Kelas Sebrangan ( AS1 ) TERBIT

By Salwaliya

7.9M 365K 158K

SUDAH TERBIT DI BUKUNE PUBLISHING Alega Series 1 IPA 5 kalau ketemu sama IPS 5 udah kayak Mr.Crab ketemu Pla... More

CARA BELI NOVEL KS
1. Hot News
2. Rumah Sakit
3. Namanya Jaja
4. Belum pro stalking
5. Perang kelas
6. Meet again
7. Double kill
8 - UKS
9. Lo beda
12. Jangan pake hati
16 - Cuma temen
26. Bukan date
27. Drunk kiss
28. Bukan apa apa
29. Menghindar time
39. Hancur yang sebenarnya
43. Jealous
47. Bukan orang yang sama?
Dua kabar baik
53. Peluk atau cium?
59. Bukan saling benci
62. gara gara aku kamuan
63. Semua punya peran
TERBIT!
VOTE COVER YUK
ANAK NAYYA JAJA??

48. War

95.5K 13.3K 10.6K
By Salwaliya



Kak Nathan, Zia padamuu


Btw, cast Ale sama Ical aku ganti huhu, soalnya aku nggak ngira mereka bakal sebobrok itu :(

Aku dapet si Haechan sama Baekhyun dari fyp TIKTOK heheheheh, ternyata artis boyband. Semoga suka deh ya

48. War











Karena tidak diijinkan menjenguk pasien secara serempak, terpaksa anak IPA 5 bergantian untuk menemui Nayya. Mamah Nayya pun jadi tau teman-teman kelas putrinya seperti apa, maka dari itu tak jadi masalah jika hanya anak kelas yang menjaga kamar.

Sekarang jadwalnya Ale, Ical, Luna dan Nathan yang jaga. Mereka sedang berkumpul sambil bermain kartu yang selalu dibawa Ical kemanapun cowok itu pergi. Sementara Nayya berbincang dengan suster yang sedang menyiapkan makan siang.

Yang tadinya sedang heboh mendadak hening saat Ale melempar kartunya di tengah-tengah mereka dengan wajah masam.

"Dah dah kelar, gue kalah mulu."

"YAELAHHHH SAMSONNN." Ical menoyor kepala cowok itu gemas. "Nggak bisa maen mah ngaku aja."

Ale mengacak kartu di lantai membuat Luna dan Ical berseru marah. "Kalo gue kalah, nggak boleh ada yang menang."

"DIHHHH."

"LO PULANG SONOOO."

"Sus, ini ada yang sakit jiwa satu tolong bawa."

"Adek-adek jangan berisik ya, saya pamit keluar dulu." ucap suster sambil membawa nampan makanan. Nayya terkekeh kecil melihat mereka seketika kalap.

Ale langsung menutup mulut Ical agar diam. Tersenyum pada suster cantik itu sebelum benar-benar pergi.

"Kok kita disuruh diem ya, dikira ujian apa." gumam Ale usai melepas tangannya dari bibir Ical.

"Kan konsletnya muncul, kan."

Harusnya dari awal Ale aja yang di sekolah, digantiin Zia, Dilla atau Gibran. Padahal Ale udah dua kali jenguk Nayya, tiap mau bergilir malah nggak mau. Alesannya pengen jadi anak yang baik, padahal tujuannya menghindar dari Pak Aji.

Ale sama Ical kemarin sempet ketauan soal ngunci pintu kamar mandi pas Pak Aji lagi buang air besar.

"Lo berharap rumah sakit rame kayak konser Tulus apa? Pinteran dikit kek, Le." kata Luna jadi kesal sendiri.

Ale cengengesan. "Kalo gue yang sakit, nih sampe suster nya nyuruh diem, gue yang ngomelin." katanya diikuti tatapan jijik dari seisi ruangan, kecuali Nayya.

