DELUSIONS

By tanindamey

5.4K 1.5K 1.5K

Bagaimana rasanya memiliki suatu cela dalam hidup? Diasingkan, diacuhkan, ditindas, serbuan kalimat pedas. Ta... More

Prolog
Chapter 1- Pembendung
Chapter 2- Lilin lebah mencekam
Chapter 3 - Diluar terkaan
Chapter 4 - Menikam dipenghujung
Chapter 6 - Teror malam
Chapter 7- Goresan Luka
Chapter 8 - Kepelikan seseorang
Chapter 9-Tuturan Menyayat Hati
Chapter 10-Tumpahan Air Mata
Chapter 11 - Terjebak dalam Gulita
Chapter 12 - Ancaman
Chapter 13 - Gamang
Chapter 14 - Dekapan
Chapter 15 - Sebuah Amaran
Chapter 16 - Tak Kuasa
Chapter 17 - Terungkap
Chapter 18 - Cela
Chapter 19 - Kelam
Chapter 20 - Sukar
Chapter 21 - Langka
Chapter 22 - Terjaga
Chapter 23 - Berbeda
Chapter 24 - Cendala
Chapter 25 - Berdebar
Chapter 26 - Jengah
Chapter 27 - Terlambat
Chapter 28 - Mulai Meragu
Chapter 29 - Terbelenggu
Chapter 30 - Bertekad
Chapter 31 - Pasrah
Chapter 32 - Kegetiran
Chapter 33 - Pengakuan
Chapter 34 - Jawaban
Chapter 35 - Telah Padu
Chapter 36 - Meradang
Chapter 37 - Kembali Melukai
Chapter 38 - Memerangi
Chapter 39 - Terdesak
Chapter 40 - Suatu Cela
Chapter 41 - Telah Renggang
Chapter 42 - Delusi
Chapter 43 - Kilah
Chapter 44 - Kalut
Chapter 45 - Berlaga [Ending]
Epilog

Chapter 5 - Bunga tidur

148 61 51
By tanindamey

Bunga Tidur

"Gue nggak bakal percaya sama lo segampang itu,"- Stevlanka.

"Kalo enggak apa?" potong Satya seraya mendekat ke arah Stevlanka. Tatapan laki-laki itu sungguh tajam.

Stevlanka memundurkan langkah kakinya. "Gue bakal aduin lo ke guru BK," jawab Stevlanka dengan suara sedikit ketakutan.

Laki-laki tersenyum miring. "Lo pikir lo siapa berani ngelakuin itu? Lo nggak tahu siapa gue?"

"Siapa pun lo, tindakan lo itu nggak bener!" tukas Stevlanka dengan nada tinggi. "Hapus videonya!"

"Kalo gue nggak mau?" Satya mengangkat dagunya sombong. Stevlanka menggenggam kuat tangannya. Bisa-bisanya ada laki-laki seperti Satya. Dengan cepat Stevlanka berusaha merebut ponsel yang ada di tangan laki-laki itu. Namun tindakannya kalah cepat dengan Satya. Ia mondorong Stevlanka hingga membuat punggung gadis itu menabrak dinding.

"Berani lo sama gue?" umpat Satya marah. "Siapa, sih, lo sebenernya?" Satya menatap name tag di seragam Stevlanka. "Stevlanka Annesca," ucapnya mengeja. Nada suara Satya sungguh memuakkan.

"Oh, lo murid baru itu, ya? Sok pahlawan banget." Satya tertawa. Ia melihat Stevlanka dari atas hingga ujung kaki. "Cantik, sih."

"Gue paling nggak suka kalo ada seseorang yang ikut campur hidup gue," kata Satya tajam.

Stevlanka merasakan sesuatu yang buruk di sini. Stevlanka ingin marah memberi pelajaran Satya-mungkin hanya mencekiknya-tapi itu tidak mungkin. Stevlanka tidak mungkin melakukan hal gila. Jika ia lepas kendali, maka kejadian di sekolah lamanya akan kembali terulang.

"Lo mau gue hapus video ini, kan?" tanya Satya mengangkat ponselnya. Kemudian ia tersenyum licik. "Gimana kalo gue ganti objeknya jadi lo. Mumpung di sini lagi sepi. Boleh, nggak?"

Stevlanka membulatkan matanya. "Gila lo, ya?"

