Dersik

By khanifahda

758K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... More

Peta
Khatulistiwa
Proyeksi
Kontur
Skala
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Adveksi
Presipitasi
Infiltrasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Annular
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Insekuen
Superposed
Anteseden
Symmetric Fold
Asymmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Crest
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Bar Deposit
Alluvial Fan
Backswamp
Natural Levee
Flood Plain
Horst
"Graben"

Obsekuen

10.6K 1.4K 107
By khanifahda

Sungai Obsekuen, adalah sungai yang arah alirannya berlawanan dengan arah kemiringan lapisan batuan dan berlawanan pula dengan sungai konsekuen.
.
.

Gayatri menyenderkan kepala di kursi mobil. Hari ini mereka bertiga yaitu dirinya, Esa dan Briptu Aidan memutuskan pergi ke daerah Banten. Berbekal beberapa alat pelacak dan senjata, mereka berangkat dan menargetkan beberapa hal penting.

Akhirnya mereka sampai di daerah dengan jalanan sempit dan sepi. Bahkan hanya kebun tebu yang menjadi dominasi disana. Tak ada yang penerangan yang cukup terang, hanya lampu jalan yang nyalanya mirip mata mengantuk.

"Kita nggak bisa nerusin jalan terlalu jauh. Ini sangat beresiko. Dikhawatirkan terdapat banyak orang di sana yang memang dikhususkan untuk menjaga gudang. Jadi mungkin nanti dua dari kita turun dan mempelajari daerah tersebut dengan cermat."

Biasanya sebelum melakukan operasi, mereka melakukan beberapa tahap untuk kematangan operasi nanti. Termasuk terjun langsung memastikan  daerah yang hendak di jadikan operasi. Uniknya lagi kebanyakan mereka melakukan hal semacam ini ketika malam hari. Bukan karena pengecut, tetapi malam hari adalah waktu dimana orang jarang melakukan aktivitas  dan bisa dengan leluasa melakukan survey lapangan.

"Gue aja yang turun nggak papa." Ucap Gayatri.

"Beneran Ya?" tanya Esa. Rencananya yang turun adalah dirinya dan Briptu Aidan. Sedangkan Gayatri tetap di dalam mobil.

"Iya bener kok. Santai aja. Gue juga pengen tahu gimana kondisi daerah sini."

Lalu Esa menatap Briptu Aidan dan Briptu Aidan langsung mengangguk. "Oke, gue turun sama lo Ya. Biar Bang Aidan di mobil saja. Nggak bisa kita ninggalin mobil di sini sendirian."

Gayatri lalu mengangguk dan memakai hoodienya serta menutup kepalanya dengan tudung hoodie. Gadis itu lalu berpencar dengan Esa. Gayatri berjalan menuju semak-semak dengan membawa beberapa senjata seperti pistol dan pisau lipat.
Walaupun gelap, Gayatri tetap bisa melihat jalanan dengan membawa senter kecil dengan nyala redup. Sepanjang berjalan gadis itu menatap sekitarnya, memastikan daerahnya dengan baik dan aman.

Netra Gayatri menatap gudang yang berada di radius 50 meter dari tempatnya. Gadis itu berdiri di balik pohon trembesi yang tumbuh besar dengan sikap yang santai dan awas.

Sembari mengamati gudang tersebut, mata Gayatri juga menatap sekitarnya. Ia juga memperhitungkan ketika nanti terjadi operasi di sana. Ia memperhitungkan bagaimana mengambil langkah tepat jika terjadi chaos seperti berlari dan mengepung dari arah mana saja.

Berdiri di balik pohon dengan keadaan gelap dan banyak nyamuk sudah Gayatri jalani sejak pertama kali masuk di satuan ini. Gadis itu juga tak jarang melihat ular karena sering blusukan ke dalam hutan ataupun lahan yang ditanami berbagai pepohonan.

Gayatri lalu mengambil gawainya dan mengambil gambar gudang tersebut. Setelah itu ia berpindah tempat dengan melewati rerumputan yang panjang. Gayatri berjalan cukup jauh dari tempat asalnya tadi dan menemukan sebuah jalan yang muat untuk satu mobil saja. Jalan tersebut hanya berupa tanah yang membelah kebun. Lalu gadis itu mengambil gambar kembali. Niat hati untuk menelusuri jalanan tersebut, tetapi karena kondisi gelap, Gayatri mengurungkannya.

Setelah merasa cukup mengelilingi tempat tersebut, Gayatri menghubungi Esa. Ternyata laki-laki itu sudah kembali ke mobil.

