7 DAYS of DATING [NCT DREAM]

Galing kay fantastrik

38.4K 5.8K 1.4K

Kamu percaya dengan adanya Jin? Jin yang bisa mengabulkan 3 permintaanmu? Terdengar tidak mungkin. Namun baga... Higit pa

Casts
1. Tell Me Your Wish
2. Day 1
3. Day 2
4. Day 3
5. Day 4
6. Day 5
7. Day 6
8. Day 7
9. Mark
11. Truth
12. Last Wish
13. Puzzle Piece
Apa nih
GOING SEVENTEEN
🎁 GIVEAWAY NOVEL 🎁

10. Finding Genie

2.1K 384 57
Galing kay fantastrik

Third POV

Sesuai janji mereka kemarin, pukul 3 siang Juni dan Jaemin akan bertemu di gedung fakultas Juni. Sambil menunggu kedatangan Jaemin, Juni pun menghubungi Mark. Sedari pagi ia belum sempat menghubungi teman gaibnya tersebut.

"Gimana Jun?" Tanya Mark begitu ia menerima panggilan Juni.

"Sorry, belum ketemu. Masih aman kan lo di sana?"

Terdengar helaan nafas Mark. Juni bisa membayangkan betapa resahnya makhluk itu saat ini. Nasib Mark benar-benar ada di tangannya. Jika Juni tidak menemukan tempat tinggal pria itu, maka selamanya Mark akan terjebak di dalam sana.

"Ya gini-gini aja gue. Kemarin gue sempet hubungin temen gue buat minta bantuan, tapi doi juga lagi ada misi."

"Lo punya temen?"

Kali ini terdengar dengusan. "Punya lah!"

"Jin juga?" Tanya Juni kepo.

"Menurut lau?"

"Ya biasa aja dong nyautnya!" Balas Juni tak kalah sewot. Ada senyum yang terulas di bibirnya. Ah, dia merindukan teman gaibnya tersebut.

"Btw, lo gak bisa apa liatin gitu sekitaran lo ada apa? Biar gampang gue nyarinya. Gak ada clue banget ini gue," tutur gadis itu penuh harap.

Mark berdecak. "Kan gue udah bilang gue kekurung di dalem! Mana bisa ngeliat di luar ada apaan!"

"Halaaah, jin apaan sih lo? Punya kekuatan sihir gak guna banget! Kenapa juga mau keluar doang harus dikeluarin sama manusia?!" Gerutu Juni. Dia pikir jin itu semuanya seperti di film-film, yang bisa muncul dan pergi sesuka hati.

Tapi lain halnya dalam kasus Mark. Juni tidak paham cara kerja dunia Jin yang dijalani oleh temannya tersebut. Aturan-aturannya terlalu rumit menurut Juni.

"Ya gitu lah SOP-nya kalo lagi on mission. Kami para genie akan sangat bergantung ke manusia yang ditugaskan kepada kami. Kalian yang menentukan nasib kami selama berada di dunia kalian. Lama tidaknya kami menetap, tergantung kalian juga," jelas Mark.

Sambil mendengar penjelasan Mark, mata Juni menangkap sosok Jaemin yang sudah belok dengan motornya dan kini menuju ke arahnya.

"Eh, Jaemin udah dateng! Ntar malem gue telpon lagi ya!"

"Hah? Jaemin?! Kok bisa sama dia?!" Kaget Mark.

"Panjang ceritanya! Nanti deh gue ceritain!"

"Oke, oke!"

Juni pun mematikan teleponnya. Dia menggigit bibir bawahnya, tiba-tiba merasa nervous. Apa yang harus ia lakukan terlebih dulu? Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah semalam Jaemin meninggalkannya dengan kalimat yang membuatnya bingung.

"Udah lama nunggunya?" Tanya pria itu begitu tiba di hadapan Juni.

"Enggak kok. Ini baru keluar kelas," jawab Juni.

Jaemin terlihat biasa saja. Tidak nampak kecanggungan di dalam tindakan pria itu. Dia hanya mengangguk lalu menyerahkan sebuah helm pada Juni.

Gadis itu mengenakan helmnya. Begitu siap, ia pun naik dan menduduki jok motor Jaemin. Ini telah terhitung sebagai kali keduanya menaiki motor pria yang telah menjajah otaknya selama empat hari terakhir ini.

Kali kedua di dunia nyata tentunya.

***

Mereka berdua tiba di alamat yang diberikan oleh Yangyang kemarin. Kantornya berlokasi di dekat pelabuhan Benoa. Ada beberapa mobil pengangkut sampah yang terparkir di sana. Keduanya dapat mencium bau sampah yang menyengat dari sana.

