ALKANA [END]

Від hafifahdaulay_

792K 38.2K 3.1K

Dia Alkana Lucian Faresta dan pusat kehidupannya Liona Athena. Alkana adalah tipikal lelaki dingin, angkuh da... Більше

PROLOG
CAST
Trailer
CHAPTER 01
CHAPTER 02
CHAPTER 03
CHAPTER 04
CHAPTER 05
CHAPTER 06
CHAPTER 07
CHAPTER 08
CHAPTER 09
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 41
CHAPTER 42
CHAPTER 43
CHAPTER 44
CHAPTER 45
CHAPTER 46
CHAPTER 47
CHAPTER 48
EPILOG
New Story! (Squel)

CHAPTER 23

10.8K 686 83
Від hafifahdaulay_

Happy reading!

"Kamu tau sendiri sebesar apa perasaan aku ke kamu, gimana kerasnya perjuangan aku selama ini buat dapetin kamu. Setelah semua itu, kamu masih ragu?"

~Alkana Lucian Faresta~

Di sebuah koridor seorang gadis nampak melangkah tergesa dengan kaki di hentakkan karena kesal. Dadanya naik turun karena emosi, dan tasnya di genggam kasar. Jam mata pelajaran yang sedang berlangsung membuat koridor cukup sepi, hanya beberapa siswa yang berlalu lalang.

Liona menghentikan langkahnya ketika mendengar teriakan dari lapangan, gadis yang berada di lantai dua itu melihat kelas lain yang sedang bermain basket. Lebih tepatnya, kelas kekasihnya ah tidak-tidak kelas tunangannya.

Liona menyenderkan tubuhnya pada pembatas saat melihat Alkana mendribble bola, lelaki itu dengan mahir melewati lawannya dan memasukkan bola ke dalam ring. Teriakan heboh kembali terdengar, apalagi ketika Alkana mengibaskan rambutnya yang basah karena keringat.

Bukan hanya Alkana, Bintang, Langit dan Kenzo juga bermain, mereka satu tim sepertinya. Para inti Xanderoz itu kompak bekerja sama untuk mengalahkan lawan mereka, guru olahraga yang kerap di sapa Pak Toni itu nampak bersemangat melihat Alkana bermain, mulut pria itu tak henti-hentinya berteriak kata 'bagus!', 'iya!' dan lainnya.

Liona mencengkram pembatas ketika tubuh atletis Alkana bergerak ke mana-mana saat bermain basket, lelaki yang hanya mengenakan celana pendek anak basket itu terlihat santai-santai saja, sementara di pinggir lapangan gadis-gadis teman sekelasnya sudah heboh.

Langit dan Bintang juga sebenarnya sudah bertelanjang dada begitu juga beberapa lelaki lawan main tim Alkana, hanya Kenzo saja dan beberapa lelaki lainnya yang tetap dengan kaos anak basket itu.

Sejak dulu Alkana sudah terkenal mahir bermain basket, Liona sudah tau itu, bahkan beberapa kali Liona melihat lelaki itu bermain saat tanding dengan tim OSIS yaitu tim mantan Liona, Malvin.

Tidak lama permainan berakhir, Pak Toni pergi entah kemana. Mereka yang bermain basket mulai menepi dari lapangan untuk istirahat. Para gadis langsung menyodorkan minum untuk Alkana dan teman-temannya. Liona masih memperhatikan dengan rahang gadis itu yang mulai menegang menahan emosi, meski dari banyaknya botol minum yang di sodorkan tidak satupun di terima oleh Alkana. Namun rasanya kekesalan Liona kian bertambah karena hal itu.

Sampai akhirnya di antara gadis-gadis berpakaian olahraga itu, datang seorang gadis berseragam. Liona menatap punggung yang amat dirinya kenali itu dari kejauhan, saat mendekati Alkana wajahnya kelihatan jelas, gadis itu Mela.

Liona melihat gadis munafik itu berbicara pada Alkana lalu menyodorkan sebotol minuman pada Alkana, melihat respon Alkana yang terdiam membuat Liona lega, karena sepertinya Alkana juga akan menolak seperti yang lelaki itu lakukan pada gadis lainnya.


Namun setelahnya jantung Liona seperti berhenti melihat Alkana menerima minuman di tangan Mela, karena jarak mereka yang cukup jauh membuat Liona tidak bisa mendengar apapun yang sedang mereka bicarakan.

