We Used To Be A Family

By bananarie

91.7K 16.2K 5.3K

[ • read at your own risk • ] [Harap follow terlebih dahulu sebelum membaca.] 🦋 c o m p l e t e d 🦋 trigge... More

P R O L O G U E
Flashback.
o n e
t w o
t h r e e
f o u r
f i v e
s i x
s e v e n
e i g h t
n i n e
t e n
e l e v e n
t w e l v e
t h i r t e e n
f o u r t e e n
f i f t e e n
s i x t e e n
s e v e n t e e n
e i g h t e e n
n i n e t e e n
t w e n t y
t w e n t y o n e
t w e n t y t w o
t w e n t y t h r e e
t w e n t y f o u r
t w e n t y f i v e
t w e n t y s i x
t w e n t y s e v e n
t w e n t y e i g h t
t w e n t y n i n e
t h i r t y
t h i r t y o n e
t h i r t y t w o
t h i r t y f o u r
t h i r t y f i v e
t h i r t y s i x
t h i r t y s e v e n
t h i r t y e i g h t
t h i r t y n i n e
f o u r t y
f o u r t y o n e
f o u r t y t w o
f o u r t y t h r e e
f o u r t y f o u r
f o u r t y f i v e
f o u r t y s i x
f o u r t y s e v e n
f o u r t y e i g h t
f o u r t y n i n e
f i f t y
f i f t y o n e
f i f t y t w o
f i f t y t h r e e
- E P I L O G U E -
o p e n • g r o u p
Special Chapter I
Lapak Instagram
Special Chapter II
NEW STORY
NEW COLLAB STORY!

t h i r t y t h r e e

1.1K 251 46
By bananarie


Pada siang hari ini, terlihat di sebuah restoran terkenal di Ibu Kota terdapat Jin yang sedang menunggu pesanan makanannya tiba dengan adik laki-lakinya yang berada di depannya menemaninya makan siang pada hari ini. "Si Hoseok udah kasih tahu lo ya? Yang soal dia mau ngelamar ceweknya," tanya sang adik.

Jin yang awalnya terfokus pada ponselnya kini beralih. "Iya. Bulan depan, kan?"

Yoongi mengangguk dan kedua bibir pria itu kembali tertutup. Detik-detik hening mulai menyelimuti sebelum akhirnya Yoongi membuka bibirnya lagi. "Gue sebenernya iri lihat dia," tutur Yoongi.

Mendengarnya, Jin lantas mengangkat alisnya sebelah lalu membiarkan Yoongi untuk melanjuti ucapannya. "Gue juga pengen nikah. Tapi, gue sadar diri," lanjut Yoongi.

"Kenapa lo ngomong gitu?"

Yoongi tersenyum pahit. "Gue nggak pantas untuk dicintai."

Jin sempat terdiam sebelum akhirnya ia berucap, "Berarti lo belum menemukan orang yang mampu membuat lo pantas untuk dicintai."

Mendengar ucapan dari kakak laki-lakinya membuat pria itu merasa lebih tenang walau masih sulit untuk menerima kenyataan. Kini, bibir Yoongi kembali terbuka untuk bertanya, "Lo iri juga nggak sama Hoseok?"

Berat untuk pria itu mengakuinya namun pria itu lebih memilih untuk mengelaknya. "Gue nggak iri tapi lebih ke takut."

Yoongi mengernyitkan dahinya bingung. "Takut kenapa?"

"Gue takut ngalamin apa yang Papi rasain. Ditinggal sama cinta sejati itu paling menyakitkan dan gue belum siap akan hal itu," tutur Jin yang membuat Yoongi menggelengkan kepalanya.

"People come and go. Lo harus siap dengan itu."

"Gue tahu. Tapi ini terlalu cepat..."

Jin terlihat mengambil napas sesaat sebelum melanjuti ucapannya. "Mama ninggalin Papi sangat cepat. Gue belum siap. Gue takut kalau suatu saat nanti, mengalami hal yang sama."

