Dersik

By khanifahda

758K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... More

Peta
Khatulistiwa
Proyeksi
Kontur
Skala
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Adveksi
Presipitasi
Infiltrasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Obsekuen
Insekuen
Superposed
Anteseden
Symmetric Fold
Asymmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Crest
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Bar Deposit
Alluvial Fan
Backswamp
Natural Levee
Flood Plain
Horst
"Graben"

Annular

10.5K 1.4K 69
By khanifahda

Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran kembali bersatu. Pola aliran annular biasanya dijumpai pada morfologi kubah atau intrusi loccolith.
.
.

"Gimana kabarmu?"

Gayatri yang sedari tadi terdiam kini menatap Lesmana yang duduk di samping kanannya.

"Baik,"

"Maaf," ucap Lesmana kemudian. Laki-laki itu lantas menatap Gayatri yang terdiam di bangku RTH dekat kontrakannya. Gayatri hanya memakai celana training dan hoodie sebagai pakaian yang ia pakai hari ini.

"Buat apa?"

"Dek," lalu Gayatri kembali menatap Lesmana. Wajahnya sudah enak dipandang. Beberapa hari ini Gayatri fokus menenangkan pikiran dan hatinya. Sesekali datang ke kantor untuk memastikan tugasnya dan bertanya perihal Latika. Ia juga tak membahas lebih lanjut kasus yang dibawa oleh Raksa, mungkin setelah ia lebih tenang, ia akan bisa lebih produktif.

"Maafin kita semua. Ayah nggak seharusnya mengatakan seperti itu. Ini bukan salahmu. Ini udah ketetapan takdir yang ada. Mama nggak ada bukan gara-gara kamu."

"Tapi Ayah nyatanya nyalahin Aya kan Bang?" sela Gayatri. Lesmana langsung terdiam.

"Aya nggak berdaya sekarang. Aya seperti pengecut," ucap Gayatri kemudian dengan nada rendah.

"Dari kemarin Aya menyiapkan mental semisal Abang ikut membenci Aya setelah kasus kakak. Aya pantas di benci ketika Aya nggak berdaya buat menyelamatkan kakak. Rasanya seperti sangat terlambat. Hati Aya hancur saat tahu kakak terlibat. Aya nggak tau jalan keluar yang harus Aya ambil. Semuanya terasa sudah di ujung jurang. Aya ribuan kali menyiapkan mental untuk menjadi bagian operasi dimana  kakak menjadi target. Aya bungkam padahal hati Aya menjerit ingin menyelamatkan. Aya nggak berdaya Bang."

Lesmana lalu menarik nafasnya, "kamu nggak pantas untuk menyalahkan dirimu sendiri. Abang ikut hancur dek. Kita semua berantakan. Abang terlalu egois dengan tidak bertanggungjawab atas semua ini. Ini sudah jalan Latika. Abang kecolongan, dia tergiur gemerlapnya dunia, Abang nggak bisa apa-apa sekarang. Dan paling menyakitkan adalah ketika kamu menjadi bagian penangkapan Latika. Lalu bagaimana bisa hatimu tetap kuat melihat semua ini? padahal ribuan kali kamu mendapat pesakitan?"

Gayatri menarik bibirnya tipis, "Bang, Aya pernah terbesit buat lari dari semua ini. Apalagi setelah tahu semuanya dan Aya harus bungkam serta harus bekerja secara profesional. Aya harus kuat melihat detik-detik kakak harus di giring ke kantor polisi dengan berbagai dakwaan. Hati Aya hancur Bang sekalipun kita tak sedekat layaknya adik kakak yang harmonis."

"Maaf, kamu hadir bukan menjadi layaknya keluarga bagimu dek. Kamu terasa asing di keluarga dan kamu hanya menerima seolah baik-baik saja. Maaf, Abang turut menjadi pengecut bagi kamu. Seharusnya kamu juga layak di anggap dan di sayangi seperti keluarga. Nggak tau lagi Abang harus bilang apa." Ucap Lesmana. Lalu laki-laki itu menunduk dalam.

Gayatri yang awalnya duduk berjauhan, kini mendekat ke arah Lesmana. Tangannya terangkat menyentuh pundak Lesmana. "Nggak ada yang terlambat Bang, cukup Ayah dan kakak yang benci Aya, tapi Abang  jangan. Abang satu-satunya keluarga yang Aya harapkan. Jika semuanya benci, i don't know after that."

Lalu Lesmana menatap adiknya itu dengan senyuman. Ia merangkul sang adik. Selama ini ia sadar jika Gayatri benar-benar perempuan kuat. Perempuan yang mempunyai hati tulus. Tapi mengapa justru orang baik yang selalu mendapat ujian? mungkin Tuhan tahu mana hambanya yang sanggup dengan ujian yang di berikan sehingga berkali-kali di beri cobaan, tetap saja kuat menghadapinya.

