Rainer & Chelsea

Bởi Cassiopheia_Vassille

79.2K 2.7K 40

(COMPLETED) "Hai cantik, sendirian aja. Nanti malam gimana? Kosong kan?" Siapa sangka, satu kalimat berdasar... Xem Thêm

RnS #1
RnS #2
RnS #3
RnS #3 pt.2
RnS #4
RnS #5
RnS #6
RnS #7
RnS #8
RnS #9
RnS #9 pt. 2
RnS #10
RnS #11
RnS #11 pt. 2
RnS #12
RnS #13
RnS #13 pt.2
RnS #14
RnS #15
RnS #16
RnS #16 pt.2
RnS #17
RnS #18
RnS #18 pt.2
RnS #19
RnS #19 pt.2
RnS #20
RnS #21
RnS #22
RnS #22 pt.2
RnS #23
RnS #24
RnS #25
RnS #26
RnS #27
RnS #28
RnS #30
promosi lapak sebelah ehe

RnS #14 pt.2

429 20 0
Bởi Cassiopheia_Vassille

Ditambahkan, 17 Juni 2020

***

Chelsea menggenggam roti keju dan susu kotaknya sambil mengedarkan pandangan. Menemukan yang ia cari, gadis itu langsung berjalan mendekat.

Tanpa penjelasan yang disertakan, Chelsea menyodorkan bawaannya pada Rainer yang awalnya fokus memainkan ponselnya.

"Kak Rainer belum sarapan kan?" jelas Chelsea ketika kernyitan permintaan penjelasan dilayangkan.

"Gak mau." tolak Rainer sengaja hanya agar Chelsea memaksanya.

Tak sesuai ekspektasi, Chelsea tak begitu peduli. Gadis itu malah mengedikkan bahu menyatakan hak Rainer untuk memutuskan sebelum berbalik. "Yaudah."

"Eh, tunggu-tunggu." tahan Rainer meraih tangan kiri Chelsea.

Masih setia mengirit bicaranya, gadis itu hanya melayangkan tatapan tanya. Untungnya Rainer mengerti dan malah gemas mengingat bagaimana kemarin-kemarin Chelsea bawel sekali menghadapinya.

"Jamkos ntar lo mau latihan?"

Chelsea lantas menarik tangannya dari Rainer. "Kak Rainer nggak niat ngajak aku bolos lagi kan?"

Rainer terkekeh dan kembali meraih tangan Chelsea. Menggenggamnya.

"Enggak ada niatan sih, tapi kalau mau ya ayo."

"Enggak mau, Kak." tolak Chelsea panik sambil menarik tangannya lagi sebelum Rainer benar-benar membawanya bolos seperti kemarin.

Rainer lalu meraih susu kotak di tangan kiri Chelsea. Menusukkan sedotannya dan mengarahkan susu strawberry itu pada Chelsea.

"Lo juga belum sarapan kan?"

"Kan itu buat Kak-"

"Minum," titah Rainer tak ingin dibantah.

Dengan ragu, Chelsea menyambut pemberian  Rainer. Setelah dua atau tiga hisapan, Rainer menarik uluran tangannya, berniat meminum susu yang tadi ditujukan untuknya.

Mengerti niat Rainer, Chelsea menahan geraknya.
"Buat gw kan?" ulang Rainer saat tangannya ditahan.

"Tapi-"

Tak membiarkan Chelsea berargumen, Rainer dengan gaya sok tidak peduli nya itu tetap meminum susu dari sedotan yang sama.

Rainer menyembunyikan tawa nya melihat tatapan sedikit risau dari gadis manis di hadapannya. "Kenapa? Lo ada penyakit menular ya? Ih." candanya sok jijik sebelum melempar kotak susu yang telah kosong ke tempat sampah.

"Udah abis baru sok jijik." Rainer lagi-lagi terkekeh.

"Nanti pulsek gw tunggu di parkiran. Gak mentolerir keterlambatan." ujarnya dengan bahasa tinggi sembari beranjak.

"Mau ngapain lagi emangnya?"

Bukannya menjawab, Rainer meraih roti keju yang padahal ditolaknya. Membelah sebagian roti dan menyodorkannya ke depan bibir merah muda alami Chelsea.

Chelsea menatap Rainer dan roti itu bergantian.

"Buka mulutnya," perintah Rainer menjelaskan apa yang seharusnya Chelsea lakukan.

Sesuai perintah, Chelsea membuka mulutnya. Memberi akses Rainer menyuapi Chelsea sebelum akhirnya tersenyum gemas melihat pipi Chelsea yang sedikit menggembung ketika mengunyah.

