[Sehun Fanfiction] Dear Husba...

By twelveblossom

246K 36.3K 1.4K

Jung Nara: Gadis berusia dua puluh dua tahun memiliki kelainan jantung bawaan yang hidup baik-baik saja setel... More

Prolog
The Day When I Meet You - 1
The Day When I Meet You - 2
The Day When I Meet You - 3
Taken By The Past - 1
Taken By The Past - 2
Taken By The Past - 3
Marriage Scenario - 1
Marriage Scenario - 2
Marriage Scenario - 3
Sometimes He's Angel - 1
Sometime He's Angel - 2
The Way I Love You - 1
The Way I Love You - 2
The Way I Love You - 3
I'm Okay Even It's Hurt - 1
I'm Okay Even It's Hurt - 2
I'm Okay Even It's Hurt - 3
If You Were Me - 1
If You Were Me - 2
When You and I Become Us - 1
When You and I Become Us - 2
When You And I Become Us - 3
Dealing With You - 1
Dealing With You - 2
Dealing With You - 3
My Eyes On You - 1
My Eyes On You - 2
My Eyes On You - 3
Love, Life, and Lies - 1
Love, Lies, and Life - 2
Hold Back The Tears - 1
Hold Back The Tears - 2
Hold Back The Tears - 3
Heart Of Darkness - 1
Heart of Darkness - 2
Heart of Darkness - 3
It's Too Late To Realize - 1
It's Too Late To Realize - 2
It's Too Late To Realize - 3
[Special Part] Everything For You
[Special Part] Jealousy You
The Last Wish - 1
The Last Wish - 2
The Last Wish - 3
[Part Terakhir] Baby, Please Hold Me
Epilogue - 1
Epilogue - 2
Epilogue - 3
Epilogue - 4
[Album Foto] Diary Baby Hyunjoo

[Special Part] The Half Of You

2.8K 354 11
By twelveblossom

Untuk dirimu yang selalu berada di hatiku.
Aku mencintaimu dengan seluruh jiwaku.
Aku menunggumu dengan seluruh kesabaranku.
Aku menyakitimu dengan seluruh keeogisanku.
Nanti, jika kita berpisah, bawa kembali setengah milikku.
Hatiku, jiwaku, kesabaranku, dan penyesalanku yang sudah kau renggut dariku. Twelveblossom, 2018

-oOo-

Nara's point of view

Aku selalu menunggunya. Dia yang berjalan ke arahku, parasnya tidak bersahabat. Kadang kalau aku beruntung, tarikan bibirnya dapat menjadi obat penawar untuk hariku yang buruk. Seringnya, keberuntungan itu enggan berpihak padaku. Hanya ucapan sinis yang dilontarkannya ketika kami bersama. Walaupun begitu, jantung ini tetap berdebar untuknya. Aku tidak menyalahkan jantungku karena mereka memang tak memiliki mata. Salahkan saja pikiranku yang terus menjadikan dirinya topik dalam setiap waktu.

Hal terbaik yang aku tunggu adalah saat dirinya berada di sampingku. Tubuhnya yang jangkung memang mengesankan. Aku jadi tidak terpapar sinar matahari karena dia setia menghalanginya. Aku bisa bersandar nyaman di bahunya yang kuat sambil terkantuk-kantuk. Aku dapat meminjam punggungnya yang lapang untuk menangis―meskipun dia langsung menghapus airmataku. Aku melihat duniaku dalam pupil cokelatnya yang tak pernah lepas memandangku. Dia membuatku istimewa.

Aku berpikir akan sangat murka jika dia menyakitiku. Kenyataannya, tidak. Aku semakin terbelunggu dalam tipuannya. Ratusan keegosiannya sudah menghunusku. Belasan kenangan yang terlupakan seolah membunuhku perlahan. Walaupun demikian, hatiku baik-baik saja. Hatiku memang bodoh. Tolong, jangan salahkan dia. Aku kira, syaraf sakitku sudah mati rasa. Memangnya bisa begitu?