Mela terus berbicara, dapat Liona lihat senyuman gadis itu merekah sempurna. Karena terlalu senang Mela sampai melompat-lompat kecil ketika berjalan menjauh meninggalkan lapangan. Alkana menatap kepergian Mela, dan di saat berjalan pergi Mela menolehkan kepalanya kebelakang melemparkan senyuman untuk lelaki itu.

Setetes air mata Liona terjatuh melihat itu, entah angin dari mana Alkana tiba-tiba menoleh ke atas, seketika mata keduanya bertemu. Dapat Liona lihat raut terkejut di wajah itu, dan ada rasa bersalah di sana, dengan kasar Liona menghapus air matanya dengan tangan kanannya lalu pergi begitu saja dari sana.

Tepat saat itu terdengar pengumuman dari pengeras suara, "Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh! Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Kepada siswa-siswi Venus, jam pelajaran kita pada hari ini berakhir di sini saja karena guru-guru mengadakan rapat. Untuk itu kalian di perbolehkan untuk pulang. Terimakasih atas perhatiannya."

Dengan langkah tergesa Liona berjalan ke arah gerbang sekolah yang sudah di buka lebar itu, berusaha secepat mungkin agar Alkana tidak dapat mengejarnya. Untungnya Liona langsung mendapat Taxi, dan seketika gadis itu sudah meninggalkan sekolah. Liona melirik spion mobil, keramaian siswa terlihat dari sana, dan di keramaian itu Liona tidak menemukan Alkana.

"Mau kemana dek?" tanya si Bapak.

"Jalan aja Pak, nanti saja kasih tau." jawab Liona karena jujur gadis itu tidak tau mau kemana saja. Gadis itu mengambil ponselnya dari tas lalu menonaktifkan benda pipih itu.

Gadis itu ingin sendiri.

******

Tubuh atletis itu penuh dengan keringat, bahkan wajahnya tak luput dari itu, rambutnya nampak berantakan karena berlari dan melompat ke sana kemari membawa bola. Bukannya terlihat jelek dan menjijikan lelaki itu terlihat tampan dan menggairahkan.

Sejak permainan di mulai tadi Alkana tidak menghiraukan teriakan para gadis padanya, karena ini bukanlah pertama kalinya. Setelah membolos tadi, keempat lelaki itu memutuskan untuk mengikuti kelas olahraga, entah kenapa para lelaki sangat suka bahkan tidak pernah membolos pada jam pelajaran itu, mungkin karena berhubungan dengan kegiatan fisik.

"Gila panas banget!" komentar Langit menepi ke lapangan, gadis-gadis langsung menyodorkan minum padanya, yang langsung lelaki itu terima dengan baik.

"Dasar mata gratisan!" sinis Bintang mengambil minuman dari seorang gadis. Langit menatap Bintang tak terima.

"Kayak gak lo aja, ngaca!" sinis Langit tak kalah tajam. Kenzo menghela nafas lelah, lelaki itu menggeleng tidak mau menerima ketika gadis-gadis menyodorkan minum padanya.

"Gak usah makasih!" tolaknya.

Alkana melakukan hal demikian, bedanya lelaki itu langsung menatap tajam pada gadis-gadis itu. Membuat mereka semua menelan ludah gugup. Saat Alkana berbalik seorang gadis berjalan ke arahnya, gadis itu Mela, teman tunangannya.

"Hai Alkana!" sapa gadis itu riang, tidak-tidak kelewat riang malah.

Alkana menaikkan alisnya tanpa menjawab, "Nih buat lo, haus kan?" katanya kemudian menyodorkan sebotol minuman di tangannya. Kenzo melirik keduanya sambil menetralkan nafasnya.

Belum sempat Alkana menjawab, Mela langsung berbicara lagi, "Ini dari Liona, dia tadi kebelet ke toilet makanya nyuruh gue yang ngasih." bohongnya.

Alkana terdiam sejenak menatap Mela dan minuman itu bergantian.

"Gila ganteng banget!" heboh Mela dalam hati.

"Cepat ambil! Pegel nih tangan gue!" ucapnya pura-pura sebal, tanpa mencurigai apapun Alkana langsung menerimanya.

Mela senang bukan main, apalagi ketika Alkana mengambil minuman itu tangan keduanya sempat bersentuhan membuat sengatan listrik mengalir ke jantung gadis itu.

"Gue pergi dulu." pamitnya.

