My Psycho Brothers [End]

By lirazwadec

87.9K 1.5K 31

#1 in Psikologikal (17/8/20) #1 in Traumatic (27/12/20) #3 in Traumatic (17/8/20) #4 in Psycho (27/12/20) #15... More

P r o l o g e
1 - Welcome Little Sister
3 - Stranger
4 - Psycho Brother

2 - Second Big Brother

3.3K 294 5
By lirazwadec

Rick tanpa segan-segan melayangkan tanganya ke wajah anaknya sehingga ia tersungkur ke lantai. Aku yang melihatnya terkejut dan syok terutama saat mendengar suara tamparan yang kuat itu hingga terngiang-ngiang di benakku.

"Jika kau berani mengganggunya lagi, bersiaplah masuk ke ruanganmu." ucap Rick dingin tanpa belas kasih melihat anaknya tersungkur di lantai sambil menahan tangisnya.

Suasananya benar-benar menegangkan. Sampai-sampai tubuhku berkeringat.

Rick berjalan ke arahku lalu duduk di sampingku dan mengusap kepalaku lembut.

"Maafkan Liam, ya, dia pasti sudah mengganggu istirahatmu," ucap Rick berbanding jauh dengan sikapnya barusan, "jika kamu masih lelah silahkan istirahat kembali, Martha akan membawakan sarapan untukmu, paham?"

Aku hanya bisa mengangguk dan Rick pun tersenyum lalu beranjak dari duduknya.

"Hari ini ayah akan pulang terlambat, tak perlu menunggu untuk makan malam, oke, Lyn?" ucap Rick, ia menatap ke arahku.

"O-oke..." jawabku sedikit susah payah mengeluarkan suaraku agar tidak terdengar bergetar.

"Lyn," panggil Rick, "bisakah kamu memanggilku... 'ayah'?" Rick tersenyum lembut seolah ia sedang memelas.

Saat itu masih kaget dan juga syok, aku hanya bisa menatapnya dengan ekspresi bingung sampai akhirnya Rick tertawa.

"Hahaha, pasti kamu masih belum terbiasa. Tidak apa, Lyn, kamu bisa panggil aku 'ayah' jika kamu sudah bisa menerima ayah barumu ini." Rick pun berbalik pergi, ia sempat berhenti di hadapan Noah sambil berkata, "awasi saudaramu." dengan nada dingin dan berlalu keluar ruangan.

Begitu Rick keluar dari kamar, kami bertiga seketika menghela nafas seolah telah berada di dalam air dari tadi. Tubuhku reflek beranjak dari kasur dan menghampiri saudara angkat laki-lakiku yang jika aku tidak salah dengar namanya adalah Liam.

"Kau tidak apa-apa?" tanyaku membantunya duduk. Kulihat darah mengalir dari hidungnya.

Sudah lama aku tidak melihat darah sebanyak itu, sehingga bukannya membantu Liam, aku malah semakin panik.

"K-kau berdarah--bagaimana ini-" ucapku gugup.

Liam mengusap hidungnya, "Tidak apa-apa," ucapnya.

"Yang dipukul 'kan, Liam," ucap suara lainnya, aku menoleh ke saudaraku yang lain, yang lebih tua dari kami semua, "kenapa kau yang menangis?"

Tak sadar aku meneteskan air mata, aku hanya tidak tega melihat Liam dipukul seperti tadi sehingga tubuhku ikut gemetar karena syok.

"Hei, aku sungguh tidak apa-apa," ucap Liam dengan noda darah yang masih menempel di wajahnya, ia menepuk bahuku.

"M-maaf," ucapku segera mengusap air mataku.

Itu pertama kali Liam tersenyum. "Ngomong-ngomong, kau adalah saudari baru kami, berapa usiamu?" tanya Liam.

"Dua belas tahun," jawabku.

"Oh, berarti kita seumuran!" seru Liam, aku sedikit tidak percaya melihatnya tersenyum lebar seperti itu setelah dipukul. "Kalau Noah 13 tahun,"

Aku melirik ke arah Noah, ia hanya memberikan tatapan datar seolah tak tertarik bicara padaku.

"Liam, obati lukamu dan bersiap untuk sarapan." ucap Noah lalu pergi meninggalkan ruangan.

"Baik," jawab Liam patuh.

"B-biar aku bantu!" ucapku menawarkan diri.

Lalu aku membantu Liam berdiri sekalipun ia bilang dirinya baik-baik saja. Sesekali darah masih mengucur dari hidungnya membuatku khawatir sekaligus takut.

Ini... adalah keluarga baruku. Mungkin aku terlalu berharap tinggi bahwa semuanya akan berjalan mulus. Aku tak ingin melihat saudaraku terluka. Sejak di panti, aku sudah dibiasakan untuk saling menjaga satu sama lain. Aku akan melakukan sebisaku untuk menjadi saudari yang baik untuk kedua saudaraku. Itulah tekad yang aku pegang hingga saat ini.

[]

Kini, usiaku sudah menginjak tujuh belas tahun. Aku sudah cukup mengenal keluargaku. Ayahku, Frederick, adalah pria yang cukup kasar. Namun, tak ada satu pun dari kami yang berani melawannya. Namun, sikap kasarnya itu hanya berlaku pada kedua saudaraku.

"Lyn, apa kamu sudah lihat hadiah yang ayah kirim?" tanya Rick saat makan malam.

"Hm? Oh, iya, aku suka jaketnya! Makasih, yah!" jawabku segera.

Rick tersenyum lembut kepadaku, "Begitu melihatnya, ayah langsung teringat padamu, makanya langsung ayah kirim."

"Aku juga langsung memakainya saat pergi keluar."

