The Extra-Terrestrial (E.T.)...

By Jennie2703

26.4K 1.5K 96

PERINGATAN ! : 1.) Cerita Ini mengandung Unsur Gay. Bagi yang tidak suka dihatapkan tidak membaca cerita Ini... More

Permulaan yang Biasa
SIAPA DIA !!!
KZL !
Rapat
Ada Tamu
Rahasia Reza dan W
[Hampir] Terungkap
Mencurigakan
KABOOORRR !!!
Penelitian : Mulai
Cerita W
Pertemuan
Siapa Dia ? (18+)
Jawaban
Penelitian : Berhenti
Berkunjung
Cerita Y (Ilham)
Kembali ke Rutinitas
Cemburu
Perjalanan
Masalah
Sesuatu
Kejujuran
Terungkap
Nostalgia (18+)
Ditolak
Hari yang Ditunggu
Konflik
Berpisah
Bertemu Kembali (18+)
Pernikahan

Mengenalnya

650 46 1
By Jennie2703

*Sudut Pandang Wilson*

Kami makan dengan sangat puas. Santapannya sangat lezat, meskipun aku tidak tahu siapa yang masak. Setelah selesai makan, kami hendak menuju kamar kami untuk istirahat. Aku masih gak nyangka, kenapa bisa itu dinding ruangan tidur hancur ? Jadinya kita tidur di laboratorium dengan kasur palembang. Saat aku mendengar informasi jika dinding itu hancur, aku langsung panik. Bagaimana tidak, adikku dan... Ehmm... Si W yang status untukku masih belum jelas.

(Kilas Balik Siang Tadi)

Aku mendengarkan musik lewat ponselku, bukan untuk mengusir rasa bosan tapi untuk menutupi suara bising akibat aktivitas bawahan Pak Sugeng yang sedang menghancurkan batu meteorit itu. Suara besi yang beradu dengan meteorit itu bisa membuatku jadi gila !

Aku menyibukkan diriku dengan mengamati pemandangan di sekitar kejadian ini. Tiba-tiba aku merasa bahuku di tepuk oleh seseorang. Oh, itu Pak Sugeng. Aku melepaskan kedua earphone-ku dari daun telingaku.

"Iya, Pak ? Maaf tadi saya lagi dengerin musik. Hehehe...". Ujarku dengan tawa garingku.
"Pantes. Dari tadi saya panggil kamu kok gak nengok-nengok. Saya takutnya kamu kecantol sama penghuni sini aja.". Kok bercandanya serem sih Pak Sugeng. Dia malah tertawa kecil.

"Hehehe... Ada apa ya, Pak ?". Aku mengikuti Pak Sugeng yang berjalan menuju meteorit itu namun tidak terlalu dekat.

"Apakah tidak ada jalan lain selain memecah batu ini, Wilson ?".

"Iya, Pak. Soalnya kalau kita hanya ambil serpihan luarnya saja, itu sudah tercampur dengan gesekan akibat pembakaran di atmosfer. Jadi kurang bisa dipercaya, Pak.".

"Hmm... Bagaimana ya ?".

"Memangnya kenapa, Pak ?".

"Seperti yang kamu lihat, Son. Orang-orangku telah berkutat dengan meteorit ini lebih dari 4 jam. Tapi tidak satu bagian meteorit ini pun yang terpotong atau bahkam hancur. Bahkan...". Pak Sugeng mengambil salah satu Pick-Axe yang ujungnya sudah patah dan bengkok.

"... Hampir seluruh alat kami rusak dibuatnya.". Dia meletakkan kembali benda tersebut. Benar juga, aku belum pernah melihat batu luar angkasa yang sekokoh ini.

"Begini saja. Besok saya suruh anak buah saya untuk bawa bor penghancur atau mungkin bahan peledak. Bagaimana ?".