Keheningan kembali menyelimuti kedua pria itu. Pria yang berusia tiga puluh satu tahun itu tampak kembali melanjuti ucapannya. "Gue juga ngerasa belum bisa jadi pria yang bertanggung jawab."

"Maksud lo?"

"Gue anak sulung dari keluarga ini tapi nggak bisa ngejaga adik-adik gue. Gimana gue bisa ngejaga keluarga gue nanti? Terbukti dari Jimin yang sampai depresi dan mutusin buat bunuh diri. Gue nggak bisa jaga dia dengan baik. Seharusnya gue ada di samping dia di saat dia hancur tapi gue terlalu egois dan asik sama luka gue sendiri. Padahal kita semua sama-sama terluka."

Yoongi terdiam dan melihat manik mata pria itu memang tersirat akan kekhawatiran dan ketakutan yang selama ini ia rasa. Terlihat, Jin mengarahkan kepalanya ke arah lain untuk menghindari kontak mata. Sepertinya masih ada luka yang belum ia tumpahkan namun ia memilih untuk memendamnya sendirian dan tidak membiarkan orang lain untuk mengetahuinya.

Untuk pertama kalinya, laki-laki yang dianggap paling kuat di mata Yoongi kini tampak seperti laki-laki yang penuh luka dan juga kesedihan.

[ We / Used / To / Be / A / Family]

Chanyeol yang tengah merapikan berkas-berkas yang berantakan akibat ulah dirinya sendiri kini terperanjak kaget ketika mendapati Joy yang mengetuk pintu ruangannya. "Siang, Kak. Gue mau ambil hadiah yang lo bilang kemarin," tukasnya seraya mendaratkan bokongnya di atas kursi.

Chanyeol menghembuskan napas perlahan lalu tangannya teraih untuk mengambil dua paper bag yang berada di atas nakas di belakangnya. "Yang paper bag cake shop itu dari gue, kalau paper bag yang satu lagi dari Wendy."

Baru saja gadis itu ingin mengintipnya, Chanyeol sudah menahannya. "Kita harus video call sama Wendy dulu."

"Buat apa?"

"Buat nyalain lilinnya. Dia mau ngerayain ulang tahun sama lo."

Senyum pada wajah gadis itu pun terukir dan mengangguk setuju. Chanyeol pun menghubungi kekasihnya dan tanpa waktu lama, panggilannya sudah terangkat oleh Wendy. "Wen, ini anaknya udah—"

"Hai, Kak Wendy! Aku kangen bangeeeet!" Joy mengambil alih ponsel milik Chanyeol dan memberi senyuman lebar pada kamera ponsel itu. Senyuman pada gadis itu senantiasa terukir karena melihat Wendy yang terkekeh geli melihat perilakunya. Chanyeol menggelengkan kepalanya melihat tingkah gadis itu yang seperti anak kecil.

"Haiii! How have you been? Kamu udah nggak ngerasa sakit sama pencernaan kamu kan? Pola makan kamu udah teratur kan? Tadi makan berapa kali?"

Mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari Wendy membuat gadis itu terbahak. "Aku sampai bingung mau jawab yang mana dulu. Tapi intinya, aku seneng banget! Di hari ulang tahunku yang ke delapan belas ini, aku punya orang-orang baru yang hadir dalam hidup aku!"

Terdengar suara tawa dari seberang sana yang berasal dari Wendy. "Glad to hear that! Aku jarang dengar kamu bahagia kayak gini. Udah dapat hadiah apa aja?"

"Dapat gelang, kalung, baju, traktiran makan, sama teman baru! Kemarin, untuk pertama kalinya aku ngerasain gimana rasanya diantar dan dijemput sama kakak aku sendiri setelah sekian lama juga lho! Aku sama Kak Namjoon dinner juga! Ya walau Kak Taehyung tiba-tiba ikut tapi aku tetap suka soalnya bisa ngabisin malam ulang tahun sama orang-orang yang aku sayang! Oh, Kak Taehyung juga ngasih kado! Kadonya kalung, cantik banget deh!" Penjelasan bertubi-tubi dari gadis itu mengundang senyuman baik dari Chanyeol maupun Wendy. Gadis itu tampak benar-benar bahagia seakan-akan ia lupa bagaimana rasanya sedih.

