T I M E (Kumpulan Cerpen)

By utamiwu_

251 11 11

Utamiwu_ Present Sebuah Kumpulan Cerpen bertajuk 时间 T I M E "Selama waktu masih berputar, kisah masih akan te... More

[1] Miracle of New Year
[2] Immortal Eve
[3] Elang Kehilangan Permata

[4] One Winter Day

24 0 0
By utamiwu_

Sabtu, 11 Juli 2020

One Winter Day

A Story Written by Utamiwu_

Udara dingin sore hari menyeruak masuk, bersamaan dengan suara lonceng yang berbunyi ketika pintu kafe terbuka. Kota Seoul sudah memasuki musim dingin. Pantas saja udara terasa begitu dingin meskipun di siang hari.

Sosok laki-laki tinggi hampir dua meter dengan tubuh berlapis coat tebal berwarna cokelat, serta kacamata hitam yang bertengger di batang hidungnya, berdiri di ambang pintu masuk kafe. Jangan lupakan senyum manis yang terpatri di wajah tampannya membuat semua perempuan, baik pegawai maupun pengunjung kafe menjerit histeris. Teriakan itu semakin menjadi tatkala laki-laki itu membuka kacamatanya secara perlahan.

"Astaga, bagaimana bisa ada manusia setinggi dan setampan dia?"

"Lihatlah senyumnya, begitu menawan."

Laki-laki yang menjadi bahan obrolan para perempuan itupun hanya membalas dengan senyuman. Ia melangkahkan kaki untuk memesan minuman. Itulah tujuan utamanya, tebar pesona hanyalah tambahan.

"Hai Tiara, aku mau memesan Americano tanpa es. Kau tahu, udara diluar sangat dingin. Tapi sedikit menghangat ketika aku melihat wajahmu yang imut itu," kata laki-laki itu pada perempuan pegawai kafe dengan name tag yang tertulis nama 'TIARA'.

"Gyaaaa!!"

Bukan.

Teriakan itu bukan berasal dari Tiara—perempuan yang diajak laki-laki itu berbicara, melainkan datang dari perempuan lain yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik laki-laki dengan tinggi menjulang itu. Respon yang diberikan seisi kafe berbeda dengan Tiara. Perempuan itu hanya diam tanpa merespon. Ia tengah sibuk menyiapkan pesanan laki-laki tinggi di depannya.

"3.200 won kak," kata Tiara memberikan pesanan.

Perbedaan tinggi badan mereka yang luar biasa membuat Tiara mendongak untuk melihat wajah pelanggan kafe tersebut. Laki-laki itu tersenyum lebar sembari memberikan empat lembar uang seribu won pada Tiara sembari berkata, "Kembaliannya untukmu saja."

Laki-laki itu mengusap pelan kepala Tiara sebelum melenggang keluar dari kafe. Tiara hanya mengerjapkan mata, bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Sedangkan perempuan seisi kafe memandang iri pada Tiara.

"Astaga Tiara, kau beruntung sekali mendapat perlakuan seperti itu di hari pertamamu bekerja," kata Sunny—rekan kerja Tiara.

"Apa? Kenapa memangnya? Dia siapa?" tanya Tiara bingung.

"Kau tidak tahu? Padahal ia begitu terkenal, bagaimana kau bisa tidak tahu. Laki-laki tinggi itu namanya Alex. Model dari agensi yang ada di sebelah kafe ini," kata Sunny menjelaskan sembari memandang langit-langit kafe, membayangkan paras laki-laki bernama Alex yang begitu tampan, baginya.

Tiara hanya mengangguk paham tanpa menunjukkan minat sedikitpun. Ia mengusir halus Sunny dengan mengatakan, "Maaf Sunny, masih ada banyak pekerjaan yang harus aku lakukan."

Mendengar itu, Sunny pergi setelah sebelumnya menepuk bahu Tiara pelan. Perempuan berkacamata bulat itu berdiam diri sesaat, memegangi kepalanya, memikirkan hal yang baru saja terjadi. Ia berkata dalam hati, "Kenapa ia mengusap kepalaku tiba-tiba?"

