Perfect Brother || Hiatus

By bananabanban18

15.4K 1K 474

Cover by @dygraphic (Sequel AACB bisa dibaca terpisah) ⚠DON'T COPAS MY STORY!⚠ Merasakan kasih sayang seorang... More

PB'01
PB'02
PB'03
Iklan. Jangan diskip!
REGRET
PB'04
PB'06
PB'07
PB'08
PB'09
PB'10
PB'11
PB'12
PB'13
PENTING ADA NOTIF✌
PB'14
PB'15
PB'16

PB'05

773 64 8
By bananabanban18

Jangan lupa mampir di cerita banana yang lainnya, ya.

Happy Reading🌹

05-Sakit yang Pertama Kalinya

🐳🐳🐳

Jika diamku kalian sepelekan, haruskah aku mengeluarkan suara kebenaran agar kalian tidak lagi menindasku?-Allisya Zeena Arkana

_Perfect Brother_

💙💙💙

Devan kali ini tidak ikut bergabung di kantin. Entah kenapa sejak kejadian di lapangan tadi, laki-laki itu terkesan menghindari Zeena. Apa yang sebenarnya terjadi?

Zeena dan Nayya masih berdua saja di kantin. Mungkin yang lainnya masih sibuk dengan aktivitas masing-masing. Mereka asyik bercanda tanpa tahu kalau sedari tadi ada yang memperhatikan dengan tatapan tidak sukanya.

"Heh, Pincang!" seru orang itu.

Zeena dan Nayya tidak menggubris karena tidak ada nama yang dipanggil meski orang itu menatap mereka.

"Lo budek apa gimana, sih?!" ketusnya kesal.

Zeena mendongak. "Kamu manggil siapa?" tanyanya.

"Lo! Lo pincang, kan?!"

Zeena tersenyum. "Saya punya nama, Kak. Kenapa lagi sama saya? Kakak ada masalah lagi sama saya?"

"Ada! Lo kapan sih jauhin Rafa, hah?! Pakai segala sok-sokan milih dia di depan banyak orang, maksud lo apa?!"

Zeena menghela napasnya. Dia sudah mulai tidak nyaman karena banyak pasang mata yang kini mulai tertuju ke arahnya. Perkataan Siska tentu saja membuat mereka yang berada di kantin mulai mengungkit peristiwa di lapangan tadi. Ada yang tahu dan ada yang tidak.

"Maaf ya, Kak, tapi saya memang lebih memilih Kak Rafa daripada laki-laki yang tidak saya kenal," jawab Zeena masih berusaha sabar.

Nayya bangkit dari duduknya dan menatap tajam Siska yang menampilkan senyum miringnya. "Eh, tante-tante mending diem, ya! Emangnya Kak Rafa suka sama modelan tante-tante kayak lo, hah?!" sengitnya.

Ekspresi Siska berubah seketika. Wajahnya menjadi merah padam antara malu dan marah. "Kurang ajar banget mulut lo, ya!" bentaknya.

Nayya menatap sekitar dan mendapati ada yang diam-diam tertawa. "Gue mau tanya sama kalian semua. Cewek ini mirip tante-tante, gak?"

"Mirip banget!"

"Tante cabe!"

"Tante kurang belaian!"

Nayya kemudian tertawa. "Lo denger sendiri, kan? Gak usah sok kecantikan deh lo! Zeena sama lo jelas cantikan Zeena ke mana-mana! Ngaca lo!"

Zeena merasa tidak enak akibat ulah Nayya. Dia berusaha berdiri dan menghadap Siska. "Maafin temen saya, Kak, dia enggak bermaksud seperti itu."

Siska mendorong tubuh Zeena hingga terjatuh. "Awas kalian, gue gak akan segan-segan ngebales!" tukasnya kemudian berlalu dari sana karena sudah terlanjur malu.

Nayya segera menolong Zeena yang tersungkur di lantai. "Zeena, kamu baik-baik aja?" tanyanya.

Zeena mengangguk seraya tersenyum. "Aku enggak apa-apa, kok. Bisa minta tolong bantuin aku berdiri?"

Nayya langsung membantu Zeena untuk berdiri. "Maafin aku, Zeen. Karena aku, kamu jadi jatuh."

"Enggak apa-apa, udah berlalu. Yuk, makan lagi." Diam-diam Zeena menahan rasa sakit di kakinya. Apakah sesuatu terjadi pada kakinya karena jatuh tadi?

"Assalamu'alaikum Ukhty!" sapa Keenan. Di belakangnya ada kedua temannya, Rion dan Adit.

"Wa'alaikumussalam," balas Nayya dan Zeena bersamaan.

"Maaf ya baru gabung," ucap Rion lalu duduk di sebelah kiri Keenan.

"Kita baru aja latihan basket."