Baru saja beberapa menit yang lalu ia menebak, dan ternyata benar. Laki-laki ini sangat berbahaya. Ia menyesal mengapa tadi ia tidak langsung pergi saja. Sampai kapan pun ia akan selalu kalah. Ia akan selalu ditindas seperti ini. Sekarang ia tidak tahu harus berbuat apa. Stevlanka kembali memikirkan keputusannya untuk tidak mencekik Satya. laki-laki ini lebih parah dari Karisma. Matanya sudah memerah. Ia tidak akan menangis. Tidak akan.

"Jangan nangis dong, kan belum diapa-apain," kata Satya dengan suara yang dibuat-buat. Stevlanka semakin ketakutan. Ditambah Satya yang semakin mendekatinya. Saat laki-laki itu tepat di depannya, Stevlanka mendorong tubuh Satya. Ia berusaha lari, namun lagi-lagi Satya menggagalkan langkah kakinya. Satya mendorong tubuh Stevlanka, hingga tak sengaja tangan Stevlanka terkena tepi pintu yang mana itu adalah alumunium.

Stevlanka meringis kesakitan. Darahnya mengalir cukup banyak. Tepat setelah itu tangannya bergetar hebat. Mulut Stevlanka ternganga. Gawat, sebentar lagi pasti ada yang akan celaka. Ia mengepalkan tangannya.

"Ouchh, berdarah, ya? Nggak sengaja gue," kata Satya yang sungguh mengerikan.

"Pergii dari sini!" perintah Stevlanka.

"Kenapa, takut?" Satya tersenyum penuh kemenangan. "Nggak usah takut gue baik kok." Berjalan mendekati Stevlanka.

Deru napas Stevlanka tidak beraturan. Ia masih mengepalkan tangannya, darah segar itu mengalir di sela-sela ruas jari tangannya. Stevlanka memejamkan matanya, tak lama ia membuka mata. Menatap sebuah pembersih cermin di sudut. Pembersih itu tampak rusak, hanya ada pegangannya saja dan berkarat. Dengan cepat Stevlanka meraih benda itu. Namun, justru ia malah menggenggam sebuah tangan. Tangan itu milik Ardanu.

Ardanu datang tepat pada waktunya. Ia berhasil mengahalangi kejadian buruk itu. Sebelum Stevlanka meraih benda itu, ia menggenggam tangan gadis itu lebih dulu.

"Lepas!" kata Stevlanka dengan tatapan tajam. Emosinya sungguh memuncak. Satya masih diam mematung menatap Ardanu dan Stevlanka. Ia begitu terkejut.

Ardanu mengguncangkan tubuh Stevlanka dengan satu tangannya. Satu tangannya lagi masih menggenggam tangan Stevlanka yang berdarah. Gadis itu memejamkan matanya. Kemudian menghela napasnya yang tak beraturan. Saat ia membuka matanya. Ia melihat tangannya digenggam oleh Ardanu. Ia juga mengedarkan pandangan di sekitarnya. Ardanu mengerutkan dahinya.

"Satya apa benar kamu merekam siswa perempuan yang sedang ganti baju?" tanya Bu Betty pada Satya. Laki-laki itu tampak terkejut. Ia menggeleng cepat.

Stevlanka dan Ardanu menatap Satya yang sekarang ketakutan. "Iya Bu, Satya melakukannya. Coba aja lihat hp-nya," kata Ardanu meyakinkan. Langsung saja Bu Betty membawa Satya ke ruang BK.

Saat ini hanya ada Stevlanka dan Ardanu. Dengan tangan mereka yang masih bertautan. Stevlanka menghela napasnya lega. Ia sadar terlambat sedikit saja, mungkin tangannya ini akan melakukan hal yang mengerikan. Matanya berkaca-kaca.

Ardanu menatap gadis di hadapannya itu dengan bingung. "Vla, lo gila ya? Lo hampir bunuh anak orang Vla."

Stevlanka menatap Ardanu. "Tadi apa yang gue lakuin?"

Ardanu mengerutkan dahinya, "Maksud lo?" tanya Ardanu. "Lo nggak inget apa yang bakal lo lakuin?"

Stevlanka tidak mampu menjawab pertanyaan Ardanu. Ia hanya memalingkan tatpannya pada tangannya yang saat ini masih bertautan dengan Ardanu. Darah keluar dari sela-sela tangannya dan tangan Ardanu. Darah yang keluar juga terkena pada tangan Ardanu.

"Astaga gue lupa," kata Ardanu terkejut. "Kita ke UKS sekarang, ya?"