"Ada yang bisa dibantu?" Tanya seorang pria paruh baya yang saat itu bertugas di kantor.

Juni melirik Jaemin. Ternyata lelaki itu juga meliriknya. Jadilah mereka saling pandang. Entah ini ikatan batin -ini sih kehaluan Juni saja- atau apa, namun rasanya seperti mereka telah membuat kesepakatan tak terucap.

Jaemin memalingkan wajahnya lebih dulu untuk menghadap ke si bapak-bapak yang bernama Wayan Gunadi, dilihat dari nametagnya. "Begini pak, kami mau nanya-nanya dikit."

"Tentang apa ya?"

"Anu pak, sampah-sampah yang biasa diangkut sama mobil-mobil dari sini dibuangnya ke mana ya?"

"Ada perlu apa nanyain masalah itu?

"Ada barang penting saya yang hilang pak!" Ungkap Juni tiba-tiba buka suara.

"Bener pak. Kayaknya temen saya ini gak sengaja jatuhin barangnya ke tempat sampah. Terus karena dia gak ngeh dia jadi ngebuang sampahnya. Besoknya saat mau dicari sampahnya di depan, ternyata mobil pengangkut sampah udah duluan ngangkut," tambah Jaemin menjelaskan.

Teman.

Gadis itu tersenyum masam mendengar kata "teman" dari mulut Jaemin. Padahal tidak ada yang salah. Nyatanya mereka memang hanya teman. Teman satu kosan dan kampus, lebih tepatnya.

"Oohh, gituuuu." Pak Wayan mengangguk paham. "Kalo sampah sih selalu di bawa ke TPA yang di Suwung itu. Tapi gak yakin adek ini bisa nemuin barangnya atau enggak...."

Otak Juni langsung ngeblank. TPA Suwung. Gila sih, itu tempat pembuangan luas banget. Mau berapa tahun dia harus mengobrak-abrik sampah di sana untuk menemukan Mark?

Jaemin menoleh dan mendapati ekspresi syok Juni. Lelaki itu menggaruk belakang telinganya yang tak gatal. Ia jadi merasa bersalah. Sekalipun ia tidak melakukannya di dunia nyata, tetap saja ternyata apa yang ia lakukan berdampak di dunia nyata.

"Gimana nih, Ju?" Tanyanya pelan.

Juni memejamkan matanya sejenak sebelum akhirnya bergumam, "Gue tetep harus nemuin barang itu."

Jaemin menghela nafas. Ia mengangguk. "Ya udah, kalo gitu mending kita mulai dari sekarang."

Pak Wayan yang masih berada di sana memberi mereka tatapan sangsi. Apapun itu yang ingin mereka cari, mereka membutuhkan keberuntungan untuk menemukannya. "Kalo emang mau nyari di sana, jangan lupa pake sarung tangan sama masker. Itu sampah nyampur semua, gak baik ngehirup baunya lama-lama," pesan Pak Wayan.

"Baik, pak. Makasi," ujar Juni

Mereka pun pamit pada Pak Wayan.

Lokasi tempat kerja Pak Wayan dan TPA Suwung tidak jauh. Mereka bahkan tiba lokasi kurang dari sepuluh menit. Begitu sampai, pemandangan alam termengerikan menyambut pandangan mereka.

Yang menumpuk itu adalah sebuah bukit. Bukit sampah. Dari bawah sampai ke atas sampah semua. Juni langsung menutup mulut, menahan mual yang ia rasakan karena mencium bau busuk dari sampah-sampah tersebut.

"Pake dulu masker sama sarung tangannya." Jaemin menyerahkan sebuah masker dan sepasang sarung tangan yang sempat mereka beli sebelum tiba di sini.

"Makasi, Na." Juju meraih kedua benda tersebut dari tangan Jaemin.

Tanpa ia sadari, pria yang masih terduduk di jok motornya itu tersenyum. Nampaknya Juni tidak sadar apa yang baru saja ia katakan. Jaemin sendiri merasa tidak keberatan atas keceplosan Juni ini dan tidak berniat mengoreksinya.

***

Entah ini bungkus kinderjoy yang ke berapa. Tiap kali mereka menemukan bungkus kinderjoy, Juni langsung memasang ekspresi penuh harap. Ia dengan semangat menggosok benda-benda itu.

Namun, sosok Mark tak kunjung muncul.

Juni harus menelan kecewa ketika hari sudah semakin gelap. Sangat tidak memungkinkan bagi mereka untuk melanjutkan pencarian. Lagipula, Juni juga tidak enak pada Jaemin. Lelaki itu pasti lelah sekali.