"Thanks." singkat Alkana, gadis itu mengangguk menahan senyum. Tingkah Mela membuat Alkana sedikit heran namun lelaki itu tidak mau ambil pusing.

"Sama-sama." balas Mela yang kini tersenyum lebar lalu berbalik pergi, Alkana menatap punggung sahabat Liona itu dengan ragu.

Tanpa di sangka Mela menoleh ke arahnya lalu melemparkan senyum lalu kembali berjalan. Orang yang tidak mengenal mereka pasti akan menganggap keduanya sepasang kekasih, dimana sang gadis mengantar minum untuk pacarnya yang sedang berolahraga.

Kini Alkana benar-benar merasa ada yang tidak beres. Hendak berbalik mata Alkana tak sengaja menatap ke atas, lebih tepatnya ke lantai dua.

Wajah kagetnya tidak dapat di tutupi ketika melihat Liona berdiri di sana, kedua tangan itu mencengkram pembatasan dengan raut wajah yang Alkana tau gadis itu sedang tidak baik-baik saja.

Ketika Alkana melihat tangan itu menghapus kasar wajahnya barulah Alkana sadar jika gadis itu menangis.

Seketika Alkana panik, terlebih lagi ketika Liona berbalik pergi begitu saja. Alkana langsung berlari mengambil kaosnya tanpa memperdulikan teriakan Langit dan Bintang, sedangkan Kenzo yang sudah paham langsung menatap tajam ke arah Mela yang tersenyum di sudut koridor.

Tiba-tiba pengumuman terdengar, bahwa Guru mengadakan rapat hingga para siswa-siswi di perbolehkan untuk pulang.

"Fuck!" umpat Alkana berlari menuju kelasnya karena tas dan kunci motornya berada di sana. Sambil terus membawa minuman pemberian Mela.

******

Seorang gadis duduk termenung di atas rerumputan hijau, sinar senja menemani kesedihannya. Gadis itu melemparkan batu-batu kecil di sekitarnya ke arah danau di depannya. Air itu terlihat tenang, berbeda dengan isi kepalanya yang berkecamuk.

"Lagi ada masalah?" suara seseorang membuat Liona menolah, seorang gadis dengan kursi roda mendekat ke arahnya, namun gadis itu nampak kesusahan ketika rodanya terhalang sebuah batu. Lengannya yang di perban terlihat belum terlalu kuat untuk mendorong kursi rodanya sendiri.

Liona tidak menjawab melainkan langsung berdiri menyingkirkan batu yang menghalangi kursi roda gadis itu, lalu mendorongnya dari belakang menuju lebih dekat ke arah danau, atau tempat duduk Liona tadi.

"Makasih." ucap gadis itu.

Liona mengangguk lalu duduk kembali di atas rumput di samping gadis itu. "Hmm gue lagi ada masalah, ah mungkin bisa di bilang selalu ada masalah." kini barulah Liona menjawab pertanyaan tadi.

"Hidup emang gitu, tergantung manusianya yang bertahan sejauh mana. Yang bertahan sampai akhir, dia pemenangnya." lirih gadis itu.

"Gue gak tau sampai kapan gue bisa bertahan, di saat gue gak punya alasan apapun untuk hidup." bisik Liona putus asa.

Gadis itu tersenyum menatap Liona, "Ubah cara berfikir kamu, mungkin kamu gak punya alasan apapun untuk hidup tapi bisa jadi di luar sana kamu jadi alasan seseorang untuk hidup." jelasnya dengan mata berkaca-kaca.

Liona menatap kondisi gadis itu, duduk di kursi roda, dahinya di plaster dengan kaki dan lengannya di perban.

"Lo kecelakaan?" tanya Liona tepat sasaran.

Gadis itu mengangguk, "Iya, kecelakaan itu yang bikin kondisi aku seburuk ini. Sekaligus yang merenggut seseorang yang menjadi alasan aku untuk hidup."

Liona menatap gadis itu penuh arti, dia berusahalah menyemangati orang lain, tapi suaranya sendiri terdengar putus asa.

"Gue Liona, Liona Athena." Liona mengulurkan tangannya. Gadis itu tersenyum menyambut baik tangan itu.

"Atara Patricia."

Liona menatap sekelilingnya, hanya mereka berdua yang ada di sana. Melihat kondisi gadis itu yang masih sakit, agak aneh rasanya jika berkeliaran sendirian.

"Lo sendirian ke sini?"

