AURORA BOREALIS 2|BAGIAN 22
"Mencari seseorang yang benar-benar tulus itu benar-benar sulit"
****
Pagi menyambut seluruh murid kelas 12 SMA Pangeran, dimana hari ini adalah hari pertama mereka melaksanakan tryout. Bahkan bisa di temui di setiap lorong murid-murid memegang buku materinya.
Tak terkecuali duo fakboi SMA Pangeran. Siapa lagi jika bukan George dan Ganendra. Keduanya kini tengah berjalan di lorong dari parkiran menuju ruang kelasnya.
"What is the function of itu pertanyaan buat apa?" tanya George.
"Tujuan dari teks lah, kalo nggak fungsi dari isi teks." jawab Ganendra, "Eleh gue dah encer nih otaknya."
George menoyor kepala Ganendra, "gaya lu selangit, liat aja nanti kalo liat soal."
"Beuh! Kalo liat soal tambah encer otak gue kayak bubur ketan."
"Sejak kapan bubur ketan encer kampret. Bubur ketan tuh kentel kayak ingus lo."
"Jorok banget sumpah lo Jor."
"Dah dah, giliran lo tanya sekarang. Lo pikir otak lo doang yang encer, nih gue lebih encer daripada bensin."
"Oke, oke deh. Kalo gitu jawab deh. Make a.. apa ya? Bukan-bukan gitu deh, Please describe your friend in beside you."
"Sialan lo! Itu bukan pertanyaan kampret."
"Eh kampret, gue nemu soal itu google tuh gitu."
George memutar malas kedua matanya, "Tai lo Gan. Karena gue mengakui kalo gue lebih pinter dari lo jadi gue bakal jawab."
"Ya udah sih tinggal jawab."
"I will describe my friend in beside me yang tololnya nggak ketara banget."
Ganendra menabok kelapa George, "eh kampret, lo lupa yang diajarin Mr. Google, kalo mendeskripsikan sesuatu itu kudu yang baik-baik."
"Ish! Banyak omong lo, tapi kan kata Pak Ustadz bohong itu dosa."
"Bohong dikit kalo kepepet nggak apa-apa kata emak gue."
"Mak lo sesat nih alirannya."
"Bodo amat, yang penting tetep mau ngasih gue duit. Dah buruan jawab pertanyaan gue."
"Hm! Oke, I will describe my friend-"
"Loh kalian belajar apa?" celetuk seorang siswi di lorong.
"Dih ya belajar bahasa Inggris lah, gini-gini kita juga belajar buat tryout, emang lo doang," sewot Ganendra.
"Enggak. Maksudnya kalian tadi belajar tentang apa?"
"Oh gue tau, lo mau minta ajarin kita kan? Dah lah sekarang akuin aja kalo gue sama Ganendra ini pinter kan meskipun jarang masuk kelas," sewot George.
"Bukan gitu. Hari ini kan jadwalnya matematika."
Ganendra dan George terbelalak, "HA!"
"Bukannya jadwalnya bahasa Inggris?" tanya Ganendra masih tak percaya.
"Tadi malem kan ada perubahan jadwal sekalian pembagian kisi-kisi."
"WHAT THE HELL!" teriak Ganendra.
George langsung menarik lembaran kertas yang ada di tangan siswi tadi, "kita belajar sekarang."
"Gue nggak ngerti apa-apa Jor, matematika bener-bener mati."
"Sini-sini belajar sekarang."
Teng! Teng!
Bel masuk tiba-tiba terdengar. Membuat Ganendra dan George terbelalak.
"SIALAN!!" teriak keduanya.
"Dah Jor, percaya sama kata hati aja," ucap Ganendra sambil menepuk bahu George.
"Hati gue isinya cewek Gannnn.. huaaaa."
"Dasar fakboi!"
"Mirror!"
Keduanya berjalan dengan langkah malas menuju ruang kelasnya. Kemudian duduk di bangku mereka masing-masing dengan muka lesu.
🌈🌠
Bel pulang telah berbunyi 30 menit yang lalu. Seorang perempuan berjalan menuju parkiran. Dia Aurora. Sudah beberapa hari ini dia sama sekali tidak berkomunikasi dengan Borealis dan anggota Kingston yang lain.
Ya.
Dia menjauh.
Kenapa?
Hanya Aurora yang paham apa alasannya.
Drtt!
Ponsel di sakunya bergetar. Sebuah pesan tertera di layarnya.
Om Fedrick : Darurat Ra, Bagaskara Group terancam bangkrut. Ada karyawannya yang membawa kabur uang perusahaan. Saham yang kita tanam nggak bisa menyelamatkan kerugian itu
Aurora terbelalak.
Shit!
Ini pasti kelakuan kakeknya yang tidak terima dengan penanaman saham atas bisnis resort nya waktu itu. Dia pasti membayar karyawan Bagaskara Group untuk melakukan penggelapan uang itu.
Lebaron Cavarson, kelakuan lo bener-bener sialan!
Aurora berpikir sejenak. Genggaman di ponselnya semakin kuat. Dia benar-benar emosi untuk saat ini.
