House of Cards✓

By dydtedi

8.6K 1.3K 788

Even if you say you see the end Even if you say it will collapse again Even if you say its a useless dream Ju... More

Prolog
1st Card
2nd Card
3rd Card
4th Card
5th Card
6th Card
7th Card
8th Card
9th Card
10th Card
11th Card
12th Card
13th Card
14th Card
15th Card
16th Card
18th Card
Secret Card
19th Card
20th Card
21st Card
22nd Card
23rd Card
24th card
25th Card
26th Card
27th Card
Epilog
Author's Card

17th Card

252 41 43
By dydtedi

Hai, teman! Gimana kabarnya hari ini?
Semoga besok dan seterusnya selalu dilingkupi kebahagiaan dan keberuntungan, ya💜
-----

From : Unknown number
Jihye, ini Ayah. Maaf sudah menganggu waktumu.
Tidak bisakah ayah bertemu denganmu?
Atau setidaknya jawab telepon Ayah.

Jihye menghela napas lelah.

Diletakkannya kembali benda pipih berharganya pada meja rias. Tidak ingin repot-repot membalas atau bahkan membuka pesan singkat yang baru saja masuk menghias layar ponsel. Cukup dengan membaca notifikasi yang tampak saja sudah membuat perasaan Jihye campur-aduk. Sedih, marah, gusar, hambar. Jihye merasa tidak tenang.

Belakangan, setelah pertemuannya dengan sang ayah tempo hari, Jihye kerap dihubungi nomor tidak dikenal yang tidak pernah dia tanggapi. Jihye tidak tahu siapa yang telah membagikan nomornya pada orang lain, tapi Jihye tahu telepon itu adalah ayahnya yang berusaha dekat dengannya lagi. Entah untuk alasan apa, tapi Jihye tidak suka itu. Katakan saja Jihye durhaka karena dia benar-benar tidak ingin bertemu ayahnya. Jihye sungguh merasa tidak nyaman.

Lagipula jika dipikir-pikir, jika ia menemui ayahnya, memangnya apa yang harus dibicarakan? Sayang? Rindu? Jangan bercanda. Jihye masih sakit hati dengan keputusan ayahnya yang lebih memilih keluarga lain dibanding dia dan ibunya. Sudah beberapa tahun berlalu dan luka itu masih ada. Menyaksikan Ibunya yang tidak lagi sanggup bertahan dan dia yang pada akhirnya terpaksa merelakan. Bertemu ayahnya kembali membuat Jihye takut. Apakah ada hal buruk yang akan terjadi?

Meski sesusungguhnya dia tahu, tidak seharusnya dia selalu berpikir buruk.

Mengangkat wajah dan mengamati pantulan dirinya pada cermin, Jihye menemukan sosok Hoseok berdiri di depan pintu kamar mandi dengan tubuh yang masih tampak basah. Mengamatinya entah sejak kapan, dengan ekspresi datar yang juga tak dapat Jihye jabarkan.

“Memikirkan apa lagi, Jihye-ya?” ujarnya, bertukar pandang dengan Jihye melalui pantulan cermin.

Diam-diam Jihye menelan ludah. Bukan karena aura mengintimidasi Hoseok yang tajam. Namun lebih karena penampilan suaminya itu sekarang. Rambut yang berantakan dan masih terlihat basah usai keramas, tubuh bagian atas yang belum tertutup apa pun selain selembar handuk yang dikalungkan leher, juga celana panjang warna gelap yang membungkus kaki panjangnya. Beruntung bagian bawah tubuh Hoseok tertutup dengan sempurna. Kalau tidak …

Jihye refleks memejam mata, berusaha mengusir pikiran-pikiran kotor yang tiba-tiba terbesit di otaknya. Hei Han Jihye! Sejak kapan kau jadi punya pikiran mesum seperti ini? Sadar! Sadar! Sadar! Perempuan itu menggelengkan kepala samar, menghalau potongan-potongan adegan yang mustahil terjadi.

Melihat reaksi Jihye yang semakin aneh, pria itu mendekati istrinya. Bertumpu pada lutut, setengah berdiri di samping Jihye, menguncang bahunya pelan. “Jihye? Kau baik-baik saja?”

Jihye refleks membuka mata, menoleh dan tertegun mendapati wajah Hoseok yang begitu dekat dengannya. Bertemu pandang dengan manik legam yang menatapnya penuh tanya. “Jihye?”

Jihye menggeleng sekali lagi. “Aku baik-baik saja,” ujarnya, usai berhasil menguasai diri. “Pakai bajumu dengan benar, Hoseok-ssi!”

Hoseok menunduk sebentar, lalu terkekeh. “Kausku jatuh di lantai. Basah.”

“Kenapa tidak minta tolong ambilkan yang baru?” Jihye menarik diri, sedikit menjauh dari Hoseok. Membuat laki-laki itu menyeringai geli.  Tidak mungkin kan Jihye memikirkan apa yang dia pikirkan?

“Aku sudah memanggilmu, tapi tidak ada respon. Kukira kau sedang membuat sarapan. Ternyata melamun lagi.” Hoseok mendengus di akhir kata. “Kali ini apa yang kau pikirkan?”

Jihye melirik sekilas. Berusaha tidak terganggu dengan pemandangan tak biasanya di dekatnya. Mencari-cari alasan logis yang tidak membuat Hoseok kecewa.

“Tidak ada yang terlalu serius sebenarnya. Aku hanya merasa semakin hari badanku semakin membengkak,” keluhnya, sungguhan. Mengamati bayangan dirinya pada cermin Jihye menyadari, Jungkook benar. Dia mirip seperti babi. Pipinya semakin berisi dan lengan atasnya bersaing dengan pemukul kasti. Dia bahkan sudah mulai kesulitan memilih baju untuk berangkat ke kantor. Menyebalkan.