"Mau mampir beli makan dulu nggak?" Tawar Jaemin.

"Eerr, kita bau banget loh, Jaem. Nanti malah bikin orang lain gak nyaman dan jadi gak selera makan," ujar Juni.

Jaemin bergumam. Benar juga yang diucapkan Juni. Dia sendiri merasa mual mencium aroma tubuhnya saat ini. Dia bahkan sudah berencana untuk merendam pakaian yang ia gunakan sekarang dengan sebungkus detergen berukuran kecil agar bau busuknya hilang.

"Oke deh, nanti mesen online aja," putus Jaemin kemudian.

Sekitar pukul 7 mereka tiba di kosan. Juni mengembalikan helm lalu melangkah gontai menuju kamar kosnya. Ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi Mark sekarang. Mark pasti sangat kecewa padanya.

Seusai membersihkan diri, Juni langsung mencari ponselnya. Dihubunginya kontak Mark. Ia tak perlu menunggu lama, Mark langsung mengangkat panggilannya di dering pertama. Gadis itu menduga jika teman jinnya tersebut pasti sangat gabut saat ini.

"Hei," sapa Juni lembut. Tidak biasanya ia seperti itu.

Biasanya mereka akan langsung terlibat obrolan yang memerlukan nada maupun volume tinggi saat bicara.

"It's okay, Jun. Ini masih hari kedua," kata Mark. Pria itu sepertinya bisa menebak apa yang terjadi dari suara Juni. Ia langsung menghibur gadis itu begitu mendengar suara lemas Juni.

Juni menghembuskan nafas berat. "Gimana kalo gue gak bisa nemuin lo Mark?"

"Heh! Jangan ngomong gitu!" Hardik Mark. "Pokoknya lo pasti bisa nemuin gue!"

Juni menggigit bibir bawahnya. Ia benar-benar merasa bersalah pada Mark. Dia terus bertanya-tanya di dalam hatinya. Membayangkan betapa kesepiannya Mark berada di tempat itu sendirian. Apalagi jika jin milenial itu harus terkurung selamanya. Terdengar sangat menyedihkan harus tekurung seorang diri dalam sebuah objek mati.

"Jangan terlalu dipikirin, Jun. Gue percaya kok lo bisa nemuin gue lagi," tambah Mark, berusaha menenangkan temannya yang sedang emo tersebut.

"Eh, btw lo utang cerita sama gue! Katanya mau cerita malem ini," tuntut Mark, mengganti topik pembicaraan.

"Oh iya." Juni baru ingat akan janjinya tadi. Ia pun mencari posisi yang nyaman di ranjangnya untuk mulai bercerita.

"Gini loh," mulainya. "Lo inget kan kemaren gue bilang kalo gue kebangun di kamar Jaemin setelah fantasi gue kelar?"

Di seberang telepon Mark mengangguk meskipun Juni tidak bisa melihatnya.

"Nah, dia ngecek cctv terus gak nemuin kalo gue masuk ke kamarnya dia. Pas  mau malem kemarin, gue lagi nunggu di halte. Eh doi, nyamperin. Sumpah Mark gue kaget dan deg-degan banget. Rasanya kayak dia inget sama janjinya dia malem itu."

"Janji apaan?" Tanya Mark tak tahu.

"Di malam terakhir fantasi gue, gue sempet ngomong ke dia kayak gini: kalo besok ato kapan pun lo liat gue di jalan, mau itu rame atau sepi, lo harus ajak gue pulang bareng. Dan dia janji bakal ngelakuin itu. Lo tau gak? Selama ini tiap dia lewat depan halte, meskipun dia liat gue di sana, dia gak pernah nawarin gue tumpangan. Kemaren itu bener-bener yang pertama kali! Anehnya, dia udah sempet lewatin gue, tapi doi malah puter balik buat ngajak gue pulang bareng. Terlalu janggal kan buat disebut kebetulan?"

Mark tak menjawab. Juni tak dapat mendengar suara apapun. Saat ia melihat ponselnya, telepon mereka masih terhubung.

"Mark?" Panggilnya.

"HAH? Eh, iya! Apa?" Sahut Mark.

Kening Juni berkerut, heran. "Lo gak dengerin gue?"

"Denger kok!" Bantah Mark. "Ini gue lagi mikir aja, kok bisa kayak gitu. Aneh banget soalnya," jelas pria itu.

Juni pun menggumam paham. Ia lanjut menceritakan kejadian semalam hingga keinginan Jaemin yang ingin membantunya untuk menemukan Mark. Mark tidak banyak bicara. Ia lebih banyak mendengarkan dan meresapi cerita Juni. Dirinya juga sedang memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada mereka saat ini. Terlebih lagi yang terjadi di antara Juni dan Jaemin. Baginya hal tersebut cukup aneh. Tidak biasanya hal seperti ini terjadi pada objek dalam fantasi.

