ALKANA [END]

By hafifahdaulay_

795K 38.4K 3.1K

Alkana Lucian Faresta dan pusat kehidupannya Liona Athena. Alkana mengklaim Liona sebagai miliknya tanpa pers... More

PROLOG
CAST
Trailer
CHAPTER 01
CHAPTER 03
CHAPTER 04
CHAPTER 05
CHAPTER 06
CHAPTER 07
CHAPTER 08
CHAPTER 09
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 41
CHAPTER 42
CHAPTER 43
CHAPTER 44
CHAPTER 45
CHAPTER 46
CHAPTER 47
CHAPTER 48
EPILOG
New Story! (Squel)

CHAPTER 02

20.5K 1K 65
By hafifahdaulay_

H A P P Y   R E A D I N G :)

"Aku kecelakaan karena liat kamu ciuman sama Aurel."

~Liona Athena~

Dari kejauhan nampak sebuah mobil hitam mewah mendekat ke arah sebuah rumah minimalis yang nampak tidak terlalu mewah. Mobil tersebut berhenti di depan pagar, dengan canggung Liona menatap ke arah Alkana.

"Makasih untuk semuanya Alkana." ujar gadis itu dengan nada tulus dengan senyum kecil. Jantung Alkana berdetak tak karuan, anggap dia lebay, namun memang itulah kenyataannya.

"Oke." Alkana menjawab singkat menutupi rasa gugupnya. Sialan! Gadis di depannya ini membuatnya tidak mampu mengendalikan diri. Melihat gelagat Alkana yang akan turun untuk membantunya membuat Liona spontan memegang lengan lelaki itu.

"Gak usah, gue bisa sendiri." ujar Liona kaku, sungguh aura lelaki ini membuat dirinya merasa terintimidasi, tak menyadari bahwa tangannya yang berada di lengan lelaki itu memberi respon besar bagi sang empu. Darah Alkana berdesir, tubuhnya lemas dan perlahan mengangguk kaku.

"Yakin?" Alkana bertanya basa-basi. Liona mengangguk mengiyakan.

"Mau mampir bentar?" tawar Liona, Alkana tau jika itu hanya sekedar tawaran formalitas. Mengingat kondisi hubungan keluarga gadis itu membuat Alkana menolak.

"Gak usah."

Dengan sedikit kesusahan Liona turun dari mobil lelaki itu, yang bagi Liona sendiri kelewat mewah. Jika siswi sma Venus melihat dirinya turun dari mobil seorang Alkana pasti mereka akan menjadikan Liona sasaran bully.

Liona menoleh kebelakang, beberapa meter di belakang mobil Alkana tiga temannya dengan motor masing-masing setia menemani Alkana. Merasa tak enak hati, Liona tersenyum canggung sebagai ucapan terima kasih lalu berbalik masuk ke rumahnya. Bagaimana pun juga Liona masih tau diri, dari rumah sakit mereka mengawal mobil Alkana hingga sampai di rumahnya.

Memangnya siapa Liona?.

Mobil Alkana perlahan melaju bersama dengan ketiga temannya. Liona melangkah memasuki rumah dengan tas baru di punggungnya.

Alkana yang memberikan, Alkana bilang tasnya saat kecelakaan sudah rusak, namun ponselnya masih layak pakai meski layarnya sedikit pecah. Liona awalnya menolak saat pria itu membelikannya tas baru di perjalanan pulang sebagai bentuk tanggung jawab, namun jika menolak Liona akan memakai apa ke sekolah untuk menampung barang dan juga buku-buku sekolahnya. Kantong kresek?, Liona masih memiliki gengsi walaupun miskin. Tas berwarna hitam polos itu sukses menjadi miliknya sekarang.

Alkana juga sempat ingin membelinya handphone baru, dan untuk yang satu itu Liona menolak keras.

"Dari mana saja kamu?" Liona mengangkat pandangannya ke arah pria yang tengah berdiri di pintu sambil menatapnya tajam. Alis Liona menukik tajam, pertanyaan macam apa ini?!.

"Papa ngasih pertanyaan yang Papa sendiri udah tau jawabannya." jawab Liona menahan rasa sakit hatinya.