Rainer menarik-narik pipi Chelsea, membuat korbannya mengomel. Ia memilih beralih dari sana. Mencegah pertikaian baru yang mungkin saja muncul ketika menyadari dia yang memperhatikan dari kejauhan.

Niat Rainer bercanda dengan Chelsea murni karena ia merasa nyaman dan ingin dekat dengan gadis itu. Jika lebih lama bertahan di sana dengan telah menyadari keberadaan Alvero, bukan tidak mungkin masalah baru akan menghiasi deret masalah yang tengah mereka hadapi.

*

"Lewat 7 menit dari bel." ucap Rainer menyombongkan posisinya yang tiba lebih awal dibanding Chelsea di parkiran sesuai perjanjian.

"Aku liat Kak Rainer juga baru nyampe ya."

"Bukti?"

"Ayok liat cctv." tantang Chelsea didukung fakta.

"Cctv cuma boleh dilihat orang-orang penting di Tarsa, bukan buat umum." cibir Rainer sepertinya hobi sekali menyombongkan diri.

"Tau ah. Kenapa panggil aku ke sini?"

"Temenin gw beli sesuatu," pinta Rainer sengaja sepotong, berharap tanggapan Chelsea.

"Tapi aku ada latihan. Hari ini bareng anak parkour juga."

Rainer yang awalnya sudah tak berminat menunggu, makin tak suka jika Chelsea harus kembali latihan bersama yang disebut anak parkour tadi.

"Yang gw mau beli tuh spesial, buat cewek spesial. Nggak bisa di nomor dua kan." jelasnya sengaja provokatif yang sayangnya tak begitu ditanggapi Chelsea. Tau jika tanggapan yang diharapkannya tak akan didapat, Rainer menggandeng Chelsea ke mobil.

Kali ini tak sadar sebuah tatapan terluka yang lekat mengiringi keduanya.

Tujuan Rainer ternyata sebuah toko pernak-pernik. Seperti saat memasuki playground kemarin, manik hitam gadis itu kembali berbinar melihat banyaknya hiasan yang disajikan.

Kali ini tak meminta saran soal jenis benda yang harus dipilihnya, Rainer langsung mengajak Chelsea ke pernak-pernik yang sudah ia ketahui letaknya.

"Bagus yang mana?" tanya Rainer membahas dua model mahkota di hadapan mereka.

Chelsea ikut menilai dua hiasan kepala itu. Sejujurnya salah satu model mahkota menarik perhatiannya. Gaya simpel seperti itu pasti pas membuatnya menjadi pusat pesta namun samasekali tidak berlebihan. Satu mahkota lainnya juga bagus, namun menurutnya itu lebih cocok untuk anak-anak.

Ia beralih melirik harganya. Napasnya tertahan ketika menyadari hiasan kepala itu dihargai lebih dari empat ratus ribu.

"Ini aja kali ya?" putus Rainer bahkan tak menunggu lagi tanggapan Chelsea yang tadi dimintanya.

Rainer meminta pelayan toko untuk segera mengemas mahkota dengan model lebih kekanakak satu itu. Chelsea pun tak mau berkomentar lebih lanjut, apalagi dengan ucapan Rainer jika yang akan ia beri ini adalah seseorang spesial nya. Rainer pasti lebih tau selera gadis itu.

Mahkota seharga empat ratusan ribu tadi, bahkan masih ditambah biaya pengemasan, dan pajaknya. Chelsea tanpa sadar menelan ludah melihat Rainer memberikan enam lembar uang seratus ribuan dan seperti biasa, merelakan kembaliannya.

Setara uang jajannya dua bulan ini mah.

Keluar dari toko, Chelsea mengecek jam di ponselnya. Dengan polosnya ia mengkalkulasi waktu yang ia butuhkan untuk sampai ke sekolah hingga bergabung di aula untuk latihan.

Dan aksi hitung-hitungan dalam diam nya itu, lantas tak berguna ketika Rainer bahkan tak membawanya kembali ke sekolah.
"Mau kemana, Kak?"

"Liat aja ntar."

Butuh beberapa waktu untuk Chelsea menyadari jika mereka menuju rumah Rainer. Ia teringat, Rainer ingin membelikan sesuatu untuk gadis spesialnya kan. Apa mungkin gadis itu pacar Rainer? Lantas apa yang harus Chelsea katakan jika pacar Rainer curiga padanya?

Setelah mobil terparkir sempurna, Chelsea keluar dari mobil dan berjalan di belakang Rainer. Kegugupan yang tanpa alasan muncul sepertinya begitu kentara hingga Rainer menyadarinya. Ia berinisiatif menggenggam tangan itu karena langkah Chelsea yang melambat.

