LOVE in SILENCE **End**

By UlhyUyhiz

436K 22.1K 808

Diusia yang masih belia, seorang gadis diam-diam memendam perasaannya sendiri kepada seorang laki-laki yang u... More

Prolog
⏭️ Part 1
⏭️ Part 2
⏭️ Part 3.
⏭️ Part 4
⏭️ Part 5.
⏭️ Part 7
⏭️ Part 8
⏭️ Part 9
⏭️ Part 10
⏭️ Part 11
⏭️ Part 12
⏭️ Part 13
⏭️ Part 14
⏭️ Part 15
⏭️ Part 16
⏭️ Part 17
⏭️ Part 18
⏭️ Part 19
⏭️ Part 20
⏭️ Part 21
Permintaan Maaf dari author
⏭️ part 22
⏭️ part 23
⏭️ part 24
Extra Part |1
Extra Part |2

⏭️ Part 6

12.3K 789 33
By UlhyUyhiz

Betapa terkejutnya Muaz mendengar kabar itu, Ia pun segera memberi tahu Ayah dan Bundanya perihal Sasha yang masuk rumah sakit.

Tidak butuh waktu lama, dua keluarga sudah tiba di rumah sakit, mereka mendapati Dillah yang masih menangis panik di kursi ruang tunggu.

"Apa yang terjadi, Nak?" tanya Pak Abrar.

Sejenak Dillah menarik nafas panjang sebelum menceritakan kejadiannya kepada orang tua Sasha.

"Tadi sewaktu di Mall kami mau beli tiket buat nonton, tapi tiba-tiba Sasha pamit ke toilet. Lama menunggu Sasha tidak muncul, akhirnya aku mau nyusul dia tapi di jalan menuju toilet Sasha menghubungi aku katanya dia sudah di area parkir menungguku. Dia minta diantar pulang karena perutnya terasa sakit dan kepalanya juga pusing, aku melihat wajahnya sudah kusut dan pucat makanya aku bergegas membawanya pulang. Di perjalanan aku heran, dari tadi aku nyerocos terus tapi tidak direspon oleh Sasha, aku pikir dia tertidur, karena BeTe sendirian di mobil aku pun membangunkan dia. Tetap saja tidak ada respon, aku menepikan mobil di pinggir jalan dan membangunkan dia lagi dengan segala cara, bahkan aku memukul-mukul wajahnya tetap saja tidak direspon. Gak mungkin kan dia tidak bangun pikirku, nah disitu aku panik sendiri dan memutar arah mobil membawanya kesini, Pah," jelas Dillah panjang lebar.

"Terus apa kata dokter?" timpal Pak Abrisam.

"Dokter masih memeriksa Sasha Om, belum keluar dari sejam yang lalu."

"Astaghfirullah, apa yang terjadi denganmu, Nak?" gumam Pak Abrisam khawatir,

Azzam yang mendapat kabar dari Muaz, langsung keluar meninggalkan bioskop yang filmya belum selesai diputar dan mengantarkan Amirah pulang karena Amirah tidak mau ikut ke rumah sakit.

Azzam yang baru tiba di rumah sakit merasa bersalah kepada adiknya, dia membiarkan adiknya sementara dia lebih memilih nonton berdua, padahal dia bisa mengajak adiknya. Itu semua Karena Amirah yang meminta tidak ingin diganggu oleh sifat manja Sasha kepadanya.

Setelah hampir dua jam diperiksa akhirnya dokter keluar dari ruang pemeriksaan.

"Bagaimana keadaan putri saya, Dok?" tanya Pak Abrisam dengan tidak sabarnya.

"Keluarga pasien?"

"Iya, saya Ayahnya, Dok." balasnya seolah Sasha memanglah putri kandungnya.

"Maaf Pak, untuk saat ini kami belum bisa mendiagnosa, kata adek ini awalnya putri Bapak mengeluh sakit perut dan kepalanya pusing. Dalam perjalanan kemari putri Bapak sudah tidak sadarkan diri, kami sudah memeriksa bagian perutnya tapi tidak ada masalah dengan perutnya," jelas dokter itu.

"Apa sebelum ini putri bapak banyak masalah?" tanyanya lagi.