Ya. Ayah hanya memperlakukan diriku dengan baik dan penuh kasih sayang. Sementara itu, Liam dan Noah selalu berbanding terbalik.

Ayah takkan segan memukul, menyambuk, dan kekerasan lainnya pada Noah dan Liam, jika ayah sudah sangat marah, aku takkan bisa membujuknya sedikit pun.

Meskipun ayah sangat menyayangiku dan memperlakukanku dengan baik, sebagai gantinya, saudaraku-lah yang selalu menyiksaku.

Noah Griffin Keith. Anak tertua di keluarga kami, sangat membenciku. Sejak kecil, ia selalu berusaha melenyapkanku dengan berbagai cara menyiksaku habis-habisan. Tentu saja itu karena ia tidak terima perlakuan baik ayah hanya kepadaku.

Sementara Liam, ia dulu sempat melakukan hal yang sama, namun lama-kelamaan ia terbiasa dengan sikap ayah dan tak lagi menyalahkanku.

"Terima kasih makanannya." ucap Noah seraya berdiri di meja makan seolah tidak nafsu melihat aku dan ayah berbincang.

"Duduk." ucap ayah dingin menghentikan Noah.

Noah berbalik dengan malas dan menatap sinis ke arahku sejenak.

"Apa kau sudah lupa pelajaran sopan-santunmu?" tanya ayah.

Noah hanya menghela nafas seolah ia pasrah telah mencari masalah dengan ayah.

"Tunggu aku di tempatmu," ucap ayah.

Ruangan yang dimaksud adalah ruang kerja ayah, di dalam ruang kerja ayah terdapat dua sisi dinding yang menjorok keluar yang mana tempat itu dijadikan tempat ayah menyiksa Noah dan Liam.

"A-Ayah!" seruku, "malam ini, aku harus belajar persiapan ujian bersama Noah!"

"Malam ini?" ulang ayah.

Aku mengangguk-angguk meyakinkan sehingga ayah menghela nafas dan bersandar di tempat duduknya.

"Kau beruntung hari ini, Noah." ucap ayah dingin.

Noah hanya diam lalu berbalik pergi begitu saja.[]

Meskipun Noah selalu memperlakukanku seperti itu, entah kenapa aku tak bisa membencinya. Rasanya, aku ingin sekali Noah sedikit bersikap baik padaku. Seperti dia bersikap penuh perhatian pada saudara kandungnya sendiri, Liam.

Aku memang egois menginginkan semua orang menyukaiku. Noah seolah selalu menyadarkanku bahwa ikatan keluarga tidak semudah yang aku bayangkan.

Malam itu aku duduk di ruang tengah, belajar untuk persiapan ujian esok hari dan tentu saja Noah tidak akan menemuiku. Untungnya aku sudah sangat paham sifatnya dan terbiasa. Aku duduk di sana sambil mencoba mengerjakan soal sampai seseorang datang menghampiriku.

"Nanny," ucapku melihat wanita paruh baya itu menghidangkan beberapa biskuit dan susu hangat di malam yang dingin.

"Belajar untuk ujian?" tanya Nanny.

"Iya!" jawabku dan langsung melahap biskuit yang diberikan.

"Bukankah Noah berjanji akan membantumu?" ucap Nanny.

"I-iya, dia sudah membantuku tadi sebentar," jawabku berbohong.

"Benarkah?" Nanny tampak ragu namun aku hanya mengangguk.

Setelah berbincang sejenak dengan Nanny, Nanny pun pergi kembali mengerjakan tugas-tugasnya, tak lama kemudian Liam pun datang. Ia membawa bantal dan selimut di tangannya dan tiba-tiba duduk di sampingku.

"Hm? Kenapa kau bawa bantal dan selimut?" tanyaku heran.

"Penghangat di kamarku mati, aku bisa mati kedinginan di sana." ucap Liam lalu membalut tubuhnya dengan selimut.

"Tapi, kenapa harus di sini? Kau bisa tidur di kamarku--"

"K-kau gila?!" potong Liam cepat lalu menjentikkan jarinya di keningku.

"Aww!" pekikku sambil mengelus keningku. "Kenapa? Kau 'kan sering tidur di kamarku!"

"Dengar ya, kita ini bukan anak-anak yang bisa tidur bareng lagi!" jelas Liam.

Dahiku berkerut, "Kalau begitu di kamar Noah saja,"

Liam memberikan senyuman pahit. "Itu mah, malah makin dingin!"

"Apa maksud--" ucapanku terpotong saat Liam meraih gelas susuku dari tanganku dan meneguknya. "Hei!"

"Kenapa nanny selalu memberimu cemilan dan tidak pernah memberiku apa pun?" gerutu Liam.

"K-kalau begitu, kau boleh ambil biskuitnya..." ucapku pada akhirnya.

"Tanpa kau suruh pun memang akan aku ambil." ucap Liam lalu memakan biskuitnya. "Semua milikmu 'kan, milikku juga."[]

To be continue...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Story originally by Lirazwadec
DO NOT COPY MY STORY!

A/n: Dari sini aku bakal mulai perkenalan sifat-sifat dari tokohnya. Intinya Lyn itu pure baik, aku juga bingung sih, mau buat karakternya karena dia terlalu baik dan biasa. Liam atau William Griffin Keith, dia ceria, tipe anak populer dan pastinya psycho. Kalau Noah itu kalem, genius, dikenal sebagai anak yang ramah dan lemah lembut meskipun aslinya juga psycho. -Lyra 4/8/20

Continue Reading

You'll Also Like

6.8M 290K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
1.1K 92 200
Hey! Stob it! ⟭⟬ πŸ’œ ⟬⟭ Ini udah lengkap jadi ada lanjutannya ya army😊 Lirik lagu BTS Pt. 2
567K 27.3K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
547K 20.8K 34
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...