Karena-Nya, Dengan Perantara...

By NurlatifahSyifa

2.9K 98 5

Cahaya terang itu yang menuntunku keluar dari kegelapan. Kegelapan yang sudah lama melingkupi hatiku. Walau t... More

Aku Percaya
LDR (lagi?)
Katakan!
Mengagumimu Dari Jauh
Kunci Hati
Pergi!
Melukis Senja

Kisahku

156 7 0
By NurlatifahSyifa

Suasana hangat begitu terasa di ruang makan keluarga Irsyad. Apalagi dengan adanya Aiza yang sesekali berceloteh tentang teman barunya yang tinggal di depan rumah kakek-neneknya. Amanda juga terlihat tertawa tanpa beban saat melihat keponakan cantiknya berbicara dengan nada manja karena ledekan darinya.

"Aa.. Ai nggak suka sama Abi!" Aiza merengek menatap sang ibu yang juga terkekeh melihat raut wajah Aiza yang memerah karena kesal akan godaan sang aunty.

Amanda mengusap dagunya seakan berpikir namun matanya tetap memperhatikan Aiza yang masih memberenggut. "Ah, masa sih? Kata mama nya Ai, kemarin Ai sampai nggak bobo siang karena main sama Abi."

Merasa terpojok, kedua mata Aiza mulai berkaca-kaca ingin menangis. Sontak saja itu membuat Amanda kalang-kabut. Dan benar saja, sedetik kemudian air mata itu berjatuhan diiringi suara tangis Aiza yang cukup kencang. Mati gue!

"Nda.." mendengar nada suara sang kakak yang seakan memberikan peringatan.

Dengan cepat Amanda menghampiri Aiza yang duduk di depannya. "Ai, maafin aunty Nda yaa.. nggak ledekin Ai lagi deh, janji." Posisi Amanda yang setengah berdiri di samping kursi Aiza memudahkannya untuk menatap Aiza yang masih menangis walaupun suaranya tidak sekencang tadi. Amanda mengulurkan tangan kanannya untuk meminta maaf, membuat Aiza menghentikan tangisnya sambil menatap tangan Amanda yang masih setia terulur menunggu sambutan.

Dan tanpa diduga, Aiza melompat dari kursi kedalam pelukan Amanda. "Aunty Nda nakal! Tapi Ai sayang sama aunty.."

Mendengar pernyataan Aiza yang begitu frontal dan polos membuat semua gemas. Sedangkan Amanda yang awalnya terkejut karena Aiza yang tiba-tiba melompat memeluknya, ia merasa senang sekaligus gemas. "Aunty juga sayang banget sama Ai.. maafin aunty yaa.."

Tanpa mau melepaskan pelukannya, Aiza mengangguk memberi maaf kepada Amanda.

Namun rengekan Aiza selanjutnya membuat Amanda tertawa kembali.

"Tapi beliin Ai es krim mang Jono ya.."

"Siap, bos."

---o0o---

Jika kalian pikir Amanda akan sekuat itu untuk tidak menutup luka hatinya, kalian salah. Amanda tetaplah seorang wanita. Hatinya sakit saat seseorang yang begitu ia sayangi bahkan cintai ternyata membuat luka dan kecewa.

Senyum dan tawa yang tadi ia tunjukkan hanya topeng untuk menutupi rasa sakit yang ia rasakan sejak semalam. Ketika berada di depan orang lain terutama keluarganya, ia akan berusaha terlihat baik-baik saja. Ia tidak ingin membuat kedua orang tuanya sedih. Apalagi sang kakak yang pasti akan sangat marah jika tahu bahwa adiknya diperlakukan seperti itu. Amanda takut jika kakak nya akan terbawa emosi dan akhirnya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Membayangkannya saja sudah membuat Amanda bergidik ngeri.

Handphone yang Amanda letakkan di meja belajarnya bergetar. Entah sudah yang keberapa kalinya, panggilan masuk dari seseorang sudah berhasil membuat Amanda merasakan jatuh cinta sekaligus sakit karena dikhianati.