"Tidak, Dok. Selama ini kami melihat dia baik-baik saja selalu ceria, dan terlihat bahagia," jawab mama Zanna yang di timpali juga oleh bunda Ambar.

"Iya, Dok. Selama ini, kami melihatnya selalu ceria dan bermanja dengan kami."

"Apa adek tidak pernah mendapati dia termenung misalnya," tanya dokter ke Adillah.

"Beberapa minggu ini Sasha selalu murung di sekolah, Dok. Hampir setiap hari dalam proses belajar mengajar dia sering melamun sampai pulang sekolah. Bahkan dia selalu tidak mendengar jika kita diberi tugas sekolah, dan Sasha selalu lupa kalau ada tugas, sampai-sampai Sasha sering nabrak tong sampah di sekolah karena berjalan pun dia sering melamun. Otaknya saja yang encer sehingga Sasha tidak pernah ketinggalan mata pelajaran, hanya raganya yang hadir di sekolah tapi jiwanya entah kemana," jelas Dillah dengan raut kesedihannya.

"Yaa Allah! apa yang sebenarnya menimpa Uinku, mengapa aku sampai lalai menjaganya," batin Azzam.

"Yaa Allah, apa sebenarnya yang terjadi dengannya, Pah?" ucap mama Zanna ditengah isak tangisnya.

"Dok, kami tidak pernah mendapati Sasha seperti itu di rumah, dia anaknya manja melebihi manjanya balita," timpal bunda Ambar.

"Dia selalu ceria, senyum yang tak pernah hilang, kami benar-benar tidak tau bahkan Sasha tidak pernah kekurangan kasih sayang sedikit pun dari kami," Tambahnya lagi.

"Sasha juga tidak pernah menceritakan masalahnya kepada kami, Dok." Sela mama Zanna.

"Apakah dia tidak pernah curhat ke adek?" tanya dokter lagi ke Dillah.

"Sasha itu orangnya tertutup, Dok. Dia tidak pernah menceritakan apapun selain mata pelajaran kami di sekolah," jawab Dillah.

"Kalian tenang saja, kelihatannya putri kalian anak yang kuat, seandainya saja dia lemah mungkin dia sudah mengakhiri hidupnya," kata dokter yang menangani Sasha.

"Yaa Allah, ada apa denganmu, sayang?" batin Azzam.

"Hanya saja yang membuatnya seperti ini mungkin beban pikiran, secara putri anda anaknya tertutup, sepertinya putri Bapak memendam sesuatu dan merasa tertekan dan dia merasa kesulitan untuk mengutarakannya kepada kalian. Akibatnya dia menjadi stres dan sedikit depresi, lalu membuat sistem imun tubuhnya menurun drastis, ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dan mungkin alam bawah sadarnya yang menginginkan seperti ini karna lelah dengan pikiran-pikirannya, maaf jika saya mengatakan ini kalau putri bapak koma.

"Apa Dok, koma?"

"Iya, saya selaku dokter yang menanganinya minta maaf, Pak. Bu. Tapi kalian jangan khawatir, jika putri anda masih punya semangat lagi dia akan segera sadar."

Semua yang ada disana merasa kakinya tak berpijak lagi di lantai, kesayangan mereka kini terbaring lemah tak berdaya.

Mendengar kabar bungsunya koma, Pak Abrisam diam mematung, seperti raga yang kehilangan jiwanya.

Mama Zanna dan bunda Ambar sudah menangis, sangat mengkhawatirkan putri mereka.

Berbeda dengan Pak Abrar dia berusaha terlihat tegar didepan mereka meski hatinya sangat kacau, Sasha Putri satu-satunya yang selama 10 tahun dinantikan terbaring tak berdaya, sungguh dia sangat takut kehilangan putri tunggalnya itu, putri kesayangan keluarga Hadinata.

Dillah hanya diam mematung menatap kedalam ruang IGD, dirinya merasa gagal menjadi seorang sahabat.

Terlebih Azzam yang awalnya merasa curiga dengan tingkah Sasha, namun Sasha tidak ingin terbuka dengannya, tidak ada satu orang pun yang tau apa yang terjadi kepada kesayangan mereka, kecuali Sasha sendiri yang memilih untuk mengistirahatkan dirinya di dalam tidur tenangnya.

