My Sunflower - Hetalia Fanfic...

Von AuRinachi

4.6K 694 127

Ivan kecil hanya ingin berteman, tapi dia selalu berakhir sebagai objek bully oleh 'calon teman-teman'-nya. S... Mehr

Pembuka
Один: Mencari Teman
Два: Mendapatkan Teman
Три: Tempat Spesial
Четыре: Bantuan
Шесть: Kepergian
Семь: Keajaiban
Penutup

Пять: Kau Tidak Lemah

410 73 16
Von AuRinachi

Di pinggir hutan Siberia, Ivan berjalan menuju ladang bunga matahari. Suhu dingin hari ini, lima derajat celcius, terasa menusuk rongga dada. Syal yang biasa Ivan kenakan tak terlilit di lehernya kali ini. Kain rajutan tangan Katyusha itu sudah ia berikan pada [Name] kemarin, demi menjaga gadis itu agar tidak kedinginan.

Perkara Trio Baltic dan rencana yang dibisikkan [Name] untuk menghadapi mereka, Ivan telah memikirkannya. Semalaman, dia berdiskusi mengenai hal ini dengan adiknya, Natalya. Katyusha tak perlu tahu karena Ivan tak ingin dia khawatir.

Ivan tahu bahwa Natalya yang berjarak satu tahun dengannya itu mengalami masalah yang sama—menjadi korban pembullyan. Perbedaannya ialah, Natalya ditindas oleh para gadis.

"Mengintimidasi mereka, да?" Natalya tak terlihat terkejut saat Ivan membisikkan ide brilian itu. Wajah manis namun dinginnya justru berekspresi datar. "Aku melakukan itu setiap hari."

"O-Oh, да?" Sedikit kaget bercampur heran, tetapi hati Ivan merasa lega.

Ivan tak pernah tahu apa saja yang dilakukan Natalya karena sibuk bekerja setiap hari. Namun, tampaknya Natalya dapat mengatasi para pembully itu sendirian. Sungguh gadis kecil yang tak bisa diremehkan.

"Aku akan mengajarkan kakak cara mengintimidasi orang." Natalya menatap serius. "Lakukan seperti yang aku lakukan."

Meneguk ludah, lalu Ivan mengangguk yakin. Pelajaran malam itu pun dimulai.

Kembali ke waktu sekarang ....

Persis seperti yang Ivan duga, Trio Baltic datang dan menghadang perjalanannya. Sambil memegang sebuah ranting pohon yang ia temukan di jalan, Ivan memandang lurus ketiga pemuda itu. Menghela napas berulang kali, Ivan menyiapkan hati untuk menghadapi mereka.

"Lihatlah siapa yang datang~"

Bak singa memandang kijang buruannya, para pembully itu memberikan tatapan ganas. Rasa enggan kembali berkecamuk di hati kecil Ivan. Namun, kali ini dia tak akan membiarkan nyalinya ciut dengan mudah. Bahkan Natalya yang lebih muda pun bisa melakukannya. Ivan tak akan kalah.

"Привет (hai), Ivan. Sepertinya kau susah tak sabar untuk bermain dengan kami, да?" sapa Torris dengan senyuman di wajah. Diikuti kekehan menghina dari dua orang di belakangnya.

Ivan menundukkan kepala, membiarkan poni rambutnya menutupi kedua matanya.

Pemuda dengan rambut coklat sebahu mengangkat tangannya, berniat meraih puncak kepala dari sang pemilik surai pirang. Menepuk-nepuk kepala bocah malang itu kini sudah jadi hobi baru baginya. Ivan dengan sigap menepis tangan itu, membuat kedua mata Torris melebar.

"Rupanya kau sudah mulai berani sekarang," ucap Eduard sambil membetulkan posisi kacamatanya. Torris hanya menanggapi dengan tertawa geli, tidak menganggapnya serius.

Sembari menggertakan gigi, genggaman Ivan pada ranting kayu semakin mengerat. Sekujur tubuhnya gemetar dan rasa pasrah memenuhi relung hatinya.

