LANGITRA

By raraaxnr

102K 706 720

[sᴇʙᴇʟᴜᴍ ʙᴀᴄᴀ ғᴏʟʟᴏᴡ ᴀᴋᴜɴ ɪɴɪ ᴅᴜʟᴜ ʙɪᴀʀ ʟᴇʙɪʜ ᴇɴᴀᴋ. ᴛᴇʀɪᴍᴀᴋᴀsɪʜ] note : revisi. beberapa chapter di unpublis... More

farewell

5.9K 706 720
By raraaxnr

• ini bukan update, tapi kalian baca saja sampai bawah. oke? •

putar mulmed ya.

***

"Lang, jadi 'kan?"

Langit yang tadinya sedang duduk di lantai teras rumah memakai sepatu kini mendongak. "Hm?"

"Lo udah janji ngajak gue jalan," peringat Kayla menagih janji cowok itu. Ia mengikuti Langit duduk di lantai teras.

Saat menatap lurus ke depan, lebih tepatnya ke arah rumahnya yang memang berada di seberang rumah Langit, tiba-tiba sebuah jaket membungkus tubuhnya.

"Malem, kalau keluar pakai jaket. Jangan cuman kaos doang," nasihat Langit seraya membenarkan letak jaket itu agar nyaman di pakai Kayla.

Kayla tertawa lepas. Memang benar, dirinya lebih suka memakai kaos lengan pendek ketika keluar rumah. Rasanya lebih simple daripada harus mamakai sejenis dress.

"Enakan gini," ucap Kayla.

"Angin malem nggak baik buat kesehatan," kata Langit.

Mengangguk paham agar cepat selesai, gadis itu akhirnya berdiri. Mengulurkan tangannya dihadapan Langit. "Ngapain?" tanya Langit.

"Ayo jalan!" serunya bersemangat.

Langit menerima uluran itu. Berdiri sejajar di depannya, ia menjawab, "jalannya lain kali, hari ini kita ke rumah Cinta dulu," jelasnya. Mengusap puncak kepala Kayla.

"Ishh, ngapain ke sana?" Kayla mulai merengek kesal.

"Cinta udah pulang dari Jerman,"

"Terus hubungannya sama kita?"

"Rey nyuruh kita semua dateng ke sana,"

"Gue nggak mau!" tolak Kayla.

"Yang di undang gue bukan lo," jawab Langit seraya menjulurkan lidah mengusili.

Karena kesal, Kayla memukul lengan Langit spontan. "Serah!" marahnya.

Langit menyekal tangan Kayla ketika gadis itu berbalik badan hendak pergi. "Dih ngambek," ejek Langit menggoda.

"Apa sih pegang-pegang?!" bentak Kayla berusaha melepas pegangan Langit. Gadis itu memberontak dengan wajah merah padam.

"Mau pergi kemana hm?" tanya Langit pada Kayla. Ia melepaskan cekalannya, berganti merangkul gadis itu.

"Mau umrah!" sengitnya.

Tawa Langit meledak. Jawaban yang ucapkan Kayla ketika sedang merajuk memang ada-ada saja. "Jangan ke sana," larang Langit.

"Kenapa?" Kayla mengernyitkan dahi, bingung.

"Kasian ntar lo kepanasan," bisik Langit tepat di telinga Kayla. Setelah itu ia berlari menjauh ketika Kayla sudah posisi ancang-ancang mengamuk.

"LANGITTTTT!!!" teriak Kayla sudah berlari mengejar kemana arah Langit berlari.

Sungguh, hari ini Langit sangat menyebalkan. Liat saja, jika ia tak berhasil menangkap cowok itu, maka Kayla akan menggunakan cara yang paling mudah. Ngambek.

"LO KIRA GUE SETAN HAH?!"

"SEJENIS KAY!"

"ANJIR. SINI LO LANG!!"

"KEJAR KALAU BISA," ucap Langit menantang. Cowok itu semakin memperlebar langkah kakinya. Semakin jauh pula jaraknya dengan Kayla.

Melihat Langit yang dengan mudahnya berlari mengitari taman kecil miliknya, membuat Kayla bersunggut. Ia menghentikan langkah, napasnya memburu seperti habis lomba lari maraton.

Sedikit menunduk sambil memegang dadanya, akhirnya ia menjatuhkan diri ke tanah. "Udah ah, capek. Napas gue serasa mau berhenti," keluhnya.