Ical mencibir. "Rumah Sakit ogah kali nampung elu, bangkrut yang ada ngadepin spesies anaconda."

Ale mencubit bibir Ical kesal. "Tuh mulut kayak abis dirujak. Sejak kapan lo berani bacotin gue?"

"Sejak gue suruh." Nathan menyahut setelah lama diam. Membuat Luna dan Ical terbahak puas. Ical hendak merapat pada Nathan namun cowok itu justru berdiri menghampiri Nayya.

"Kalian jangan pada berantem kek." kata Nayya dengan tawa kecilnya.

Ale ikutan berdiri menghampiri. Saling berebut tempat di samping Nayya dengan Ical. Luna sampai terpaksa menimpuk kepala mereka satu-satu, kemudian mengambil alih bubur di meja dan menyuapkannya pada Nayya.

"Aaa, Bun." pinta Luna.

Ale merapat pada Luna serta memiringkan wajahnya. "Aaa, Lun."

Luna mengambil bungkus obat di meja, memasukannya di mulut Ale dengan wajah kesal. "Noh makan noh."

Ale tersedak, menepuk bahu Ical untuk membantunya. "Cal, gue nggak mau mati muda..."

"Mati aja Le, lo kalo tua pasti jelek banget." sahut Ical membuat Luna tertawa puas.

"Bun, jujur deh, pasti kangen denger kita berantem kan? Semenjak lo nggak masuk, gue yang ambil alih kelas." cerocos Ale usai minum beberapa air.

"Iya, ancur kelasnya." sahut Ical. Ale mengusap wajah cowok itu agar diam.

"Nih ya, kalo mau masuk kelas pada gue minta baris dulu. Terus kalo pulang gue pilih yang paling diem, baru boleh pulang. Tau kan orang paling pertama pulang siapa?" tanya Ale.

Nayya tertawa sambil mengunyah buburnya. "Gibran sama Nathan?"

Ical menggeleng. "Satu lagi, Dilla."

Nayya ber oh ria sambil tertawa. "Iya, lupa."











"Bun, kok nggak pulang-pulang sih?" tanya Nathan dengan wajah polos dan serta datar andalannya.

Ale, Luna dan Ical langsung menatap wajah cowok itu cengo. Nayya sampai meringis karena bingung harus menjawab bagaimana. Sebagai penengah, Ale menggeser badan Nathan menjauh.

"Nathan abis tawuran Nay, maklumin suka ngelag otaknya." ucap Ale cengengesan, melotot kecil pada Nathan yang tampaknya santai-santai saja.

"Kan bener, kayaknya udah sehat-sehat aja. Jangan mau diboongin pihak rumah sakit, bilangnya menetap biar bayar rumah sakitnya mahal." jelas Nathan.

Ical dan Ale langsung melongo bingung. "Serius?" tanya mereka bersamaan.

"Becanda." jawab Nathan. Mengulas senyum tipis. "Katanya Nayya harus dihibur..."

Luna tertawa garing, menepuk bahu Nathan sambil mengangguk geli. "Ohhh gitu maksudnya, ya ya lucu." katanya sambil menatap Nayya, mengisyaratkan agar ikut tertawa juga.

Ale saling melemparkan tatapan sedih pada Ical, kalau Nathan ototnya nggak gede kayak petarung, Ale bisa tuh ngerukiyah sekarang.

"Nath," panggil Ale lembut, mengusap punggung cowok itu dengan senyum tipis. "Kan gue udah pernah bilang, lu kalo nglawak mukanya jangan flat gitu. Kan orang jadi salah paham."

"Mana masih muda..." gumam Ical prihatin.

"Zia ngadepin elu ekstra sabar kali ya, pantes humornya anjlok gitu." kata Ale.

Nathan mengerutkan dahi. "Gue emang lucu."

"Lucu bagi Zia. Heem, ngerti gue." Ale menepuk bahu Nathan berulang kali.