Gayatri membalas senyuman itu seraya berkata, "Bang, ceritain bagaimana Mama dulu dong. Aya selama ini nggak tau mama itu seperti apa."

Dan pertanyaan sederhana Gayatri itu menyentil batin Lesmana paling dalam. Ia seolah dihempas oleh kenyataan yang paling menampar. Ia gagal menjadi keluarga bagi Gayatri dan itu sangat menyakitkan.

*****

Dua perempuan muda saling diam di ruangan berukuran 4x3 meter yang hanya terdapat satu pintu dan jendela. Mereka saling diam sebelum salah satu perempuan berpakaian kemeja hitam dengan strip merah dan celana jeans rambut cepol itu mendongak setelah sebelumnya menunduk. 

"Puas kamu?" tatapan tajam Latika mengarah ke sang adik yang hanya terdiam sedari tadi. Latika terus menatap Gayatri yang hanya diam di tempatnya. Pagi ini wajahnya lebih kelihatan segar setelah sebelumnya terlihat pucat dan lemah. 

"Apanya yang puas? bahkan seharusnya Aya yang tanya, kenapa kakak berani mengambil langkah besar ini?" Gayatri menatap sang kakak, tak ada raut wajah yang sedih, ia sudah membuangnya jauh-jauh sebisa mungkin. Tak ada toleransi untuk narkoba dan perdagangan manusia, sekalipun itu dilakukan oleh kakaknya sendiri. 

"Itu urusan gue gobl*k!"

Gayatri tersenyum, "dari dulu emang Aya gobl*k, makanya nggak ada yang bisa Aya banggakan. Tapi setidaknya Aya nggak gobl*k dengan masuk lembah hitam. Lalu apa yang bisa kakak lakukan? uang bisa membeli segalanya? uang bisa membuat kakak bangga? uang bisa membuat kakak terpandang? jawab kak! kakak nggak mikir mama yang udah nggak ada? kakak nggak mikir ayah yang selalu banggain kakak? Aya nggak masalah di abaikan, tapi please, gunain akal kakak sebelum bertindak. Kakak udah kena pasal berlapis dan nggak ada yang bisa bantuin kakak selain diri kakak sendiri! apa kakak mau nyuap Jaksa dengan uang?"

"Jawab kak!" bentak Gayatri kemudian dengan mata berkaca-kaca. Apa sih yang membuat sedih selain menyaksikan ketidakberdayaan dirinya? melihat sang kakak harus meringkuk di dinginnya penjara dengan hukuman yang berat, belum lagi mama baik yang hangus tak bersisa.

Latika menatap tajam dengan air mata yang sudah mengalir. Kini dua bersaudara itu menangis di ruangan pengap dengan emosi masing-masing. 

"Puas? puas kakak merusak diri dan nama keluarga?"

"Perdagangan manusia, bandar narkoba selama lima tahun dan pemakai selama-"

"Cukup!" teriak Latika keras. 

"Cukup! lo nggak usah ikut campur urusan gue, biar gue yang ngurusin masalah ini. Lo nggak perlu sok peduli sama gue, bangs*t!"

Gayatri tersenyum miring, "lo bilang gue nggak perlu ikut campur? ancaman seumur hidup tapi kakak masih kekeh nggak mau ngakui kesalahan? yang gila siapa? lo nggak mikirin diri lo kak? lo nggak mikirin yang lain? lo egois!"

"Terserah kakak. Tapi perlu kakak ingat, kali ini bantuan kuasa hukum hanya bisa meringankan sedikit tuntutan tapi untuk bebas dalam waktu singkat, itu hanya mimpi di siang bolong."

"Lo boleh benci gue, tapi setidaknya lo mikirin ayah dan abang yang udah banggain kakak sampai sekarang ini. Gue udah kenyang ngerasain nggak dihargai dan nggak diharapkan serta dianggap pembawa sial. Tapi perlu kakak ingat, ada Bang Lesmana yang selalu peduli sama kita tapi kakak buat kecewa sedalam-dalamnya. Apa kakak nggak peduli?"

Wajah Gayatri sudah merah padam menghadapi sang kakak. Sekalipun mereka tak akrab tapi darah mereka mengalahkan segalanya. Gayatri ikut hancur dengan melihat kakaknya yang terseret kasus ini. Ia ikut menanggung beban moril yang sangat berat. Bayangan mengenai dakwaan yang tak ingin Gayatri dengar sudah membuat Gayatri ingin menyerah saja. Ia seperti pengecut yang hanya diam melihat semua ini, ia ingin melangkah, tapi ia tak berdaya. Ia terbelenggu oleh tali tak kasat mata yang harus membuat dirinya menjadi tega. 

