AURORA BOREALIS 2 [ ✓ ]

By Mejikubillu

568K 40.1K 16.5K

[HARAP SIAPKAN HATI DAN PERASAAN UNTUK MEMBACA CERITA INI] BAGIAN 2 AURORA BOREALIS Pernah memiliki sebuah ma... More

01. AB2 • KEBIMBANGAN
02. AB2 • DESIRAN
03. AB2 • IT'S BEGIN
04. AB2 • COMPLICATED
05. AB2 • TANTANGAN TERBUKA
06. AB2 • (BU) KAN ANGEL ALGER
07. AB2 • FAULT
08. AB2 • PEMBALASAN
09. AB2 • TRUTH
10. AB2 • PERGI
11. AB2 • STRONGEST
12. AB2 • MALVIN
13. AB2 • SERPIHAN
14. AB2 • LET GO
15. AB2 • WILL CHANGE?
16. AB2 • BUNGA LOTUS
17. AB2 • DIFFERENT
18. AB2 • SEMUA ORANG LICIK
20. AB2 • NOTHING
21. AB2 • ALGER MERINDUKAN ANGELNYA
22. AB2 • KETULUSAN?
23. AB2 • MISUNDERSTANDING
24. AB2 • TENTANG KEHILANGAN
25. AB2 • ANOTHER PERSON
26. AB2 • SEBUAH RASA
27. AB2 • WHO IS IT, THEN?
28. AB2 • KESEMPATAN
29. AB2 • KERTAS LUSUH
30. AB2 • ISAK LUKA
WE BACK

19. AB2 • LOVELY?

14K 1.1K 625
By Mejikubillu

AURORA BOREALIS 2|BAGIAN 19

Now Playing : Lovely—Billie Eilish ft Khalid

“Ketika yang ada dan tulus diabaikan, apakah ketika itu juga sebuah kata ikhlaskan yang akan terucapkan

****

Suasana pagi ini begitu dingin. Bahkan ada kabut-kabut yang menyelimuti. Seorang perempuan berjaket hitam mengendarai motor besarnya membelah jalanan kota yang cukup lengang itu.

Sebut saja Aurora Pelangi Cavarson.

Brum!

Sesekali Aurora menancapkan gas motornya. Namun tiba-tiba seoarang pengendara motor besar lainnya mensejajari motornya.

Borealis Gareth Alison. Dengan jaket Kingston kebangsaannya.

"Berhenti Ra!"

Aurora tidak mengindahkan panggilan itu. Dia tetap mengendarai motornya. Bahkan mempercepat laju motornya.

Mau ngapain sih dia, batin Aurora.

Aurora menancap gas motornya untuk menghindari Borealis. Namun tanpa di duga.

Sret!

Gesekan antara ban motor Borealis dan aspal terdengar memekikan telinga.

Cit!

Karena Borealis yang tiba-tiba menghandang motor Aurora. Alhasil perempuan itu mengerem mendadak. Nyaris saja keduanya bertabrakan.

"Nyari mati lo!"

Borealis melepas helmnya dan mendekati Aurora.

"Lo kenapa?" tanyanya.

Aurora melepas helmnya, "kenapa apanya sih?"

"Udah seminggu sejak penyerangan di markas Dalton, lo menghindar."

"Gue nggak menghindar."

"Lo menghindar Ra, lo susah di hubungi. Bahkan di sekolah pun lo susah ditemui."

"Bentar lagi bakal ada tryout jadi maklum aja orang pinter kayak gue ini nggak akan menyia-nyiakan kesempatan ini buat menjadi nomor satu," Aurora menatap Borealis, "nggak buang-buang waktu untuk mencari orang yang nggak tau dimana keberadaannya."

"Kok lo jadi gini sih Ra?"

"Ya terus? Lo mau gue gimana?"

"Apa ada yang lo tau perihal hilangnya Edeline Ra?"

Aurora menyernyit. "Lo nuduh gue?"

"Gue nggak nuduh Ra, gue cuma mikir aja perihal perubahan sikap lo semenjak hilangnya Edeline."

"Gue nggak berubah, lo aja yang nggak tau gimana gue."

"Gue kenal lo bukan sejam ataupun dua jam Ra—"

"Lo hanya kenal, datang dan singgah sesaat lalu pergi Borealis, kemudian nggak kembali. Jadi nggak usah seolah lo pernah datang dan berada di samping gue sampai sekarang."

Setelah mengatakan itu Aurora mengendarai motornya meninggalkan Borealis yang masih terpaku di posisinya.

Gue gagal merengkuh Rara, dan apa sekarang gue gagal meraih Aurora?

Tanpa keduanya ketahui dari jauh ternyata Alaska. Sang Ketua Alger tengah mengamati keduanya.