"Kalau saya lebih baik bor saja, Pak. Jangan gunakan peledak. Apalagi ini lereng bukit yang rawan longsor. Terlebih lagi ini masih daerah yang asri. Saya takutnya malah merusak alam ini, Pak.". Dia mengangguk.

"Baiklah. Saya akan lakukan itu. Untuk saat ini, apakah bisa kita hentikan penghancuran meteorit ini ? Kasihan anak buah saya kelelahan.".

"Boleh kok, Pak. Silahkan saja.". Dia memberitahukan bawahannya untuk menghentikan pekerjaan menghancurkan meteorit ini.

Aku mendekat ke arah Pak Sugeng yang sedang berdiri. Dia sedang mengetikkan pesan di ponselnya.

"Disini memangnya ada sinyal ya, Pak ?". Ujarku. Dia tersenyum.

"Ada. Kalau kamu pakai kartu XXXX. Aku sudah memberitahukan bawahanku untuk membawa alat itu ke sini besok.". Aku mengangguk.
"Test... Pengawas kepada Kepala.". Suara dari HT milik Pak Sugeng berbunyi. Dengan sigap, Pak Sugeng menerima panggilan HT tersebut. Dia meminta izin untuk mengangkat panggilan itu.

Aku tetap tidak bisa mendengar percakapan itu. Aku tiba-tiba melihat ekspresinya berubah seperti kaget. Dia menyudahi panggilannya dan mendekati ke arahku.

"Ada apa, Pak ?". Ujarku melihat reaksinya tadi.

"Ruangan tempat kita tidur. Dinding depannya hancur. Mereka menemukan bekas cakaran yang sama seperti pada batang pohon tadi.". Aku kaget.

"Terus adik saya sama teman saya bagaimana, Pak ? Mereka masih di ruangan itu.". Ucapku panik. Ya Tuhan aku tidak mau W dan Reza kenapa-kenapa.

"Mereka tidak ada di dalam ruangan.". Aku semakin panik dibuatnya.

"Pak ! Kita harus kembali ke sana ! Adik dan teman saya dalam bahaya !". Ujarku.

"Ada apa ini, Pak ?". Ujar Ilham yang nampaknya mendengar pembicaraan kami lalu menghampiriku.

"Ilham, kamu bisa menggendong Wilson lagi. Kita harus kembali ke Obsevatorium.". Ujar Pak Sugeng.

"Oh, bisa, Pak. Saya tidak keberatan.". Ujar Ilham. Lalu dia tersenyum ke arahku.

"Bagus. Wilson kamu ikut Ilham. Nanti barang-barangmu saya yang bawa.". Aku hanya mengangguk. Sungguh, aku merasa tidak enak merepokat Ilham seperti ini.

"Mas Ilham benar gak papa ?". Dia langsung jongkok membelakangiku.

"Gak papa, Son. Ayo naik.". Aku akhirnya naik menuju pundaknya dan pegangan erat padanya. Kami pun turun dari lokasi ini.

"Tadi Pak Sugeng kenapa, Son ?". Ujar Ilham memecah keheningan diantara kami.

"Itu loh, Mas. Ruangan tempat kami tidur dinding luarnya hancur. Pak Sugeng juga ngomong kalau dia menemukan bekas cakaran yang sama seperti yang ada di gelondongan kayu tadi. Aku takut. Soalnya teman ku dan adikku ada di sana. Tapi mereka bilang kalau adikku dan temanku gak ada. Makanya aku panik.". Jelasku panjang lebar. Tidak ada jawaban darinya. Aku tidak bisa melihat ekspresinya karena wajahnya membelakangi wajahku.

"Mas Ilham ?".

"Eh, Iya ? Ada apa, Son ?". Ucap dia sembati tertawa garing.

"Kirain Mas tidur gara-gara aku ceritain tadi.". Dia tertawa . Akupun tertawa.