"Dan tidak menutup kemungkinan jika kamu berbohong!" tuduh Papanya Arga membuat Liona mengepalkan tangannya, ia menatap kakinya dan lengannya yang masih di perban.

"Apa luka-luka ini belum jadi bukti buat Papa, Liona kecelakaan Pa, dan Papa tau soal itu, tapi Papa gak pernah jenguk Liona saat di rumah sakit." ujarnya dengan mata berkaca-kaca, menurutnya Arga sudah keterlaluan. Ayah mana yang tega menelantarkan anaknya sendiri?

"Dimana sopan santun mu kepada orang tua Liona?" wanita iblis itu datang, Liona mengepalkan tangannya, jika bukan karena ayahnya mencintai wanita ini, Liona akan menghajarnya sekarang juga.

Miranda, ibu tirinya, Liona sengat membenci wanita ular ini, selain selalu bermuka dua dan berpura-pura baik di depan Arga, Miranda selalu memoroti ayahnya, dan yang paling penting, Miranda merebut posisi almarhum ibu kandungnya.

"Bukan urusan Tante!" ucapnya penuh penekanan.

"Mama Liona, Mama!, Sudah berapa kali Papa bilang, panggil Miranda dengan sebutan Mama, bukan Tante, bagaimana pun juga dia adalah ibu mu sekarang, suka tidak suka kamu harus menurut!"

"Sudah Mas!, mungkin Liona belum bisa menerima aku sebagai pengganti Mbak Nilam." Miranda mengelus lengan Arga seolah menenangkan, sedangkan bibirnya tersenyum miring menatap Liona. Wanita ini! Liona ingin menghajar mulut kotor yang berani menyebutkan nama ibunya.

"Ayo masuk! Biarkan saja anak kurang ajar ini di sini!" Arga menggandeng tangan Miranda memasuki rumah meninggalkan Liona di sana.

Liona mengumpat dalam hati, saat kakinya ingin melangkah masuk suara deruman motor yang amat di kenalnya terdengar memasuki halaman. Liona berbalik dan menemukan kekasihnya Malvin yang datang dengan seorang gadis yang amat di kenalnya di boncengan lelaki itu, tempat dimana biasanya dirinya duduk.

Malvin tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya, dadanya sesak melihat mata kekasihnya yang berkaca-kaca. Liona menatap nanar lelaki itu lalu menatap penuh kebencian pada Aurel. Adik tirinya itu sepertinya semakin tidak tau diri, terlebih lagi ia memasang ekspresi sombong saat Liona memergoki dirinya bersama dengan Malvin.

"Jadi ini alasan kamu nggak pernah jenguk aku ke rumah sakit?" Liona membuka suara lebih dulu. Malvin menggeleng cepat lalu turun dari motornya tergesa-gesa menghampiri gadis itu.

Saat tangan cowok itu ingin meraih tangan Liona, namun gadis itu spontan mundur, "Nggak Li!, kamu salah paham, aku nggak jenguk kamu ke rumah sakit gara-gara sibuk ngurusin OSIS."

Alasan klasik batin Liona, "Aku rasa OSIS gak sesibuk itu sampe kamu nggak bisa luangkan waktu kamu sebentar aja buat jenguk pacar sendiri."

"Nggak Li--"

"Kamu sibuk tapi bisa jalan sama Aurel!" sindir Liona menatap Aurel dengan tatapan sinis. Aurel yang mendengar itu melipat tangannya di depan dada sambil memutar bola matanya malas.

"Nggak Li, aku nggak jalan sama adek kamu, kita baru pulang rapat OSIS jadi sekalian pulang bareng." Malvin sudah memasuki kelas 12 sama seperti Liona dan keempat inti XANDEROZ, sedangkan Aurel yang merupakan sekretaris OSIS itu masih menduduki kelas 11.

Liona terkekeh miris, "Sekalian pulang? Bukannya beda arah?"

Malvin menggeleng, "Sekolah sepi Li, kasian kalo aku ninggalin Aurel sendirian di halte, apalagi bentar lagi kayaknya hujan." Liona hampir menjatuhkan rahangnya mendengar penjelasan kekasihnya. Ia melirik sejenak ke arah langit, Malvin benar, langit terlihat mendung. Namun tetap saja, Aurel bukan anak kecil lagi!.

