Harusnya lo sadar, dia emang gak peduli sama lo. Jadi berhenti caper ke dia sebelum dia jadi tambah ilfeel sama lo.
Raga berdiri sembari menyeruput es tehnya, ia sedikit kesal lantaran Kinara yang terus menerus mengejar dirinya. Sudah berbagai cara agar Kinara bisa jauh dan membencinya, tapi sepertinya gadis itu bebal. Raga sudah tidak tertarik dengan Kinara, karena sekarang gadis itu berpenampilan layaknya seorang cabe-cabean. Bahkan dibanding dengan Agatha, Agatha jauh lebih baik daripada Kinara.
Raga mengutuk dirinya yang pernah terobsesi dengan perempuan semacam Kinara.
"Kenapa sih lo, Ga?" tanya Aidan, sedari tadi sahabatnya itu terus memperhatikan Raga yang tengah misuh-misuh gak jelas.
"Gimana cara buat Kinara benci sama gue?" tanya Raga terdengar frustasi.
Alka menoleh sebentar lalu berdehem, lelaki itu masih saja sibuk dengan game yang ada di ponselnya. Berbeda dengan Aidan yang tampak sedang berpikir.
"Gue tau," ucap Aidan sambil menjentikkan jarinya.
"Apa?" tanya Raga.
Aidan menarik nafasnya dalam dalam. "Gimana kalo lo cipok gue?" tawar Aidan yang dihadiahi jitakan oleh Raga, Alka pun sama, malahan lelaki jangkung itu menjitak kepala Aidan dengan botol yang masih ada airnya hingga menimbulkan suara bugh.
"Lo gila," ucap Alka.
"Segitu frustasinya ya lo gara-gara gak diterima sama Raisa, sekarang beralih profesi jadi homo," ucap Raga blak-blakan hingga membuat pengunjung kantin menatap horor ke arah Aidan.
"Ya biar Kinara ilfeel sama lo," ucap Aidan sebal.
"Tapi gak gitu juga goblok." Alka ngegas membuat Aidan sontak tertawa.
Daripada meladeni kedua temannya, Raga segera pergi untuk mencari Agatha guna melihat keadaan gadis itu yang beberapa menit lalu kena bogemannya yang meleset. Raga memilih untuk lewat taman belakang, untuk menghindari depan kelas Kinara. Dengan setengah berlari hingga akhirnya ia sampai di kelas Agatha.
Raga memanggil Kevan, sementara yang dipanggil sedang berkutat dengan bukunya. Dan sungguh, itu tumben sekali.
"Apa?" tanya Kevan.
"Agatha mana?" tanya Raga.
Kevan mengedikkan bahunya, acuh. "Lo cerita apa aja sama Agatha?" tanya Kevan.
Raga mengernyit bingung, ia tidak tahu apa yang tengah ditanyakan Kevan saat ini. "Maksud lo?" tanya Raga bingung.
"Agatha diemin gue sejak dia pulang main sama lo, lo ada cerita apa aja sama dia?"
Raga memikir sejenak, ah iya, dirinya lupa pernah membicarakan suatu hal tentang Keano. Raga sudah mengerti arah pembicaraan Kevan sekarang, ia lantas menepuk pundak Kevan layaknya seorang sahabat.
"Gue bakal jelasin ke Agatha." Setelah mengucapkan kalimat Raga langsung berlari meninggalkan Kevan yang mematung di tempatnya.
Raga mencari keberadaan Agatha, di semua tempat sudah ia cari. Tadi di kantin, ia hanya melihat Raisa dan Cika. Raga ingat, ia belum ke rooftoop, dan mungkin Agatha ada di sana sekarang. Tidak membuang-buang waktu, Raga segera berlari menuju rooftoop.
Dan benar saja, Agatha sedang duduk di kursi yang sudah sedikit lapuk, Raga menghampiri Agatha yang tengah memejamkan matanya.
"Tha," panggil Raga.
Agatha membuka matanya lalu tersenyum ke arah lelaki itu, tidak biasanya Raga mau repot-repot mencarinya.
"Kenapa?" tanya Agatha bingung.
"Lo marahan sama Kevan?" tanya Raga, sementara Agatha diam, gadis itu malas jika harus membahas Kevan sekarang.
"Tha."
"Apa lagi?" tanya Agatha sebal, karena Raga tak kunjung to the point.
"Maaf," ucap Raga lalu duduk di sebelah Agatha.
Agatha bingung karena entah mengapa Raga mengucap kata maaf, Agatha lantas menatap Raga dengan bingung.
"Sebenernya gue yang nyuruh Kevan buat gak nyeritain tentang Keano ke lo," ucap Raga jujur. Agatha terkejut, tapi sedetik kemudian gsdis itu memasang wajah yang biasa saja malahan terlihat songong di mata Raga.
"Gue tahu," ucap Agatha membuat Raga terkejut.