"Iya, rumah aku deket kok, yang itu!" gadis itu menunjuk sebuah atap rumah yang berjarak cukup jauh, hingga hanya atapnya yang terlihat, Liona tau rumah itu, rumah yang sempat di lewatinya saat berjalan kaki ke mari karena Liona hanya menggunakan layanan Taxi di jalan raya saja.

"Sorry, kaki lo lumpuh total?" tanya Liona yang sudah kelewat penasaran, Atara menunduk menatap kakinya yang mati rasa.

"Kata dokter kecil kemungkinannya untuk aku bisa jalan lagi." gadis itu terlihat rapuh, dari caranya bicara Liona tau jika gadis itu tipikal gadis lembut, sopan, dan penurut.

"Lo kuat, gue tau itu. Lo pasti sembuh mau sekecil apapun kesempatan yang lo punya."

"Semoga aja, kamu pasti lagi banyak masalah makanya ke sini. Banyak orang yang berkunjung ke danau ini, tapi semua orang rata-rata bawa kesedihannya masing-masing."

"Gue kehilangan seorang teman hari ini, temen satu-satunya yang gue punya, yang gue percaya yang selalu dukung gue, tapi hari ini gue tau kalo itu semua palsu, dia selalu iri sama apapun yang gue punya. Padahal dari awal di udah menang dari segala aspek. Lo tau? Dia jatuh cinta sama tunangan gue sendiri, dan tadi gue ngeliat dia mulai berusaha untuk merebut apa yang gue punya."

"Biarkan dia berusaha sekeras mungkin Liona, tunangan kamu cinta sama kamu kan?" Liona mengangguk.

"Cinta tau kemana dia harus pulang Liona, dan cinta sejati tidak pernah berkhianat. Lalu apa yang kamu takutkan?" ucapan Atara membuat Liona menatap kosong ke arah air.

"Letak permasalahannya bukan mereka Atara, tapi gue. Alkana, itu nama tunangan gue, dia rela ngelakuin apapun, berjuang sekeras mungkin demi bikin gue jatuh cinta sama dia. Bahkan saking cintanya, kalo seandainya gue minta dia untuk hancurin kehidupannya sendiri, dia bakalan mau."

"Masalahnya gue, gue belum bisa balas perasaan dia, dan itu yang bikin gue takut. Lo tau Atara gimana kalo seseorang kayak Alkana udah kecewa, dia bakalan hancur."

Atara tertawa kecil membuat Liona menatap gadis itu, "Apanya yang lucu?"

"Liona, sebenarnya ini semua sederhana, kamu yang membuatnya sulit. Kamu takut Alkana kecewa kan? Dan kamu marah waktu temen kamu jatuh cinta sama Alkana, apalagi berniat merebut Alkana dari kamu." Atara menyentuh bahu di Liona.

"Kamu khawatir dan cemburu Liona, kedua perasaan itu muncul atas dasar cinta. Aku baru kenal kamu, bahkan baru denger masalah kamu secara singkat. Tapi aku tau kamu kamu cinta sama Alkana, perihal seberapa dalam perasaan itu hanya kamu yang tau, yang jelas kamu jatuh cinta. Hanya saja hati kamu perlu waktu untuk menterjemahkan perasaan itu." jelas Atara panjang lebar sambil tertawa. Liona seketika tertegun, hati dan otaknya seperti bertengkar hebat, apa Liona gagal memahami perasaannya sendiri.

Bahkan sekarang Liona baru menyadari, bahwa dirinya tidak pernah lagi memikirkan Malvin.

Atara masih tertawa namun kini matanya mulai berair namun tawa gadis itu masih terdengar. Menangis sambil tertawa, itulah yang Atara lakukan, tapi Liona paham dengan yang satu ini, seseorang yang tertawa sambil menangis percayalah lukanya tidak main-main.

"Segera pahami perasaan mu Liona, sebelum semuanya terlambat. Jangan kayak aku, yang hidup dengan banyak penyesalan. Seandainya aku tau hari itu bakalan jadi hari terakhir buat kita berdua, aku gak akan biarin dia jemput aku, aku gak akan biarin dia bawa mobil, dan aku gak akan biarin dia pergi ninggalin aku untuk selamanya."

"Seandainya aku tau waktu kita udah gak banyak, aku akan bilang sama dia kalo aku cinta dan sayang sama dia setiap hari, setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik...."

Gadis itu tertawa dengan nafas tersengal, air matanya luruh begitu deras, Liona setia menggenggam tangan gadis itu.