"Kasian? Berarti kamu nggak kasian sama aku yang berhari-hari di rumah sakit sendirian?!"

"Yaelah lebay banget sih Kak!, lagian di rumah sakit kan ada suster jadi kakak nggak sendirian!"

Bukannya marah dengan ucapan Aurel, Malvin justru mengangguk setuju. Liona mengepalkan tangannya namun bibirnya melengkung ke atas menciptakan senyuman paksa. Ingin rasanya gadis itu berteriak jika keadaannya sekarang ini gara-gara mereka berdua.

"Gitu? Oh oke."

Malvin memejamkan matanya melihat senyuman paksa Liona, "Lili maaf karena nggak sempat jenguk kamu, dan maaf juga karena malam itu aku nggak jadi dateng, kamu belum sempat ke sana kan?, kamu kecelakaan di mana? Kapan?"

Lili, Malvin menyebutkan nama panggilan khusus lelaki itu untuknya, namun entah kenapa rasanya memuakkan saat lelaki itu mengatakannya sekarang.

"Aku kecelakaan gara-gara liat kamu ciuman sama Aurel, di tempat di mana kamu janji bakalan ngerayain ulang tahun aku sialan!." batinnya berteriak marah.

Liona mengemasi barang-barang nya kedalam tas, ia baru selesai mengerjakan tugas kelompok di rumah Mela bersama tiga teman sekelasnya yang lain, Mereka masih mengenakan seragam sekolah kecuali Mela tentunya.

"Kita duluan ya Liona, Mela! Semangat buat presentasi besok!!!" semangat salah satu temannya bernama Arya yang di setujui mereka semua.

"Makasih ya Mel buat cemilan tadi hehe, dan salam buat Tante Arumi ya." ucap Indah senyum-senyum tidak jelas.

"Sama-sama, kapan-kapan mampir lagi ya." ucap Mela ramah, sambil berjalan ke halaman rumah.

"Makanan mulu lu!" Sinis Trivina.

"Kayak lo nggak aja bangsat!" balas Indah tak mau kalah.

"Maafin mereka ya Mel, Li, maklum aja isi pikirannya cuman makanan beda sama aku." ucap Arya tersenyum bangga membuat Indah dan Trivina menatap sinis padanya.

"Lo paling rakus Ar! Jangan berharap lolos dari tuduhan!" sinis Indah. Arya langsung bungkam di buatnya sambil tersenyum kecut.

"Eh Li hampir lupa, selamat ulang tahun ya, pokoknya kita doain yang terbaik buat lo." ucap Trivina mewakili keduanya. Mela sendiri sudah mengucapkan lebih dulu.

"Makasih ya guys!" ucap Liona gembira, sungguh ia tidak sabar bertemu dengan Malvin. Tadi di sekolah pria itu menyuruhnya datang ke suatu tempat setelah pulang kerja kelompok untuk merayakan ulang tahun Liona.

"Kadonya nyusul ya Li hehe." ucap Arya menggaruk tengkuknya kaku.

"Gak papa kok santai, kalian ngucapin selamat ulang tahun aja gue udah seneng banget!"  ini yang paling mereka suka dari Liona, gadis itu tulus dan tidak memandang suatu hal dari barang maupun materi.

"Ya udah aku duluan ya semua, abang Grab udah nyampe." pamit Liona. Mereka menatap ke arah pagar rumah, benar saja Grab pesanannya sudah sampai.

"Semoga lancar Li, hati-hati di jalan!" teriak Mela tersenyum senang di ikuti yang lainnya, mereka sudah jelas tau Liona akan kemana.

"Siap!!!"

15 menit kemudian.

"Makasih ya Pak." Liona menyerahkan helm dan membayar tagihannya.

"Sama-sama Neng." ucap pria berumur empat puluhan tahun itu. Liona menatap kepergian pria itu lalu memasuki area taman, ada beberapa muda-mudi pacaran di sana, dan beberapa menatapnya aneh, mungkin karena dia masih menggunakan seragam sekolah.