"Maaf, Pak. Bu. Saya menyarankan setelah sadar, jika putri anda masih seperti yang dikatakan temannya tadi, sebaiknya di periksa oleh dr. psikiater. Ini bukan masalah kejiwaannya tapi jika terus seperti ini akan berakibat fatal. Putri Bapak akan melakukan terapi konsultasi. Itupun kalau putri anda masih seperti itu setelah sadar. Untuk itu, putri Bapak harus dipantau terus, Insya Allah besok kami akan memberikan diagnosanya setelah hasil labnya keluar."

"Yaa Allah, semenderita inikah anakku?" tangis mama Zanna kembali pecah.

"Anda yang sabar ya, Bu. Anda harus kuat di depan anak Ibu," ucap sang dokter.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Bu." pamit sang dokter.

Esoknya, dokter yang menangani Sasha   menjelaskan kepada mereka jika Sasha terserang Multiple Sclerosis ringan yang dipicu oleh Stres berat yang menyebabkan Sasha koma, untungnya tidak mengakibatkan kelumpuhan. Jika stres, otak akan menghasilkan zat kimia tertentu, zat kimia timbul pada syaraf-syaraf itu bisa menimbulkan serangan, jelas dokter yang menangani Shasa.

Seminggu telah berlalu namun Sasha masih betah dengan tidur panjangnya, tidak terusik sedikitpun dengan suara-suara bising disekitarnya di dalam ruangan VVIP yang sangat luas yang tidak pernah sunyi dengan pengunjungnya.

Begitu pun dengan Azzam, dia tidak pernah meninggalkan Sasha dalam komanya, seminggu ini dia terus berada disisi adik manjanya yang sangat dia sayangi, bahkan seminggu ini dia hanya sesekali bertemu dengan Amirah, menyempatkan waktu pulang kantor, itu pun jika dia masuk kantor.

Terdengar ketukan pintu dari luar, ternyata dokter yang akan memeriksa Sasha.

"Bagaimana keadaanya sekarang, Dok?" tanya Azzam.

"Sepertinya Sasha sendiri yang tidak menginginkan dirinya untuk bangun, ini sudah seminggu berlalu namun Sasha tidak menampakkan gejala yang menyadarkan dirinya, setiap saat ajaklah dia untuk ngobrol, ceritakan hal-hal yang membahagiakan untuknya," jelas Sang dokter.

Bagai disambar petir disiang hari, Azzam begitu terpukul mendengarnya, terlebih mama-papa dan ayah bundanya yang mendengar ucapan dokter tadi.

"Uin, apa yang harus kakak lakukan untukmu sayang agar kamu kembali ke kami?" ucap Azzam, air matanya menetes begitu saja mendengar kalau adiknya sendirilah yang tidak ingin bangun.

"Uin, apa kami ada salah samu kamu, atau kamu marah sama Kakak? Bangunlah sayang. Ceritakan semua ke Kakak, apa yang mengganjal dihatimu."

"Bangunlah Uin! Mama-Papa, Ayah dan Bunda sangat sedih melihatmu seperti ini."

"Muaz juga Azzal berjanji sama kamu, mereka tidak lagi menjahili kamu, mereka tidak lagi menggoda kamu dengan candaannya, mereka sangat menyayangi kamu, bangunlah, sayang. Kembalilah kepada kami. Apapun yang kamu minta akan Kakak penuhi apapun itu, termasuk nyawa Kakak."

Azzam menggenggam tangan Sasha dan menciumnya, tiba-tiba air mata Sasha menetes mengalir begitu saja yang membuat Azzam terkejut seketika.

"Ayah ... Papa ... Sasha merespon ucapanku dia menangis," Seru Azzam.

Mereka semua mendekat ke sisi tempat tidur Sasha dan melihat air matanya yang mengalir.

"Panggil Dokter," perintah Pak Abrisam.

Azzam segera memencet tombol darurat yang berada disisi kiri ranjang Sasha, tidak lama kemudian muncullah seorang dokter dengan perawatnya dari balik pintu dan masuk keruangan Sasha.