Gue bener-bener nggak punya muka untuk hadir di depan lo Ra, jadi gue hanya bisa menjaga lo dari jauh. Gue harap lo baik-baik aja

🌈🌠

Alister berjalan di lorong sekolah seraya menyampirkan tasnya di bahu kirinya. Semenjak kejadian hari dimana Kingston dan Aurora berunding untuk pencarian Edeline. Dimana ketika dia sadar akan sisi jahatnya pada perasaan Alana, dia jadi lebih diam.

Gue begitu jahat. Gue nggak beda brengseknya sama Borealis. Gue tau Alana ada untuk gue, tapi justru gue mengabaikan dan malah menyakitinya.

Seorang perempuan berjalan dari arah berlawanan dengannya. Alana Putri. Perempuan berambut panjang dan lurus itu begitu santai bahkan ketika mereka bersisipan.

"Na?" Alister mencekal lengan Alana—namun buru-buru Alana menepisnya, "gue–"

"Apa?"

"Lo ada waktu senggang? Bisa kita ngobrol sebentar?"

"Um—maaf tapi gue nggak bisa, harus fokus belajar buat tryout."

"Sebentar aja Na."

Alana menggeleng, "lebih baik lo gunain waktu lo buat belajar."

"Na, gue mau minta maaf."

"Gue nggak pernah merasa bahwa lo udah melakukan kesalahan Al, jadi nggak usah minta maaf ya."

"Gue serius Na, maaf selama ini gue–"

Alana menggeleng, "sstt! Udah nggak usah di lanjutin. Lebih baik lo fokus untuk ujian-ujian kedepan, kasian sama orang tua lo yang udah nyekolahin lo sampai sekarang."

"Na? Bisa kan, kita ngomong lebih banyak lagi? Gue mau menebus kesalahan gue Na."

Lo menebus kesalahan hanya karena kasian Al, bukan karena ingin membalas perasaan gue.

Alister meraih tangan Alana, "please, sebentar Na. Di rumah lo pun boleh.  Yang penting kita ngobrol."

Dulu gue diposisi itu Al, dimana gue selalu salah di mata semua orang karena mencintai seseorang yang sama sekali nggak mencintai gue.

Perlahan Alana melepas genggaman Alister dan kemudian berjalan pergi.

Perjuangan pun akan tau kapan saatnya dia mengikhlaskan.

🌈🌠

Suasana kelas 12 IPA 2 benar-benar sangat kondusif. Karena tryout akan di laksanakan minggu depan, jadi murid-murid seperti kelas IPA 1 dan 2 sangat fokus dalam belajar untuk ini.

"Ya baik, sekarang buka buku matematika hal 97, dan kerjakan di buku latihan kalian," ucap Bu Sarah.

"Baik Bu."

Namun dari tempat duduknya. Aurora masih saja menenggelamkan wajahnya di lipatan tanggan di atas mejanya.

"Ra?" panggil Alana seraya mengguncang tubuh Aurora.

Aurora mendongak.

"Lo nggak apa-apa?"

Aurora menggeleng, "enggak, emang kenapa?"

"Muka lo pucet. Mending izin ke UKS aja Ra, daripada lo malah nggak konsen belajarnya."

Lagi Aurora menggeleng, "nggak deh, gue baik-baik aja."

"Ck! Bener-bener keras kepala." Alana mengangkat tangannya, "Bu."

"Ya Alana?"

"Ish apa sih Alana," bisik Aurora sambil berusaha menarik tangan Alana ke bawah.

"Aurora sakit Bu, saya mau izin nganterin dia ke UKS."

"Oh ya sudah kalo begitu silahkan Alana."

Alana menuntun jalan Aurora menuju UKS.

"Lo mau apa? Mau makan apa?" tanya Alana mulai khawatir.

Aurora menggeleng lemah, "lo berlebihan banget tau, gue nggak apa-apa Alana."

"Tapi lo pucet Ra, nggak mungkin lo nggak apa-apa," Alana duduk di sisi brankar Aurora seraya menatap perempuan itu, "ada yang lo pikirin Ra?"

Banyak.

Aurora tersenyum tipis, kemudian menggeleng, "enggak."

Lo bohong Ra.

"Na? Mending lo ke kelas aja, jangan sampai lo ketinggalan materi. Tryout minggu depan loh," ucap Aurora.

"Tapi Ra—"

"Enggak apa-apa. Gue cuma butuh istirahat aja kok, ntar kalo udah baikan gue bisa balik sendiri kok."

Dengan berat hati akhirnya Alana meninggalkan Aurora. Mungkin itu juga lebih baik, agar Aurora bisa istirahat.

Hening.

Tidak ada suara sama sekali. Hanya ada dentingan jam dinding yang menyelimuti ruangan itu.

Be strong Aurora. God knows when will give you happiness.

Perempuan itu menyunggingkan senyumnya berlawanan dengan air matanya yang menetes merambat ke pipi.

Ceklek!

Sesorang membuka kenop pintu UKS. Dia Galura Sean Hambali.