"Lama amat. Ngapain aja Ya?" tanya Esa begitu Gayatri sampai mobil.

"Dapat banyak spot. Gila aja mereka buat tempat kayak gini dengan perhitungan yang matang. Mungkin nanti gue bakal ke sini lagi kalau memungkinkan. Masih ada beberapa tempat yang gue curigai tapi keterbatasan waktu dan pencahayaan membuat gue pusing lihat malam-malam gini."

Lalu Gayatri mengambil minum dan meneguknya dalam sekali teguk. Sebuah notifikasi menemaninya sepanjang perjalanan pulang.

'Besok Latika sidang pertama dek. Kamu bisa hadir kan?'

Gayatri reflek menghembuskan nafasnya pelan, 'maaf Bang, Aya nggak bisa ikut. Ada suatu hal yang nggak bisa Aya ceritakan sekarang. Sekali lagi maaf Bang. Aya bukannya nggak peduli tetapi ini menyangkut pekerjaan Aya.'

'Suatu saat Aya bakal cerita, tapi bukan untuk sekarang.'

Setelah itu Gayatri menyenderkan kepalanya di kursi mobil dengan mata menatap jalanan malam yang masih saja ramai kendaraan. Sedari awal ia tak mengatakan  masuk di bagian mana. Keluarganya hanya tau jika dirinya menjadi Polwan. Tetapi mereka tidak tahu tugas-tugas Gayatri yang kebanyakan mengintai dan mengeksekusi.

'Baiklah dek. Apapun itu Abang akan menunggu. Tetap jaga diri ya. Jaga kesehatan juga.'

Seulas senyum terbit di bibir tanpa polesan itu. Gadis itu bahagia bisa merasakan perhatian kecil dari Lesmana. Walaupun hanya berupa chat singkat, tetapi bagi Gayatri itu sudah cukup. Selama ini ia hanya berjuang sendiri, menyemangati dan mensugesti dirinya untuk tetap baik-baik saja.

*****

"Makin mahir saja lo Ya." Ucap Esa dengan masih fokus menatap bidikan di depannya. Sedangkan Gayatri hanya melirik sekilas.

"Gue belum puas kalau belum nyobain senjata terbaru." Sahut gadis itu setelah menembakkan ke sasaran. Mereka sering kali latihan menembak untuk persiapan segala sesuatu. Selain itu, latihan tembak juga diperuntukkan untuk menjaga fokus dan performa.

"Anjir lo." Hanya ucapan itu yang bisa diucapkan Esa. Gayatri adalah gadis dengan ambisi besar untuk mencoba sesuatu dan berjuang untuk mimpinya.

Kembali Gayatri menembak dan tepat sasaran. Bunyi desing peluru masih terdengar karena hari ini memang ada jadwal latihan tembak di kesatuannya.

"Gue masih penasaran sama senjata yang dijual ilegal itu. Pasti punya ketepatan sasaran yang tinggi dan ringan tentunya." Ucap Gayatri dengan mata yang masih fokus menatap bidikan.

Esa di sampingnya tersenyum kecil, "gue juga."

Satu tembakan Gayatri kembali mengenai sasaran. Lalu Gayatri melepas kacamata menembak dan juga peredam suara tembakan. Gadis itu lalu duduk di tempat di mana mereka biasa meletakkan barang dan meminum air mineralnya.

Gayatri mengecek gawainya. Pesan dari Lesmana membuat dirinya cepat-cepat membukanya.

'Hari ini sidang pembacaan dakwaan dan Latika mengajukan eksepsi. Ayah udah nunjuk kuasa hukum.'

Gayatri memijit pelipisnya pelan. Gadis itu ingin mengatakan jika semuanya akan berakhir sia-sia mengingat pasal berlapis yang sudah menjerat Latika. Hukuman ringan yang bisa didapatkan sekitaran 10 tahun itupun sangat sulit tentunya.

'Sidang selanjutnya kapan Bang?' balas Gayatri. Tak mungkin ia menelpon Lesmana karena suara desing peluru yang bersahutan di sini.

Gayatri menatap ke depan di mana teman-teman satu timnya berlatih. Seharusnya ia kembali berlatih tetapi karena pikirannya tiba-tiba tidak fokus setelah mendapat kabar dari Lesmana.

'3 minggu lagi dek. Kalau kamu sempet datang ya.'