Amanda masih enggan mengangkat panggilan tersebut. Ia masih belum sanggup mendengar penjelasan atau mungkin alasan dari seorang Adam. Beberapa chat dari Adam pun tidak ia balas, hanya dibaca. Ia lelah, masih perlu waktu untuk mempercayai apa yang sedang terjadi. Sungguh, Amanda berharap ini hanya mimpi.

Helaan napas kembali ia keluarkan. Amanda bangkit dari posisi duduknya di sofa dekat jendela, mengambil ransel berukuran sedang yang biasa ia pakai lalu memasukkan handphone, dompet, serta baju tidur. Ia memutuskan untuk menginap ke rumah Khaira.

Jam menunjukkan pukul satu siang saat Amanda menginjakkan kaki di tangga terakir. Rumah ini sepi, mungkin mereka semua sedang tidur siang.

Di depan gerbang rumahnya sudah ada driver ojol yang sengaja ia pesan. Sebenarnya di garasi ada mobil papanya dan motor Farhan yang menganggur karena ini hari minggu, tapi Amanda tidak bisa menyetir keduanya jadi tidak ada pilihan lain selain memesan ojol.

"Mbak, nanti kalau mama atau Kak Farhan nanyain aku tolong bilang aku ke rumah Khaira yaa.. tapi tadi aku udah izin sama papa ko'."

Sambil memakai helm yang disodorkan oleh driver ojol, Amanda menitip pesan pada ART yang bekerja di rumah keluarganya. Kebetulan Mbak Yani sedang mengangkat jemuran yang sudah kering di halaman. Sepertinya cucian baju hari ini sedang banyak, jadi sampai ada yang dijemur di halaman depan. Perempuan yang baru akan memasuki usia kepala tiga itu mengangguki ucapan Amanda. Mbak Yani memang terbilang masih muda, makanya dipanggil 'Mbak'. Jika ditanya statusnya, Mbak Yani akan dengan lantang menjawab, "Mbak kan nunggu Aa ganteng nan sholeh yang akan mengucap akad dengan penuh khidmat hingga kata sah terucap, lalu bisa saling mendekap." Kalau ingat itu Amanda jadi geli sendiri.

"Manda berangkat ya, Mbak."

"Iya, non. Hati-hati yaa.." Mbak Yani melambaikan tangan kanannya ke arahku. Namun ucapan Mbak Yani selanjutnya membuatku geli sekaligus menahan tawa. "Bapak ojek, jangan ngebut ya bawa motornya. Kalau ngebut terus Non Manda kenapa-napa, Bapak harus tanggung jawab sama saya."

"Siap, Mbak cantik!"

Dan kali ini aku benar-benar tertawa karena driver ojol yang aku tumpangi ikut membalas keisengan Mbak Yani dengan kerlingan genit. Mbak Yani tersipu!

---o0o---

Dan di sinilah air mata Amanda kembali jatuh. Di dalam kamar Khaira yang bernuansa merah jambu. Sahabatnya itu dengan sabar mendengarkan semua cerita setra keluh kesah Amanda tanpa berniat memotong jalan ceritanya. Yang ia lakukan hanya mendengarkan dengan sesekali mengusap punggung tangan Amanda yang duduk di sebelahnya.

"... Apa yang harus gue lakuin sekarang, Ra?"

Senyum Khaira mengembang. Kini saatnya ia yang mengeluarkan pendapat dan juga nasihat untuk sahabatnya yang sangat ceria itu.

Jujur saja Khaira kaget bukan main saat kemarin malam atau dapat disebut dini hari karena Amanda meneleponnya pada pukul satu. Saat itu kedua kelopak mata Khaira langsung terbuka sempurna karena mendengar Amanda yang terisak di seberang sana. "Gue harus gimana, Ra?"

"kak Farhan udah tau?"

