SALAH JURUSAN || Xiaojun

By JustCallMeFlow

4.5K 867 1.1K

Menjadi guru SD sama sekali bukan keinginan Lianna. Lianna hanyalah seseorang yang terjebak dalam permainanny... More

1. PEMBUNUH KARAKTER
2. JURNAL OH JURNAL!
3. POTO
4. KEJUJURAN
5. DON'T JUDGE
6. OBSER PERTAMA, GAGAL!
7. KEGAGALAN
8. MENGELUH?
9. KIANNA
10. MENCOBA LAGI
11. IMPIAN ATAU GENGSI?
12. KEKESALAN
13. PANITIA PENSI
15. RAPAT
16. TAMU TAK DIUNDANG
17. STREET FOODS
18. KHAWATIR BERLEBIH
19. JEALOUS?
20. PROPERTI
21. SISI LAIN MANUSIA
22. SIDE STORY OF GILANG
23. RASA YANG SAMA?
24. SUSU COKLAT & MASA LALU
25. SALAH METODE

14. MERENDAHKAN

135 29 20
By JustCallMeFlow

"Sepintar apapun orang itu, seharusnya dia gak boleh merendahkan orang lain dengan kata-katanya."

- S A L A H J U R U S A N – 

Rasanya, melihat orang paling pintar di kelas mengangkat tangan untuk mengajukan pertanyaan ketika persentasi sangatlah menyebalkan. 

Ada dua kemungkinan; hanya mengetes sampai dimana pengetahuan orang yang membawakan persentasi atau ingin mencari muka ke dosen. Belum lagi pertanyaannya berbelit-belit sehingga tidak mudah dimengerti oleh sebagian orang, apakah itu memang ciri khas orang pintar?

Lianna menarik napas dan dihembuskan secara kasar berkali-kali, orang terpintar yang selalu mendapatkan IPK nyaris sempurna benar-benar mencecarnya dengan pertanyaan di luar nalar. Saat ini, Lianna beserta tiga orang di kelompoknya kelimpungan mencari jawaban dari Ghania—mahasiswi terpintar di kelas.

"Ini pertanyaannya gak ada akhlak banget, asal nyetus aja. Gak tau apa, gue semalem ngapalin ginian sampe mual," gurutunya pelan dan terdengar oleh Riko yang kebetulan duduk di samping kirinya.

"Orang pinter emang gitu, Na, gue yakin sebenernya dia tuh tau jawabannya tapi pura-pura kayak orang paling bego sedunia. Dia nanya buat ngetes kita doang," balas Riko sambil membolak-balik halaman buku.

"Emang iya, Rik? Gue baru tau kalo orang pinter bakal selicik ini." Lianna berdecak pelan.

"Coba lo bayangin ... gimana dia bisa ngasih pertanyaan yang rumit ke kita?"

Lianna mengangkat dua bahunya, "Mungkin gak sih tiba-tiba kepikiran?"

"Mana mungkin tiba-tiba, Lianna, kalau dia nanya di luar konteks dan serumit ini, setidaknya dia punya gambaran buat jawabannya. Lihat aja, pasti kalau kita udah jawab dia bakal nanya lagi," cetus Putri yang berada di samping kanan Lianna.

"Coba lihat aja, itu sih Huna mau ngejawab pertanyaan Ghania. Pasti di sanggah lagi," ucap Riko penuh keyakinan.

Benar saja. Setelah Huna menjawab pertanyaan rumit itu, Ghania masih belum puas dengan jawabannya dan bertanya lagi. Mulai detik ini juga Lianna muak melihat orang pintar.

Kelompok Lianna kembali berdiskusi mengenai jawaban dari pertanyaan Ghania terkait materi Supervisi Pendidikan. Sampai akhirnya Lianna memukul pelan mejanya memberi isyarat pada ketiga teman kelompoknya untuk menghentikan diskusi.

"Gue aja yang jawab," lugas Lianna, "enak aja dikasih hati minta jantung. Santai, ini giliran gue." Dia berdiri dari duduknya.

"Maksud dari pertanyaan Ghania adalah 'apa objek dari supervisi pendidikan?' tetapi dibuat dengan kalimat yang berbelit-belit, sehingga saya dan teman-teman lain tidak langsung mengerti. Sekarang saya ingin membalikan pertanyaan ini kepada Ghania. Menurut kamu, apa objek dari supervisi pendidikan?"