Namun Chelsea menarik tangannya kembali. "Jangan pegang tangan aku, nanti pacarnya Kak Rainer marah."

Senyum lebar langsung terukir di wajah Rainer. Ucapan provokatifnya sejak awal akhirnya berhasil juga membuat Chelsea berpikir seperti yang diharapkannya.

Ah tapi sepertinya Chelsea tidak cemburu juga. Hanya mencoba menghindari kesalahpahaman yang bisa saja muncul.

"Tunggu sini bentar." Rainer meninggalkan Chelsea di ruang tamu yang tak lagi asing untuknya. Gadis itu memanfaatkan keadaan intuk mengedarkan pandangan ke ruangan yang berkali-kali lebih luas dari kamarnya itu. Mencari kemungkinan keberadaan orang lain di sana.

Tak begitu lama dibiarkan menunggu, perhatian Chelsea beralih ke suara derap kaki yang berkejaran.

"Jangan lari-lari, Kian."

"Kakak cantik?" tanya gadis kecil itu polos dan berhenti beberapa langkah di depan Chelsea. Sepertinya ragu dengan tanggapan Chelsea.

Menepis kekhawatiran itu, Chelsea mengelus  kecil di hadapannya. "Kakak cantik? Aku?"
Pendangan Chelsea sekilas teralih melihat Rainer yang bergabung dengan seorang bocah laki-laki di gendongannya.

"Iya, Kakak kan cantik."

"Kamu lebih cantik tau. Siapa namanya?"

"Aku Kianya." jawabnya semangat.

"Aku Kienzio. Kakak cantik namanya laut kan?" sahut bocah laki-laki di gendongan Rainer.

"Hm? Kakak namanya Chelsea. Kalau laut itu artinya, sayang." balas Chelsea hangat, mencubit gemas bocah SD itu.

"Ce-si?"

"Cel-si!" koreksi Kianya galak.

Chelsea terkekeh. "Nama Kakak emang susah ya? Panggil Seesea aja deh. Kalau Kakak panggil kalian apa dong?"

"Anya sama Zio." sahut Rainer.

"Hm.. Kian sama Kien aja gimana?"

"Setuju!" pekik keduanya bersamaan.

"Kak Seesea, kakak jago nari ya? Kian lihat video di henpon nya Kak Ener." tanya Kian memancing decak dalam hati Rainer.

Seperti yang diduga Rainer, Chelsea meliriknya. Bahkan dengan sengaja memberi tatapan setengah mencibir. "Owh, Kak Rainer simpan video kakak nari ya?" Chelsea setia menatap Rainer yang berpura-pura tak peduli. "Iya, Kakak bisa nari, Kian mau nari sama Kakak?"

"Mau!"

"Ih Kien mau ikut!"

"Cowok nggak boleh nari!" tolak Kian sepihak. Layaknya hubungan kakak adik pada umumnya, Kian sengaja menjulurkan lidahnya memicu perang.

"Ih, siapa bilang?" sahut Rainer mulai membagi dua kubu di sini setelah pancingan sang adik.

"Kian yang bilang!"

"Kian mah sombong! Kita duel!"

"Siapa takut! Ayok di studio!" Kian langsung menarik Chelsea beralih dari sana. Namun tentunya sebagai tamu, Chelsea lebih dulu menatap Rainer. Meminta persetujuannya.

Anggukan yang diberikan menjadi lampu hijau dua gadis itu melanjutkan langkahnya. Seturut dengan Kienzio yang turun dari gendongan Rainer, tak ingin ketinggalan. "Kien mau digandeng Kak Seesea juga!"

"Ayo, sini."

Ternyata studio yang dimaksud Kian adalah definisi sebenarnya dari studio pribadi. Ia terperangah melihat semua sudut dari ruangan yang selalu ia harapkan berada di rumahnya.

"Kak Seesea, kita nari apa?" tanya Kian membuyarkan lamunan Chelsea yang masih sibuk dengan kekagumannya.

"Um.. Kian mau nya apa?"

Kian memanyunkan bibirnya, menunjukkan ketidaktahuannya.

"Better when i'm dancin' aja gimana?" Kian pun mengangguk girang.

"Putar lagu nya dimana, Kak?" tanya Chelsea beralih pada Rainer. Tanpa pikir panjang yang ditanya memberikan ponselnya. Sebenarnya ada sound system khusus, hanya saja ia malas mengurusnya.

"Password-nya?" tanya Chelsea gagal mengakses ponsel Rainer lebih lanjut.

"Rain and Sea!" pekik Kian dan Kien bersamaan.