Amanda menggeleng, "Gue yakin dia bakalan marah kalau tau soal ini, Ra. Lo kan tau kalau Kak Farhan nggak suka kalau gue pacaran sama dia, apalagi sekarang kondisi hubungan gue juga begini."

Helaan napas keduanya terdengar. Sebenarnya Khaira tidak enak untuk mengutarakan pendapatnya, tapi bukankan seorang sahabat yang baik itu mengungkapkan apa yang seharusnya didengar bukan malah mengatakan apa yang ingin sahabatnya dengar? Atau singkatnya ia harus jujur walaupun menyakitkan daripada berbohong yang ujungnya pasti tidak akan baik.

"Please, Ra. Kasih masukan. Kak Adam dari semalem neleponin terus. Gue bingung."

"Lupain Kak Adam."

"Hah? Tapi kan.."

"Apa? Tadi lo minta masukan, kan? Yaudah, sekarang lo ajak ketemuan itu orang atau kalau lo nggak berani telepon aja, terus bilang kalau lo mau putus, lupain dia, nggak usah berhubungan lagi sama dia. Selesai."

Raut wajah Amanda memelas, sepertinya ia tidak akan sanggup melakukan itu. "Ra.."

"Lo lupa kalau gue juga sebenernya kurang suka sama hubungan kalian?" Khaira merubah posisi berbaringnya menjadi duduk, menatap Amanda seius. "Sebelum kalian resmi pacaran gue udah pernah bilang kan kalau kak Adam itu tampangnya playboy? Tipe-tipe nggak setianya itu keliatan."

"Tapi dia baik, Ra,"

"Cowok baik itu nggak ada yang ngajak pacaran, tapi ta'arufan, Nda."

"tapi katanya dia sayang sama gue,"

"Sayang? Huh?" Khaira tidak habis pikir dengan Amanda, tatapannya semakin menajam membuat Amanda lebih menundukkan kepalanya.

Sungguh, Amanda merasa sedang diintrogasi dengan sahabatnya sendiri. Baru kali ini ia melihat Khaira menatapnya begitu dalam dan tajam. Kepalanya tertunduk dalam, tidak berani menatap Khaira yang sepertinya sangat jengah dengan kelakuannya. Kedua mata Amanda semakin panas, bersiap mengeluarkan air mata lagi. Jemarinya saling meremas, menahan isakannya agar tidak keluar yang pasti akan membuat Khaira semakin kesal dengannya.

"Dengerin baik-baik ya, Nda, kalau dia sayang sama lo, dia nggak akan mungkin selingkuh dan nyakitin lo. Cowok yang beneran sayang sama cewek nya pasti bakalan ngajak ke hal-hal yang baik, bukan yang buruk. Sekarang gue tanya, kak Adam ngajak lo pacaran atau ta'aruf?"

"Pacaran,"

"Terus lo bilang kak Adam sama cewek lain kemarin malam?"

Amanda sudah tidak sanggup mengeluarkan suara, ia mengangguk dengan isakan yang akhirnya terdengar.

"Kalau gitu sekarang lo ngerasain apa? Apa yang lo dapet selama dua tahun sama dia? Nggak ada kan? Selama dua tahun ini lo cuma dapet dosa karena kebahagiaan yang lo rasain itu semu. Lo nggak akan bener-bener bahagia karena lo milih jalan yang salah, nerima dia sebagai pacar lo dan kalian akhirnya pacaran. Dan sekarang lo sakit hati karena dia ketangkep basah lagi selingkuh di depan mata lo sendiri. Dia juga sering bohongin lo, nggak cuma tentang kepulangannya. Bahkan dia sering kan batalin janji kalian seenak jidatnya itu. Jadi apalagi yang mau lo harapin dari dia? Nggak ada!"

Khaira mengatur kembali napasnya yang memburu, sedangkan Amanda sudah tidak bisa menahan suara tangisnya yang tadi ia tahan.