Semua hal mengenai dirinya menarik senyum dalam bibirku. Apa pun, termasuk ketika aku marah, dia marah, aku mengejeknya, dia mengejekku, dan yang paling tak dapat dilupakan saat dia menyentuhku. Aku suka kala dia mengerang putus asa karena jari-jariku menelusuri hidungnya, matanya, bibirnya, dan setiap inci raganya.

Bukankah mendebarkan ketika kami bersatu? Itu menjadi bagian favoritku.

Apalagi, saat aku mengetahui jika sebagian dari dirinya berada dalam tubuhku. Dia adalah sumber kebahagianku dan sekarang ada dua―dia dan malaikat kecil yang berada di perutku. Kegembiraan itu ternyata tidak menjalar padanya, aku yang menikmati, namun dia menolak. Lagi-lagi, aku terlihat menyedihkan.

Ah, aku jadi mengingat sesuatu mengenai kejadian beberapa bulan lalu. Waktu itu kami sedang berjalan-jalan di sore hari, setelah rapat di gedung utama. Dia mengajakku untuk membeli es krim manis sebagai obat atas perutku yang kram akibat tamu bulanan. Seperti biasa, suamiku yang rupawan itu menggenggam tanganku erat, seolah dia takut aku hilang.

Aku memandangi jari-jari kami yang bertaut sempurna. Telapak tangannya sangat besar, nyaman sekali kehangatan yang diciptakan olehnya-sampai aku baru sadar kami telah berjalan sangat jauh untuk sampai ke gerai es krim favoritku. Dia selalu membuatku lupa waktu.

Dia memanjakanku dengan memesankan es krim berlapis-lapis. Suamiku juga tertawa ketika aku terkejut dengan tumpukan es krim yang dibawanya. Sehun tampak kekanakan, aku sayang dia yang begitu.

Kami memakan menara es krim dengan gembira sambil mengobrol mengenai berbagai hal. Waktu itu aku merasa tak ada perbedaan yang besar di antara kami dan tidak ada masalah yang harus diselesaikan. Hingga atensinya tertuju pada sesuatu, selain diriku.

"Dia lucu, ya?" aku berkelakar, ketika kami sama-sama menatap balita yang mengoceh bersama orantuanya.

Sehun mengangguk.

"Apa kau ingin punya satu yang seperti itu?" tanyaku lagi, tanganku menyangga dagu. Aku mengamati mata Sehun yang bersinar penuh takjub.

Sehun menggeleng.

Aku kecewa karena dia berdusta. "Kenapa, Sehun?"

Sehun kala itu enggan langsung menjawab. Ia meraih jariku, merangkumnya erat. Dia tersenyum berusaha menghibur, namun aku tahu ada kepalsuan yang ditutupinya. "Karena aku tidak membutuhkan seorang anak, hidupku sudah sempurna tanpa mereka," dia menjelaskan tanpa jeda, tanpa penyesalan.

Tentu saja aku sedih ketika itu.

Aku juga masih berduka saat ini.

Tapi, aku masih berharap.

Pernah dengar tidak, ada yang bilang, jika seorang laki-laki akan menjadi ayah setelah menggendong bayinya?

Mungkin, Sehun akan berubah pikiran.

Yang penting, aku memertahankannya sampai suatu saat nanti si ayah bertemu dengannya.

Meskipun aku harus membayar dengan nyawaku sendiri.

-oOo-

Sehun's point of view

Aku menyadari jika itu kesalahanku. Untuk pertama kalinya dalam hidup aku memiliki perasaan yang sebesar ini. Aku benar-benar menyesal telah mengenalnya, menemuinya, dan mencintainya. Andai saja waktu itu aku lebih mengacuhkannya, pasti dia masih di kelilingi kebahagiaan. Mungkin jika kami bersilang jalan, dia akan medapatkan pria yang lebih baik dariku.

Biasanya, aku dapat mengendalikan semua hal pada emosiku. Tapi, tidak apabila itu mengenai dirinya. Termasuk pikikiranku yang terus ingin bersamanya, tubuhku yang tertarik untuk menyentuhnya, dan seluruh jiwaku rela mengorbankan diri demi nyawanya.