Ivan menutup manik ungunya, seketika wajah [Name] langsung terlintas di pikiran, juga adegan di mana [Name] melawan Trio Baltic sendirian tanpa rasa takut sedikit pun, membuat Ivan termotivasi untuk melakukan hal yang sama. Ivan kembali memantapkan hatinya. Ia tak akan mengalah kali ini!

"Lihatlah, Torris! Ini salahmu! Sekarang dia membangkang pada kita–aduh!"

Yang memukul kepala Raivis merasa tak berdosa, walaupun tahu temannya itu hanya berguyon.

"Ini bukan salah siapa pun, идиот," sanggah Torris. "Walau dia membangkang sekali pun, dia tidak akan mampu melawan kita bertiga! Memangnya apa yang bisa dilakukan pria kecil ini selain mengadu pada kakaknya?"

Gelak tawa keluar dari mulutnya, sembari menatap Ivan remeh. Eduard dan Raivis yang setuju pada Torris, ikut tertawa. "Hahaha! Dasar lemah!"

"Lemah, да ...." Ivan mengakui hal itu jauh di lubuk hatinya. Fisiknya mungkin lebih baik dari anak seumurannya--secara dia terbiasa mengangkut barang-barang berat setiap hari, tetapi rasa tega pada musuh menjadi kelemahannya. Dan, betapa naifnya dia, sudah ditindas dan dimaki berapa kali pun masih menyimpan harapan untuk bisa berteman.

"Kau tidak lemah, Ivan! Kau hanya terlalu baik!"

Di saat-saat seperti ini, suara sang malaikat kecil kembali terngiang di kepalanya.

"Kau tidak perlu berbuat jahat, yang penting mereka sadar bahwa perbuatan mereka selama ini salah!"

Kalimat penyemangat itu mampu mengisi kembali tangki keberanian Ivan. Ucapan [Name] memang ada benarnya. Ivan hanya perlu bersikap baik, tetapi tak boleh terlihat lemah. Mengintimidasi dengan senyuman, itu yang akan dia lakukan. Walaupun ia sendiri tak yakin bagaimana hasilnya.

Sebuah senyum kecil sudah terpampang di wajah Ivan. Dia mengangkat ranting yang sedari tadi dipegangnya. "Jika aku bisa mematahkan ini, apa berarti aku orang yang lemah?" tanyanya.

Trio Baltic saling melemparkan pandangan satu sama lain. Tidak lama kemudian, tawa mereka pecah. "Bayi saja bisa melakukannya, dasar bodoh!"

Senyum Ivan kian melebar, membuat ketiga pemuda itu berhenti tertawa dan menaikkan sebelah alis. Mata violetnya melirik pada ranting-ranting pohon yang berserakan. Dia mengambil ranting-ranting itu hingga puluhan buah ada di tangannya. Lalu kembali tanpa melunturkan senyuman.

Trio Baltic kembali menatap satu sama lain. Mereka terheran-heran dengan apa yang dilakukan Ivan. Bukankah kemarin anak itu berdiri dengan badan gemetar sambil memohon dengan suara serak? Kini dia tampak menyeramkan dengan senyum pucatnya itu.

Ivan memegang puluhan ranting tadi dengan kedua tangan. "Lihatlah." Ia membelahnya jadi dua semudah mematahkan tusuk gigi.

Tiga pemuda di depannya menganga, membelalak tak percaya. Eduard melepas kacamatanya, membersihkannya dengan kain, dan memakainya lagi, tetapi pemandangan di depannya tetap sama. Ranting-ranting itu telah patah hanya dengan tangan kosong.

"Apa sekarang aku masih lemah?"

Melihat badan mereka yang mulai bergetar, Ivan memanfaatkan kesempatan ini. Senyum di wajah pucatnya ia lebarkan, dan entah dapat kekuatan dari mana, ia mengeluarkan aura gelap dari dalam dirinya, membuat atmosfer kian menegang.

"B-Bagaimana mungkin k-kau bisa–" Suara Torris yang biasanya bernada tinggi kini terbata-bata, sedangkan senyum Ivan terlihat semakin mengerikan.