Mereka berjalan menuju UKS. Stevlanka mengikuti langkah Ardanu dari belakang. Matanya tertuju pada tangan Ardanu yang menggenggam erat tangannya yang terluka. Stevlanka masih tidak percaya ini. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

Saat sampai di UKS, Ardanu menyuruh Stevlanka duduk di atas ranjang. Stevlanka menuruti saja apa yang dikatakan laki-laki itu.

"Tunggu sini bentar, gue ambil kotak P3K dulu," titah Ardanu. Kemudian ia melangkahkan kakinya mengambil kotak itu. Setelah mendapatkannya ia kembali menghampiri Stevlanka. Ia ikut duduk di atas ranjang UKS bersama Stevlanka. Mengambil tangan gadis itu, ia letakkan di pangkuannya. Menuangkan alkohol di kapas, lalu ia gunakan untuk membersihkan lukanya terlebih dahulu.

Setelah darahnya bersih, ia menuangkan obat merah pada kapas. Kemudian diusapkan perlahan pada luka Stevlanka. Gadis itu memejamkan matanya, menahan rasa perih itu. Ia menggigit bibir bawahnya.

"Tahan, ya," kata Ardanu tanpa menatap Stevlanka. Ia masih sibuk mengobati luka Stevlanka.

Stevlanka menatap lekat Ardanu, dan tentunya tanpa sepengetahuan laki-laki itu. Ardanu menyelamatkannya untuk yang kedua kali. Sungguh ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Ardanu tidak datang tepat waktu. Mungkin ia akan di keluarkan dari sekolah ini.

"Pagi ini, jangan ke toilet."

"Tunggu sampe pergantian pelajaran aja, minta anter Cantika, okay? Yang jelas jangan ke toilet sendirian. Kalo lo nekat, lo bakal nyelakain seseorang. Dan lo juga bakal dikeluarin dari sekolah ini."

"Jadi, ucapan lo tadi pagi-" kata Stevlanka menggantung seraya menatap Ardanu. Laki-laki itu mendongak, namun tak lama ia kembali menatap tangan Stevlanka. Melanjutkan dengan melilitkan kain kasa. Setelah selesai ia kembali menatap Stevlanka.

Stevlanka masih bergeming, menunggu jawaban Ardanu.

"Gue tahu ini susah di percaya. Tapi gue nggak main-main," kata Ardanu. "Gue punya kekuatan super," bisik Ardanu seraya meringis. Stevlanka mengerutkan dahinya. Mengapa sulit sekali mencerna ucapan Ardanu?

"Gila." Stevlanka tersenyum meremehkan. "Gue nggak bakal percaya sama lo segampang itu."

"Terserah lo mau bilang apa," jawab Ardanu. "Lo mau tahu apa yang bakal terjadi?" tanya laki-laki itu. Stevlanka memiringkan kepalanya, menunggu ucapan Ardanu selanjutnya.

"Lo ambil pembersih kaca yang rusak, dan lo gunain buat menikam perut Satya," kata Ardanu dengan tenang. Stevlanka melebarkan matanya. "Lo mau lakuin itu kan tadi?"

"Gue- gue nggak tau." Jawab Stevlanka memalingkan tatapannya.

"Emang bener lo itu cewek langka." Ardanu terkikik pelan. Stevlanka menatap tajam laki-laki itu. Ia turun dari ranjang.

"Denger baik-baik ya, Ardanu," kata Stevlanka tajam. "Pertama, makasih udah obatin luka gue. Kedua, jangan lo pikir gue bakal percaya sama lo gitu aja. Ketiga, jangan panggil gue cewek langka. Nama gue Stevlanka."

Ardanu hanya tersenyum. Stevlanka membalikkan tubuhnya meninggalkan UKS. Belum jauh melangkahkan kaki, ia kembali manatap Ardanu. Melihat darah dari lukanya yang menempel pada tangan Ardanu.

"Dan satu lagi, bersihin tangan lo sendiri." Setelah itu ia benar-benar meninggakan Ardanu.

Ardanu menghela napas lega. "Syukurlah, gue bisa cegah hal buruk itu," kata laki-laki itu. Ia mengangkat kedua tangannya yang terkena darah Stevlanka. "Sejak kapan gue jadi super hero gini?"

Stevlanka pergi meninggalkan Ardanu. Namun semua ucapan laki-laki itu masih mengganggunya. Sebenarnya apa yang terjadi?

Begitu ia memasuki kelas, mendadak suasana kelas menjadi ricuh. Tentu saja mereka mengetahui kejadian di kamar mandi. Sebenarnya setelah Stevlanka meminta izin pada Bu Betty, Ardanu juga meminta izin. Ia mengatakan hal yang akan terjadi, namun Bu Betty tidak mempercayainya sedikit terjadi perdebatan di kelas. Itu sebabnya Ardanu terlambat datang ke toilet. Jika saja semua teman-temannya percaya, mungkin ia akan datang sebelum Satya melukai Stevlanka.