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, Tiara berpamitan untuk meninggalkan kafe. Ia hanyalah seorang pekerja paruh waktu, jadi waktu kerjanya di kafe hanya 6 jam kerja. Usai mengemas barangnya, ia berjalan pulang. Beruntung asramanya terletak tidak jauh dari kafe tempat ia bekerja. Hanya membutuhkan waktu lima belas menit berjalan, Tiara telah sampai.

Tiara adalah mahasiswa salah satu universitas yang ada di Seoul, Korea Selatan. Lebih tepatnya ia adalah mahasiswa Indonesia yang sedang menimba ilmu di negeri gingseng tersebut. Tiara sudah 4 tahun berada di Korea Selatan dan saat ini ia berada di tahun ketiga.

Hidup di negeri orang ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Ditahun pertama perkuliahan, beberapa kali ia mengalami culture shock. Salah satunya setiap menginjak musim gugur dan sepanjang musim dingin, hidung Tiara memerah dan flu. Selalu seperti itu hingga saat ini.

Kegiatan harian Tiara hampir sama seperti mahasiswa lainnya. Pergi ke kampus, bekerja paruh waktu untuk menambah uang saku, serta mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen. Tidak jarang ia juga diajak bepergian oleh teman sekamarnya yang berasal dari China.

***

Pagi-pagi sekali, Tiara bergegas ke kampus untuk mencari bahan makalah di perpustakaan kampus. Ia berkeliling menyusuri rak-rak mencari buku yang dicarinya. Tiara mendengus kesal ketika melihat buku yang dicarinya berada di jajaran buku paling atas. Ia berusaha menjinjit untuk menggapainya, namun nihil, ia tidak bisa meraihnya. Tiara menolehkan kepalanya, berharap ada seseorang yang bisa dimintai tolong. Tapi nyatanya tidak ada seorangpun yang terlihat. Sepertinya ia datang terlalu pagi. Tiara berusaha melompat tinggi untuk menggapai buku itu, namun usahanya masih tidak membuahkan hasil. Ia menunduk lesu sembari membenarkan letak kacamatanya.

"Butuh bantuan?"

Mendengar tawaran itu, Tiara menyunggingkan senyum. Ia berbalik dan langsung berhadapan dengan tubuh laki-laki yang menawari bantuan. Tiara terpaksa mendongak untuk melihat wajah laki-laki itu yang kini tersenyum manis. Lihatlah, tinggi Tiara hanya sejajar dengan bahu laki-laki di depannya itu. Ia terdiam, "Sepertinya aku pernah bertemu, dimana ya?"

"Kau mau ambil buku yang mana? Buku yang ini?"

Pandangan Tiara mengikuti tangan laki-laki itu yang menunjuk buku itu dan mengangguk. Tiara mengerjapkan matanya dan memundurkan tubuhnya ketika dirasa tubuh laki-laki di hadapannya itu semakin menghimpitnya.

Laki-laki itu menekuk lututnya, menyetarakan tingginya dengan Tiara dan menyerahkan buku yang baru saja diambilnya. Ia tersenyum melihat wajah Tiara dan mengusap pelan kepalanya sembari berkata, "Kita bertemu lagi, Tiara."

"Kau mengenalku?" tanya Tiara mengerjapkan matanya.

"Kau tidak mengenalku?" tanya laki-laki itu perlahan.

Tiara menggeleng sembari memeluk buku berukuran besar yang baru saja diberikan oleh laki-laki di hadapannya. Mata Tiara menelisik memperhatikan wajah sosok di hadapannya. "Siapa sih?" batinnya

"Kafe. Americano. Uang kembalian ambil saja."

Tiara memutar matanya, mencoba mengingat-ingat.

"AH! Kau model itu?!"

Tiara membungkan mulutnya yang spontan berteriak kencang. Alex—nama laki-laki itu, hanya tersenyum sembari terus memandang Tiara. Ia kembali mengusap kepala Tiara dengan lembut. Walaupun baru dua kali bertemu, namun entah kenapa Alex sangat gemas dengan Tiara. Alex terus saja memperhatikan wajah Tiara yang menurutnya sangat imut.