"Segera pahami perasaan kamu Liona, dan bilang sama Alkana kalo kamu cinta sama dia, sebelum semuanya terlambat." ucap Atara, meski Liona ragu gadis itu tetap mengangguk.

"Dia pasti sayang banget sama lo, lo cewek kuat Atara, bahkan gue iri melihat betapa kuatnya lo menghadapi semua permasalahan lo. Lo bisa lewatin ini semua, bahkan gue percaya lo pasti sembuh."

Atara menghapus air matanya lalu tersenyum hambar, "Matahari hampir tenggelam, aku harus pulang."

Liona mengangguk lalu mendorong kursi roda itu meninggalkan danau, dari kejauhan rumah Atara mulai terlihat sedikit demi sedikit, rumah minimalis sederhana yang nampak banyak di tumbuhi bunga.

"Atara, mungkin hari ini gue kehilangan seorang teman, tapi gue langsung dapat pengganti yang lebih baik." celetuk Liona, Atara tersenyum memegang tangan Liona yang mendorong kursi rodanya.

"Sekarang kita berteman Liona, sering berkunjung ya kalo kamu punya waktu."

"Iya, pasti." balas Liona sambil tersenyum ke arah seorang wanita paruh baya yang berdiri di teras rumah Atara, yang Liona duga adalah ibu gadis itu.

Wanita itu membalas senyum Liona ketika melihat gadis itu membantu putrinya, sepertinya Atara-nya punya teman baru.

******

Liona menarik nafasnya lalu membuangnya kasar ketika turun dari taxi, gadis itu menatap gedung apartemen lalu menatap lantai unit milik Alkana. Lampunya terlihat menyala, berarti lelaki itu sudah pulang dan berada di sana.

Liona melangkah masuk, ketika melewati meja resepsionis gadis itu bertemu Dewi.

"Tuan muda menunggu anda." ucapnya membuat Liona berhenti, gadis itu mengangguk saja lalu kembali berjalan. Jantungnya berdebar kencang, kemungkinan buruk sudah memenuhi kepalanya.

Liona memasukkan password apartemen lalu pintu terbuka, gadis itu masuk dengan langkah pelan. Saat menuju ruang tengah Liona menghentikan langkahnya ketika sepasang mata tajam menatapnya. Lelaki itu duduk dengan tenang, namun tangannya nampak terkepal erat.

Liona diam, menatap balik mata itu dengan berani, setelah melihat Alkana gadis itu kembali mengingat kejadian di lapangan tadi, rahang Liona mengeras ketika mendapati botol minuman sialan itu berada di meja, di depan Alkana. Hatinya yang mulai melunak setelah berbicara dengan Atara tadi langsung kembali mengeras.

"Dari mana aja kamu?" pertanyaan itu terdengar tenang namun menusuk. Liona menatap wajah itu, Alkana tidak mungkin berpaling darinya, lelaki itu jelas belum tau apa-apa, tapi apa alasan Alkana menerima pemberian Mela? Liona jelas tau seperti apa sifat Alkana.

"Jual diri." jawabnya tegas, tidak percayalah bukan itu yang ingin Liona katakan, tapi entah kenapa lidahnya malah berucap hal itu.

Alkana berdiri dari duduknya, lelaki itu emosi atas jawab Liona, lelaki itu melangkah mendekat membuat Liona mundur ketika Alkana mengangkat tangannya berniat menampar gadis itu. Dengan sigap Liona langsung menutup matanya lalu melindungi wajahnya dengan kedua tangannya.

Alkana menggantungkan tangannya di udara lalu menggenggam udara kosong itu dengan tangannya hingga mengepal.

Liona membuka matanya melihat Alkana memukul tembok di samping kepalanya.

"Kamu yang bikin aku bersikap kayak gini! Aku tanya baik-baik dan kamu malah ngasih jawaban sampah!" bentak Alkana dengan dada naik turun.

"Kamu sibuk jual diri sedangkan aku sibuk nyariin kamu kemana-mana gitu?! Itu maksud kamu?! Jawab!!" bentak Alkana berapi-api, emosi Liona ikut terpancing mendengar itu.

"Aku nenangin diri ke danau! Puas kamu!" bentak Liona.

"Oh kamu sibuk nenangin diri di danau sedangkan di sini aku hampir gila nyariin kamu gitu?! Udah berapa kali aku bilang kalo punya masalah itu cerita, jangan kabur-kaburan kayak gini!" wajah Alkana memerah karena emosi.