Langit mendekat dengan tawa yang tak kunjung mereda. Ia berjongkok di depan Kayla yang kini memalingkan wajah.

"Gitu aja marah," ucap Langit.

"Siapa yang marah?" sunggut Kayla. Gadis itu menyentak tangan Langit yang memegang pundaknya.

"Anak anjing tetangga gue," jawab Langit ngelantur.

Spontan Kayla menoleh. Kedua matanya melotot garang ke arah Langit. "Awas copot tuh mata," tukas Langit menyapukan telapak tangannya di wajah Kayla. Hingga mata gadis itu terpejam sejenak.

"Lo bilang gue anjing hah?!" Sungguh, kali ini Langit sangat sangat menyebalkan.

"Gue nggak ada sebut nama Kay," terang Langit kalem. "Udah ayo buru pergi. Gue harus jemput Bintang sekalian," ajaknya menarik tangan Kayla agar berdiri.

Kayla hanya mengekor di belakang ketika Langit menarik pelan tangannya menuju mobil. "Silahkan masuk, Princess." Langit langsung menutup pintu mobil ketika Kayla sudah duduk manis di kursi samping pengemudi dengan wajah cemberut.


***

"Yok! Mangga masuk ke gubuk derita gue," Cinta membukakan pintu. Sedangkan teman-teman yang lain justru mendengus.

(Silahkan)

"Modelan gini lo bilang gubuk?" Jordan menggeleng tak habis pikir. "Terus rumah gue yang sepetak itu namanya apa?" ketus Jordan sewot.

Cinta tertawa renyah. Hingga lesung pipinya terbit. "Rumah. Menurut gue definisi rumah itu ketika di dalamnya ada keluarga lo. Bukan cuman ada pembantu," jelasnya santai tanpa beban. Berbeda dengan matanya yang menyorotkan maksud lain.

Mau tau gimana model gubuk derita Cinta? Mari kita lihat bersama.

"Yang ingin menghujat silahkan komentar disini ya sayang," ujar Ares acuh lalu menyelenong masuk. Tanpa memerdulikan sang tuan rumah, ia mendudukan diri di sofa.

"Ta, minum dong. Pangeran haus nih," teriaknya dengan ekspresi pongah.

Cinta yang baru masuk dengan yang lain mencibir. "Udah masuk seenak jidat, sekarang nyuruh-nyuruh. Nggak tau malu lo," ketusnya.

Ares bergeser ketika Jordan dan Satria duduk di sampingnya. Dirinya terapit. "Ck, sofa masih banyak kenapa nempel ke gue mulu sih? Belok lo berdua?" tuding Ares.

"Sorry to say ya Jeng, gue udah punya cewek. Kalaupun gue belok juga pilih-pilih kali. Minimal kayak Gibran noh. Good looking dan yang utama dia berduit," jawab Jordan dengan letoy.

"Anjir, merinding gue deketan sama lo," seru Ares langsung ngacir duduk sebelah Gibran. "Awas Gib jangan deket-deket Jordan. Dia punya niat burik buat lo," katanya mewanti-wanti.

Gibran bergumam. Membuat Ares menoleh ke arahnya. "Ngomong apa lo?"

"Nggak ada,"

"Oh,"

Satria berpindah posisi disamping Senja, sengaja menempel pada gadis itu. "Rumah lo gede ya Ta," pujinya menatap sekeliling.

"Masih gedean rumah Gibran kali," Cinta berkilah. Meskipun tak pernah ke sana, Cinta bisa berekspetasi bagaimana megahnya rumah seorang Megantara.

"Emang lo pernah ke rumah Gibran?" timpal Jordan bertanya. Cinta menggeleng sebagai jawaban.

"Gue baru sadar. Selama temenan kita semua nggak ada yang pernah nginjak rumah utama Gibran," tutur Langit yang kini sedang memainkan rambut tergerai milik Bintang.

"Cantik," pujinya berbisik.

Mendengar kalimat yang dilontarkan Langit, Satria mengernyit bingung. "Lah bukannya rumah yang pernah kita datangi pas nih bocah ngilang itu rumah utamanya?" tanya Satria.

"Yang mana?"