"Oh ya, teman dan adikmu mungkin sedang mencari angin diluar. Pasti mereka gak apa-apa.". Ucap dia yang sepertinya berusaha menenangkanku.

"Semoga, Mas. Amin deh. Aku takut banget mereka kenapa-kenapa. Soalnya W dan adikku itu kan gak tahu daerah sini.". Dia kembali hening tak bersuara. Kenapa sih ?

"Aku keberatan ya, Mas ?". Ujarku. Dia kembali tertawa garing. Maksudnya apa sih ?

"Enggak kok. Ehmmm... Tadi kamu bilang ada siapa aja ?".

"Ada W dan Reza. Reza itu adikku dan W itu temanku.". Jelasku.

"Nama temanmu 'W' ?".

"Iya. Aneh kan ? Dia juga berasal dari daerah yang aneh namanya. Zuku... Zukumuv kalo gak salah.". Entah kenapa aku bicara jujur pada orang ini.

"Ka...Kamu ketemu dia di mana ?". Waduh... Gak mungkin kan kalo aku jawab jujur. Bisa-bisa dia gak percaya atau malah nganggap W itu mahluk halus muncul tiba-tiba.

"Dia teman kuliahku di ITB kok. Dia emang suka bercanda. Ya gitulah dia". Aku merasakan punggungnya bergerak. Sepertinya dia bernapas lega.

"Mas kenal dengan W ?".

"Enggak kok. Aku cuma aneh kok ada namanya simpel banget.". Dia tertawa renyah.

"Iya. Mungkin waktu lahiran, ibunya minta nama anaknya lewat SMS ke bapaknya. Karena mereka pake Esia, jadi agar berhemat bapaknya cuma ngirimin satu karakter di SMS-nya, yaitu 'W'. Ya kan ?". Aku tertawa disusul oleh dia. Aduh, aku jahat sekali mengejek nama orang.

"Memang kenapa gitu ?". Hah ? Serius dia gak tahu ? Terus kenapa dia ketawa ?

"Masa Mas gak tahu iklan Esia zaman dahulu. Esia itu kalo SMS cuma Rp. 1 per karakter. Karena mereka menghemat pulsa makanya bapaknya cuma ngirimin satu karakter huruf, yaitu 'W'. Mas gak tahu iklan itu ?".

"Hehehe... Mungkin aku lupa.".
"Terus kenapa Mas tertawa tadi ?".

"Karena ngedenger kamu tertawa.". Aku memutar kedua bola mataku malas. Astaga... Aku kira dia ngerti lelucon ku.

"Aku jadi takut di sini.". Ujarku.

"Loh ? Kenapa ?".

"Mas lihat sendiri tadi ada bekas cakaran besar di pohon yang dilempar sampai ke tempat kita. Terus ini lagi dinding beton bisa runtuh dan ada bekas cakaran. Aku takut serigala raksasa itu bakalan nyerang kita kemudian hari.". Jelasku.

"Tenang. Serigala itu baik kok. Mereka gak akan menyerang kalau kamu gak nganggu dan buat dia marah.". Hmmm... Bener juga sih.

"Darimana Mas tahu ?".

"Ya... Manusia dan hewan kan dasarnya sama. Kalau kita diusik, kita bakalan marah sama orang yang ngusik kita kan ? Bedanya manusia bakalan membalasnya sama orang yang mengusiknya. Tapi kalo hewan mereka membabi buta.". Bener juga alasannya.

"Hmm... Betul juga. Tapi kenapa dia melempar batang itu ke arah kita terus menghancurkan dinding beton itu ? Padahal kami gak pernah ganggu dia.".

"Mungkin dia dalam keadaan terpojok atau sedang dalam... Ah gak tau deh. Pokoknga gitu deh.". Ujarnya. Lah ? Kok dia malah yang jadi aneh dah.

"Sayang ya serigala gak punya akal...". Ujarku.

"Loh memang kenapa ?".