"Eh, kalian nggak pada kena omel apa bolos gini?"

"Kita mau tawur." jawab Nathan. Seketika membuat Ale dan Ical menutup mulut cowok itu agar diam. Luna langsung memijat pelipisnya jengah. Bisa-bisa terbongkar rencana yang mereka buat.

Nayya melotot kaget, memandang mereka bingung. "Hah? Tawur kenapa?"

"Hai, semuanya."




Mereka serempak menoleh pada ambang pintu, dimana ada  dokter muda yang tersenyum lebar. Luna yang sedang memegang mangkuk bubur sampai oleng saking terpananya. Apalagi saat dokter tampan itu datang mendekat, Ale sampai jadi korban dicubit sama Luna.



"Sejak kapan ada dokter ganteng gini..." gumam Luna.

Ical melirik sinis. Mengusap wajah Luna agar tersadar. "Lingsir wengi... sliramu..."

Luna menyerngit terganggu. "Lo napa nyanyi kayak gitu?"

"Biar setannya ilang." jawabnya membuat Luna memutar bola mata malas.

"Nayya udah makannya?" tanya dokter itu ramah. Meraih tangan Nayya untuk memeriksa keadaan.

"Ini lagi makan, Dok." jawab Nayya sopan.

Luna menyentuh dadanya yang terasa hangat. "Bentar, gue bayangin dulu Gibran pake baju dokter..." gumamnya namun tak bisa didengar Ale maupun Ical.


"Le, tahan tangan gue plis. Ini kalo nggak gue bisa khilaf nglamar dokternya." gumam Luna sambil menarik lengan Ale geregetan.

Ale mendengkus malas. "Kamu lupa sama anak kita?"

Ekspresi Luna seketika datar. Sama halnya dengan seisi ruangan yang serempak menatap mereka.

"Jangan genit gini ya, nggak boleh loh." ucap Ale, menghadirkan tatapan jijik dari Ical dan Nathan.

Luna menoleh dengan wajah horor. "Udahlah nyet."

"Kan, kayak gitu. Itu anak kita Lini sama Ili minta makan. Gih pulang, aku yang bayar taxi."

Dokter bernama Farhan itu menatap mereka kebingungan. Nayya sampai menutup wajah karena malu. Nathan sudah berpindah duduk di sofa untuk rebahan karena Zia terus menelefon.

"Kalian udah punya anak?" tanya Dokter Farhan menatap mereka bergantian.

Ale hendak membuka mulut namun Luna lebih dulu meraup wajah cowok itu agar terbungkam. Ia cengengesan pada dokter tampan itu. Tak akan membiarkan citranya jelek dihadapan orang tampan.

"Suka halu dok anaknya, maklumin." kata Luna.

"Mana sempat, keburu nikah."

"Le!"

Dokter Farhan ber oh ria, kemudian tersenyum lagi. "Yaudah, kabarin saya kalo udah selesai makan ya. Nanti saya kesini lagi buat periksa ulang."

"Dokter." panggil Luna.

Dokter Farhan menoleh dengan alis terangkat. "Ya?"

"Ada yang ketinggalan." kata Luna. Semua serempak menatap cewek itu bingung.

"Ehh, apa?" Dokter Farhan tampak merogoh jas putihnya bingung. Perasaan dia tidak mengeluarkan apa apa.





"Hati saya." sahut Luna cengengesan malu membuat dokter tampan itu mendelik kecil.

"YAELAHH MARKONAHHH!" Ale menoyor kepala Luna. Ical ikut-ikutan mendorong lengan cewek itu kesal. Nayya sudah tertawa kecil memperhatikkan.

"SUNATIN LE SUNATIN."

"GUE CEWEK."





🎆🎆🎆














"Baru nongol sekarang lo?"

Gadis berwajah pucat dengan tubuh lesu itu langsung mengangkat kepala, bertemu tatap dengan salah satu cewek yang tak begitu ia kenal. Membuatnya menaikan alis karena tak paham.