Nayya melirik singkat. "Kita gak ada nanya loh," timpalnya.

Ketiga laki-laki itu melongo. Mereka benar-benar baru pertama kali ini menemui perempuan sejutek Nayya. Benar-benar berbeda.

"Nayya!" tegur Zeena. "Maaf ya, Kak, temen aku emang agak gitu orangnya."

"Hahaha gak apa-apa, santai aja." Rion tergelak.

"Kak, kakakku kok gak keliatan?" Zeena bertanya dengan berbisik.

"Gak tau juga gue. Tadi kayanya habis dari lapangan langsung pergi ke mana gitu."

Zeena hanya manggut-manggut paham. "Memangnya kita gak apa-apa ya gabung sama kalian?"

"Ya enggak apa-apa, lah. Emang ada yang ngelarang?" sahut Adit.

"Cewek rese tuh sok kecantikan banget," celetuk Nayya yang terlanjur kesal.

Keenan mengernyit penasaran. "Siapa?"

"Siska bukan sih namanya?"

"Mereka lagi, mereka lagi. Gangguin kalian?" tanya Rion.

"Iy-"

"Enggak kok, Kak." Zeena memotong ucapan Nayya dengan cepat. "Mereka enggak ngapa-ngapain."

***

"Hai, Zeen!" sapa Devan. Laki-laki itu menghampiri Zeena yang tengah menunggu kakaknya di koridor.

Zeena tersenyum. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam. Nungguin Kakak lo?"

"Iya, nih. Kamu kok baru keliatan, dari mana?" tanya gadis itu penasaran.

Devan tersenyum lebar. "Ciee, ada yang kepo," godanya.

"Ihh, orang cuma nanya aja." Zeena berusaha mengelak.

"Tadi ada urusan, kok. Eh, gue pulang duluan gak apa-apa?"

"Silakan. Udah mendung juga."

Devan mengangguk kemudian pergi meninggalkan Zeena setelah mengucapkan salam. Baru beberapa langkah saja laki-laki itu kembali menoleh ke belakang. Ada rasa berat hati ketika meninggalkan perempuan itu sendirian di sana.

"Udah sana pulang!" usir Zeena yang mendapati Devan terus menatapnya.

"Jaga diri, ya!"

Zeena terus memaksakan senyumnya sampai laki-laki itu hilang dari pandangannya.

"Heh!"

Zeena terhenyak. Siska dan teman-temannya ternyata sudah berdiri di belakangnya, entah sejak kapan. "Kenapa, Kak?" tanyanya.

"Kapan lagi gue bisa liat lo sendirian. Bocah tengil kaya gini aja berasa ratu di sekolah. Sok terkenal banget sih, lo!" sinis Siska. Zeena hanya diam saja.

"Lo bisu apa gimana? Kayanya tadi bisa ngomong, kenapa sekarang enggak?" Zeena masih tetap diam.

Plak!

"Kalau diajak ngomong tuh jawab!" bentak Siska yang sudah emosi. Tangannya yang habis digunakan untuk menampar Zeena langsung terkepal erat.

"Kenapa Kakak nampar saya? Kenapa saya harus balas perkataan Kakak kalau itu tidak begitu penting buat saya?" ucap Zeena dengan berani.

Siska mendekat. Perempuan itu langsung mencengkeram erat dagu Zeena. "Lo berani ngelawan gue, hah?!"

Zeena berusaha melepaskan cengkeraman itu, tetapi kruk yang dia gunakan untuk menahan tubuhnya mulai kehilangan keseimbangan.

Siska tersenyum licik. Dia kemudian melepas cengkeramannya dengan kasar dan membuat Zeena sedikit terdorong ke belakang. Alhasil, perempuan itu terpeleset di anak tangga. Kakinya yang sudah sakit karena jatuh di kantin tadi, kini bertambah sakit karena jatuh di anak tangga.

Gadis itu meringis kesakitan. Siska dan teman-temannya menertawakan perempuan itu dengan puas, lalu pergi begitu saja. Zeena segara berdiri dan meraih kruknya. Kakaknya tidak boleh melihat dirinya yang seperti ini meskipun kakinya sekarang terasa begitu sakit.

Untung saja anak tangga itu hanya ada dua, tetapi tetap saja membuat kakinya terasa begitu nyeri. "Tahan sebentar ya kaki sampai pulang ke rumah," gumamnya.

"Assalamu'alaikum," sapa Rafa yang baru saja datang.

"Wa'alaikumussalam. Udah selesai, Kak?" tanya Zeena berusaha terlihat baik-baik saja.

"Iya, udah. Sekarang waktunya pulang, maaf ya udah bikin kamu nunggu lama," ucap laki-laki itu tidak enak.

Zeena terkekeh pelan. "Gak apa-apa, Kak. Ya udah yuk pulang, Zeena udah gerah."