"Dok, Sasha sepertinya merespon ucapan saya. Dia menangis, Dok." Terang  Azzam.

Dengan telaten dokter tersebut memeriksa keadaan Sasha.

"Alhamdulillah ada kemajuan, mungkin beberapa hari lagi atau seminggu paling lama dia akan terbangun. Sepertinya ada rasa sakit yang Sasha sembunyikan dari kalian," Ucap dokter tersebut.

"Kalau begitu saya permisi dulu," pamitnya.

"Iya Dok, terima kasih." ucap mereka serentak.

Azzam kemudian menghapus jejak air mata Sasha yang mengalir.

"Hal apa yang membuatmu sesakit ini sayang, bangunlah dan cerita ke Kakak," batin Azzam.

"Sayangnya Ayah, apa yang membuatmu sesakit ini, Nak? bangun dan ceritakan ke Ayah, Ayah janji akan merahasiakannya, Nak. Dan ini hanya rahasia kita berdua, bangunlah sayang kami semua ada bersamamu," tutur Pak Abrisam mengusap wajah bungsunya.

Lagi-lagi Sasha meresponnya dengan air mata, yang membuat seluruh penghuni ruangan tersebut menangis meneteskan air mata.

"Yaa Allah! apa sebenarnya yang terjadi dengan Uinku," batin Azzam.

Azzam kembali menghapus Air mata Sasha dan mencium keningnya.

"Bangunlah, sayang. Kalau kamu bangun nanti Kakak akan membawamu kemanapun kamu mau, atau kalau perlu kita akan keliling dunia," ucap Azzam.

"Janji adalah hutang, Bro." Timpal Muaz yang baru saja masuk dan mendengar ucapan Azzam.

"Aku akan membawanya kemana pun dia mau," ujar Azzam.

Melihat perlakuan Azzam ke Sasha menimbulkan kecurigaan dihati Pak Abrisam. "Sepertinya ada sesuatu diantara mereka berdua. Mungkinkah? ah tidak mungkin, tapi melihat tingkah mereka selama ini, apa mungkin? ah tidak mungkin," monolog Pak Abrisam dalam hati.

Seminggu setelah kejadian itu saat Sasha merespon dengan Air mata, sampai saat ini dia belum juga terbangun dari tidur tenangnya. Dan malam ini hanya Azzam lah yang sendirian menjaganya karena dipagi hari Azzam ngantor sampai sore hari jadi giliran dia yang menjaga Sasha dimalam hari.

Setelah menunaikan kewajibannya, Azzam  duduk disisi tempat tidur Sasha sambil menggenggam tangannya.

Sasha yang merespon genggaman tangan Azzam, perlahan membuka matanya, namun ia meresa kesulitan karena matanya silau oleh cahaya lampu, ya Sasha sudah sadar tapi kesulitan membuka matanya dan Azzam tidak menyadarinya karena Azzam sedari tadi menundukkan kepalanya.

"Uin, maafin Kakak kalau punya salah sama kamu, sebenarnya apa yang terjadi, Uin? bangun dan ceritalah ke Kakak apa yang menggangjal pikiran kamu."

"Kakak sangat khawatir, Uin. Kakak sangat sayang sama kamu, Kakak menyesal meninggalkan kamu di Mall waktu itu."

"Kakak serba salah, Uin. disatu sisi Kakak sangat mencintai Amirah, tapi Amirah tidak suka jika kamu bermanja terus dengan kakak, dia cemburu. Disisi lain Kakak sangat menyayangi kamu."

"Kakak selalu ingin ada buat kamu. Maafin Kakak sayang, saat ini pun Amirah marah dan ngambek ke Kakak karena selalu berada di rumah sakit, padahal aku juga sudah menyempatkan waktu buatnya disaat jam istirahat kantor dan sore sepulang dari kantor."

"Kakak takut kalau Amirah meninggalkan Kakak, Uin. Tapi Kakak lebih memilih menjaga dan menyayangi Uinnya Kakak, jika suatu saat Amirah memberikan pilihan." Curhatan hati Azzam ke Sasha.

Tanpa Azzam tau Sasha mendengar semuanya, bertambah hancurlah perasaannya saat ini.