Gayatri menghembuskan nafasnya panjang. Mana mungkin ia datang ke persidangan Latika? ia sebisa mungkin menghindari hal-hal tersebut. Ini bukan masalah ia kecewa dengan Latika, tetapi pekerjaannya-lah yang membuat dirinya sebisa mungkin tak banyak orang yang tahu. Semisal ia datang, sama saja ia datang mendekati kematiannya.

'Nanti Aya kabari lagi Bang.' Hanya itu yang bisa Gayatri balas. Ia tak tahu harus dengan kata-kata apa untuk membalas pesan Lesmana. Bagi Gayatri, biarlah dirinya yang menanggung, Lesmana tak perlu tahu alasan lebih jelasnya lagi. Masih butuh waktu bagi Gayatri untuk terbuka kepada Lesmana. Tapi bukan sekarang tentunya.

Terkadang Gayatri juga lelah dan merasa stuck. Pekerjaan ini bukan pekerjaan ringan yang terlihat keren. Pekerjaan ini menuntut segalanya dan nyawa yang menjadi taruhan setiap detik ketika di medan operasi. Tak pernah terbesit sedikitpun bagi gadis berkulit agak sawo matang itu untuk menjadi seorang Polwan di bagian intelegen. Dulu ia hanya ingin menjadi seseorang yang berguna saja. Namun panggilan jiwa membuat dirinya menyingkirkan semua rasa takut dan bayang-bayang buruk mengenai satuannya ini.

Gayatri kembali menghela nafasnya. Beberapa temannya sudah mengakhiri sesi menembak pada sore hari ini. Gayatri bersiap kembali ke kontrakannya. Gadis itu juga butuh istirahat. Tak terasa hampir satu tahun dirinya sibuk macam orang gila yang haus pekerjaan. Terkadang itu tak disadari olehnya. Namun, ketika dirinya merenung, Gayatri baru sadar kalau ia juga manusia biasa yang tak selamanya mempunyai power yang berlebih.

*****

"Pagi Ndan," ucap Raksa pada Mayor Ardhie. Laki-laki itu memberikan hormat dan tersenyum.

Lalu Mayor Ardhie menepuk pelan bahu Raksa, "gimana kabarmu?"

"Siap, alhamdulillah baik ndan." Mayor Ardhie terkekeh pelan.

"Nggak usah formal begitu. Kita berbicara 4 mata kok." Setelah upacara di kesatuan TNI AD, mereka bertemu kembali setelah terakhir kali bertemu di Kalimantan. Mayor Ardhie adalah mantan atasannya ketika dirinya baru keluar pendidikan. Pertama kali Raksa mendapat tugas di Kalimantan dan Mayor Ardhie menjadi atasannya. Setahun Raksa bertugas, Mayor Ardhie di pindah tugaskan ke Tangerang. Mereka kembali bertemu ketika Raksa dipindahtugaskan ke Jakarta setelah dinas di Kalimantan selama 3 tahun.

"Kau semakin hebat saja anak muda."

Raksa kembali tersenyum, "Terima kasih ndan. Anda juga semakin hebat."

Mayor Ardhie terkekeh pelan di tempatnya, "kau cerdik Raksa." Ucapnya setengah berbisik.

"Maksudnya?" Raksa mengangkat alisnya tak paham.

"Tak seharusnya kau keluar dari zona nyamanmu. Terlalu beresiko dan membuang waktu saja." Sambung Mayor Ardhie dengan senyuman kecil.

Raksa terkekeh kemudian, "zona nyaman memang terlihat menggiurkan, tetapi sekali-kali saya ingin merasakan apa itu membuang waktu."

Raksa mengucapkan kata itu dengan begitu santai. Tak ada beban sama sekali, sekalipun di hadapannya adalah seniornya.

Lalu Mayor Ardhie kembali tersenyum culas, "sudah saya peringatkan kemarin. Jangan pernah bermain api dengan saya atau kalian akan terbakar." Ucapnya setengah berbisik.

Raksa menyipit, ia mengeratkan rahang sebagai tanda menahan amarahnya, "sia-sia negara memelihara parasit dan belatung seperti anda. Anda boleh tersenyum saat ini tetapi keadilan akan tetap menang atas keserakahan dan kesombongan anda." Ucap Raksa penuh penekanan. Demi apapun ia tak akan membiarkan siapapun merugikan dan menyengsarakan rakyat. Ia juga tak akan membiarkan parasit hidup ditubuh kesatuannya.

Mayor Ardhie terkekeh pelan di tempatnya. "Saya tidak akan mengulang kembali kalimat saya tadi. Peduli setan dengan peringatanmu tadi. Kau tahu, bisnis ini sangat menggiurkan ketimbang saya masuk hutan penuh gejolak di dalamnya."