"Vla, lo nggak papa? Ada yang luka nggak?" tanya Cantika setelah Stevlanka duduk di bangkunya. Cantika melihat tangan Stevlanka yang terbalut oleh kain kasa. "Astaga tangan lo? Kok bisa, sih?" kata Cantika bertubi-tubi. Sementara Srevlanka tersenyum hangat.

"Wah parah tuh Satya," sahut Bara menggelengkan kepala. "Lo nggak usah khawatir Vla, si brengsek itu udah diskors."

"Sok tau lo," sahut Cantika sewot.

"Lah, emang iya. Gue baru aja dari ruang BK." Kata bara tak terima.

"Dasar, lo itu cowok, tapi suka cari gosip." Ledek Cantika.

Bara mengela napas. "Eh lo itu punya masalah apa, sih, sama gue? Cari gara-gara banget." Bara kini tengah tersulut emosi. "Mendingan tuh urus lipstik lo ketebelan."

Cantika membulatkan matanya. "Eh sembarangan banget lo, siapa juga yang pake lipstik?" ujarnya seraya menyentuh bibirnya sendiri.

Stevlanka sedari tadi menyimak obrolan Bara dan Cantika yang absurd, kini ia tertawa lepas. Sontak Bara dan Cantika serentak menoleh Stevlanka. Kemudian mereka saling bertukar pandang. Saat Stevlnka tersadar jika suasana menjadi sunyi, ia menahan tawanya.

"Kenapa?" tanya Stevlanka dengan suara bergetar karena menahan tawanya. "Kalian lucu banget." Ia kembali tertawa. Cantika ikut tertawa, sedikit ia paksakan memang. Begitu juga Bara. Namun saat Bara dan Saling tatap mereka akhirnya juga tertawa lepas. Yang ia tertawakan adalah Stevlanka yang memiliki humor yang rendah.

"Lo receh banget Vla," sahut Bara.

"Anyway, tangan lo baik-baik aja?" tanya Cantika. Tepat setelah itu Ardanu datang. Ia langsung cekatan menjawab pertanyaan Cantika. Baru saja Stevlanka akan menjawabnya, namun laki-laki itu menyambarnya begitu saja.

"Iyalah baik-baik aja," jawab Ardanu yang sudah ada di depan Stevlanka. "Kan ada gue yang nolongin. Ya, nggak, cewek langka?" Ardanu menaikkan satu alisnya, disertai juga dengan senyuman jahilnya.

Stevlanka menyipitkan matanya, menatap Ardanu tak suka. Belum ada beberaps jam ia bersama di UKS dan laki-laki itu sangat serius. Dan saat ini sudah kembali menjadi menjengkelkan. Sok asik pula. Stevlanka mengabaikannya, ia kembali menoleh Cantika.

"Tangan gue nggak apa kok, Can," kata Stevlanka.

Bara menahan tawanya meliha raut wajah Ardanu yang diabaikan oleh Stevlanka. Sebenarnya Cantika juga ingin tertawa namun ia tahan. Tak lama seorang guru memasuki kelas mereka untuk mata pelajaran berikutnya. Ardanu dengan raut wajah kesal beralih ke tempat duduknya.

"Lo harus hati-hati sekarang," kata cantika setengah berbisik.

"Kenapa?" Stevlanka mengerutkan dahi.

"Karena lo udah berurusan sama Satya. Tuh cowok emang gila."

Stevlanka menganggukkan kepalanya. Ia sudah merasakan jika laki-laki bernama Satya itu berbahaya. Terlihat bagaimana tadi laki-laki itu memperlakukannya. Entah mengapa ia menjadi teringat dengan Karisma. Sifat mereka sama. Hanya saja Satya laki-laki dan Karisma perempuan. Mungkin setelah Satya kembali ia akan lebih menghindari laki-laki itu.

******

Para siswa beramai-ramai memintasi gerbang sekolah yang mencuar tinggi. Arus udara bertiup menggerakkan belukar. Terik matahari tak seceria siang tadi. Perlahan dengan sangat perlahan menggantikan rona biru dengan rona jingga. Walaupun belum amat kentara.

Gadis berambut panjang, dengan tangan kanan yang terbalut dengan kain kasa itu berjalan menuju gerbang. Pandangannya tertunduk, melihat pesan yang masuk beberapa menit yang lalu.