Liona melirik jam tangannya, sudah lumayan larut, tak apa ia kena amukan Papa nya nanti, yang penting ia bisa merayakan hari sepesial nya bersama Malvin.

Liona celingak-celinguk mencari keberadaan kekasihnya, hingga ia melihat punggung tegap yang amat ia kenal sedang berdiri membelakanginya. Di kursi taman terdapat dua box, satu berisi hadiah dan satunya berisi kue ulangtahun lengkap dengan sebuket mawar. Namun bukan itu yang menjadi fokus Liona sekarang, ada dua tangan melingkar di pinggang kekasihnya, dan dapat Liona tebak jika tangan itu milik seorang perempuan.

Liona menatap nanar, tak ingin berfikir yang tidak-tidak di hari spesialnya, Liona memilih lebih sedikit dekat dan berjalan ke samping, siapa tau kan itu adalah orang lain.

Namun harapannya pupus, dia memang Malvin dan gadis dalam pelukannya.... Aurel adik tirinya. Bagai di sambar petir Liona merasa oksigen di sekitarnya menipis, matanya mulai mengabur karena air mata yang menggenang siap tumpah kapan saja.

"Aku cinta sama Kak Malvin..." ucapan Aurel terdengar jelas di telinganya. Liona berharap pria itu tidak mengatakan hal yang sama, keterdiaman Malvin membuat Liona sedikit lega namun perlahan tangan Malvin membalas pelukan itu semakin erat.

Mereka merenggangkan pelukannya, Liona pikir ini sudah berakhir namun ia salah.

Nyatanya kejadian yang lebih mengerikan terjadi, Malvin mencium adiknya tirinya tepat di hari ulang tahunnya. Suara langit bergemuruh membuat keduanya berhenti menyatukan benda kenyal itu.

Rintik hujan mulai turun, beberapa orang berlarian pergi entah kemana. Liona masih bertahan di sana dengan tatapan kosong.

Kenapa Malvin mencium Aurel?, Apa karena selama ini Liona menolak saat pria itu berniat menciumnya? Hingga Melvin mencari yang lain?.

Liona berlari dari sana entah kemana, air matanya turun deras seperti hujan, hingga saat ia keluar taman tembus ke jalan raya, sebuah motor melintas dengan kecepatan tinggi menghantam tubuhnya hingga dirinya terlempar dan kepalanya terbentur aspal.

Dan saat itulah, Alkana pertama kali mengenalnya.

"Pembohong!" batin Liona berteriak. Ia menatap Malvin, tanpa mengucapkan apapun lagi Liona berjalan memasuki rumah meninggalkan Malvin dan Aurel di sana.

"Aduh maaf ya Kak, gara-gara aku kalian jadi berantem," what? Aku-kamu, gadis ini semakin berani rupanya, jika Liona tetap di sana dan mendengar ucapan adik tirinya mungkin ia tidak akan bisa menahan diri.

"Bukan salah kamu Rel, Liona emang sensitif orangnya." brengsek!, entah bagaimana jalan pikiran Malvin sekarang, ia menatap Aurel dengan tatapan memuja, apakah hatinya mulai goyah dengan keberadaan gadis itu. Terlebih lagi mereka pernah berciuman.

Dan yang paling di sayangkan, Liona tetap diam meski melihat hal itu secara langsung. Sudah jelas-jelas mereka memiliki hubungan di belakangnya, mereka selingkuh!.

******

Sepasang kaki berjalan tergesa-gesa menuju taman belakang sekolah, tak peduli seberapa banyak orang yang ia tabrak di koridor, gadis berambut panjang itu terus berlari dengan raut cemas yang nampak jelas di wajah cantiknya.

"Liona tunggu!!" teriak Mela namun tak dihiraukan oleh Liona. Dengan kesal Mela berlari mengejar gadis itu, ralat mengikutinya dari belakang. Trivina dan yang lainnya melongo melihat mereka.

Saat tiba di sana sudah banyak orang menyaksikan pertunjukan, dimana seorang Malvin yang menjabat sebagai ketua OSIS sudah babak belur akibat di hajar habis habisan oleh dua anak Xanderoz.