"Ya, aku sering membayangkan jika serigala jadi kaya manusia. Bakalan epic banget sih.". Loh ? Kok aku bisa ngomong kaya gitu ?

"Mereka itu sangat loyal dan pandai berburu loh. Mereka ganas tapi aslinya lembut di hatinya.". Hah ? Apaan ?

"Loh ? Mas tahu dari mana ? Emang Mas pernah jadi serigala ?".

"Ya enggak lah ! Aku manusia kok. Son, ini agak sensitif aku nanya nya. Gak papa ?".

"Iya. Gak papa, Mas. Tanya aja.".

"Kamu 'Belok' ya ?". Anjir ! Kok dia tahu sih ! Perasaan jamur di selangkangan aku gak berdiri.

"Santai, Son. Aku Open-Minded kok. Jujur aja.". Waduh... Lagi-lagi kedokku terbongkar.

"Iya, Mas. Kok tahu ?". Ujarku dengan nada lesu.

"Santai, Son. Jangan lesu gitu dong. Aku kaya gak kenal Wilson yang satu ini.". Aku berusaha menjadi diriku lagi. Tapi tetep aja agak susah. Dia kan orang baru tapi udah tahu rahasia terbesarku.

"Aku tahu dari pandanganmu terhadap serigala. Mereka itu dominan dan sangat gagah. Buas dan sangat kuat. Itulah mengapa aku tahu kenapa kamu 'Belok'. Hehehe...". Wah analisis nya tajam juga.

"Jaga rahasia ini ya, Mas.". Ucapku.

"Pasti dong.". Aku tersenyum akan hal ini. Dia orang baru tapi perilakunya sangat hangat.

"Ehm... Wilson ? Boleh kamu turun dulu ?". Wah dia pasti kelelahan. Aku kan berat.

"Boleh, Mas. Mas istirahat dulu deh.". Dia menurunkanku di tanah. Aku pun duduk di samping pohon ini. Dia mengeluarkan botol yang berisi air.

"Minum dulu, Son. Kamu pasti haus.". Dia memberikan aku botol minuman yang berisi air.
"Enggak, Mas. Mas dulu yang minum. Kan Mas lebih capek menggendongku.". Aku menolaknya. Pasti capekan dia lah.

"Aku minum setelah kamu minum, Ok ?". Dia kembali menyerahkan minuman itu padaku. Ya karena aku juga haus, jadi aku menerimanya dan meminumnya. Segar sekali terasa di tenggorokan.

"Makasih ya, Mas.". Aku memberikan minuman itu padanya. Dia langsung jongkok membelakangiku.

"Ayo. Kita lanjut.". Ujarnya. Loh jadi dia berhenti hanya untuk ngasih aku minum ?

"Mas kan masih capek. Istirahat dulu, Mas.". Dia menggeleng.

"Mas masih kuat. Ayo.". Aku pasrah atas perintahnya. Lalu aku pun naik kembali ke punggungnya. Kami melanjutkan perjalanan kami.

Sampai sepuluh menit kemudian, entah mengapa aku merasa mataku sangat berat sekali. Mataku berusaha untuk tertutup. Aku ngantuk ? Padahal tadi aku sudah cukup tidurnya.

"Son, nanti setelah sampai. Kaki kamu akan diurus sama Bayu dan aku ya.". Ucapan Ilham samar-samar terdengar di telingaku. Aku tidak bisa menggerakkan bibirku karena sangat mengantuk. Akhirnya aku mengalah pada perasaan kantuk ini dan aku menuju ke alam mimpi.

.

.

.

.

"Son ? Hei !". Suara itu membangunkanku dari tidurku. Aku perlahan membuka mataku dan melihat Ilham di pandanganku.

"Wah... Keenakan digendong sampai tidur. Hahaha...". Dia tertawa lepas. Aku mengedarkan pandanganku. Loh ? Aku sudah sampai di Obsevatorium ?