"Lo seharusnya bersyukur kak. Ayah dan abang sangat sayang sama lo. Dari kecil lo jadi prioritas. Lo selalu di puji. Lo yang selalu di utamakan. Lo seharusnya mikir sebelum masuk lembah hitam ini! lalu apa yang bisa kakak harapkan? bisa bebas lagi? nggak ada kak, semuanya terlambat!"

Latika kembali menatap Gayatri tajam, "ini urusan gue dan terserah mau ngapain!"

Gayatri tersenyum miring mendengar ucapan Latika, "lo bilang urusan lo? nggak ada rasa syukur sedikitpun sama hidup lo kak? lo hidup dari kecil berkecukupan, semua yang kakak mau pasti terlaksana. Lalu apa yang buat kakak merasa kurang puas? lo nggak ingat gimana Ayah rela hutang sana sini buat biaya sekolah lo yang selalu mahal huh?! sampai menjual tanah mama yang ada di Jogja!"

"Lo iri sama gue?" sahut Latika pelan. 

Lantas mata Gayatri memerah, "iya! gue iri sama  lo yang selalu di utamakan! gue iri sama lo yang selalu di banggakan! gue iri sama lo yang permintaannya selalu dikabulkan! gue sama lo yang dapat kasih sayang sepenuhnya dari Ayah!"

"Iya, gue iri sama lo kak, sampai sakit hati gue lukanya nggak sembuh-sembuh. Gue dari dulu pengen banget rasanya di posisi lo. Tapi sampai umur gue 22 tahun, hanya penghinaan dan ketidakadilan yang hinggap di gue. Gue sakit hati setiap lo dapat prioritas, sedangkan gue, gue harus berjuang buat diri gue supaya nggak terinjak semakin dalam. Gue selalu berusaha sendiri buat hidup gue. Setiap ada keinginan, gue berusaha buat dapatin uang dengan kerja di kedai. Semua udah gue lakuin supaya gue bangga sama hidup gue dan nggak terus-terusan sakit hati melihat itu semua." Ucap Gayatri dengan nada pelan penuh penekanan dan air mata yang sudah meleleh. Ia sakit hati setiap mengungkapkan dirinya di masa lalu. Ia selalu emosional setiap mengingat masa kecil dan remajanya dulu yang penuh dengan perjuangan dan air mata. Semuanya ia jalani dengan tetap bertahan bahwa suatu saat ia juga bahagia dan tak merasakan sakit hati lagi, namun peristiwa ini justru semakin membuat dirinya sadar bahwa apapun yang ia lakukan terasa sia-sia. 

"Lo puas kan buat diri gue nggak berdaya? sekarang lanjutkan 'ini urusan gue'. Gue juga nggak ada kuasa, biar hukum yang bicara. Dan jangan kasihani Ayah kalau pada akhirnya lo nggak bisa jaga diri lo sendiri." Ucap Gayatri sebelum gadis itu meninggalkan Latika. Waktu besuknya sudah selesai.

Gayatri keluar dari ruangan itu dengan mata sembab sehingga hanya senyuman tipis yang ia berikan ketika orang-orang disana menatapnya penuh tanya. 

Langkah Gayatri menuju parkiran. Ia harus kembali ke kantornya. Ia kembali menjalani rutinitas sehari-hari dengan beban yang masih melekat di dirinya. Lalu Gayatri teringat kata-kata abangnya ketika di RTH kemarin.

"Mama itu cantik. Wajahnya kayak kamu dan Latika. Mama orang yang sabar banget. Sangat perhatian dengan anak-anaknya. Abang masih kecil waktu itu, Ayah masih kerja di Dinas Pariwisata dimana sering dinas keluar ke beberapa tempat. Akhirnya cuma abang dan mama yang di rumah. Mama perhatian sekali dengan keluarganya. Dulu Mama sempat bekerja di teller bank milik negara, tetapi setelah kelahiran Latika, Mama memilih resign dan mengurus Abang dan Latika sementara Ayah bekerja seperti biasa."

"Sampai waktunya mama hamil kamu disaat Latika masih batita. Kira-kira kamu itu nggak di rencanain sama ayah dan mama, istilahnya kecolongan gitu. Ayah sempat gak setuju tapi Mama seneng bisa hamil lagi, akhirnya Ayah juga ikut seneng pas kamu hadir."

