CANDALA [Lebih Dari Sekadar M...

By Mitsusuki

6.1K 3.3K 4K

Apakah saling mencintai bisa menjamin seseorang untuk bersama? ❝Aku takut kamu malu dengan keadaan aku yang s... More

PERKENALAN
PROLOG
SATU (Harapan!)
DUA (Gantung?)
TIGA (Bingung?)
EMPAT (Malu)
LIMA (Marah!!)
ENAM (Cemburu?)
TUJUH (Kalut)
DELAPAN (Rencana)
SEMBILAN (Spesial 1)
SEPULUH (Spesial 2)
SEBELAS (Bersalah?)
2 BELAS (Berat!)
3 BELAS (Paham)
PEMBERITAHUAN
4 BELAS (Lara?)
5 BELAS (Sesak)
7 BELAS (Bijak)
8 BELAS (Kebetulan?)
9 BELAS (Rindu)
2 PULUH (Gatol)
21 (Fakta)
22 (Yakin)
23 (Sesal)

6 BELAS (Kawan)

91 50 95
By Mitsusuki

Kelak kamu akan menyadari bahwa teman yang sebenar-benarnya teman adalah mereka yang selalu ada entah suka maupun duka.



Sinar mentari menyembul dari sela-sela tirai yang sedikit terbuka. Menyinari kamar seorang pria, yang masih setia merangkul gulingnya di balik selimut. Padahal hari sudah semakin cerah.

Pria itu terlihat gelisah, bukan karena sinar mentari yang mengganggu tidurnya saat ini, melainkan suara-suara bising yang asalnya dari ruang tamu.

Berisik sekali, mungkin jika kalian yang mendengarnya, kupastikan kalian ingin melempari mereka dengan kata-kata sarkas yang bisa membuatnya tak berkutik.

Kedengarannya tidak hanya satu orang, melainkan lebih entahlah berapa jumlahnya. Bisa-bisanya mereka membuat keributan di rumah orang yang sedang menikmati tidurnya di hari minggu.

Menyebalkan, karena dirinya harus bangun dari ranjang kesayangannya. Oke ia harus menghampiri mereka dan menegurnya. Ketika  tangannya hendak meraih gagang pintu, langkahnya mendadak berhenti.

Pria itu menutup satu dau telinganya dengan jari lentik miliknya, ada suara teriakan menggema, yang uh nyaris saja membuat gendang telinganya mendengung.

"Bagas gue ambil air minum lu ya di kulkas, haus ni!" teriak pria itu.

"Ngak usah teriak-teriak njir, adek gue masih tidur!" teriak Bagas.

"Lu juga teriak bangke!" teriak pria itu lagi.

Pria bersurai legam itu menarik nafasnya panjang menghadap pintu kamarnya, tidak salah lagi, yang berisik di luar sana sejak tadi adalah teman-teman kak Bagas, entah ada urusan apa mereka mendadak berkumpul.

Padahal sudah lama sekali sejak terakhir kak Bagas membawa teman-temannya ke rumah. Sialan, kalau begitu ia tidak bisa keluar dengan keadaan yang acak-acakan, serta ekspresi baru bangun tidur.

Mau tidak mau ia harus membersihkan diri dulu, kemudian ke luar menghampiri mereka. Kalau tidak, ia akan ditertawai oleh teman-teman abangnya yang cakep-cakep. Bisa di bilang teman abangnya adalah kumpulan cogan-cogan kampusnya.

Setelah membersihkan diri di kamar mandi dengan kurung waktu sekitar lima belas menit, pria bersurai legam itu keluar dengan handuk yang terlilit dipinggangnya. Ia kemudian melangkah ke lemari di samping ranjangnya, menyambar satu baju kaos di sana sembarangan.

Ia tidak terlalu memperhatikan soal gaya berpakaian kalau sedang di rumahnya, apapun itu yang penting nyaman. Setelah mengenakan kaosnya yang berwarna army dengan celana kargo selutut berwarna hitam.

Pria itu melangkah keluar dari kamarnya menuju ruang tamu, sembari menggosok rambutnya dengan handuk lembut yang berwarna putih.

Entah karena penampilannya yang mencolok, atau pria itu yang datang tiba-tiba, orang-orang di ruang tamu mendadak mengarahkan pandangannya ke pria bertubuh jangkung itu, sekilas kemudian kembali ke kegiatannya masing-masing. Ah ada sekitar delapan orang jika di hitung dengan Kak Bagas.

Mereka tak akan heran atau kaget, karena orang-orang itu memang sudah kenal dengan anak bertubuh jangkung di hadapannya, adik Bagas yang supel dan suka ikut bergabung dengan mereka.