Chanyeol pun terlihat membuka kotak yang berisikan kue red velvet yang sengaja ia pesan karena ia tahu dari Wendy bahwa gadis itu sangat menyukai red velvet. Dengan melihat kedua perempuan itu bertukar cerita dan tawa, membuat Chanyeol tersenyum tipis seraya menancapkan lilin di atas kue tersebut. Kalau boleh jujur, ia sama sekali belum pernah melihat pasiennya yang itu bahagia seperti ini.

"Udah ya, Ibu-Ibu berisiknya. Mending kita langsung aja rayain," potong Chanyeol yang membuat Joy mencebikkan bibirnya kesal.

Gadis itu mengembalikan ponsel itu pada pemiliknya sedangkan pemiliknya menaruh ponselnya di depan lampu meja—membiarkan ponselnya tetap berdiri dengan kamera yang menghadap ke mereka.

Terdengar, Wendy mulai menyanyikan lagu happy birthday yang diikuti oleh Chanyeol dan juga Joy. Setelah lagu itu berakhir, terlihat Wendy dari kamera berucap, "Time to make a wish!"

Joy tersenyum semangat lalu perlahan ia memejamkan matanya seraya batinnya mengucapkan permohonannya.

"Semoga Kak Jin, Kak Yoongi, Kak Hoseok, Kak Namjoon, Kak Taehyung, Kak Jungkook, Kak Wendy, Kak Irene, Kak Chanyeol, dan Jeno bisa merasakan bahagia sampai lupa bagaimana rasanya sedih, karena itu membuat aku bahagia juga. Dan juga..."

"Biarkan Papa tetap berada di dunia ini sampai aku beranjak dewasa nanti walau kita nggak bisa hidup bersama lagi. Semoga...Papa dapat remisi supaya hukuman matinya bisa tergantikan dengan hukuman seumur hidup. Tolong kabulkan permohonan aku untuk kali ini aja ya, Tuhan?"

[We / Used / To / Be / A / Family]

Jarum jam menunjukan pukul sepuluh malam waktu Singapore dan terlihat Wendy tengah duduk di bangku yang berada di balkon apartementnya. Tangannya menelusuri galeri foto pada ponselnya dan jarinya terhenti saat melihat foto selfie di mana diambil oleh gadis yang tersenyum seraya menunjukan jari berbentuk V di pipinya. Ia dapat melihat tangan gadis itu yang terdapat infus.

Foto ini diambil saat hari terakhir Joy berada di rumah sakit saat dulu. Memori di masa itu kembali berputar pada pikiran Wendy.

"Kakak kamu harus tahu soal ini, Joy! Kondisi kamu semakin parah. Kondisi mental kamu mempengaruhi kondisi jasmani kamu hingga seperti ini. Berat badan kamu turun drastis. Tubuh kamu mengurus dari pertama kali aku ketemu kamu!"

Joy yang duduk di ranjang rumah sakit masih mengunci bibirnya rapat-rapat dan mengabaikan Wendy yang sudah menghardiknya. Gadis itu dirawat di rumah sakit tanpa diketahui oleh saudara-saudaranya satu pun karena Joy yang memaksanya.

Wendy terpaksa menuruti gadis itu karena ia tahu bahwa dirinya tidak berhak memberi tahunya. Orang yang berhak memberi tahu perihal kondisi kesehatan Joy kepada keluarganya adalah gadis itu sendiri. Wendy hanya lah psikiater bagi Joy bukan bagian keluarganya.

"Kamu mau sampai kapan begini? Kak Wendy nggak mungkin terus biarin kamu terus bersembunyi di balik punggung dan membiarkan kamu menutupi perihal kondisi kesehatan kamu!"

"Aku nggak mau sampai mereka tahu."