"Kita udah sampai ?". Ujarku padanya. Dia membantuku berdiri dan menempatkan alat bantu jalan yang asli.

"Aku udah ganti kayunya jadi alat bantu jalan beneran. Udah gak sakit kan ?". Aku mengangguk. Kok kita cepet banget sampai sini ?

"Kok kita cepat banget sih ? Kita naik apa ? Mana yang lain ?". Ujarku. Dia tertawa renyah.

"Kamu itu tidur dari tadi, Son. Perjalan lama ya menurut kamu sebentar karena kamu tidur. Mang Asep nganterin kita tadi. Yang lain masih di susul sama Kang Asep.". Ya ampun... Saking nyenyaknya aku tidur. Sampai lupa keadaan dan waktu.

"Maaf ya ngerepotin, Mas. Kita tadi bonceng tiga ?". Dia mengangguk. Aneh deh. Ketika aku dibonceng tadi ban motor Kang Asep sudah kempes. Apalagi dibuat bonceng tiga ? Bisa-bisa Velg gak kuat buat nopang kita dan malah motor gak bisa jalan. Ah, bomat lah yang penting kita sampai dengan selamat.

"Aku harus ke dalam, Mas.". Aku berlari menuju ruangan yang dimaksud dan diikuti oleh Ilham. Saat aku di dekat ruangan itu, nampak dua orang di situ. Orang itu mungkin bawahan Pak Sugeng yang melapor tadi.

Aku masuk ke ruangan itu. Benar, tidak ada orang di sana. Aku langsung panik. Dinding beton itu hancur cuy. Aku melihat ada sobekan baju di lantai dan semakin membuatku gusar.

"Ini kan baju W ...". Entah mengapa aku langsung panik dan air mata jatuh di pipiku.

"Kalian lihat dua orang di sini ?". Kedua orang itu menggeleng. Aku melihat bekas cakaran itu langsung semakin panik dan tangisan malah semakin jadi.

"Wilson, tenang lah. Kita cari di luar ayo.". Ujar Ilham menenangkan aku yang sedang menangis ini. Aku takut kehilangan mereka. Seharusnya aku tidak membiarkan mereka berdua.

Kami mencari di seluruh Obsevatorium namun nihil ! Tak ada tanda dari mereka berdua. Hanya sepi dan kosong. Kami keluar dari obsevatorium dan melihat kelompok Pak Sugeng telah datang. Dia terkejut melihatku menangis.

"Ada apa, Wilson ?". Ucapnya menghampiri aku dan ilham. Aku menyodorkan sobekan pakaian W sembari menangis.

"Ini hikss... pakaian hikss... temanku...". Pak Sugeng langsung ikut panik. Dia memerintahkan seluruh orangnya untuk mencari di sekitar hutan ini.

"Sudah. Kamu tenang dulu. Kita cari bersama-sama. Ilham tolong kamu ikut mencari ke arah utara, ya ?". Ilham mengangguk dan berlari meninggalkan aku dan Pak Sugeng. Aku meneriaki nama mereka mencari ke sekitaran hutan pinus ini. Tapi tetap saja nihil hasilnya.

.

.

.

BRAKKK !!!!

.

.

.

Suara dentuman keras terdengar dan dari arah selatan sebuah pohon pinus yang besar dan tinggi jatuh.

"AWAS POHON !". Ujar Pak Sugeng. Semua orang berlari dari jatuhan itu dan dentuman keras akibat pohon itu mengguncang tanah terasa layaknya gempa berskala kecil. Saat itu juga aku mendengar suara Reza.

"Reza ! W !". Teriakku memanggil namanya dan langsung memasuki hutan itu. Kami langsung menyerbu asal suara itu dan menampilkan W dan Adikku.

"Kakak !". Suara adikku membuat lamunanku saat tadi siang buyar.

"Apa, Dek ?".