Tentu saja, bagi Ghania pertanyaan itu bukanlah sesuatu yang rumit. "Objek pengkajian supervisi adalah perbaikan situasi belajar mengajar dalam arti yang luas. Sedangkan menurut Olivia dalam bukunya supervition for today's schools menggunakan istilah domain. Ia mengemukakan supervisi pendidikan memiliki 3 domain, yaitu; memperbaiki, adanya pengembangan kurikulum, dan pengembangan staf."

Penjelasan dari Ghania membuat Lianna tersenyum penuh arti. "Huna, bukannya tadi kamu menjawab seperti itu?" tanya Lianna kepada Huna.

"Jawabannya hampir sama, Na, mungkin aku ngejawab kurang tepat jadi masih belum dipahami Ghania ," balas Huna polos.

"Baik ... yang saya tau, diskusi di kelas ini tidak hanya bertanya, tetapi bisa juga menambahkan jawaban apabila kurang tepat. Bukan begitu, Ibu Tari?" Lianna bertanya kepada dosen Pengelolaan Pendidikan sekaligus meminta persetujuan.

"Betul itu, Lianna," respons Ibu Tari.

"Dan satu lagi, Ibu Tari. Dalam diskusi, ketika ingin bertanya mengenai sesuatu, karena memang ada materi yang masih belum dimengerti, benar tidak bu?"

"Sekali lagi kamu benar, Lianna. Ada apa memang? Apa hubungannya dengan pertanyaan Ghania?" Ibu Tari bertanya penasaran mengenai ucapan Lianna yang keluar dari konteks pembelajaran.

Lianna dapat melihat wajah Ghania yang berubah menjadi merah menahan malu dan amarahnya, namun tidak masalah, sekali-kali orang seperti itu harus diberi pelajaran moral agar tidak merendahkan orang lain. 

Mungkin Ghania tidak merendahkan Lianna dan kelompoknya secara langsung melalui verbal, tetapi bisa dilihat dari cara Ghania memberi pertanyaan yang menjebak padahal dia sendiri sudah tahu jawabannya.

"Jadi kesimpulannya saya mengenai pertanyaan Ghania yaitu, jangan memandang remeh orang lain. Memojokan kami dengan pertanyaan yang berbelit-belit, seakan memperlihatkan ke dosen dan teman-teman lain bahwa kelompok kami tidak menguasai materi. Ketika sudah dijawab dan jawaban itu kurang tepat, seharusnya kamu membantu menambahkan supaya menjadi jawaban yang benar, bukan memutar balikan kebenaran untuk menyalahkan kelompok kami. Sekian dan terimakasih."

Seisi kelas yang awalnya hening, kini menjadi riuh suara tepuk tangan. Sebenarnya bukan kelompok Lianna saja yang menjadi korban, tetapi banyak kelompok dalam mata kuliah lainnya, mereka dibuat skak oleh Ghania. Bahkan ada beberapa dosen memberikan nilai C untuk para anggota kelompok tersebut karena dianggap tidak menguasai materi.

"Sumpah aku gak nyangka kamu bakal jawab kayak gitu, Na," ujar Putri tak percaya.

"Gue paling males banget ngelihat orang lain direndahkan. Dan dia tau jawaban yang benar, tapi masih aja mendesak kita dengan pertanyaan yang gak masuk di akal, mana ribet banget lagi kalimatnya." Lianna melepas kabel proyektor dari laptopnya, kemudian kembali ke tempat duduk semula ketika Ibu Tari sudah mempersilakannya.

Mendengar ada bisik-bisik mengenai ucapannya tadi, Lianna berusaha untuk tidak peduli. Toh, tujuan dia bukan sengaja mempermalukan, tetapi memang orang seperti itu perlu merasakan terpojok.

Perkuliahan itu dilanjutkan oleh Ibu Tari yang mengambil kesimpulan dari materi kelompok Lianna mengenai supervisi pendidikan. Tak lama dari itu jam perkuliahan sudah habis dan Ibu Tari menutup perkuliahan itu kemudian keluar dari kelas.

"Gue tadi vidioin lo tau, Na," kata Zara sambil membereskan alat tulisnya.

Lianna memutar bola mata jengah, "Lo juga, bukan bantuin gue ngejawab kek atau gimana, ini malah main Hp."

"Gue tadi lagi lihat grup himpunan buat persiapan rapat panitia pensi, hari ini jam 4 sore. Dateng gak lo?" tanya Zara dibalas lirikan tajam dari Lianna. "Oh iya gue lupa, lo kan males ikut rapat ya, Na, hehe."

Lianna tampak memikirkan sesuatu sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Zara. "Gue ikut."

"Beneran?" Zara bertanya antusias.

"Hm," respons Lianna.