"Malvin!!!" teriak Liona spontan saat melihat pacarnya di pukuli dua orang lelaki yang memakai seragam sekolah seperti mereka juga namun terlihat sedikit berantakan.

Perkelahian itu otomatis terhenti, mereka sedikit menjauh dari tubuh Malvin lalu menatap Liona. Gadis itu kenal betul siapa mereka, orang-orang berbahaya yang ia temui di rumah sakit dan mengantarnya pulang.

Bintang, lelaki itu dengan brutal memukuli pacarnya bersama dengan Kenzo yang juga menginjak Malvin seperti orang kesetanan. Anggota OSIS berdatangan membantu Malvin lalu menatap tajam dua orang itu, namun tak ada yang berani membuka suara pada mereka.

Liona mendekat lalu memeriksa kondisi pacarnya itu, namun ia kalah cepat saat Aurel lebih dulu datang membopong tubuh itu untuk berdiri.

Hingga dari balik kerumunan sosok lelaki muncul, sosok yang paling di hindari semua orang di sekolah dan juga paling di takuti. Kehadiran lelaki itu membuat beberapa orang memilih pergi dan menjauh, karena takut terlibat dalam hal ini.

"Kalian kenapa mukulin Malvin?" tanya Liona berani dengan suara bergetar, Kenzo menatap tak suka kearahnya, namun Liona tak perduli.

Mela menahan nafas saat sahabatnya berani bertanya kepada mereka dengan nada marah. Mela menatap wajah Alkana, lelaki yang begitu di puja semua gadis di Venus.

"Pacar lo bikin masalah sama kita!" tekan Bintang dengan nada pelan.

"Masalah apa?" tanya Liona.

"Lo nggak perlu tau."

Liona merasa malu sekarang, penolakan memberikan jawaban dengan jelas Bintang katakan. Aurel dan yang lainnya membawa Malvin pergi, Liona ingin ikut sebelum lengannya di tarik lumayan kuat dan di bawa pergi dari sana.

Kenzo dan Bintang hanya menghela nafas menatap kepergian Alkana dan Liona, mereka juga memilih pergi dari sana menuju kantin karena tidak ingin ikut campur urusan Alkana. Hari ini Langit tidak masuk karena ada urusan keluarga.

"Alkana lepas!!" Liona meronta ingin di lepaskan, namun Alkana seolah tuli, Liona menoleh kebelakang di mana Mela berada, gadis itu menatap tak berdaya ke arah Liona.

Liona memejamkan matanya pasrah saat Alkana menariknya menuju parkiran di mana mobil mewah lelaki itu terparkir.

"Lepas! Lo mau ngapain bawa gue ke sini hah?!" kesal Liona tak tertahankan.

Alkana diam dan mendorong gadis itu masuk ke dalam mobilnya. Liona pasrah, ingin melawan pun tenaganya tidak sekuat Alkana. Setelah duduk di kursi kemudi Alkana mengambil sesuatu dari belakang, sebuah kotak, Alkana membuka kotak itu yang ternyata berisi kue ulang tahun.

"Happy birthday..." ucapnya dengan suara serak khasnya. Liona melotot melihat kejutan yang di berikan Alkana untuknya. Alkana meraih pemantik dari sakunya lalu menyalakan lilin di atas kue dengan angka 18.

"Lo--" Liona tidak bisa berkata-kata.

Liona menahan nafas, kue dan ucapan selamat ulang tahun dari orang tak terduga membuat jantungnya berdegup kencang, Alkana, lelaki misterius itu mengucapkan selamat ulang tahun padanya meski dengan paksaan yang sedikit kasar dan ucapannya yang kaku.

Liona tentu tidak pernah menyangka hal ini, sangat mengejutkan. Meski terlambat beberapa hari dari tanggal ulang tahunnya Liona tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Lagi pula kapan lagi selain sekarang, kemarin kan dia masih tidak sadarkan diri di rumah sakit.

"Makasih Alkana..." ucapnya mencoba mengesampingkan sejenak rasa kesalnya ketika Malvin di pukuli oleh mereka, anggap saja itu bayaran bagi Malvin karena sudah membuat dirinya sakit hati.