Tapi ada dua pria yang kelihatannya nampak tercekat melihat Lintang, yang sedang berjalan ke arahnya, matanya mengikuti pria berkaos army itu terang-terangan, dan Lintang pun melakukan hal yang sama. Sepertinya dua orang itu anak baru, terlihat dari gerak geriknya, tapi salah satu dari mereka wajahnya terlihat tidak asing.

"Kamu?" ujar pria itu.

Mengernyit, "Kak Raka ya?" ujar Lintang.

"Lu berdua udah saling kenal?" titah Bagas.

Mendadak semua orang mengalihkan pandangannya ke tiga orang yang saling melemparkan pertanyaan itu, sekilas saja dan kembali kagi ke kegiatannya masing-masing, bermain game play satition. Ah mereka memang punya sikap acuh yang kumat.

"lu udah kenal sama Lintang, Rak?" tanya Bagas.

"Pacar adek gue nih." mengendikkan dagunya ke Lintang.

"A_Apaansih kak." memalingkan pandangan.

"Adek lu?," berpikir. "Perasaan yanng deket sama Lintang cuma... Laras?"

"yoi, adek gue."

Kening mengerut, "Loh... bukannya belum ja--"

Dukk!

"Sakit anjir!" teriak Bagas memegang betisnya, Lintang menendangnya.

Menatap heran, "Lu tadi bilang apa Gas?"

Bagas melirik ke Lintang, anak itu menatapnya tajam.

Terkekeh, "Nggak jadi." menggeleng.

"Btw kenapa muka lu bonyok gitu lin?"

Mengangkat kedua alisnya, "Emm... biasalah kak." terkekeh. "Kak Raka satu kampus sama kak Bagas?" lanjutnya mengalihkan pembicaraan.

Mengangguk, "Iya."

"Baru gabung di gengnya kk Bagas?"

"Iya." menggaruk tengkuk lehernya.

"Sibuk dia sama organisasinya, masa dia baru tau kalau ada geng kumpulan anak-anak cogan kampus," mendecih.

"Kenapa mau gabung kak?"

"Ya... karena gue kan cogan." terkekeh.

"Idih narsis parah, padahal mah gantengan gue." ujar pria berkaos putih di sofa.

Lintang sontak memandang pria itu, pria yang baru saja menyela pembicaraanya dengan Raka, pria berkaos putih itu sepertinya juga anggota baru, karena perawakannya yang nampak asing.

"Dia juga anggota baru kak?" bisiknya ke Bagas, kemudian mengendikkan dagunya ke pria tersebut.

"Ah... dia Anton temannya Raka, sebenarnya dia yang ngajak Raka buat gabung."

Mulutnya ber oh kecil, Kemudian nampak berpikir, nama pria itu terdengar tidak asing seperti pernah dengar, tapi entah dimana. Ia kemudian menggeleng, ah sepertinya hanya perasaannya saja.

"Anggota baru juga kak?" menghampiri Anton, kemudian duduk di sofa.

Terkekeh, "Iya."

"Kak, Wulan mana ya, kok nggak nongol-nongol?"

"Dia pergi tadi." jawab Bagas.

"Kemana?"

"Nggak tau, tadi di jemput sama temennya."

Lintang mengangguk

"Lin, ambil cola lu dong di kulkas." ujar pria yang sedang memainkan senar gitarnya.

"Nggak punya cola bang, air bening mah banyak." terkekeh.

"Yaelah, padahal cola mah enak euy sambil ngemil."

"Ngode nih, si bujang minta dibeliin cola." ucap Bagas.

"Mau dibeliin?, yaudah." mengulurkan tangannya ke Dicky, pria yang sedang asik dengan gitarnya.

"Apaan?" ujar Dicky.

"Uangnya mana?, katanya mau dibeliin."

"Astaga.. nij yang punya rumah nggak bermodal heran dah."

Tertawa, "Buruan kak, mana uangnya."

"Iya, sabar jarwo." membuka dompetnya kemudian memberi uang kertas berwarna merah ke Lintang.

"Gini dong," terkekeh. "Yaudah aku ke indomaret dulu ya bang."