Wendy menghembuskan napasnya dengan kasar karena menghadapi gadis itu yang sangat keras kepala. "Aku udah terlalu banyak sabar sampai akhirnya kondisi kamu jadi separah ini. Napsu makan kamu hilang sampai kamu harus mengalami maag kronis. Tolong mengerti, aku sedih lihat kamu sampai begini, Joy. Kamu menyiksa diri kamu sendiri..." Suaranya sedikit memelan.

Kepala Joy itu pun pada akhirnya menunduk sesaat mendengarnya. Ia tidak berani menatap manik mata Wendy karena ia tahu sorot mata wanita itu mampu membuatnya takut.

"Kamu itu sakit dan kamu butuh dukungan dari mereka."

Dengan masih menunduk, gadis itu berucap, "Dukungan dari siapa? Aku cuma punya Kak Namjoon yang peduli sama aku. Kak Taehyung udah benci aku sama seperti yang lain."

"But let him know about this!"

"Aku nggak mau jadi beban keluarga lagi, Kak. Aku masih bisa tanggung ini sendirian."

Wendy kembali mengusap wajahnya frustasi mendengar ucapan itu. "Please don't be hard on yourself, Joy!"

Gadis itu memilih untuk terdiam. Keheningan pun menyelimuti ruang rawat inap tersebut. Namun perlahan, kepala Joy mendongak dan tangannya memegang pergelangan tangan Wendy dengan erat. Manik mata yang tampak berkaca-kaca dan penuh dengan keputusasaan kini berhasil mengunci manik mata Wendy.

"Sumpah, Kak. Aku pengen sembuh. Aku bener-bener pengen sembuh. Tolong bantu aku, Kak. Aku cuma butuh Kak Wendy saat ini...Tolong..."

Suara gadis itu memelan seraya air matanya kembali membasahi wajahnya. "Tolong bantu aku, Kak...Aku pengen sembuh." lirihnya yang cukup membuat hati Wendy tersayat karena kini, ia mendengar suara isakan yang menyakitkan.

Malam itu, terdengar suara yang penuh putus asa dan permohonan membuat hati Wendy menjadi lebih lunak. Dengan Joy yang sudah terisak dalam dekapannya, wanita itu memberi kesempatan untuk membantu Joy bangkit.

Wendy menatap sendu foto itu dengan hati yang terasa sangat berat. Awalnya gadis itu hanya dianggap sebagai pasien oleh Wendy yang butuh penyembuhan. Namun lambat laun, ia sudah menganggap Joy layaknya saudara kandungnya sendiri karena ia mengenal gadis itu melebihi saudara-saudara Joy.

[We / Used / To / Be / A / Family]

Pintu kamar mandi yang berada di kamar milik seorang gadis kini terbuka dan menampilkan Joy yang sudah bersiap untuk tidur. Dengan memakai piyama kesayangannya, ia merebahkan dirinya pada kasurnya yang empuk. Ia melempar pandangan pada tas cantik berwarna putih— diberikan oleh Wendy sebagai hadiah ulang tahunnya yang terletak di atas meja riasnya.

Baru saja ia ingin memejamkan mata sejenak, ponselnya berbunyi menandakan bahwa sebuah pesan masuk. Gadis itu memilih mengabaikannya dan memejamkan matanya. Namun, bunyi notifikasi kembali menganggunya.

Ia pun beranjak duduk dengan mengambil ponselnya yang berada di atas nakas dekat tempat tidurnya. Kerutan di dahinya berhasil terukir sesaat mendapatkan pesan dari nomor yang tak dikenal.

+6285xxxxx99:
Halo.

+6285xxxx99:
Saya yakin kamu pasti tidak akan membalas pesan ini

+6285xxxx99:
Tapi Ayah kamu ingin bertemu kamu

Tangannya pun terulur untuk membalas pesan tersebut seraya tertawa mendengus.

Maksud lo gue harus ketemu dia di sorga gitu?

Joy mengutuki dirinya sendiri karena malah membalas pesan yang tidak penting itu. Seharusnya, gadis itu mengabaikannya. Palingan hanya orang yang iseng. Seraya menunggu balasan pesan tersebut, gadis itu memutuskan beranjak berdiri untuk mengambil kuncir rambut di meja riasnya.