"Bantar-bentar. Gue kayaknya pernah foto diem-diem rumahnya niat mau gue gadein," Satria merogoh saku mengambil ponsel. Membuka aplikasi galeri, menggulir layar dengan sabar hingga menemukan sebuah foto rumah. Lalu ia sodorkan ke arah teman-temannya.



"Rumah pas gabut aja," jawab Gibran ketika melihat foto salah satu rumah miliknya.

Memang benar, itu bukan rumah utama keluarga Megantara. Itu hanyalah salah satu rumah yang akan mereka gunakan ketika sedang suntuk saja. Dengan kata lain, rumah cadangan.

"Itu kalau gabut? Terus modelan rumah lo pas nggak gabut gimana anjir?!" Jordan berteriak histeris.

"Angkat gue jadi Adik tiri lo Gib!"

"Angkat gue jadi kembaran lo juga gue ikhlas,"

"Nggak nggak! Angkat gue jadi pembantu lo juga nggak papa Gib,"

"Atau kalau masih ketinggian pangkatnya, angkat gue jadi gembel di daerah rumah lo,"

"Biar nggak ribet, angkat gue jadi istri lo aja!"

Pletak!

Sebuah ponsel keluaran terbaru mendarat dengan indah menyapa kepala Jordan. Sang empunya meringis ngilu. Sultan memang beda. Ketika biasanya orang lain akan melempar sandal, Gibran justru melempar ponsel.

Tanpa memungut ponsel yang tergeletak naas di lantai, Gibran justru mengeluarkan ponsel lain dari sakunya dengan merk yang sama dan warna yang berbeda.

Sebagian dari mereka melongo. Bukannya mengambil ponsel yang tadi dengan santai ia lempar, Gibran justru mengeluarkan ponsel lain? Oke. Sepertinya merampok di rumah Gibran ide yang bagus.

Cinta yang sedaritadi melihat mulai jengah melihat tingkah absurd yang lain, memilih melangkah sebelum suara Reyhan mencegahnya. "Mau kemana?"

"Ke kolam ngambil air buat minum Pangeran Kodok," tukasnya sedikit menyindir. Ares yang merasa pun, menoleh. "Heh dugong! Main lo nyindir mulu. Mending sini nyender di pundak Abang," modus Ares sembari menepuk-nepuk bahunya.

"Ehem," Reyhan berdehem pelan. Namun sukses membuat Ares menciut. "Canda bosque," ujarnya menunjukkan tanda damai.

"Sini gue temenin," putus Reyhan menautkan jemari mereka hingga Cinta harus menahan senyumnya sekuat tenaga. Jangan sampai Reyhan mendengar bunyi detak jantungnya.

"Mau kita bantuin juga nggak, Ta?"

Sial. Cinta mengumpat dalam hati. Mengutuk pemilik suara itu yang dengan lantangnya menawarkan bantuan. Padahal ia sudah berniat melepas rindu berdua dengan Reyhan.

Berusaha bersikap se-natural mungkin, Cinta memutar tubuhnya yang tadi baru berjalan tiga langkah. "Nggak usah, kalian 'kan tamu. Mending lo berdua duduk manis aja ya di situ," kata Cinta sambil mengedipkan matanya berulang kali pada Bintang dan Senja.

"Hilih, bilang aja mau mojok sama Rey," celetuk Satria enteng tanpa dosa. Mendapat delikan mata tajam dari Cinta.

"Diem ya lo curut!"

Satria memonyongkan bibir mengejek. Semakin niat mengusili Cinta ketika gadis itu terlihat salah tingkah. Wajahnya yang memerah membuat Trio Kampret itu justru bersiul menggoda.

"Awas jangan berduaan nanti yang ke tiga setan loh!" teriak Satria ketika Cinta dan Reyhan mulai menghilang dibalik tembok.

"Udah biasa sama iblis kayak lo semua jadi setan bukan apa-apa buat gue!" balas Cinta balik berteriak.

••••

"Langit, Reyhan, Gibran, Jordan, Ares, dan Satria kalian duduk manis disini," suruh Buna memerintahkan mereka yang baru saja masuk di ruangan.

Sambil menguap ngantuk, Jordan berjalan mendekati Buna. "Mau ngapain sih Bun?" tanya Jordan dengan muka bantalnya.

"Kamu nggak cuci muka Dan?" tanya Buna bersedekap dada ketika melihat wajah kusam Jordan.