"Nggak pake lama." ujar mereka semua serentak.

~~~


Setelah membeli pesanan cola dari abang-abang cogan di rumahnya, sekalian di tambah cemilan, Lintang bergegas keluar dari indomaret dengan langkah gontai. Walau orang-orang di rumah mengatakam tidak pakai lama ia tidak peduli, jalan ke indomaret butuh tenaga ekstra, capek juga padahal lumayan dekat.

Pria itu cukup menyesal tidak memakai kendaraan, tapi sebenarnya walau capek lumayanlah untuk olahraga kaki, biar lemak tidak menggumpal di paha. Pria bersurai legam itu kemudian asik sendiri dengan langkahnya, sembari membayangkan ekspresi wajah kak Dicky yang uangnya ia habiskan untuk membeli cemilan.

Raut wajah yang tadinya menggambarkan senyum perlahan memudar ketika matanya menangkap satu sosok yang sedang berdiri di dekat abang penjual gado-gado. Sosok pria yang akhir-akhir ini jarang ia temui, semenjak kejadian pria itu terserang penyakit maagnya, dan tidak bisa menepati janjinya.

Kawannya yang mempunyai ciri khas beralis tebal, Fadil. Lintang menghampiri temannya diam-diam, berniat memberi sedikit kejutan ringan. Ia menepuk keras punggung temannya kemudian berteriak, sampai abang penjual gado-gadopun ikut tersentak karena ulahnya.

"WOY." ujarnya sembari menepuk keras punggung Fadil.

"W_Woy, sialan siapa sih?" teriak Fadil.

"Santai gan."

"Anjir lu," menghela nafas kasar. "Untung jantung gue gak kemana-mana, kalau copot kan berabe." mendengus kesal.

Lintang dan abang penjual gado-gado tertatawa masam. Pasalnya pria beralis tebal itu berceloteh dengan alis tertekuk dan tangannya memegang dadanya. Oke Lintang harus kembali pada tujuan utamanya, mengajak pria itu sedikit berbincang.

"Dill ngomong bentar yu?"

"Lah, ini lagi ngomong."

"Maksud gue lebih serius bujang."

"Ada apa, kok tiba-tiba--"

"Ngomongnya di sini aja." ujarnya, sembari melangkah ke tempat duduk depan indomaret, tempat duduk disana sudah disediakan dari pihak indomaret. Mungkin untuk pelanggan yang ingin menikmati makanannya.

Fadil menghampiri temannya yang bersurai legam itu, kemudian duduk di depannya. Tatapan Lintang berubah menjadi datar dam tajam

"Lu kok akhir-akhir ini jarang gue liat." ujar Lintang.

"Tapi gue sering liat lu kok, lu aja kali yg gak liat gue."

"M_Masa sih." mengerutkan keningnya.

"Lu mah keasikan sama Karin."

"Lah, yang buat gue kayak gini siapa coba."

"Maksudnya?"

"Gue kayak gitu, karena lu gak bisa di sisi Karin, lu kebanyakan alasan tau gak."

"Kok nyalahin gue."

"Yaiyalah, kan lu sebelumnya udah janji buat ke rumah Karin, bantu dia." menghela nafas. "Seandainya lu datang waktu itu, gue nggak bakalan kejebak dalam suatau keadaan kayak gini sama Karin."

"Terus, mau lu sekarang apa?" memalingkan pandangannya.

"Lu harus terus di sisi karin Dill."

Menggeleng, "Nggak, gue keberatan."

"Lah, bukannya lu suka sama dia?, harusnya lu selalu ada buat dia dong."

"Karin tuh bukan anak-anak Lin yang harus selalu di jaga dan awasi."

"Ini nggak seperti yang lu bayangin Dill." menarik nafasnya dalam. "Karin tuh menderita gara-gara ayahnya, kasihan dia."

"Terus gue harus gimana?, itu masalah privasi Lin, privasinya Karin sama ayahnya, kita nggak boleh terlalu dalam untuk ikut campur."

"Tapi... Tap--"

"Udah deh Lin, gue laper, gue mau pulang makan gado-gado gue di rumah."

"Dil... Fadil, jangan pergi dulu Dil." mengacak rambutnya gusar.




Sebenarnya pengen ku lanjut, tapi... ah nanti saja deh wkwkw.




⚠️jangan lupa vote

©mitsusuki
To be continued...

Continue Reading

You'll Also Like

3.6M 212K 57
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
2.1M 73.6K 44
Jangan jadi pembaca gelap! Seorang santriwati yang terkenal nakal dan bar-barnya ternyata di jodohkan dengan seorang Gus yang suka menghukumya. Gus g...
394K 31.9K 41
Rifki yang masuk pesantren, gara-gara kepergok lagi nonton film humu sama emak dia. Akhirnya Rifki pasrah di masukin ke pesantren, tapi kok malah?.. ...
Roomate By asta

Teen Fiction

382K 25.7K 36
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...