Ketika ia mengikat rambutnya asal-asalan, ia dapat mendengar bunyi notifikasi masuk.

+6285xxxx99:
Nicholas ingin bertemu kamu, Bianca.

Hanya dengan membaca pesan singkat tersebut, mampu membuat napasnya tercekat dan tubuhnya membeku. Sudah bertahun-tahun ia tidak mendengar nama Ayah kandungnya.

+6285xxxx99:
Dia dikabarkan akan pindah lapas dan akan segera dieksekusi

+6285xxxx99:
Temui dia sebelum dia dijatuhi hukuman mati.

Ponsel tersebut berhasil jatuh sempurna di lantai kamarnya yang dingin. Kaki gadis itu terasa lemas sehingga tidak mampu menompang dirinya lagi. Ia pun menjatuhkan dirinya di atas lantai kamarnya.

Pikirannya masih benar-benar tidak dapat mencerna apa yang baru saja ia baca. Ia tidak tahu harus percaya atau tidak tetapi pesan tersebut sangat mempengaruhi dirinya untuk berpikiran negatif.

Dia tahu bahwa hukuman mati dapat berubah menjadi hukuman seumur hidup bila mendapatkan remisi. Maka dari itu, gadis itu tidak pernah absen menyebut nama Ayah kandungnya dalam doanya setiap malam. Terdengar bodoh namun ia mendoakan agar hukuman mati yang dijatuhkan pada ayahnya dapat berubah menjadi hukuman seumur hidup.

Setidaknya, mengetahui Ayahnya masih hidup dalam penjara membuat dirinya jauh lebih baik daripada harus menerima bahwa Ayah kandungnya akan ikut meninggalkannya sama seperti dengan Tommy dan juga Ibu Kandungnya.

Setidaknya, walau kejadian Nicholas dan Ibunya membuat dirinya harus berjuang melawan PTSD, ia belajar banyak hal dari itu. Belajar untuk mengikhlaskan dan tetap kuat walau harus tumbuh dengan hati dan jiwa yang telah cacat.

Ia tidak bisa merasakan perasaan apa pun saat ini. Rasanya benar-benar sangat sakit namun perasaannya tidak bisa ditumpahkan menjadi air mata. Dari dulu, ia berharap supaya Ayah kandungnya bisa hidup di dunia walau ia tahu ia tidak bisa hidup bersamanya tetapi, ia tidak mampu mengikhlaskan bila Ayah kandungnya harus ikut meninggalkannya sama seperti Ibu kandungnya.

Dirinya akui, ia sangat membenci Nicholas tetapi ia belajar untuk mengikhlaskan dan dewasa walau sangat berat. Sewaktu ia kecil, Nicholas selalu berada di sisinya bahkan sudah merangkap sekaligus sebagai Ibu karena Cindy yang jarang pulang akibat sibuk mencari nafkah.

Nicholas pernah membuat dirinya bahagia dan mengajarnya untuk tumbuh sebagai perempuan kuat meskipun orang-orang perlahan meninggalkannya.

[ We / Used / To / Be / A / Family]

Peekaabooo! Thanks for reading! See you in the next part, guise!🌻

-12 Juli 2020-

Continue Reading

You'll Also Like

1K 155 37
°°Nada Cinta Tanpa Suara°° Melody Raisa memiliki ketertarikan pada musik sejak kecil. Sayangnya, ia tidak bisa bernyanyi. Ah, bukan tidak bisa, lebih...
2.8K 1.8K 49
"Tolong ceritain dong kisi-kisi indahnya jatuh cinta sama manusia." ucap Younghoon si wibu akut. Ntah ada angin dari arah mana seorang pria yang tela...
291K 37.8K 61
[Tersedia Di Shopee] Di dunia ini banyak terjadi pertemuan. Silih berganti, orang asing satu dengan orang asing lainnya. Ada yang sekadar bertemu pan...
2K 1.2K 20
[Follow dulu sebelum membaca] [End] *** Mikala Achazia Pratama, hanyalah seorang Mahasiswi biasa yang berusaha menyelesaikan pendidikannya di sebuah...