gue masih berasa. Gue kira gue udah bisa memaafkan sepenuhnya, tapi ternyata sulit dan butuh waktu." Ucap Gayatri seraya mengangkat kepalanya kembali.

"Ah sudahlah lupakan." Ujarnya kemudian. Ia juga tak mau berlarut memikirkan hal ini. Datang ke acara Faza dan Fajar juga sedikit mengangkat beban dirinya yang masih dilingkupi rasa bercampur aduk. Namun kini sudah sedikit lega setelah bertemu dengan Tante Nida.

"Kecewa itu wajar. Yang nggak wajar adalah dendam berlarut yang membuat diri semakin terpuruk. Setiap manusia punya masa lalu sendiri-sendiri." Balas Raksa tanpa menoleh. Laki-laki itu masih fokus menyetir.

"Kita kemana?" tanya Gayatri begitu jalan mereka bukan pulang tetapi belok ke museum Satriamandala.

"Anggap kita impas aja."

"Pake baju batik gini?"

Raksa mengangguk, "nggak masalah."

Gayatri lalu terdiam, terbesit beberapa pertanyaan yang tiba-tiba datang di kepalanya. "Kita sebenarnya apa sih?" Raksa yang hendak keluar mengurungkan niatnya dan menatap Gayatri penuh tanya.

.
.
.

Note :
*cawe-cawe = ikut-ikutan atau ikut campur. Mungkin beberapa ada yang tidak faham karena itu adalah bahasa daerah aku.

Mungkin terdengar aneh jika Gayatri datang ke acara pernikahan orang yang sudah mengkhianati dan membuat gadis itu sakit hati. Tetapi ada sisi dimana Gayatri datang dengan alasan keluarga Faza yang dulunya perhatian dan baik kepada gadis itu. Sakit memang, tetapi semoga kita bisa mengambil maksud baik dari cerita ini.

Continue Reading

You'll Also Like

218K 7.5K 49
Shafea seorang wanita karir yang gila kerja tapi juga seorang ibu muda yang ingin membesarkan dan mendidik anaknya sendiri secara sempurna. Ikuti kes...
3K 95 4
Cerita tentang si psikopat azka yang sangat terobsesi dengan Samuel, pacar nya. Typo⚠️ Banyak BDSM!!! konten dewasa, Mature, mpreng, bl, gl, bxb, gxg...
1.4M 6.4K 10
Kocok terus sampe muncrat!!..
144K 4.2K 21
"Kamu sudah berani kembali, itu artinya kamu enggak bisa berharap aku akan membiarkan kamu pergi lagi." Allucard. Empat tahun yang lalu, Sheina menin...