Aku, Oh Sehun memang sudah kehilangan kewarasan.

Aku mengakui, Jung Nara. Aku sudah kalah darimu.

Semua yang ada pada diriku, telah menjadi milikmu.

Aku semakin menyadari kelemahanku adalah kau―sejak melihatmu terbaring tidak berdaya. Keegoisan ini berada dipuncak, hanya untuk menjagamu tetap bernapas. Aku tidak menginginkan yang lain, Nara, tolong mengertilah.

Aku berusaha meredam apapun keinginanku.

Masih ada jelas di ingatanku saat kita berkunjung ke gerai es krim favoritmu, aku tidak suka makanan dingin tapi diriku dapat menoleransinya. Semuanya berjalan menyenangkan, hingga atensiku padamu berjeda karena sesuatu.

Tanpa sadar aku tersenyum simpul melihat keluarga kecil yang duduk berdampingan, tepat di samping kursi kita. Mereka tampak bahagia dengan seorang balita yang mengoceh ketika si ibu menyuapi. Aku membayangkan, kau menjadi seorang ibu. Ada bayi kita yang mirip denganmu, memiliki paras rupawan serupa dirimu. Aku ingin tahu, bagaimana nantinya jika kita memiliki seorang anak? Apa dia akan mirip denganku? Aku rasa sangat menyenangkan apabila sifat ceroboh itu bisa diwariskan ke anak kita nanti.

Membahagiakan, semua yang ada di pikiranku sangat suka cita kala itu.

Aku kembali ke kenyataan, ketika kau mulai menanyaiku.

"Apa kau ingin punya satu yang seperti itu?" tanyamu.

Netraku kembali menatapmu. Tentu saja, aku menginginkannya, batinku berkata demikian. Namun, kepalaku menggeleng.

"Kenapa, Sehun?" kau tampak sangat kecewa ketika memberikan pertanyaan itu.

Aku tak suka melihatmu kecewa, Nara. Kendati demikian, aku lebih tidak ingin membuatmu semakin tersiksa dengan permintaanku. Aku berusaha menerima bahwa jantung Nara terlalu lemah untuk melahirkan. Aku enggan menarikmu lebih dekat pada kematian.

Lantas aku pun tersenyum palsu. Nara pasti mengetahui semua hal yang kumanipulasi, meskipun dia tetap diam saja.

"Karena aku tidak membutuhkan seorang anak, hidupku sudah sempurna tanpa mereka," Aku berbohong untuk kesekian kalinya padanya―Jung Nara yang kucintai.

Nara terdiam. Parasnya berubah sedih. Senyum itu lenyap.

Dusta itu justru menyakitinya lagi.

Keegoisanku yang tak ingin kehilangan dirinya melukainya lagi.

Maka dari itu, sudah sepantasnya aku ... menerima penyeaalan ini.

-oOo-

Kurang sedikit lagi ya teman-teman cerita ini selesai. Terima kasih sudah membaca. Terima kasih sudah menunggu dengan sabar.

Oh ya, aku juga punya cerita baru tentang Sehun dan Nara judulnya 'Oh My Husband' dan 'Perfectly Imperfect'.

P.s: bagi kamu yang ingin chit chat atau fangirling Sehun bareng bisa follow twitter dan instagramku twelveblossom.

Continue Reading

You'll Also Like

498K 4.4K 5
(FOLLOW SEBELUM BACA) Mereka pernah sedekat nadi sebelum sejauh matahari dan bumi. Mereka pernah saling berbagi tawa, sebelum saling lempar tatapan...
5.4K 3K 32
Memangnya aku punya kesempatan untuk kembali mencintai lagi? - September, 2021
1.9M 121K 32
[PRIVATED ON SOME CHAPTERS] Apa jadinya kalau dibenci oleh keluarga sendiri? Ayah dan ibu sendiri pun malu memiliki anak sepertinya. Bahkan kakak lel...
65.9K 10.5K 15
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...