"Bisakah kau berhenti melihatku seperti itu?"

Sungguh, Tiara merasa tidak nyaman di tatap oleh Alex dengan jarak hanya sekitar 20 sentimeter saja. Alex kembali menegakkan tubuhnya. Tiara segera mengatur detak jantungnya yang beberapa saat lalu berdegup sangat cepat.

Perempuan itu bergegas menjauhi Alex dan mencari tempat duduk. Tanpa disangka, Alex dengan seenaknya duduk di hadapan Tiara. Ia berusaha mengabaikan kehadiran Alex, namun tatapan Alex yang menuju pada Tiara membuatnya tidak nyaman.

"Kenapa kau ada di sini?" tanya Tiara tanpa melihat Alex.

"Aku? Apa salah jika seorang mahasiswa berada di perpustakaan kampusnya sendiri?" tanya Alex sembari mengembangkan senyumnya.

"Kau? Mahasiswa sini? Punya dosa apa aku di kehidupan sebelumnya hingga aku harus bertemu atau bahkan satu kampus denganmu," gumam Tiara, namun masih terdengar oleh Alex.

Alex tidak tersinggung sama sekali. Ini bukan kali pertama Alex mendapat hujatan dari seseorang. Pada kehidupan modeling yang di tekuninya, tida semua orang menyukai laki-laki dengan dimple di kedua pipinya itu. Tentu saja masih ada banyak orang di luar sana yang menghunjam Alex dengan segala cacian. Tapi, laki-laki pemilik nama asli Jung Jae-Woo itu tampaknya sudah terbiasa.

"Kau siang nanti ada waktu?" tanya Alex.

"Tidak," jawab Tiara cuek.

"Kau bahkan tidak berpikir sebelum menjawab."

"Untuk apa berpikir? Aku memang tidak ada waktu," kata Tiara.

"Kau selesai kelas jam berapa?" tanya Alex.

Tiara menghembuskan napas jengah. Sepertinya Alex ini tidak akan menyerah. Lantas Tiara menjawab, "Bukan urusanmu."

"Come on Tiara. Aku akan mengijinkanmu pada menejer kafe untuk meliburkanmu hari ini," kata Alex.

"Jangan mencari masalah. Kemarin baru hari pertamaku bekerja," kata Tiara jengkel.

"Okey, sampai ketemu nanti."

Alex pergi meninggalkan Tiara yang masih bergelut dengan buku-buku setelah sebelumnya mengusap lembut kepala Tiara—lagi. Perempuan itu menghembuskan napas lega. Akhirnya ia bisa melakukan pekerjaannya dengan tenang.

***

Hari ini, kelas Tiara berakhir lebih awal. Ia melihat jam tangannya yang masih menunjukkan pukul 10 pagi. Masih ada waktu banyak sebelum ia bekerja di kafe. Tiara merapikan berang bawaannya dan keluar dari kelas.

Ketika berada di lorong, tangannya ditarik oleh seseorang dan memaksanya untuk berlari. Tiara beberapa kali berteriak untuk meminta berhenti. Ia tidak sanggup mengimbangi langkah kaki seorang laki-laki di depannya. Belum lagi genggaman tangannya yang sangat erat, membuat tangan Tiara sakit.

Mereka berhenti di parkiran mobil.

Tiara menekuk lututnya dan mencoba mengatur pernapasannya. "Siapa orang gila yang tiba-tiba menariknya dan mengajak ia berlari?" tanya Tiara dalam hati.

"Masuklah."

Tiara melihat ke arah sumber suara sembari masih tetap memegangi lututnya. Untuk ke sekian kalinya, Tiara menghembuskan napas kesal setelah mengetahui pelakunya. Siapa lagi jika bukan Alex.

Alex berdiri di samping mobil berwarna putih dengan pintu depan yang terbuka. Ia mempersilahkan Tiara masuk, namun perempuan itu masih diam tidak bergeming. Alex menekuk lututnya untuk melihat keadaan Tiara. "Kau kenapa?"

"Kenapa katamu?! Kakiku rasanya hampir patah mengikuti langkahmu berlari."