Sasha juga baru menyadari kalau sekarang dirinya berada di rumah sakit karena aroma obat-obatan, memakai masker oksigen dan menyadari dirinya baru tersadar dari tidurnya.

"Apakah aku pingsan? seingatku sepertinya tertidur di mobil Dillah, apakah Dillah yang membawaku ke rumah sakit?" monolog Sasha dalam hatinya.

"Mengapa aku harus tersadar hanya untuk mendengar ini? Yaa Allah, Izinkan hamba beristirahat lebih lama lagi," batin Sasha.

Air mata yang sedari tadi Sasha bendung akhirnya tumpah mengalir dipipinya, Azzam yang mendongakkan kepalnya melihat Sasha, mengira jika dia merespon ucapannya.

"Sayang udah ya jangan nangis, minggu lalu kamu juga seperti ini, hanya merespon Kakak dengan air mata," ucap Azzam sambil menyeka air mata Sasha.

"Minggu lalu, seperti ini?" batin Sasha.

"Perlahan Sasha membuka matanya dan kini dia berhasil meskipun agak menyilaukan matanya.

"Sayang, kamu bangun?" Azzam segera memencet tombol darurat disisi Sasha dan tidak lama kemudian dokter dan perawat masuk ke ruangan Sasha untuk memeriksanya.

"Coba ikuti gerakan tangan saya Sasha," kata dokter.

Sasha pun mengikuti gerak tangan dokter tersebut.

"Apa kamu merasa pusing?"

Karena belum sanggup mengeluarkan suaranya Sasha hanya menjawab dengan anggukan.

"Kamu haus?" Tanya dokter lagi.

Sasha pun kembali menganggukkan kepalanya.

Tanpa menunggu lama, Azzam mengambil air mineral beserta sedotannya di atas nakas, dengan perlahan Sasha menyedot air minum tersebut.

"Bagaimana perasaan kamu sekarang?
setelah koma dua minggu apa ada yang kamu keluhkan selain masih merasa pusing?" Tanya dokter lagi.

"Apa? Aku koma dua minggu?" batin Sasha.

Dengan berusaha keras Sasha mengeluarkan suaranya yang masih serak.

"Aku menyayangkan mengapa terlalu cepat bangun, Dok." lirihnya membuat sang dokter semakin yakin jika pasiennya memendam sesuatu.

Bagai di tusuk sembilu, hati Azzam begitu sakit mendengarnya.

"Sesakit apakah yang kamu rasakan, Uin? dan siapa yang membuatmu seperti ini," batinnya.

"Apa yang sebenarnya terjadi, ceritakanlah kepada orang yang kamu percayai agar perasaanmu sedikit lega, jangan memendamnya sendirian karna bisa fatal buat diri kamu sendiri." nasehat dokter.

"Kedua orang tuamu sangat sedih melihat kamu seperti ini, kasihan loh mereka," terang dokter yang menanganinya.

"Oh ... iya, pak Azzam. Silahkan mengabari keluarga anda, tapi untuk malam ini Sasha belum bisa dibesuk dulu, mungkin adek sasha masih butuh waktu, kalau begitu saya pamit dulu, besok saya akan kembali memeriksa Sasha lagi."

"Baik, Dok. Terima kasih," ucap Azzam.

Azzam pun kini menghubungi ayah-bundanya dan juga mama-papanya mengabarkan bahwa Sasha sudah sadar dan untuk malam ini dia belum boleh dibesuk.

TBC... ...

Continue Reading

You'll Also Like

51K 5.9K 27
End Part Lengkap Cerita ini hanya fiktif belaka mohon maaf apabila terdapat persamaan nama tokoh tempat dan lainnya. #1 Algis (Juni _juli 2021) #2 Al...
5.3M 286K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
105K 5.9K 58
VOTE DULU SETELAH BACA! FOLLOW JUGA! "Bangkai itu tidak bisa ditutupi, Mas!" Stefa Azika Isabella, pemilik Toko 29 sedang menyelidiki secara diam-dia...
825K 44.2K 31
Naraya Puji Astika harus menikah dengan kakak dari kekasihnya sendiri, Erga Prastisyo, yang terkenal bersikap dingin. Semua itu karena kecelakaan yan...