"Sean—"

"Dua kali di UKS. Hanya bedanya dulu gue masih kenal Aurora sang cewek polos sedangkan sekarang Aurora sang dewi jalanan," ucap Sean.

Sean mendekati brankar Aurora dan duduk di kursi di sisi Aurora.

"Gue liat lo tadi di bawa sama Alana ke sini."

"Lo nggak masuk ke kelas? Tryout minggu depan loh."

"Apa segitu pentingnya nilai tryout? Gue rasa enggak," Sean menjeda kalimatnya, "tapi orang sekarang kebanyakan pasti menilai masa depan seseorang berdasarkan angka-angka di kertas itu. Padahal kan masa depan seseorang nggak bisa di prediksi layaknya sebuah drama."

"Kenapa lo ngomong gini?"

Sean tersenyum kecut. "Gue bisa ngomong gini karena orang tua gue menuntut untuk ini. Gue nggak mau, gue nggak mau di samakan seperti boneka mereka."

Aurora menatap Sean,

"Gue benci di atur untuk mencapai tujuan mereka yang bahkan gue nggak suka sama sekali. Gue pengin jadi diri gue, gue pengin jadi Sean, bukan sebuah alat yang mereka gunakan untuk menggantikan apa yang mereka belum capai di masa dulu."

Sorot mata Sean menyendu, Aurora bisa merasakan perihnya apa yang dirasakan Sean, sebab dia juga merasakannya.

"Gue nggak mau jadi kayak abang gue, dimana dia harus memutuskan masa depannya karena kelakuan orang tua gue."

Setetes bening membasahi pipi Sean, menjalar ke rahang tegasnya. Wajahnya merunduk. Tangannya tergenggam keras.

Aurora bangkit dan kemudian merengkuh Sean. Menenangkan cowok itu.

"Bukankah masa depan seseorang itu adalah haknya," isak Sean.

"Iya.. beberapa orang tua memang nggak paham kemauan anak mereka. Bukan berarti mereka melarangnya, cuma.. mereka nggak mau anaknya salah jalan Sean."

Sean merengkuh erat punggung mungil Aurora, "tapi apa harus dengan menuntut hal yang nggak bisa di lakukan oleh anaknya Ra?"

"Gue tau, gue paham."

"Di saat gue bener-bener jatuh, gue berharap ada seseorang yang bisa menggenggam tangan gue untuk tetep melangkah Ra, dan gue berharap itu Edeline. Tapi dia sama sekali nggak pernah mau memberi alasan untuk gue jadi kebahagiaanya."

Ternyata sepedih itu Sean. Apa Edeline nggak tau perihal ini?

"Gue bener-bener nggak bisa untuk jauh dari dia, dia sosok yang sangat baik yang pernah hadir dalam hidup gue. Tapi apa gue ini bukan sosok seperti itu dalam hidup dia?"

"Gue nggak bisa menjawab itu Sean, hanya Edeline yang tau jawabannya."

"Tapi dia nggak pernah jawab apapun, dia selalu jawab gue ini terlalu baik buat dia sampai nggak bisa buat dia. Jadi, gue atau dia yang terlalu baik Ra?"

Sean terisak.

Pedih.

Sakit.

Dia hanya butuh di cintai. Ketika kasih dan cinta dari orang tuanya memudar.

Lo begitu beruntung Del, ada Sean dan Borealis yang bener tulus mencintai lo. Jadi apalagi yang lo ragukan perihal hidup lo?

Sean melepas pelukannya. Menyapu kasar airmatanya.

"Sorry, gue malah ganggu waktu istirahat lo," ucap Sean.

Aurora menggeleng, "gue tau, semua orang pasti butuh untuk bercerita. Cuma butuh waktu dan orang yang tepat aja untuk di ceritakan."

"Gue nggak. Sebelumnya gue nggak pernah mencintai seseorang sampai seperti ini."

"Cinta lo tulus. Gue yakin Edeline juga mencintai lo meskipun nggak sebesar rasanya buat Borealis."

"Dan lo?"

Aurora menatap Sean.

"Seberapa besar rasa lo untuk Borealis?"


Continue Reading

You'll Also Like

34.6K 1.3K 22
Sebuah cerita tentang kebinalan sosok Bian. Remaja awal SMA yang berparas tampan dan imut berkulit putih mulus yang selalu dapat menangkap mangsa par...
Perfection By na†a

Teen Fiction

14.5K 1.3K 4
[Kesempurnaan tidak selalu tentang cinta] *** Billivan Alvredo, cowok tampan keponakan pemilik Universitas Harapan. Tattoan, ketua dari geng Fire, ke...
27.4K 5.2K 65
Saturna Zervella tidak pernah menikmati dunia luar. Sehari-hari, jadwalnya hanya homeschooling dan main bersama anjing peliharaannya. Di usianya yang...