"Aishh, mana sempat sih Bun. Buna aja manggilnya tiba-tiba kayak jelangkung," ucap Jordan tanpa sadar. Sedetik kemudian ia terpekik nyaring ketika sebuah tangan menjewer indah telinganya.

"Anjir ampun Bun ampun. Hamba khilaf Bun," mohon Jordan memelas. Berharap Buna mau melepaskan jewerannya. Tangannya menyatu memohon maaf.

Buna memukul punggung Jordan pelan ketika jewerannya terlepas. "Sudah kamu duduk lesehan saja di bawah," perintah Buna mutlak.

Tak mau terkena jeweran maut lagi, tanpa membantah Jordan menghempaskan bokongnya mendarat di lantai. Melihat Jordan yang terdiam di lantai, Buna menoleh menatap Ares dan Satria yang kini mulai was-was.

"Kenapa Bun?" tanya mereka berbarengan. Perasaan ke duanya mulai tak enak ketika melihat senyum miring terukir di wajah sang Buna

"Kalian duduk di bawah juga, temenin Jordan."

Astaghfirullah. Subhanallah. Alhamdulillah.

"Bun, daritadi kita diem loh," ucap Satria menolak duduk lesehan. Yang benar saja. Sofa disini banyak, kenapa mereka harus duduk di bawah. Memang siapa yang bakal duduk di sofa?

"Bisa nurut aja nggak? Biar nggak usah lama-lama," tegas Buna mulai murka. Setelah Ares dan Satria bergabung dengan Jordan di bawah. Kini Buna beralih ke arah Langit, Gibran, dan Reyhan.

"Buat kalian bertiga cepat duduk di sofa," suruh Buna yang langsung dilaksanakan ke tiganya tanpa bantahan.

Jordan, Ares, dan Satria melotot tak terima. Bagimana bisa Buna memperlakukan mereka seenaknya?

"Bun! Kami mau protes. Buna nggak boleh pilih kasih sama kita dong. Ini namanya Buna diskriminasi. Kita bisa tuntut Buna dengan pasal penelantaran anak!" kelakar Jordan di setujui oleh Ares dan Satria.

"Bacot sayang," kata Buna seraya tersenyum tipis. Namun, matanya melotot mengancam. Seolah berkata, 'diam atau pergi dari sini'.

Ke tiganya menelan ludah kasar ketika mendapat peringatan tersirat itu. Memilih diam dan menghadap ke depan dengan posisi duduk tegap.

"Ini yang cewek pada kemana semua?" tanya Buna ketika mendudukan diri diantara Langit dan Gibran. Lumayan, bisa bersandar di pundak tegap Gibran.

"Lagi otw Bun," jawab Reyhan mewakili.

"Otw bangun dari kasur atau otw kesini?"

"Otw masang alis kali Bun," timpal Satria menyahut.

"Dasar cewek," gumam Buna membuat Gibran menoleh. "Terus Buna apa?" tanyanya.

"Buna ini wanita," balas Buna menjeda kalimatnya. Lalu melanjutkan sambil tersenyum nyengir, "wanitamu."

Gibran hanya menggeleng sebagai respon. Lalu kembali acuh. Tak lama, daun pintu terbuka lebar memunculkan tiga gadis cantik dengan pakaian casualnya.

Buna beranjak berdiri. "Darimana saja kalian?" omel Buna yang tak lain kepada Bintang, Kayla, dan Senja yang kini menunduk.

"Maaf Bun di jalan macet," alibi mereka yang memang datang bersamaan.

Menghela nafas panjang, Buna menyerah. "Ya sudah, kalian cepat duduk!" perintahnya. Ke tiga gadis itu berjalan mendudukan diri di sofa yang masih kosong.

Semua sudah duduk di posisinya masing-masing. Dengan Buna yang berada di tengah, diikuti Gibran, Reyhan, dan Senja di sebelah kanan. Langit, Bintang, dan Kayla yang duduk di sebelah kiri.

"Kalian tau kita di sini mau ngapain?" tanya Buna.

"Mulung Bun," jawab Jordan.

"Nyantet Bun," sahut Ares setelahnya.

"Sunnah Rosul Bun mumpung hari jum'at," celetuk Satria santai. Mendapat geplakan beruntun dari barisan cewek. "Kenapa lo semua nyerang gue sih?" tanyanya sambil mengelus-mengelus kepalanya terasa berdenyut.