"Nggak mungkin gue tanam saham lagi dengan bisnis itu, pasti Lebaron bakal tambah gila," gumamnya, "ayo Aurora berpikir. Jangan biarin hal buruk terjadi sama Alaska."
Sesaat kemudian. Setelah terpikirkan sebuah ide, Aurora bergegas berlari.
"Borealis!" panggilnya dari ambang pintu kelas 12 IPS 4.
Kelima inti Kingston yang sedang duduk di pojokan kelas menoleh.
"Kita perlu bicara," ucap Aurora lagi.
Borealis yang sedang duduk pun bangkit-meraih ranselnya dan berjalan menuju pintu.
"Ada apa?" tanya Borealis.
"Enggak disini."
Borealis mengangguk. Keduanya berjalan pergi menuju rooftop.
Sesampainya disana.
"Gue butuh bantuan lo kali ini," ucap Aurora to the point.
"Apa sih? Lo serius banget."
"Gue nggak mau basa-basi. Gue cuma mau bilang, please bantu Bagaskara Group."
Borealis tertegun, "gimana?!"
"Kakek gue berulah lagi, dan bakal berakibat kebangkrutan Bagaskara Group."
"Terus maksud lo gue harus bantu Alaska gitu?"
"Rey! Tolong, kali ini aja. Gue bener-bener nggak mau Alaska bakal kena imbas karena kebangkrutan bokapnya nanti."
"Ra, ya biarin sih kalo dia sama bokapnya bakal bangkrut. Biar dia kena karma. Lo lupa apa Ra, dia udah berkali-kali nyakitin lo."
"Rey,"
"Gue nggak perlu kasih alasan kan kenapa gue nggak mau nolong dia. Sama seperti lo yang nggak ngasih alasan apapun dari menjauhnya lo."
"Ini tuh beda."
"Ini sama Ra, dimana lo nggak mau ngasih penjelasan apapun, begitupun juga gue."
"Rey, Alaska emang pernah jahat sama gue. Tapi tolonglah semua orang itu punya sisi jahat dan baik. Gue pun juga punya sisi jahat. Saat orang itu melakukan kejahatan, lo harus inget segala kebaikannya. Dari situ lo bisa belajar, kalo kejahatan nggak selalu di balas kejahatan."
Borealis terdiam.
"Tolong Rey, kalo gue bisa lakuin ini sendiri, pasti gue lakuin. Tapi nggak semudah itu berurusan sama kakek gue."
"Ra. Lo tau kan, kakek gue pun nggak beda jauh dari kakek lo. Mereka sama-sama licik Ra. Lo mau buat semuanya tambah rumit?"
"Kita tuntasin satu-satu masalah ini Rey-"
"Tuntasin satu-satu Ra? Bahkan soal Edeline aja lo nggak mau campur tangan. Gue pun nggak bisa percaya sepenuhnya kalo lo itu nggak ada kaitannya sama hilangnya Edeline."
"Jadi lo nuduh gue?"
"Gue nggak nuduh Ra, gue cuma berpikir aja, apa sebenarnya alasan lo menjauh? Bahkan tepat saat Edeline hilang. Gimana gue nggak berpikir negatif tentang lo?"
"Kenapa jadi rumit gini sih?! Gue kan cuma mau minta tolong sama lo."
Aurora berjalan menuju tangga.
"Alaska itu masuk dalam daftar orang yang gue benci Ra, nggak mungkin dengan gampangnya gue kasih pertolongan buat musuh gue sendiri," ucap Borealis membuat Aurora menghentikan langkahnya.
"Dan lo sekarang masuk dalam daftar orang yang gue benci Borealis," sarkas Aurora seraya melanjutkan langkahnya.
Ini yang buat gue benci bergantung pada orang lain. Kita nggak akan tau siapa-siapa aja orang yang bener tulus bersama kita dalam suka ataupun duka, batin Aurora.
Itulah kehidupan. Di saat kita terbang tinggi, kita akan di lihat bagai emas dan dengan mudahnya orang-orang akan mendekat bahkan menjunjung nama kita.
Lain lagi ketika kita sedang jatuh, kita akan di lihat bagai batu. Tak ternilai, di injak bahkan terkadang di buang. Di singkirkan karena di anggap sebagai penghalang.
Di dunia ini sangatlah kejam. Keadilan yang sebenarnya tidak pernah ada, orang berkuasa akan menang atas segalanya. Bahkan mereka lupa apa arti menolong tanpa pamrih, apa artinya berkorban, apa artinya tulus. Mereka hanya memandang hal dengan nilainya bukan dengan sisi baiknya.
Dan lagi, orang yang memandang dengan sisi baik kadang akan terkecoh dengan 1 kesalahan kecil. Mereka akan lupa dengan segala kebaikan yang telah di lakukan.
Begitu keras, tak berhati, tak berperasaan. Hanya berpegang pada ego dan pikiran.
Hanya dua hal yang dapat menjadi dewa penolong, Tuhan dan dirimu sendiri.