"Lo siapa, ya? Kita ada masalah?" tanyanya dengan suara serak.

Luna dan Zia saling melirik malas, lalu menarik napas, mencoba menahan emosinya. Sampai minuman di meja kantin Luna raih lalu ia siramkan tepat di wajah Vinka. Membuat seisi kantin menatap mereka penasaran, bahkan ada yang sudah sigap mengeluarkan hp.

Ale, Ical dan Nathan juga baru muncul dari kelas. Tak ada yang berniat datang karena mereka juga kesal dengan apa yang telah terjadi. Mereka kini menyaksikan dari kejauhan, karena tanpa ikut andil pun Luna dan Zia sudah lebih dari cukup.

"Greget pengen ikutan gue." gumam Ale.

Nathan meliriknya dengan dengusan. "Nggak usah, dia cewek."

"Cewek tapi kelakuannya kayak setan anjir," sahut Ale. "Kok bisa ya tega banget, gue yang enteng tangan aja paling berani nabok doang."

Ical menatap Vinka sejenak, lalu menghela napas. "Kok gue rada kasian ya, mukanya pucet gitu."

Ale melirik Ical sinis, menabok lengan cowok itu. "Lo udah liat bunda belom? Kayak orang nggak punya semangat idup. Gara-gara tuh cewek," marahnya membuat Ical mencuatkan bibir.

Sementara itu jauh dari mereka Vinka berdiri, menunduk menatap seragamnya yang basah. Kemudian mengangkat kepala. "Maksud lo apa--"

"Lo yang apa?!" Zia mendorong bahu Vinka sampai mundur beberapa langkah. "Cewek sialan tau nggak lo!"

"Ratu lo di sekolah? Hah? Punya hak apa mukul temen gue?!" bentak Luna, membuat Vinka tersentak. Menyadari siapa mereka sekarang.

"Nggak semua harus mihak sama lo goblok,  cewek haus perhatian kayak lo tuh," Luna mendorong bahu Vinka. "Yang harusnya gue pukul."

"Kalo temen gue mentalnya kena gimana? Mau tanggung jawab nggak?!" seru Zia makin menyudutkan.

"Cupu nggak sih, mainnya keroyokan." desis Vinka terlihat gemetaran, meski ia tak ingin mengatakannya.

Luna terkekeh sinis. "Pukulan yang lo kasih ke Nayya, harusnya dibales satu sekolah. Dua doang masih dikit."

Vinka berusaha tegap, meski pertahanannya mulai runtuh melihat tatapan marah dari kedua orang ini.

Zia meraih tangan Vinka, mencekalnya secara kuat. Meski dia terlihat paling lemot, jika berurusan dengan orang yang dia sayang, Zia tidak bisa diam.

"Lo mau ngrasaiin rasanya dipukul nggak? Rasanya ditamper? Rasanya di tendang? Rasanya diancurin mentalnya? Mau lo?" sentak Zia mendekatkan wajahnya.

"Jaja jelas nggak mau sama lo anjir, kelakuannya kayak setan gini. Masih pede lo berangkat ke sekolah? Minta maaf aja enggak!" serunya sambil mendorong tubuh Vinka sampai termundur.

Vinka memejamkan matanya, membiarkan mereka terus memberontak.

"JAWAB SETAN! DIEM AJA LO!" marah Luna makin menambah hiruk pikuk kantin. Tanpa ada yang berniat memisah.

"Gue--"

"LO MAU GUE PUKUL?! KAYAK YANG LO LAKUIN KE TEMEN GUE?!"

"Lo mau sendirian ngabisin dia?"

Luna dan Zia terkejut, langsung menoleh ke belakang dimana ada Acel dan Chika. Mereka heran sejenak melihat Acel jalan mendekat.