Lagi-lagi membuat Chelsea melirik Rainer dengan senyuman. Sepertinya banyak sekali hal-hal yang tidak Chelsea tau tentang Rainer.

Memutar lagu, Chelsea mulai menggerakkan tubuhnya dengan gerakan basic terlebih dulu. Kian yang dasarnya memang mengikuti ekstrakurikuler menari pun dengan mudah mengikuti gerakan Chelsea, menciptakan keselarasan.

Kini giliran Kien dan Rainer yang dengan asal saja bergerak mengikuti lagu. Memancing gelak tawa antara mereka.

"Kien sama Kak Ener nggak jelas ih nari nya. Liat kan tadi Kian sama Kak Seesea bagus banget!"

"Ih bagusan kita lah." Bukan Kien yang terpancing, kini Rainer yang seharusnya lebih dewasa dan mengalah dengan sengaja menimbulkan perdebatan.
Untungnya perdebatan tak benar-benar berlanjut akibat pintu yang terbuka mengalihkan perhatian mereka.

"Mama!" pekik si kembar bersamaan.

Chelsea tersenyum dan membungkuk hormat. "Selamat sore, Tante." sapa nya menyalami Mama Rainer yang baru kali ini  temui.

"Owh, ini toh pacar kamu, Ner?"

Rainer membulatkan matanya, tidak mau Chelsea jadi berpikir ia yang mengaku-ngaku sendiri. "Apaan sih, Ma, masih temen doang."

"Iya-iya. Nih diminum dulu, pada haus kan abis nari?" tanya Mama Rainer, meletakkan nampan berisi jus buah di atas nakas.

Kian dan Kien lagi-lagi mengangguk semangat. "Ma, masa Kien nari nya jelek."

"Ih, Kian kan nari nya sama Kak Seesea makanya bagus. Coba aja sama Kak Ener."

"Dih kok kakak disalahin?" sahut Rainer tak terima.

"Terima aja sih, Kak." ujar Chelsea menyatakan keikutsertaannya dalam kubu Kian dan Kien.

"Udah sore, kalian nggak ngerjain PR?" tanya sang Mama mengalihkan pembicaraan. Yang tentunya ditujukan pada si kembar.

"Kerjainnya sama Kak Seesea boleh kan?"

"Boleh dong." tanggap Chelsea hangat.

"Kerjain sana PR nya sama Kak Chelsea. Jangan kayak Kak Rainer, nggak pernah ngerjain PR."

"Ih ngerjain ya." balas yang difitnah, tak terima. "Kalo sempet, ada niat, dan gak ada halangan, juga hambatan." lanjut Rainer dengan kekehan. Memancing cibir pendengarnya.

Kian dan Kien beralih ke kamar mereka sesuai perintah sang Mama.

"Adiknya jagain yang bener. Mama mau ke kantor."

"Ini udah sore loh, Ma. Pulang jam berapa nanti?"

"Kerjaan numpuk, Rainer. Mama harus selesain, makanya kamu jangan bikin masalah dan gangguin kerjaan Mama."

Rainer hanya diam mendengarkan tanpa minat. "Dampingin Rainer ya, Chelsea. Luar nya aja sok jagoan, padahal lebih manja dari adiknya."

Chelsea terkekeh. Seru juga bisa balik memojokkan Rainer seperti ini.

"Apaan sih, Ma."

"Mama berangkat ya, Rainer, Chelsea."

Chelsea mengangguk sopan, "Iya, Tante hati-hati."

"Jangan kemaleman, Ma."

"Lo ke kamar Kian Kien duluan sana, gw mau minta bibi bawain makanan." lanjut Rainer setelah sang Mama meninggalkan ruangan.

"Kamarnya yang mana? Nanti aku malah masuk kamar Kak Rainer. Kak Rainer nya ngomel."

"Ya kalo masuk kamar gw, gw kunciin lah. Gak gw kasih keluar." candanya berniat menyelipkan makna iseng di sana, namun gagal karena yang dihadapi hanyalah gadis polos seperti Chelsea.

Rainer mengacak rambut Chelsea setelah decihan yang dilemparkan, "Itu yang di sana." tunjuknya membiarkan Chelsea beralih lebih dulu.

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

1M 100K 54
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
90.9K 3.9K 29
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Farrel Aristide Keano. Badboy pemilik tatapan tajam yang mematikan serta sikap tidak peduli kepada siapapun kecuali Gadis...
1.1M 62.9K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1.1M 91.5K 54
Hanya kamu. Mungkin itu yang bisa Fathan katakan, setelah memutuskan hubungannya dengan Andra. Nyatanya, hati itu masih terus menyuarakan kesedihan s...