"Да, aku tidak selemah yang kalian duga. Bisa saja kupatahkan tulang kalian dengan satu tangan. Sekarang juga."

Torris menyeringai mendengar ucapannya. Dia tetap berusaha menyangkal apa yang baru saja dilihatnya, meski keringat dingin jelas terasa turun dari pelipisnya.

"Gertakanmu tidak akan membuat kami takut, bocah dekil!" Jari telunjuk ia tujukan pada Ivan. Yang ditunjuk hanya tersenyum, lalu berjalan mendekat hingga membuat Torris mundur beberapa langkah. "Apa yang—"

Setelah cukup dekat, Ivan menarik tangan berbalut sarung tangan itu hingga pemiliknya jatuh tersungkur di atas salju. Eduard dan Raivis memerhatikan dengan mata membulat, tetap diam di tempat, tidak berani mendekat barang satu centimeter pun.

Ivan melepaskan kain yang menutup tangan Torris dan melemparnya ke sembarang arah. Ia menatap jari telunjuk yang tadi digunakan untuk merendahkannya. Dipegangnya jari itu dan ia lekukkan dengan keras, hingga menimbulkan suara retakan.

"AAAAAAAA! SAKIIIIIIIIIT!"

Selesai dengan Torris, Ivan mengalihkan pandangan pada Eduard dan Raivis, melontarkan senyum manis nan mencekam.

"Kalian selalu meremehkanku, padahal tidak mengenalku dengan baik. Kupikir kita bisa berteman .... " Senyum Ivan menjadi sendu.

"... tapi aku berubah pikiran. Aku tidak ingin berteman dengan orang yang suka menindas dan menganggap remeh orang lain."

Menundukkan kepala, aura ungu gelap yang mengelilingi Ivan semakin besar juga semakin pekat, bak jelmaan monster yang siap menarik siapapun ke neraka.

Eduard dan Raivis bergidik, jatuh terduduk di atas tanah bersalju. Menatap Torris yang meraung menahan sakit sambil memegang jarinya yang bengkak, membuat mereka makin merinding. Mulut Eduard terbuka dan menutup tanpa suara, tak kuasa berkata-kata, sedangkan Raivis menangis, tak sadar celananya basah saking ketakutan.

Ivan dengan wajah tak berdosa menatap mereka berdua, Torris, lalu kembali pada Eduard dan Raivis. "Sepertinya kalian sudah dapat pelajaran, да?" Ia terkekeh ringan, tetapi nada bicaranya kian kelam dan merendah.

"Balasan kalian harusnya lebih buruk, tapi kurasa cukup untuk hari ini. Sekarang, pergilah sebelum aku berubah pikiran."

"Прости нас (maafkan kami)!!!"

Ketiga pemuda itu lantas berlari terbirit-birit sambil berteriak memanggil orang tua mereka.

Helaan napas panjang keluar dari mulut Ivan. "Sepertinya aku terlalu berlebihan .... Kuharap [Name] tidak marah."

Ivan tertawa kecil, sedikit merasa bersalah. Dirinya sendiri tak menyangka akan mematahkan jari Torris, seakan ada seseorang yang mengambil tubuhnya untuk sesaat.

Apakah efek dari ajaran Natalya? Entahlah.

Sudahlah, yang penting beban hidupnya telah berkurang satu.

Ivan tersenyum dan bersenandung riang, kembali melanjutkan perjalanan menemui [Name].




Продолжение ....

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

956K 78.1K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
52K 7.9K 34
Tiga puluh hari. Bukan waktu yang sebentar, juga bukan waktu yang lama. Dalam sebulan apa yang bisa terjadi? Begitu juga dengan kisahku dengannya, Ti...
254K 20.1K 97
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
5.1K 889 13
[COMPLETED] ❝Kau itu dikutuk. Dan aku akan mencabut kutukan itu darimu❞ Tokyo Revengers © Ken Wakui Picture © Pinterest Story © whosgalaxy