"Kayaknya doi ngerasa bersalah deh, soalnya kan dia tau di fantasi itu dia yang ngebuang rumah lo," ujar Juni membuat asumsi.

"Mungkin juga. Tapi bukannya itu bagus? Lo jadi ada kesempatan buat deket sama doi," balas Mark.

Entah mengapa pernyataan Mark itu membuat pipinya bersemu. Juni juga tahu kalau dari kemarin ia sempat menghabiskan waktu dengan tetangganya tersebut walaupun hanya beberapa jam. Tuhan seolah mendengar doanya dan kini memberinya jalan untuk dekat dengan Jaemin.

"Iya sih.... Tapi gue gak bisa ngerasa seneng gitu. Soalnya di saat gue dapet kesempatan buat berada di dekat dia, lo nya malah ilang," tutur Juni sedih.

"It's okay to feel happy. I won't hate you for that, Jun," ujar Mark lembut.

Seulas senyum tersungging di wajah Juni. Ia suka mendengar Mark bicara selembut itu padanya.

Mereka pun menghabiskan waktu dengan mengobrol semalaman. Setidaknya dengan begitu Mark tak akan merasa kesepian di mana pun ia berada saat ini. Juni juga lega Mark masih bisa menjadi dirinya seperti biasa. Galak, nyablak, dan suka memancing emosinya.

It feels almost normal. Almost.

***

Sudah hampir dua minggu Juni dan Jaemin rutin pergi ke TPA Suwung. Rasanya lebih dari seribu sampah kinderjoy yang sudah mereka temukan. Namun, nihil. Tak satupun dari sampah itu adalah rumah Mark. Juni sudah diambang frustasinya saat ini.

Semakin lama ia tak bisa menemukan Mark, semakin besar juga rasa bersalahnya pada jin tersebut. Meskipun mereka rutin teleponan tiap malam, Juni tahu jika Mark sebenarnya khawatir. Kadang ia mendapati pria itu terdiam melamun saat mereka sangat ngobrol.

Selain Mark, ia juga tak enak pada Jaemin. Tiap hari pria itu mengikutinya ke tempat bau dan penuh kuman tersebut. Untungnya Jaemin tak pernah mengeluh. Pria itu terlihat begitu tulus dalam membantu Juni.

Kepala gadis itu tertunduk lemas begitu sampah terakhir yang mereka temukan hari ini tetap bukan rumah Mark. Setiap hari gadis itu membayangkan jika Mark akan terkurung di tempat itu selamanya.

"Ju? Lo gak pa-pa?" Tanya Jaemin khawatir. Tetangga kosnya itu terlihat begitu terpuruk. Jaemin sendiri tidak kuat melihat Juni seperti itu. Rasanya hatinya ikut merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Juni.

"Jaem.... Kalo gak bisa nemuin dia gimana? Ini udah mau 2 minggu," lirih Juni.

Jaemin memegang kedua bahu Juni, membuat gadis itu sontak mengangkat kepala karena terkesiap. "Jangan nyerah dulu. Gue yakin kita bisa temuin benda itu. Tinggal beberapa bagian TPA ini aja yang harus kita cek," hibur Jaemin menguatkannya.

"Tetep aja gue sedih kalo keinget kemungkinan yang bisa terjadi. Semisal kita gak bisa nemuin benda itu, temen gue bakal kejebak di sana selamanya, Jaem."

Tiba-tiba air mata Juni meleleh dan mengaliri pipinya. Dirinya begitu sedih memikirkan nasib teman gaibnya itu. Meskipun Mark seringkali menyebalkan, tapi selama seminggu menghabiskan waktu dengannya, Juni seperti menemukan sosok teman baru. Juni tidak akan pernah tega mengetahui jika ada temannya yang menderita atau mengalami kesulitan.

"Dia sendirian, Jaem. Dia gak punya siapa-siapa di dalem sana. Cuma gue harapan dia satu-satunya untuk bisa balik ke dunianya sendiri."

Jaemin menghela nafas. Kepalanya tergerak, mengangguk paham. Mendengar ucapan Juni membuatnya makin merasa bersalah.

Tanpa peringatan, kedua tangannya yang masih bertengger di bahu Juni pun menarik tubuh gadis itu ke arahnya. Ia memeluk gadis itu, tak peduli mereka masih berada di antara tumpukan-tumpukan sampah yang bau. Yang ia pikirkan hanyalah cara untuk membuat gadis itu tenang.