"Aku mau di situ tidurnya.". Dia menunjuk tempa tidur aku yg samping tembok.

"Ya udah. Iya...". Aku mengalah dan pindah ke tempat tidurnya. Kami tidur dengan kasur palembang di lantai dan berdempetan. Untungnya hanya aku, W dan Reza. W berada di tengah hanya tersenyum kecil melihat tingkah ku. Ada yang lucu ya ?

"Kenapa ketawa ?". Ujarku ketus.

"Ih, galak banget. Jangan galak dong.". Dia memegang pipiku dengan tangannya yang sangat kekar dan penuh otot itu. Membuat aku menyunggingkan segaris senyum untuknya.

"Nah, gitu dong senyum.". Aku tidur di sampingnya dan sekarang dia menghadapku serta membelakangi Reza. Dia mendekapku dalam pelukannya. Aku suka pelukan ini. Rasanya sangat hangat.

"Son ?". Ujarnya.

"Ya ?".

"Saat kamu melihatku di mobil pertama kali, mengapa kamu mau membelikan ku pakaian bahkan memberiku tempat tinggal serta mengurusku ?". Hmm... Aku juga bingung kenapa. Aku sebenarnya suka dengan dia. Tapi masa aku yang menyatakan duluan ? Padahal aku sudah sering kode-kodean dengannya. Malah dianya gak menanggapi.

"Hmm... Karena mungkin kamu adalah orang yang tepat untukku.". Aku menyunggingkan senyumku padanya.

"Maksudnya ?". Ujarnya meminta penjelasan.

"Udah ah. Tidur. Udah malam.". Aku mengecup bibirnya dengan cepat. Dia terkesiap mendapatkan itu dariku. Aku langsung memejamkan mataku untuk berlabuh di pulau mimpi. Sampai, bibir hangat W membalas kecupan singkatku dengan kecupan yang hangat dan berusaha memagut bibirku. Aku kaget sekaligus senang. Apakah dia tahu jika aku menyukainya ?

Kami intens berciuman sampai-sampai air liur kami tumpah ke bantalku. Dia mengabsen seluruh gigiku dan lidah kami menari-nari seperti diiringi alunan musik. Kami menghentikan aksi panas kami lalu tertawa.

"Selamat tidur, Son.". Dia mengecup keningku. Aku tersenyum.

"Selamat tidur, Jagoanku.". Aku mengecup keningnya juga dan kami tertidur. Aku ingin memilikinya seperti ini. Oh ya, satu harapan lagi, yaitu semoga Reza gak tahu kita ngapain tadi.

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Wilson - Semoga dia akan menjadi milikku.

W - Semoga aku bisa terus bersamanya.

Reza - Kalian pikir aku tidur, Ferguso ? Hahaha...

UwU
Akhirnya W muach muach sama Wilson. Tapi itu bakalan jadi pertanda baik atau tidak ya ? Yuk lihat ke next part.

Suka ? Berikan Vote
Kritik & Saran ? Bisa DM ke Wattpad, Komentar, dan Kirim e-mail

Continue Reading

You'll Also Like

57.3K 698 20
BRANDON SI KUTU BUKU YANG JATUH CINTA SAMA PANGERAN SEKOLAH SEKALIGUS KAPTEN BASKET, DANIEL
23K 1.4K 23
Bercerita tentang kisah, pery cupid yang mempersatukan sebuah cinta manusia. Namun dalam tugasnya ia mendapat hambatan? Hambatan apa? Mampukah pery i...
56.8K 3.1K 54
Dika dan Budi, dua musuh bebuyutan di masa SMP tak disangka menyimpan rahasia perasaan yang sama, namun konflik sepele khas anak ABG plus kejaiman da...
154K 2.5K 13
Cerita ini adalah cerita cinta seorang gay yang mencintai STRAIGHT dengan setulus hatinya. Bagaimana kisahnya ? Dan perjalanan Cintanya. Mari kita s...