"Oke. Sini tas kamu, biar Kakak yang bawain."

Zeena mengangguk pasrah dan memberikan ranselnya pada sangat kakak. Dia berjalan dengan susah payah karena rasa sakit itu semakin menjadi saat dia berusaha menggerakkan kakinya.

"Kaki kamu sakit lagi?" tanya Rafa saat melihat adiknya sedikit kesusahan untuk berjalan.

"I-iya nih, Kak, tiba-tiba aja nyeri," alibinya.

Rafa menghentikan langkahnya. "Kamu duduk dulu di sini, ya. Kakak mau ke mobil dulu buat taruh tas. Jangan banyak gerak!"

Zeena hanya mengangguk pasrah. Keringat dingin mulai membasahi wajahnya. Rafa bahkan menjadi khawatir saat wajah adiknya itu berubah pucat. Dia secepat mungkin berlari ke parkiran dan membuka kunci mobilnya. Laki-laki itu memasukkan tas mereka serta kruk Zeena ke jok belakang. Kemudian dia kembali berlari di mana adiknya tadi berada.

"Sini, Kakak gendong!" ucapnya cepat.

Rafa mengulurkan kedua tangannya dan mengangkat tubuh Zeena ala bridal style. Laki-laki itu berjalan dengan tidak tergesa agar tidak membuat kaki Zeena bergerak. Sepertinya adiknya itu sangat kesakitan.

Zeena sendiri berusaha menahan tangisnya agar tidak pecah. Kakinya benar-benar terasa sakit sekarang ini. Rasanya seperti ingin dipatahkan secara sengaja. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa.

***

Zeena meringis kesakitan di dalam kamarnya. Dia melihat perban yang melilit di kakinya sedikit berwarna merah. Buru-buru dia mengambil gunting untuk membuka perbannya itu.

"Ya Allah semoga kaki Zeena tidak apa-apa," lirihnya. Namun harapannya sia-sia saat dia mendapati kakinya berdarah yang tidak bisa dibilang sedikit.

"Astaghfirullah." Zeena meringis pelan. Rasa nyerinya semakin menjadi dan dirinya hanya bisa menahan sambil mengeluarkan air mata.

Tok-tok-tok!

Zeena mengusap kasar air matanya dan buru-buru menutup kakinya menggunakan selimut. Namun dia lupa membereskan perban yang tergeletak di lantai.

"Zeena, Kakak boleh masuk?" tanya Rafa dari luar kamar.

"Boleh, Kak."

Pintu itu perlahan terbuka dan menampilkan kakaknya yang tersenyum hangat padanya. "Kamu gak makan malam?" tanyanya seraya menghampiri adiknya.

"Enggak, Kak. Zeena masih kenyang," jawabnya berbohong.

"Kamu habis nangis?"

Zeena menggeleng. "Kelilipan tadi. Habis dari balkon."

Rafa mengernyit tidak percaya. Tidak sengaja ekor matanya menangkap sesuatu yang tergeletak di lantai. Perban? gumamnya dalam hati.

Laki-laki itu memungutnya dan seketika bola matanya melotot tajam. "Punya siapa ini, Jen?" tanyanya tajam.

Zeena menatap terkejut saat perban yang dilepasnya tadi berada di tangan kakaknya. Kenapa ia begitu ceroboh?

"Em ... itu ... itu perban Zeena habis diganti," jawab gadis itu gugup.

Rafa tidak percaya. Dia langsung berdiri dan menyingkap selimut yang menutupi kaki adiknya. "Astaghfirullah, Zeena! Itu kaki kamu luka begitu kenapa diem aja?! Kamu bilang tadi cuma nyeri, tapi kenapa sampai seperti itu?!" Laki-laki itu berkata sedikit keras karena dirundung cemas.

"Ze ... Zeena juga enggak tau, Kak. Maaf," lirihnya.

"Kamu jatuh? Jatuh di mana? Kapan?"

Zeena hanya mampu menggeleng. Dia takut mengatakan yang sebenarnya pada sang kakak karena rasa takutnya begitu besar ketika melihat laki-laki itu marah.

"Kita ke rumah sakit sekarang!" Rafa langsung mengangkat tubuh adiknya. Dia akan bertanya pada teman-temannya nanti tentang apa yang terjadi pada adiknya.

***

Mohon maaf lama updatenya. Sepertinya Banana belum bisa kalau update cepet-cepet. Mohon maaf ya semuanya.

Jangan lupa follow akun Banana agar tahu cerita apa saja yanga kan Banana publish nanti. Yah, hitung-hitung sambil nunggu PB update. Hehe.

Jazakunallah khairan❤

Continue Reading

You'll Also Like

5.5M 234K 55
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
5.3M 365K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
830K 71.8K 44
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...
2.4M 132K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...