"Chik, jaga luar kalo guru dateng." pinta Acel. Chika mengacungkan jempol, sambil menyedot es cupnya, gadis itu pergi dari kerumunan.

Luna menatap Acel. "Lo ada urusan apa sama dia?"

Acel diam, lalu menatap Vinka yang juga menatapnya. "Lo tau kan alesan gue kesini? Dulu gue belom sempet bales dendam sama lo."

Vinka mulai berkaca-kaca, memegang meja kantin untuk berlindung. "Kalian semua nggak tau apa-apa! Nggak usah kroyokan gini dong maennya."

Acel menarik tangan Vinka kasar. "Lo dulu juga meannya kroyokan nyet. Mana temen lo yang bully gue abis-abisan? Temen lo Sasa yang lo bangga-banggakan mana?"

Zia melemparkan tatapan bingung, sementara Luna hanya diam. Karena yang diberitahu oleh salah satu teman Jaja saat di rumah sakit, adalah dia. Setaunya Acel pernah jadi korban Vinka juga.

"Gue selama ini diem karena Jaja, ya. Jadi lo jangan merasa bebas dulu." ketus Acel.

"Jalur hukum sabi kali ya, biar kapok mendem di penjara." sahut Luna.

Acel tersenyum miring. "Rumah sakit jiwa harusnya."

Vinka mengepalkan tangannya, menunduk dengan tangan bergetar. Isi kepalanya mendadak muncul sekelebat memori yang tak ia pahami. Membuatnya meringis kesakitan. Dahinya sudah berkeringat karena lelah.

"Drama lagi lo--"






"Dia nggak bakal jera dikataiin doang."

Mereka serempak menatap samping, munculah sosok Sehan yang langsung datang menengahi. Mendorong badan Vinka mundur.

"Kak Sehan?" panggil Luna dan Zia bersamaan.

Sehan menghela napas berat, menoleh dan berbisik pada Vinka. "Lo pergi sekarang dari sini."

Vinka mengangkat kepala, terlihat cengo. "Ap--"

"Pergi dari sini. Mau jadi tengkorak lo diabisin?" tanyanya sarkas.

Vinka mengerjap sadar, menatap Luna, Zia dan Acel bergantian. Kemudian mundur beberapa langkah dan pergi dari sana.

"Maksud lo apa sih?!" sentak Zia marah, menatap Sehan tak suka.

"Menurut lo Nayya nggak bakal marah kalian nglakuin ini?" tanyanya.

Luna berdecak tak terima. "Menurut lo kita bakal diem aja Nayya diginiin?"

"Kalo kalian nyerang dia, bedanya kalian sama dia apa?"

Acel yang masih belum puas langsung berdecak kesal. "Lo nggak usah ikut campur kek, kayak tau-tau aja."

"Mental orang guys, bukan dia doang yang kena hukum, lo juga kena pasal bully orang kroyokan gini." kata Sehan membuat mereka diam.

"Nggak adil nggak sih, disini kesannya kita yang jahat," kata Acel pada Luna. "Padahal jelas-jelas yang kayak iblis tuh cewek."

Luna segera mengangguk setuju. "Dia harusnya ngerasaiin yang Nayya rasaiin."

Sehan menarik napas kesal.

Mau separah apapun mereka menghabisi Vinka, tetap saja tak berpengaruh karena cewek itu mentalnya tidak stabil.

Sehan juga heran kenapa harus repot ikut campur begini. Melihat cewek itu disudutkan tanpa perlawanan membuatnya ingin mengumpat heran.

Cewek bego...


TRIPLE PUBLISH LAGI ❤️🥺

TAPI TETEP KOMEN YAAA, GABOLEH SEPI SOALNYA AKU KANGEN BERAT :)

rada maklumin ya kalo mom slow update, lagi banyak urusan hehehe.

Continue Reading

You'll Also Like

390K 48.1K 33
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...
2.5M 251K 60
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
337K 11.7K 26
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
5M 268K 60
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...