Tanpa berkata-kata, Alex segera menganggat tubuh Tiara layaknya karung beras. Alex letakkan tubuh mungil Tiara di samping kursi kemudi. Jangan lupakan teriakan Tiara yang seperti kemasukan setan ketika Alex tiba-tiba menggendongnya.

"Kau mau menculikku?" tanya Tiara sedikit ketakutan setelah pintu mobil tertutup.

"Siapa juga yang mau menculik anak kecil sepertimu. Tidak ada gunanya," kata Alex sembari menyalakan mesin mobil.

"Apa katamu?! Anak kecil?!"

Alex mengabaikan ocehan Tiara.

Mobil putih Alex melesat, membelah keramaian jalanan Seoul di siang hari. Tidak ada pembicaraan diantara mereka. Alex tengah fokus pada jalanan sambil sesekali melirik ke arah Tiara yang sedang memperhatikan pinggiran jalan yang dipenuhi butiran salju. Seutas senyum terkembang di bibir Alex.

Mobil Alex berhenti di tepi sebuah sungai yang permukaannya sedikit membeku. Udara dingin terasa menusuk ke dalam kulit ketikaAlex dan Tiara turun dari mobil. Mereka berjalan masuk ke area taman tepi sungai itu.

Tiara kagum melihat pemandangan di depannya yang didominasi oleh warna putih. Sebagian rumput dan kursi taman tertutup salju yang semalam turun. Pemandangan yang sangat jarang ditemui oleh Tiara. Dimusim dingin seperti ini, Tiara lebih memilih untuk menghabiskan waktu di dalam ruangan yang hangat. Selangkah saja keluar dari rumah sudah membuat hidung Tiara memerah, seperti sekarang ini.

Beberapa kali Tiara menghembuskan napas melalui mulut hingga terbentuk asap karena dinginnya udara. Kedua tangan Tiara terasa kaku walau sudah masuk ke dalam kedua saku coat miliknya. Sesekali ia meniup dan menggosok kedua telapak tangannya. Kacamata yang dipakainya juga mulai berembun.

Tanpa perempuan itu sadari, Alex sedari tadi memperhatikannya dari samping. Laki-laki itu menggosokkan kedua telapak tangannya dan diletakkannya menutupi kedua telinga Tiara. Hal itu sontak membuat Tiara terkejut dan membalikkan badan melihat Alex.

"Apa? Kau kedinginan bukan? Hidungmu memerah," kata Alex mencubit pelan hidung Tiara yang memerah seperti badut.

"Salah siapa mengajakku ke tempat terbuka di tengah musim dingin seperti ini," kata Tiara membela diri.

"Ayo kita kembali. Kita cari kafe untuk menghangatkan diri."

Tiara berjalan di depan Alex yang masih tetap menutup kedua telinga Tiara. Sesampainya di dalam mobil, Tiara kembali menggosokkan kedua telapak tangannya dan meniupnya.

Melihat Tiara yang masih kedinginan, Alex pun juga ikut menggosokkan kedua telapak tangannya dan meletakkannya pada kedua pipi tembam milik Tiara. Manik mata Tiara menatap lekat wajah Alex. Ia dapat merasakan pipinya yang semakin menghangat.

"Kenapa tidak bilang kalau kau tidak tahan dingin?" tanya Alex.

"Kau sendiri tiba-tiba mengajakku tanpa bertanya," jawab Tiara dengan mempoutkan bibir akibat Alex yang semakin menekan kedua pipinya.

Alex melepaskan kedua tangannya dan beralih mengemudikan mobilnya, mencari kafe untuk mereka menghangatkan diri. Seperti biasa, Tiara memandang pemandangan pinggir jalan. Sekaligus menetralkan detak jantungnya yang bergemuruh setiap Alex memperlakukannya seperti kekasih.

Apa? Kekasih?

Memikirkannya saja sudah membuat pipi Tiara menghangat. Beruntung kini memasuki musim dingin. Bahkan jika Alex melihatnya, Tiara bisa mengatakan bahwa ia kedinginan. Hanya sebagai alibi tentunya.