"Lagian mulut lo Sat," tegur Kayla memarahi.

"Lah, emang gue kenapa?" Satria bingung. Perasaan tadi ia tak ada salah dalam berucap bukan? Lalu, kenapa semua orang menatapnya dengan garang?

"Jawaban lo tadi ambigu monyet!" seru Jordan. "Sunah Rosul itu banyak macamnya anjir. Lo semua kalau punya otak sesekali di sapu sama di pel sana biar nggak kotor," saran Satria.

Buna memutar bola mata malas. Sepertinya jika kelamaan berkumpul dengan mereka, bisa-bisa ia akan depreshit. "Udah udah. Biar gue duluan yang ngomong sama semua readers."

"Assalamu'alaikum," ucap Buna memulai pembicaraan. Pandangan mereka fokus ke depan, ke arah kamera yang tengah merekam kegiatan mereka.

"Wa'alaikumsalam,"

"Shalom,"

Kali ini Buna tersenyum tulus melihat perbedaan mereka yang justru menjadikan persahabatan mereka semakin kuat. "Saya disini, memutuskan untuk rehat sejenak dari dunia kepenulisan. Dalam artian, saya hiatus untuk waktu yang tidak dapat ditentukan. Saya istirahat sebentar dalam menulis LANGITRA. Saya mau fokus dulu ke sekolah, ujian mulai semakin dekat, harus fokus untuk seleksi masuk PTN dan saya harus mengejar materi. Saya harap kalian maklum. Tapi tenang, LANGITRA akan tetap saya lanjutkan. Mungkin, setelah saya sudah lulus? Saya tidak bisa janji. Saya usahakan, selama hiatus ini jika ada waktu luang saya akan berusaha menamatkan LANGITRA di draft terlebih dahulu. Biar kalian tidak terlalu lama nunggunya. Sudah itu saja, sekian."

"Bun...," panggil mereka semua sendu. "Jadi kita nggak bakal main-main lagi di Wattpad?" tanya Senja.

"Nggak, kalian istirahat juga ya."

"Tapi ceritanya nggak bakal di unpublish 'kan Bun? Bakal dilanjutin lagi 'kan?"

"Iya, semoga."

Tiba-tiba Jordan berteriak histeris. Membuat seluruh penghuni yang ada di ruangan tersentak kaget. "KEMARIN PAS GUE BELUM SEMPET PACARIN SEMUA MEMBER CEWEK DI GC BUNA TIBA-TIBA BUBARIN KAMI. SEKARANG PAS GUE ADA RENCANA PACARIN SEMUA READERS CEWEK DI WATTPAD PUN BUNA TEGA HILANGKAN KAMI JUGA?!" Jordan bergulung-gulung tak karuan di lantai. Cowok itu tak terima. Cowok itu bahkan memukul-mukul lantai dengan gerakan slow motion.

Estetik Bund.

"Jordan...," panggil Buna menghentikan gerakan Jordan. Melihat Buna yang berkaca-kaca, Jordan kembali duduk lagi dengan tegap. "Maaf Bun," sesalnya tak enak.

"Sekarang giliran kalian yang pamitan," suruh Buna mempersilahkan. Buna menggerakkan kepala ke samping. Menyuruh Langit lewat isyarat.

Langit mengangguk. "Sorry kalau kalian semua nggak suka sama sifat gue," katanya. "Tapi gue sayang Bintang, jadi berhenti ngomong yang aneh-aneh," lanjut Langit.

Setelah Langit selesai, kini giliran Gibran. "Thanks," ucapnya singkat.

"Thanks buat apa?"

"Udah baca kegoblokan mereka," jelasnya melirik semua temannya. "Anj," umpat mereka pelan.

"Makasih buat pembaca lama maupun baru yang udah nyempetin waktu baca LANGITRA," papar Bintang tulus.

Tentu saja Jordan tak mau tertinggal acara ini. Meski dengan muka bantal, cowok itu membenarkan kera kemejanya. "Buat kalian yang mau daftar jadi selir gue, bolehlah DM ke akun instagram gue 'jordanbramasptra'. Gue tunggu DM kalian ya," kata Jordan yang mana mengundang sorakan yang lain.