Hoseok justru tersenyum. “Kau pasti tidak tahu, kan?”

“Apa?” Jihye menoleh sekilas, tanpa minat.

“Cermin di hadapanmu ini cermin ajaib. Coba kau tanya padanya, siapa perempuan yang paling cantik di dunia ini.”

Jihye menyipit tak paham. “Jangan konyol.”

“Coba dulu.”

“Siapa―”

“Kau tahu manteranya tidak sih?”

“Kubilang jangan konyol, Jung! Aku mau membuat sarapan.” Jihye sudah akan bangkit, tapi Hoseok menahannya tetap duduk. Laki-laki itu bersikeras.

“Katakan, wahai cermin ajaib ….”

“Jung!”

“Wahai …”

“Wahai cermin ajaib,” ucap Jihye cepat, ingin segera menyudahi situasi yang membuatnya pening ini. Hoseok menunjuk arah cermin, menunggu Jihye melanjutkan ucapannya. Jihye mendengkus kesal, tapi tak urung juga dia bertanya, “:Siapakah perempuan yang paling cantik di negeri ini?”

“Kau.”

Jihye terdiam. Tidak tahu harus mengatakan apa.

“Kau Jung Jihye, perempuan paling cantik di negeri ini.”

Tentu bukan cermin berbingkai kayu tersebut yang menjawab pertanyaan Jihye. Jangan konyol. Jung Hoseok yang menjawab, dengan suara yang sanggup membuat aliran darah Jihye berdesir. Perempuan itu kembali menoleh pada suaminya. Tatapan mereka bertemu.

“Gagal. Aku tidak mudah dirayu.”

Hoseok mendesah pura-pura kecewa. “Padahal aku mengatakan yang sebenarnya. Kau itu cantik, sungguh.”

“Tapi aku juga gendut, sungguh. Jari-jari tanganku bahkan juga ikut membengkak. Jika terus seperti ini cincin pernikahannya tidak akan muat lagi.” Jihye mengangkat tangan kirinya tinggi-tinggi ke hadapan Hoseok. Memamerkan ukuran jarinya yang memang sedikit berbeda.

Hoseok meraih tangan itu,  mengamatinya dengan kening berkerut. Khawatir. “Apa ini menyakitimu?” tanyanya cemas.

“Sedikit. Apa aku boleh melepasnya?”
Hoseok tampak tidak begitu senang mendengarnya, tapi kemudian dia sendiri yang melepaskan cincin pernikahan mereka dari jemari Jihye. Perlahan, tapi cukup membuat Jihye merasa sedikit kehilangan.

“Lepas juga kalungnya.”

“Apa?”

Jihye tidak salah dengar. Tanpa banyak bicara Hoseok bangkit ke arah belakang. Jihye dapat melihat dari pantulan cermin pria itu melepas pengait kalungnya. Menjauhkannya dari leher Jihye, benar-benar melepasnya. Apa Hoseok marah?

Namun kemudian Hoseok memasukkan cincin pernikahan Jihye pada salah satu ujung pengaitnya hingga benda bulat itu jatuh menjuntai bersanding dengan liontin.
Jihye mengamatinya tanpa bicara.

“Seperti ini dulu tidak apa-apa kan?” tanya Hoseok, kembali memakaikan kalung pemberiannya dengan hati-hati. Setelahnya laki-laki itu memandang cermin, tersenyum. “Sudah kubilang kau itu cantik.”

Jihye tidak mampu menanggapi ucapan Hoseok. Pikirannya kosong. Tersentuh dengan perlakuan manis pria yang berbagi marga dengannya tersebut. Pening. Jihye berbalik. Berhadapan dengan Hoseok yang kembali merendahkan badan, berjongkok di depannya. Pria itu bahkan menggenggam tangannya, mengusap jemarinya.

“Hoseok …”

“Dengar.” Hoseok bersungguh-sungguh. “Tak peduli seberapa banyak bobot tubuhmu bertambah, seberapa besar perubahan yang terjadi hingga membuatmu gelisah, Kau … tetap terlihat cantik di mataku.”

Berani sekali kau Jung Hoseok mengatakan hal semacam ini pada Jihye! Jihye tidak diizinkan untuk curiga.

“Karena kau sedang mengandung anakku. Semuanya berkembang karena bayinya sehat, begitu kan?”

Benar. Bayinya harus sehat. Tanpa protes, Jihye mengangguk. “Bayinya harus sehat.”

“Jangan khawatirkan apapun.”
Jihye berusaha.

“Semua akan baik-baik saja.”

Manik legam itu, Jihye ingin percaya.

“Ada aku di sini, Eomma.”

Eomma …

Jihye tersenyum mendengarnya.

Berani sekali …

Jung Hoseok,

Setelah keheningan beberapa saat,

Mengecup bibir Jihye dengan lembut.

xxxxx
11 Juli 2020

Continue Reading

You'll Also Like

45.1K 4.1K 38
{Bijaklah dalam memilih bacaan} Berniat untuk membalas dendam tapi itu semua berbanding terbalik.
329K 35.5K 71
⚠️BXB, MISGENDERING, MPREG⚠️ Kisah tentang Jungkook yang berteleportasi ke zaman Dinasti Versailles. Bagaimana kisahnya? Baca saja. Taekook : Top Tae...
3.1K 583 38
stereotip anak BEM; akademik bye, lebih penting proker daripada kuliah, rapat begadang bahkan sampe nginep di sekre berhari-hari. iya kah? #1 - hans...
3.1K 680 29
Sea tahu, menyukai Hazel adalah kesalahan terbesar dalam hidup. Harusnya Sea sadar diri, perbedaan usia mereka yang cukup jauh tidak akan membuat Haz...