Mobil Alex berhenti tepat di sebuah bangunan dengan konsep klasik. Aroma kopi menyeruak ketika Tiara masuk ke dalam kafe itu. Hangat. Itulah yang dirasakan Tiara. Mereka memilih tempat duduk di dekat perapian. Sepertinya Alex tidak ingin Tiara kedinginan.

"Kau mau pesan apa?" tanya Alex.

Tiara membolak balik buku menu untuk melihat daftar makanan dan minuman yang ada di kafe itu. Lama melihat, Tiara akhirnya hanya memutuskan untuk memesan minuman dengan nama Caramel Frappuchino tanpa es batu. Sedangkan Alex memersan Americano serta beberapa makanan ringan.

"Kenapa bersikekeh mengajakku keluar?" tanya Tiara.

"Tidak apa. Aku hanya ingin melihatmu saja. Besok aku akan berangkat ke China," kata Alex.

"Ngapain?" tanya Tiara sembari menyesap minuman yang baru saja diantarkan.

"Untuk beberapa tahun aku akan tinggal bersama Ibuku di China."

"Lalu? Kuliahmu juga pindah?" tanya Tiara lagi.

"Maaf, aku membohongimu, hehe," kata Alex menyunggingkan senyuman manisnya.

Tiara memutar bola matanya malas. Ia sudah menduga, tidak mungkin Alex kuliah di tempat yang sama dengannya. Satu hal yang menjadi pertanyaan bagi Tiara. Kenapa Alex malah memilih untuk jalan bersama dengannya, bukan teman yang lain?

Entahlah.

Tiara hanya menghendikkan bahunya cuek.

Tidak lama mereka berbincang. Tiara mengatakan bahwa ia harus kembali untuk bekerja dan Alex mengangguk. Dalam perjalanan kembali, mereka tidak saling berbicara. Masing-masing kalut dalam pikiran yang susah untuk di artikan. "Kenapa aku merasa sedih ya?" batin Tiara sembari melihat pinggiran jalan.

Mereka sampai di depan kafe tempat Tiara bekerja.

"Tiara, terima kasih. Sampai bertemu lagi."

Tiara membalas perkataan Alex dengan senyuman. Alex melambaikan tangannya pada Tiara. Mobilnya kembali melesat ketika tubuh Tiara bena-benar menghilang, masuk ke dalam kafe.

***

Sudah beberapa hari sejak Alex mengatakan bahwa ia pindah ke China. Pemberitaan kepindahannya juga muncul di media sosial. Teman-teman Tiara yang telah lebih lama bekerja di kafe itu menekuk wajahanya sedih melihat berita itu.

"Pantas saja beberapa hari ini aku tidak melihatnya ke kafe," kata Sunny.

Memang benar, Alex adalah pelanggan setia kafe itu. Setiap sore, ia akan datang ke kafe dan memesan Americano. Tidak peduli berada di musim apapun, ia akan tetap memesan minuman kopi dengan rasa pahit itu.

Salju masih saja turun memenuhi jalanan, namun tidak seberapa tebal. Cukup untuk membuat apa saja berubah menjadi warna putih. Tiara berdiri termenung, memperhatikan benda putih yang jatuh dari tempat peraduannya. Pikirannya melayang, memutar kembali kejadian singkat beberapa hari lalu.

Ya, musim dingin masih belum berakhir.

Tiara tidak akan mengira bahwa pertemuan singkatnya bersama Alex yang berakhir dengan perpisahan pula begitu membekas dalam ingatannya. Tiara sudah tidak bisa lagi membohongi perasaannya. Perempuan berambut pendek itu telah jatuh pada pesona Alex.

" Aku harap kita bisa bertemu kembali, Alex."

TAMAT

Continue Reading

You'll Also Like

81K 12.1K 72
නුඹ නිසා දැවුණි.....💙 නුඹෙන් මා නිවෙමි......💙
140K 1.8K 56
Well i mean its just imagines of walker sooooo Also request are open so if you want one just let me know!
Riptide By V

Teen Fiction

321K 8.2K 116
In which Delphi Reynolds, daughter of Ryan Reynolds, decides to start acting again. ACHEIVEMENTS: #2- Walker (1000+ stories) #1- Scobell (53 stories)...