Ayah,

Vla, ayah jemput kamu. Jangan pulang naik taksi.

Sejak tadi ia bingung dengan pesan singkat Ayahnya. Aneh rasanya jika pria itu bersikap seperti ini. Stevlanka mendongakkan kepalanya, tersenyum getir. Hubungan seoarang Anak dan Ayah yang terasa seperti orang lain.

Gadis itu menoleh kanan kiri, tampaknya sang Ayah belum tiba. Ia memutuskan duduk di kursi yang disediakan di depan sekolah. Sambil menunggu, gadis itu mendengarkan musik dengan earphone-nya. Mengetuk-ngetukkan jemarinya, mengkuti alunan musik. Tak lama matanya melihat Ardanu yang kini bersandar di samping mobilnya. Stevlanka memicingkan matanya melihat senyuman laki-laki itu.

Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam cenalanya, Ardanu berjalan mendekati Stevlanka. Dan saat ini laki-laki itu duduk di samping Stevlanka.

"Hai cewek langka," sapa Ardanu seraya tersenyum.

Stevlanka memalingan pandangannya, kemudian berdiri. Seolah tak menganggap Ardanu ada bersamanya. Bukannya kesal, Ardanu malah tertawa pelan. Ia kembali mendekati Stevlanka. Ia melepas earphone yang terpasang di telinga gadis itu. Stevlanka tidak mengatakan apa pun, hanya matanya saja yang menatap Ardanu dengan kesal.

"Kenapa lo selalu jutek sama gue?"

Stevlanka tidak menjawab, ia memalingkan pandangannya.

"Nungguin bokap lo, ya?" tanya Ardanu. "Dia nggak bakal jemput lo, ada kerjaan," kata Ardanu lagi. "Ayah lo jaksa, kan?" tebaknya.

Ardanu mendekatkan kepalanya berbisik. "Gue liat di kekuatan super gue, kalo lo pulang bareng gue. Karena lo nunggu bokap lo sampe malem."

Tak ada jawaban dari Stevlanka, perlahan ia menoleh manatap Ardanu dengan lekat. "Denger, ya Ardanu, lo bisa aja percaya sama kekuatan super lo itu. Tapi lo nggak perlu bawa-bawa gue," kata Stevlanka dengan serius. Senyuman di bibir Ardanu kini perlahan memudar. Menatap lekat gadis di hadapannya.

"Dan satu lagi, gue juga nggak suka lo ikut campur hidup gue." Kata Stevlanka lagi.

Ardanu mendengarkan saja ucapan Stevlanka. Sejujurnya ia juga tidak tahu, kenapa Stevlanka selalu muncul di mimpinya. Dan ada rasa tanggung jawab untuk melindungi gadis itu. Semuanya muncul tanpa ia minta. Dengan sikap Stevlanka semakin membuat dirinya tertantang. Stevlanka bukanlah sama dengan perempuan lainnya, seperti ada sesuatu yang tersendiri dalam dirinya. Ardanu menjadi tertarik untuk mengetahui sisi lain dari seoarang Stevlanka. Namun, dengan ucapannya barusan membuatnya tersadar, ia juga tidak berhak ikut campur urusan orang lain.

Ponsel Stevlanka bergetar, ia membuka pesan yang baru saja masuk. Raut wajahnya berubah. Tangannya mencengkram ponsel itu.

"Bener, kan?" Ardanu memastikan itu adalah pesan dari Ayah Stevlanka.

"Gue mohon sekali lagi sama lo, Ardanu," pinta Stevlanka memohon. Air mukanya seperti lelah. "Berhenti gangguin gue, dan berhenti bawa gue di mimpi-mimpi lo itu."

"Lo pikir gue sengaja? Mimpi itu muncul gitu aja, Vla."

"Gue nggak peduli. Lo cukup diam dan nggak usah bertindak seolah lo paling mengenal gue. Gue nggak pernah minta lo datang ke gue dan memberi tahu apa yang akan terjadi di hidup gue. Karena itu semua mengganggu. Lo paham sekarang?"

*****

Thanks for reading!

Jangan lupa vote, komen, share, oke? Yu kerja samanya yu ....

i'll do my best!!!

Tanindamey
Sabtu, 27 juni 2020

Revisi: Jum'at, 13 Agustus 2021

Continue Reading

You'll Also Like

3.6M 355K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
591K 36.4K 63
(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraianny...
1.2M 102K 51
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
1.1M 104K 32
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...