Sungguh dirinya sangat lelah dan juga khawatir, sejak tadi siang lelaki itu sibuk mencari Liona kemana-mana, hingga saat malam tiba Alkana memutuskan untuk pulang, karena berfikir mungkin Liona sudah pulang namun nyatanya gadis itu tidak ada.

Alkana mengerang frustasi, tanpa memperdulikan tubuhnya yang lelah lelaki itu kembali ingin pergi mencari Liona namun di hentikan oleh laporan dari Dewi yang mengatakan Liona sudah di bawah.

Dewi yang tau Alkana panik karena Liona menghilang langsung menghubungi Tuan mudanya itu dari lantai bawah saat Liona melewati lobby apartemen. Jadi Alkana mengurungkan niatnya untuk kembali mencari gadis itu.

"Gimana aku mau cerita sama kamu sedangkan kamu adalah masalah itu sendiri!!" teriak Liona, gadis itu mendorong kasar tubuh Alkana lalu melangkah menuju meja.

Liona mengambil minuman pemberian Mela itu lalu melemparkannya ke arah Alkana, dengan gesit lelaki itu menghindar. Botol yang terbuat dari kaca itu pecah berkeping-keping.

"Kamu terima pemberian perempuan sialan itu saat kamu nolak semua pemberian orang lain! Kamu bicara sama dia di depan banyak orang seolah-olah dia penting buat kamu! Kamu suka sama dia hah?! Jawab!"

"Kamu ngomongin apa sih?! Dia temen kamu Liona! Gak mungkin aku suka sama dia! Kamu tau sendiri sebesar apa perasaan aku ke kamu, gimana kerasnya perjuangan aku selama ini buat dapetin kamu! Setelah semua itu, kamu masih ragu?"

Alkana tiba-tiba terkekeh miris, "Kalau ini salah satu cara kamu untuk batalin pertunangan kita, usaha kamu sia-sia, aku gak bakalan biarin itu terjadi sampai kapan pun. Undangan udah di sebar--"

"Justru karena dia temen aku Alka gak mungkin dia sebar gosip palsu kalo aku ini jalang kamu! Tapi nyatanya apa? Dia malah bilang ke semua orang kalo aku jalang yang ngangkang buat kamu untuk semua ini!" Liona melemparkan tasnya hingga isinya berhamburan, gadis itu mengambil ponsel barunya lalu meraih tangan Alkana dengan kasar, gadis itu mengembalikan barang pemberian Alkana.

"MEREKA BILANG INI BAYARAN AKU! MEREKA BILANG HARGA DIRI AKU SEHARGA PONSEL INI!" teriak Liona menangis histeris. Alkana diam seperti patung, tubuhnya lemas mendengar penuturan Liona.

Liona melepaskan cincin pertunangan mereka lalu melemparkannya sembarangan.

"AKU MUAK SAMA SEMUA MASALAH INI, DEMI TUHAN AKU CAPEK! AKU GAK SANGGUP HIDUP LAGI! AKU MAU MATI!" teriak Liona lalu membenturkan kepalanya ke dinding sekuat tenaga.

"LIONA!"





TBC!
Hai? Apa kabar? Kita ketemu lagi di tahun baru ini. Semoga semua tetap sehat dan dalam keadaan baik-baik saja.

Gimana sama part ini, emosi?
Yang ingin sahabat kayak Mela tunjuk tangan di komen. Author tau Mela adalah sahabat idaman para pembaca sekalian.

Jangan lupa vote komen ya, follow akun wattpad dan Instagram author jangan lupa subscribe channel YouTube aku juga, like dan share trailer Alkana biar yang baca makin banyak.

See you:)

Продовжити читання

Вам також сподобається

872K 12.3K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
7.6M 357K 59
-END- #03 in Teen Fiction (Oct 9, 2018) #1 in Cerita Remaja (Dec 9, 2018) #2 in Cerita Remaja (March 29, 2018) Dia.. Dante Abraham. Si kakak kelas y...
114K 3.4K 33
Haris Putra Setiawan seorang pria arogan yang berumur 27 tahun. Dendam di masalalu membuat tekad Haris semakin membara untuk menghancurkan keluarga I...
986K 81K 57
[Baca AGARISH 1 dulu] Masa jaya Pegasus belum selesai hanya sampai di SMA. Tetapi akan terus bersinar dibawah pimpinan AGARISH. Masa perkuliahan Ag...