"Gue bilang gitu karena gue sayang sama lo, Nda. Gue nggak mau liat lo nangis lagi karena disakitin sama cowok cupu yang bisanya cuma ngajak pacaran tanpa berani ke pelaminan."

Dengan perlahan Amanda menatap Khaira, ia terkejut karena Khaira ternyata menangis juga.

"Gue nggak rela sahabat gue disakitin. Gue sayang sama lo, Nda."

"Makasih, Ra," Amanda langsung memeluk Khaira. Ia tidak salah memilih Khaira sebagai sahabatnya karena Khaira selalu tahu apa yang ia butuhkan, bukan yang ia harapkan. "Gue juga sayang banget sama lo."

---o0o---

Jantung Amanda berdegup kencang, bahkan kedua telapak tangannya mendingin dan berkeringat saking gugupnya. Malam ini ia akan benar-benar mengakhiri hubungannya dengan Adam. Tatapan Amanda mengarah pada sosok perempuan berjilbab hitam yang duduk di meja seberang, Khaira.

Kini mereka sedang berada di salah satu café yang banyak dijadikan tempat tongkrongan oleh beberapa kelompok anak muda milenial. Amanda sengaja memilih meja di sudut ruangan agar tidak terlalu banyak menarik perhatian pengunjung lain nantianya.

Jam menunjukkan pukul setengah delapan tepat saat seorang laki-laki yang sudah sepuluh menit ditunggu kehadirannya oleh Amanda masuk ke dalam café. Amanda mencoba membuat dirinya sendiri tenang dengan menarik napas dalam lalu menghembuskannya lewat mulut dengan perlahn, itu yang tadi diajarkan oleh Khaira sebelum mereka masuk ke dalam café.

Walaupun Amanda yakin bahwa ia masih terlihat sangat gugup saat bertatap muka lagi dengan sang calon mantan pacar, tapi ia berusaha tenang. Apalagi ada Khaira yang kini sedang tersenyum menenangkan, membuatnya sedikit tenang.

"H-hai.." untuk tersenyum saja Amanda gugup! "silakan duduk, kak."

Adam tersenyum lebar hingga menampilkan giginya yang putih. "Makasih."

Hening. Keduanya terdiam beberapa saat sampai akhirnya seorang pelayan menghampiri meja mereka untuk menanyakan pesanan apa yang akan mereka pesan. Setelah menyebutkan pesanan, mereka kembali terdiam. Sepertinya mereka sama-sama canggung.

"Oh iya, aku mau—"

"Aku mau kita putus."

Sebisa mungkin Amanda menahan rasa sesak di dadanya yang entah kenapa membuat kedua matanya menghangat. Bohong jika perasaannya untuk Adam telah hilang semua. Nyatanya rasa itu masih ada walaupun ia terus berusaha untuk menghilangkannya.

Jangan ditanya bagaimana reaksi Adam, ia sungguh terkejut dan tidak menyangkan bahwa gadis di hadapannya akan mengucapkan kalimat itu dengan cepat dan dalam satu tarikan napas. Seperti tidak ada beban.

"A-apa? Maksud aku, kenapa?"

Pandangan mata Amanda beralih penatap Khaira yang duduk di belakang Adam namun menghadap dirinya. Khaira tersenyum meyakinkan Amanda.

"K-kalau soal yang kemar—"

"Udah nggak ada alasan lagi untuk aku sama kakak."

"Ya tapi apa alasannya?"

Dengan berani Amanda menatap mata Adam dengan tatapan tajam namun juga sendu dalam waktu bersamaan, seakan siap menusuk kapan saja. "Alasan? Seharusnya aku sadar dari awal kalau pilihan aku waktu nerima kakak itu sebuah kesalahan besar. Tapi bodohnya aku yang baru sadar kalau itu salah setelah dua tahun berlalu. Harusnya aku dengerin apa kata orang-orang terdekatku tentang kakak yang playboy dan nggak pantes buat aku pertahanin. Kakak itu cowok cupu yang bisanya nyakitin doang!"