Raksa melirik sekitarnya, beberapa prajurit sudah membubarkan diri masing-masing. Tetapi dirinya dan Mayor Ardhie masih berdiri di tepi lapangan dengan tatapan tajam dan menahan amarah.

"Saya salah menganggap anda sebagai pahlawan. Ternyata tak ubahnya penjilat yang tak tahu malu. Jendral Soedirman menangis melihat prajurit NKRI yang berkhianat hanya demi rupiah. Anda tak pernah mengamalkan setiap elemen pendidikan di lembah Tidar. Pecundang." Peduli setan kode etik dan sebagainya. Raksa dibentuk dari karakter yang menjujung tinggi kebenaran dan kejujuran. Ia akan melawan sekalipun ia semut sedangkan lawannya adalah gajah. Tapi bukankah semut punya kecerdikan untuk mengalahkan gajah?

Mayor Ardhie nampak tersenyum mengejek. "Kau tau apa anak muda? lebih baik kau berlatih menembak dan mempelajari strategi perang daripada terlibat dalam hal ini."

"Apa kau ingin balok emas tiga di pundak? nanti bisa dibicarakan lebih lanjut." Lanjut Mayor Ardhie yang seketika membuat Raksa murka. Wajahnya memerah dengan tangan mengepal. Sedari tadi emosinya tertahan. Tak mungkin Raksa melayangkan bogeman mentah kepada atasannya itu walau atasannya itu salah.

Sedetik kemudian senyuman meremehkan terbit di bibir Raksa, "melati satu? tapi sudah seperti bintang 4. Apa tidak malu?"

Mayor Ardhie yang sedari tadi memasang wajah ramahnya yang palsu kini perlahan menatap Raksa serius. "Kau sudah di peringatkan!" ucap Mayor Ardhie dengan penuh penekanan dan nada yang begitu mengancam.

"Pilihannya hanya mundur, atau perempuan yang sedang dekat dengan dirimu itu jadi jaminannya, gimana? seimbang?" lanjut Mayor Ardhie yang seketika membuat Raksa menegang di tempatnya.

Lalu Mayor Ardhie menepuk pundak Raksa pelan seraya tertawa kecil. Orang-orang yang melihatnya pasti berpikiran mereka sedang bersenda gurau. Tetapi justru pembahasan mengerikanlah yang sedang mereka bahas.

"Jangan coba sentuh dia!" ucap Raksa dengan nada mengancam dan menekan setiap katanya. Matanya menatap tajam Mayor Ardhie yang nampak mengejek itu.

"Mungkin dia sudah tahu kalau saya peringatkan kemarin. Cukup pesan singkat dulu. Satu persatu akan merasakan nanti." Ujar Mayor Ardhie kembali melanjutkan ancamannya.

"Jika anda sentuh gadis itu, tak peduli apa pekerjaan kita, kita selesaikan dengan cara paling gila yang tak pernah terpikirkan sebelumnya."

"Ini juga sebuah peringatan sekaligus ancaman untuk anda, bajing*n negara yang memuakkan!" setelah mengatakan kata-kata seperti itu, Raksa meninggalkan Mayor Ardhie tanpa hormat. Ia berjalan dengan menahan emosi dan gemuruh hati yang tiba-tiba membuat dirinya khawatir setengah mati.

.
.
.

Note :

Eksepsi :
Yahya Harahap (Halaman: 418), “eksepsisecara umum berarti pengecualian, akan tetapi dalam konteks hukum acara, bermakna tangkisan atau bantahan yang ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan yang mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima. Tujuan pokok pengajuan eksepsi yaitu agar proses pemeriksaan dapat berakhir tanpa lebih lanjut memeriksa pokok perkara. Eksepsi diatur dalam Pasal 136 Reglement Indonesia Yang Diperbaharui (HIR).

Sumber : litigasi.co.id

Continue Reading

You'll Also Like

154K 11.1K 72
Janji suci di antara kita, memiliki makna yang berbeda. Suci dan kebahagiaan bagiku namun, kosong dan neraka bagimu. Walau hatiku telah jatuh padamu...
727K 6.3K 19
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
My sekretaris (21+) By L

General Fiction

304K 3K 21
Penghibur untuk boss sendiri! _ Sheerin Gabriella Gavin Mahendra
143K 4.2K 21
"Kamu sudah berani kembali, itu artinya kamu enggak bisa berharap aku akan membiarkan kamu pergi lagi." Allucard. Empat tahun yang lalu, Sheina menin...