Agatha menghela napasnya, lalu memijit pelipisnya yang berdenyut. Ia lantas beranjak dari duduknya dan meninggalkan Raga di sana. Raga yang heran pun mengikuti langkah Agatha.
"Lo mau kemana, Tha?" tanya Raga sedikit berteriak karena Agatha sudah berada jauh di depannya.
"Akhirat!" jawab Agatha asal.
Raga sontak tertawa mendengar jawaban Agatha, ia melihat tanggal di hp nya. Pantes saja Agatha sedikit uring-uringan, ternyata gadis itu sedang PMS. Kesempatan ini akan dibuat Raga untuk mengajak Agatha ke taman, membelikan gsdis itu es krim agar mood Agatha membaik.
Agatha melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, ia melihat Kinara dan Amanda yang sedang memakai make up, Agatha berdecih.
"Mau sekolah apa mau ngelonte?" sindir Agatha membuat keduanya menoleh dan menatap Agatha dengan sinis.
"Iri bilang bos," ucap Kinara diikuti kekehan Amanda
Sama sekali tidak takut, Agatha malah menghampiri keduanya dan menatap Kinara dengan songong. Agatha menggulung lengan seragamnya dan menarik pergelangan tangan Kinara, cukup erat hingga membuat adik kelasnya itu mengaduh kesakitan.
Kinara mencoba untuk melepas cekalan tangan Agatha namun usahanya itu sia-sia. "Lepas!"
Agatha semakin mengeratkan pegangannya dan menatap Kinara dengan horror.
"Gue udah tau ide busuk lo, Ra," ucap Agatha membuat Kinara menegang seketika.
Amanda bingung hendak melakukan apa, agar temannya bebas dari cekalan Agatha. Amanda yang tidak berani melawan lantas memilih pergi meninggalkan keduanya di kamar mandi.
"Lo mau kemana, Kak?" tanya Kinara masih berusaha melepas cekalan tangan Agatha.
"Gue ada urusan, sorry gak bisa bantu," ucap Amanda lalu pergi meninggalkan keduanya.
Agatha lantas menarik rambut Kinara dengan kasar hingga membuat gadis itu menengadahkan kepalanya.
"Lo bayar Gio buat bunuh gue kan?" tanya Agatha sinis.
Kinara menelan ludahnya kasar, sedikit sulit karena jambakan dari Agatha yang cukup kuat.
Sebenarnya sudah lama Agatha mengetahui hal ini, tapi ia memilih diam. Ia hanya ingin melihat seberapa besar nyali gadis itu membuat rencana untuk membunuhnya.
"Lo tau dari mana?" tanya Kinara.
Agatha melepas jambakannya di rambut Kinara, ia menatap cewek itu sedih. Sedih karena mengapa manusia semacam Kinara masih hidup di zaman modern seperti ini.
"Cara lo tuh murahan tahu nggak?" ucap Agatha pedas.
"Raga itu gak suka sama lo, dia cuman obsesi. Lo sadar gak sih?!" bentak Agatha, wajahnya memerah karena marah. Sejujurnya Kinara takut, tapi ia memilih bersikap biasa saja karena jika menampilkan wajah ketakutan bisa-bisa Agatha akan meledeknya.
Kinara lantas menampar pipi Agatha dengan keras hingga membuat sudut bibir kakak kelasnya itu berdarah. Pipinya berdenyut nyeri, bekas bogeman ditambah tamparan membuat pipinya kebas seketika. Agatha tidak tinggal diam, ia kembali membalas tamparan Kinara hingga membuat gadis itu tersungkur.
"Gue gak suka kekerasan kalo lo gak mulai duluan bangsat!" teriak Agatha, Agatha mengunci pintu kamar mandi, jadi ia bisa leluasa untuk mengeluarkan seluruh uneg-unegnya yang sudah lama ia tahan.
Panas di pipi Kinara diikuti panas di hatinya membuat gadis itu berani menatap nyalang ke arah Agatha.
"Berani banget lo sama gue," ucap Agatha mulai tersulut.
"Ayo tampar," ucap Kinara sambil menepuk-nepuk pipinya.
"Gue masih punya hati, gak kayak lo."
Kinara heran, di saat seperti ini Agatha masih mempedulikan perasaan orang lain. Kinara jadi merasa bersalah?
Agatha menarik napasnya dalam dalam, ia memegang pundak Kinara dengan pelan.
"Maaf gue kelepasan." Kinara mematung, ia benar-benar merasa bersalah sekarang.
"Lo simpen uang lo, jangan buang-buang buat hal yang berguna. Gak kasihan sama orang tua lo?" ucap Agatha tenang.
Kinara menunduk, ia tidak berani menatap Agatha karena merasa malu telah melakukan hal yang sangat jahat kepada orang yang sama sekali tidak bersalah.
"Maaf, Kak," ucap Kinara.
"Lo gak perlu bayar orang buat bunuh gue, karena mungkin, gue sebentar lagi juga akan mati."