Rahang Adam mengeras, kedua tangannya mengepal kuat. Ia tersinggung! Adam berdiri dari duduknya, menatap Amanda nyalang. Jari telunjuknya terarah tepat di depan wajah Amanda yang lega sekaligus puas karena berhasil menyulut emosi Adam. keberanian Amanda muncul dibarengi dengan rasa marah yang mencuat ke permukaan.

"kenapa? Tersinggung? Nggak terima? Mau ngelak? Atau—"

Plak!

Semua pengunjung café langsung memusatkan perhatian mereka pada sepasang manusia yang terlihat sedang bertengkar hingga sang lelaki menampar gadis yang menggunakan dress sebatas lutut dengan motif bunga matahari. Kontras dengan kulitnya yang putih.

Amanda memegang pipi kirinya yang terasa sakit dan panas akibat tamparan tak terduga dari Adam. Khaira yang tadi sempat membeku karena kaget langsung tersadar dan buru-buru menghampiri sahabatnya yang kini malah menatap Adam dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Nda," Amanda menepis tangan Khaira pelan. Ia tahu Khaira pasti akan mengajaknya pergi dari sini. Tapi sudah kepalang tanggung, ia akan meneruskan permainan ini jika itu yang diinginkan Adam.

Sebuah senyum sinis terukir di bibir Amanda. Ia tidak menyangka akan mendapatkan tamparan seperti ini dari Adam. Sungguh di luar ekspektasinya.

"Bersyukur sekali aku udah bilang putus. Kalau nggak, mungkin aku nggak cuma dapat satu tamparan."

Wajah Adam kian memerah. Tangan kanannya kembali terangkat, siap melayangkan tamparan lagi. Namun tangan itu tertahan di udara karena seseorang menahannya. Hanya beberapa detik karena Khaira langsung menghempaskannya lagi dengan kasar.

"Apa? Mau nampar lagi? Banci lo!" Khaira menatap Adam tepat di manik matanya yang menggelap karena emosi. Dirinya tidak terima Amanda diperlakukan seperti ini oleh Adam. Ia tidak ikhlas!

Jari telunjuk Adam kembali mengacung, kini mengarah tepat ke wajah Khaira. "Lo nggak tau apa-apa nggak usah ikut campur ya!"

"'apa-apa' yang lo maksud itu seperti apa? Kalau lo ketahuan udah tunangan sama orang lain padahal masih punya pacar?"

Dengan hati dongkol luar biasa Adam langsung pergi dari café, meninggalkan Amanda dan Khaira yang masih menjadi pusat perhatian seluruh pengunjung. Bahkan semua pegawai café tidak ada yang berusaha melerai perdebatan sengit mereka. Semua hanya menjadi penonton.

Khaira sudah tidak peduli dengan rasa malunya karena menjadi pusat perhatian. Seakan rasa malunya sudah hilang, Khaira menarik pergelangan tangan Amanda menuju kasir untuk membayar pesanan mereka yang bahkan sama sekali tidak mereka sentuh, lalu bergegas pulang. Ke rumah Khaira. Tidak lupa kan kalau Amanda akan menginap malam ini?

---o0o---

Jangan lupan vote dan komentarnya jika berkenan ;)

Jazakumullah khairan katsir...


Continue Reading

You'll Also Like

24.1K 2.2K 99
ALEX The name is enough to shiver down anyone. He is the defination of cruelty and known for his torture. The king of Mafia. He is cold, cruel, domin...
3.4M 164K 55
"Why don't you leave me?" I shouted, trying to mask away the fear that filled inside of me this time. "Oh Darling I wish I could." He smirked, almos...
938K 39.4K 59
1.7M 159K 83
Highest ranking #1 WATTPAD FEATURED STORY. He walked past her without sparing her a single glance. The one glance she had been yearning for years now...