"Make wish..." tanpa basa-basi Liona memejamkan matanya membuat harapan sebelum meniup lilin.

"Semoga terjadi hal-hal baik kedepannya, amin."

"Hufffh"

Liona meniup lilin itu, Alkana tersenyum melihat gadis itu, Alkana menaikkan tangannya menyentuh wajah gadis itu, begitu halus. Itulah hal pertama yang Alkana rasakan.

Liona menahan nafasnya lagi, dia akui Alkana beribu kali lebih tampan dari pada Malvin apalagi di lihat dari dekat seperti ini. Namun tetap saja Liona mulai tidak nyaman, meski Malvin dan Aurel telah melakukan hal yang lebih dari ini di belakangnya tetap saja rasanya ini salah.

Liona menyingkirkan tangan lelaki itu dari wajahnya dengan pelan, takut Alkana tersinggung. Jika ia tetap membiarkan tangan Alkana membelai wajahnya, apa bedanya dia dengan Malvin?.

Namun sayang, harapan Liona musnah saat melihat rahang lelaki itu mengeras pertanda emosi, dia tersinggung, harga dirinya terluka saat terang-terangan Liona menolak sentuhannya.

"Lo nolak gue ?" tanyanya pelan namun terselip emosi di dalamnya. Mengabaikan hal itu Liona menjawab dengan pasti.

"Maaf Alkana, gue cuman menghargai Malvin sebagai pacar gue, makasih atas kuenya, jujur gue seneng dengan kejutan lo." Alkana semakin mengeraskan rahangnya mendengar penolakan itu.

"Gak mungkin gue deket-deket sama cowok lain di belakang dia, apalagi kita baru aja kenal." lanjut Liona.

Alkana terkekeh sinis mendengarnya, jujur Liona mulai takut sekarang, ia mencoba membuka pintu namun sayang, terkunci.

"Dia udah nyakitin lo sayang." ucap Alkana mengelus kepala gadis itu, Liona memundurkan tubuhnya menjauhi lelaki itu. Dan apa panggilan tadi?, rasanya menjijikkan ketika lelaki yang bukan siapa-siapa nya ini memanggilnya sayang.

Dua kali, Alkana mendapatkan penolakan gadis itu di jam yang sama. "Jangan munafik, lo kecelakaan gara-gara bajingan itu kan?!"

Liona membelalakkan matanya, bagaimana Alkana bisa tau?. "Lo gak pantes nyebut Malvin bajingan!, lo gak tau apa-apa soal dia!" Liona tetap membela pacarnya.

"Oh ya?, jadi apa panggilan yang lebih pantas untuk lelaki yang mencium adik pacarnya sendiri?"

Mata Liona semakin lebar, Alkana suka itu, gadisnya terlihat begitu menggemaskan. Ahh boleh dia memanggil gadis itu sebagai miliknya?.

Hei Alkana tak butuh persetujuan siapapun untuk memiliki sesuatu, karena jika ia menginginkan hal itu, dia pasti akan mendapatkannya bagaimana pun caranya.

Bahkan meski dengan cara kotor sekalipun.


Continue Reading

You'll Also Like

7.6M 357K 59
-END- #03 in Teen Fiction (Oct 9, 2018) #1 in Cerita Remaja (Dec 9, 2018) #2 in Cerita Remaja (March 29, 2018) Dia.. Dante Abraham. Si kakak kelas y...
989K 81K 57
[Baca AGARISH 1 dulu] Masa jaya Pegasus belum selesai hanya sampai di SMA. Tetapi akan terus bersinar dibawah pimpinan AGARISH. Masa perkuliahan Ag...
KAYVAN By dhnyrhma

Teen Fiction

509K 46.1K 52
Bukan rahasia lagi-Seorang Kayvan yang kemana-mana harus bersama dengan dua sahabatnya itu sangat menjengkelkan, dia manja, cerewet, keras kepala, da...
2.3M 226K 48
[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM BACA] Gavriel Elard Raymond Kehidupan Gavriel berubah setelah bertemu dengan Elzera, cewek gila yang pernah dia kenal. El...