"Tapi semenjak mama hamil kamu, mama sering sakit-sakitan. Kata nenek dulu mama juga sempat pendarahan hebat dan hampir keguguran, tapi nyatanya kamu kuat." Lesmana memberi jeda seraya tersenyum. Tangannya terulur untuk mengusap kepala Gayatri lembut

"Ayah dan Mama juga sering ribut ketika hamil kamu. Ayah menyalahkan Mama yang kekeh hamil padahal sudah di vonis dokter kandungan lemah dan sebisa mungkin aborsi karena mempengaruhi kesehatan Mama. Tapi mama kekeh, beliau nggak tega membunuh anaknya. Seiring berjalannya waktu, kamu tumbuh di perut mama. Mama masih sering sakit-sakitan. Mama menjadi sering lelah hingga Ayah harus kerja ekstra mengurus rumah juga. Bayangkan dulu Abang masih kecil dan Latika masih kecil juga, mereka sangat kerepotan."

"Hingga akhirnya mama mendekati kelahiran. Mama seneng banget akhirnya bisa bertahan sejauh ini. Tapi kata dokter juga ini kelahiran yang sangat rawan sehingga sebisa mungkin harus hati-hati."

"Tepatnya pada pagi hari mama menyiram tanaman dan tiba-tiba cegukan. Oleh karena itu, mama masuk dan memilih minum air putih. Tetapi tiba-tiba mama muntah hebat hingga mengeluarkan darah. Kita semua panik termasuk Ayah. Mama langsung di bawa kerumah sakit dan ternyata sudah kritis. Ayah di beri pilihan antara menyelamatkan Mama atau kamu. Awalnya Ayah ingin memilih menyelamatkan Mama, tapi Ayah ingat jika Mama sebelumnya kekeh mempertahan kamu. Mama sudah berpesan kalau ada apa-apa, pilih kamu. Tapi belum sempat Ayah memberi keputusan, dokter lain masuk dan mengatakan jika tidak memungkinkan untuk menyelamatkan Mama. Akhirnya kamu di selamatkan dan Mama meninggal setelah kamu lahir. Ayah benar-benar hancur. Butuh waktu lama buat Ayah ikhlas melepas kepergian mama. Ayah sering marah dan akhirnya abang, Latika dan kamu di rawat nenek selama 2 tahun. Setelah kematian mama, Ayah menjadi berubah. Ayah tanpa ada alasan pasti menjadi benci sama kamu. Kamu kecil kurang di perhatikan. Kamu lebih suka sama nenek hingga akhirnya umur 10 tahun nenek meninggal dan kamu survive buat hidup mandiri."

Gayatri tersenyum untuk menguatkan sang abang agar tetap bercerita. Apapun itu Gayatri akan tetap mendengarkannya

"Ayah sangat cinta sama Mama dan ketika mama meninggal seakan dunia Ayah berhenti. Ayah sering menyalahkan takdir, termasuk kamu dek. Abang nggak tau kenapa bisa begitu. Kalaupun menyelamatkan mama pun udah nggak bisa. Tapi Ayah kekeh dan menganggap kamu sumber masalahnya. Berulang kali abang memberikan pemahaman tapi berakhir ayah marah dan menyalahkan semuanya."

"Dek, kamu bukan menjadi alasan mama meninggal. Kamu sudah ditakdirkan sama Tuhan buat hadir di dunia ini. Kamu kuat, makanya Tuhan kasih kamu keistimewaan. Kamu tetap berdoa semoga Ayah cepat menyadari bahwa semua ini sudah menjadi bagian takdir. Kamu bukan  pembawa sial. Kamu adik Abang yang hebat. Maaf selama ini Abang kurang memperhatikan kamu. Abang terlalu sibuk dengan dunia abang hingga kamu terabaikan."

Gayatri kembali tersenyum. Akhirnya terjawab sudah mengapa ia di benci. Tak sepenuhnya ini salahnya. Ayah hanya merasa kesedihannya belum terobati. Hatinya masih dilingkupi rasa kecewa dengan yang namanya takdir. Ayah masih belum terima atas kematian mama. Ayah masih cinta mama dan untuk melupakan butuh waktu lama bahkan seumur hidup.

.
.
.

Terima kasih untuk semangatnya ya temen-temen🙏. Alhamdulillah UAS sudah selesai dan lumayan free. Semoga bisa up rutin ya😅

Semoga menghibur dan bisa mengambil nilai positifnya🙏

Continue Reading

You'll Also Like

833K 31.2K 34
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
1.4M 6.4K 10
Kocok terus sampe muncrat!!..
235K 10.5K 43
Selesai Alnera Zaskia 27 tahun, berjalan 5 tahun hidupnya dihabiskan bersama kenangan sang mantan, karir cemerlang tidak selalu jalan berdampingan de...
5.8M 281K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...