"Gitu dong ... lo mau tau gak siapa satu orang lagi yang jadi perwakilan kelas kita?"

"Siapa?"

"Si santen kolek—Kara." Zara mendengus sebal, "Tadinya gue males banget tuh, tapi gara-gara gak ada yang mau lagi jadi terpaksa harus dia."

"Ya udahlah. Gak ngaruh juga buat hidup kita," ujar Lianna.

"Pokoknya kalau dia buat emosi, gue gak segan-segan ngeluarin dia dari panitia."

"Emang bisa? Katanya gak punya kuasa."

Zara tersenyum lebar hingga menampakan sederet giginya. "Gue baru diangkat jadi ketua penanggung jawab."

"Ya udah, kalau gitu keluarin gue," ucap Lianna enteng.

Jari telunjuk Zara digerakan ke kanan dan ke kiri, "No. Kemaren gue udah cariin beberapa buku buat sumber refrensi lo, enak aja mau melarikan diri. Anggap aja ini sebagai uang muka."

Setumpuk buku tidak terlalu tebal dikeluarkan dari tas Zara dan diberikan kepada Lianna. Perkataan Mahesa kemarin langsung terngiang di otaknya, membuat terdiam memikirkan sesuatu.

"Makasih, Ra," kata Lianna lesu.

"Santuy, nanti kalau jurnal lo udah selesai langsung email aja ke gue. Biar gue buatin kesimpulan sama dapusnya, jangan males lo ngerjainnya."

"Gak perlu, gue gak mau mengandalkan lo terus-terusan."

"Maksud lo, Na? Lo mau keluar dari daftar kepanitiaan? Ih gak apa-apa kok gue ngerjain sesuai kesepakatan kita."

"Bukan gitu maksudnya, gue hanya takut selalu mengandalkan lo sampai gue lupa cara mengandalkan diri gue sendiri. Sebelumnya makasih banyak lo mau bantu gue selama ini, mulai sekarang gue mau mencoba sendiri."

Zara merasakan keanehan dalam diri sahabatnya itu. "Lo yakin, Na? Lo gak sakit parah kan? Tumben banget kata-kata lo begitu."

Lianna mendesah pelan, tidak heran mengapa Zara tidak mempercayainya, karena ucapan seperti tadi sama sekali bukan gayanya. "Enggak kok, hanya aja kemaren gue abis dapet tamparan."

Zara menggebrak meja membuat beberapa orang yang masih berada di dalam kelas memusatkan perhatian kepadanya. "Siapa yang berani-berani nampar lo? Mau gue silat? Gini-gini gue udah sabuk hijau."

"Kak Mahesa," balas Lianna.

"Hah?" pekik Zara, "bercanda lo ya? Mana mungkin lelaki alim dan pendiam kayak Kang Hesa berbuat kasar sama perempuan."

"Kata-kata yang keluar dari mulut dia itu buat gue tertampar, Ra. Seketika gue langsung mati kutu gitu loh. Semua yang dibilang Kak Hesa itu benar, bikin gue gak bisa berkata apa-apa lagi." Liana menceritakan situasi kemarin kepada Zara, bukannya merasa iba, gadis itu malah menertawakannya. "Sialan, kok lo ketawa sih."

"Lo abisnya gak masuk akal banget bilang dia suka sama gue. Udah jelas-jelas dia suka sama lo, Na," Zara menanggapi cerita Lianna.

"Gue males banget nih cerita sama lo, salah tanggap mulu," keluhnya.

"I think he likes you, buktinya dia merhatiin lo sedetail itu, bahkan dari cara belajar lo juga diperhatiin. Dia mungkin gak seperti kebanyakan lelaki lain yang mengungkapkan pakai kata-kata manis, dia hanya bisa bertindak sesuai dengan keinginannya yang sudah dipikirkan secara matang."

"No way, dia cuman kasihan sama gue," elak Lianna.

Zara mengangkat kedua bahunya. "We'll see."

- S A L A H J U R U S A N – 

Continue Reading

You'll Also Like

76.8K 7.8K 34
FIKSI
203K 17K 61
Awalnya Algi kira semua orang berlebihan, tapi pas udah hadapan langsung sama orangnya kena juga jebakan Betmen nyaa huhhh!! ⚠️ -Fiksi yaaa -BXB ...
70.8K 7.8K 83
Sang rival yang selama ini ia kejar, untuk ia bawa pulang ke desa, kini benar-benar kembali.. Tapi dengan keadaan yang menyedihkan. Terkena kegagalan...
200K 4.7K 19
Warn: boypussy frontal words 18+ "Mau kuajari caranya masturbasi?"