"Kenapa jadi promosi instagram sih?" celetuk Langit bertanya.

"Biar gue banyak followers dan jadi saleb," terang Jordan menepuk dada bangga.

"SELEB WOI BUKAN SALEB!" sorak mereka.

"Astaghfirullah mulut gue typo," tukas Jordan membela diri. Namanya juga manusia, pasti ada aja yang nyinyir. "Nyenyenye."

Reyhan berdecak. Teman-temannya kalau berubah memang nggak tau waktu. "Gue cuman mau bilang, tetep tunggu 'kami'. Nggak lama kok, paling setengah tahun doang," ujar Reyhan enteng.

"HEH! Setengah tahun itu lama. Keburu gue kawin duluan," seloroh Ares memprotes. Sedangkan Reyhan menatap balik remeh. "Emang udah ada calon hm?"

"B---Besok gue cari di Shopee lah," katanya berpaling.

"Ulangan masih suka nyontek jangan sok keras."

Melihat perdebatan singkat antara Ares dengan Reyhan, Buna menengahi. "Udah udah. Sekarang kita pulang. Pamitnya udahan," ajaknya mulai berdiri. Diikuti yang lain, tampak mata mereka mulai berair.

"Udah ya, kalian pulang. Makasih buat kedatangannya," ucap Buna langsung mendapat pelukan erat dari Bintang, Kayla, dan Senja.

"Buna sehat sehat ya, semoga sukses. Kita tungguin sampai balik," ujar ke tiganya.

Buna mengusap rambut panjang mereka. Mengedipkan mata beberapa kali dengan cepat. "Iya, makasih."

Derap langkah heboh terdengar mendekati ruangan ketika Langit dan yang lain hendak keluar. Saat ingin memegang gagang pintu, di balik pintu sana sudah ada orang yang duluan memegangnya.

Bruk!

Semua terkejut dan tak bisa berkata apa-apa lagi ketika Antariksa, Galaksi, Bara, Cinta, Seyna, dan Safira jatuh bersamaan dengan posisi tertindih. Saling mengaduh kesakitan satu persatu dari mereka berdiri.

"Anjir, tulang gue serasa remuk ditindih kumpulan gajah," adu Galaksi yang tadi ada di posisi paling bawah.

"Matamu!" semprot Cinta ngegas. Sedetik setelahnya, gadis itu langsung terdiam mencoba mengingat apa tujuan mereka kesini.

"HUAA BUNAAA. CINTA DISINI JUGA MAU IKUTAN PAMIT MESKIPUN GUE BELUM MUNCUL LAGI DI CERITA," rengek Cinta dramatis. Cewek itu berhambur memeluk Buna erat.

"Gue juga Bun. Gue belum muncul lagi di cerita versi yang baru," sahut Antariksa diangguki yang lain.

"Gue juga Bun,"

"Gue juga,"

"Iya Bun, gue juga ini belum masuk,"

Menghela napas ingin cepat selesai, Buna berpikir untuk beberapa detik. Secercah ide muncul menerbitkan senyum tulus di bibir. "Ya udah, kita barengan aja pamitnya," saran Buna mengajak.

"Nah, mantaps tuh."

"Oke kita berhitung Bun," ajak Jordan menginstruksi. Semua berbaris rapi, menghadap ke arah kamera. Dengan senyum yang terukir di bibir masing-masing, mereka mulai menerima keputusan Buna.

"Satu,"

"Dua,"

Jordan menjeda sejenak, melirik ke kanan dan ke kiri. Kemudian, "tiga," ucapnya melanjutkan.

"SAMPAI JUMPA SEMUA. LANGITRA ISTIRAHAT DULU YA. SEE YOU NEXT TIME, ALL!" teriak mereka kompak dengan lantang.

-hiatus-

Kalau ada yang ingin kalian tanyakan, silahkan drop pertanyaan kalian disini ya. Sebisa mungkin aku balas nanti.

tanya? komen disini.


untuk anak gc, baik-baik ya disana. bakal kangen kalian:"

bye, makasii♡.

Continue Reading

You'll Also Like

6.2M 267K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
236K 9.5K 28
Menjadi seorang istri di usia muda yang masih di 18 tahun?itu tidak mudah. Seorang gadis harus menerima perjodohan dengan terpaksa karena desakan dar...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.7M 226K 68
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
4.5M 267K 62
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...