"Jaem?" Kaget Juni.

"Gue janji bakal bantu lo sampe benda itu ketemu. Gue gak bakal biarin lo sendirian ngadepin ini."

Hati Juni menghangat mendengar deklarasi Jaemin. Pria itu bukan bicara untuk sekadar menenangkannya saja. Juni bisa merasakan kesungguhan Jaemin dari suaranya saja. Ia yakin, kali ini pun Jaemin akan menepati janjinya lagi.

***

Di tempat yang tidak diketahui, Mark masih setia menunggu Juni. Pria itu sehari-hari hanya bermain dengan gadget ajaibnya. Terkadang ia sedikit bersyukur dirinya itu adalah makhluk astral yang dibekali oleh kekuatan sihir. Ya, meskipun kekuatan sihirnya dibatasi oleh yang Mahakuasa.

Setidaknya ia masih bisa mengakses internet 24 jam dengan koneksi cepat melalui ponsel sihir yang ia miliki. Rumahindi can't relate.

Entah sudah berapa banyak series dan film yang dia tonton selama terkurung di dalam sini. Ia bahkan mencoba menonton drama-drama Korea yang kerap kali dielu-elukan oleh beberapa rekan sesama jinnya. Ya, beberapa memang seru, namun yang lainnya membosankan. Atau mungkin memang dirinya yang sudah bosan melakukan hal yang sama selama berhari-hari? Entahlah.


Ting!

Sebuah pesan muncul di layar ponselnya.

Lucas

Baru nyampe w


Lucas adalah salah satu temannya di dunia jin. Mark memang mengenal banyak jin di bangsanya, namun hanya beberapa yang ia anggap sebagai teman dekat. Lukas salah satunya. Pria itu tidak membalas pesan Lukas, tetapi ia langsung menyentuh tombol video call.


Tak lama kemudian wajah Lucas muncul, memenuhi layar ponsel Mark. Yang membuat Mark jengkel adalah, temannya tersebut malah berkaca menggunakan kamera ponsel tersebut.


"HEH!" seru Mark emosi karena Lucas malah asik mengagumi paras tampannya.

"Eh? AYOOO MAAAN!! Watsap?" barulah Lucas sadar dan langsung menyapa Mark dengan gaya sok asiknya.

"Belom aja gue colok mata belok lo itu ya! Bikin emosi aja!" gerutu Mark.

"Etdah, kalem brooo." Lucas menunjukkan telapak tangannya, menyuruh Mark untuk tetap tenang.

Jin berparas agak kebule-bulean itu mendengus. "Jadi gimana? Yang gue tanyain waktu itu udah ketemu belom jawabannya?" Tanya Mark.

Beberapa hari yang lalu, Mark sempat menghubungi Lucas dan menceritakan kasus Juni-Jaemin padanya. Sayangnya, Lucas juga tak tahu menahu tentang itu. Mana Lucas juga sedang bertugas di dunia manusia, jadi mereka agak kesulitan mencari informasi. Ingin bertanya pada dewan pengawas maupun petinggi dunia jin, yang ada mereka akan dimarahi karena dianggap terlalu mencampuri urusan manusia.

Dari layar ponselnya, Mark melihat Lucas berjalan. Tidak tahu pria bertubuh jangkung itu akan ke mana. "Mana sempat, dah tau gue lagi nyelesein misi. Sabar dulu dah, ini gue mau nyari Hendery," jawabnya.

"Nah, itu bocahnya!" ujar Lucas sambil menunjukkan sosok Hendery yang sedang duduk di sebuah bangku panjang melalui kamera belakangnya.

"Oit!" sapa Lucas.

"YO BROOO!" sapa Hendery tak kalah heboh. Mereka berdua pun melakukan freaky handshake. Mark hanya mampu menatap dua sahabat bodohnya itu dengan tatapan tak terhibur.

Hendery langsung melihat ke arah layar hp Lucas. "What's to the up, Mark Lee ma bro?? Jahat banget kamu gak hubungin aku lagi, padahal aku kangen sama kamu! Kamu jahat mas! AKU BENCI SAMA KAMU MAS AKU JIJIK! AKU JIJIIIEEEK!"

Lucas tertawa terbahak-bahak melihat Hendery berakting seperti itu. Apalagi ekspresi kesal Mark terlihat sangat mirip karakter Angry Bird. Jika Mark ada di sini, mungkin Hendery sudah mati di tangannya.

"Ini kenapa gue males ngubungin lo bangsat!" umpat Mark, geram. Teman-temannya ini memang sangat suka membuat darahnya naik.

"Gimana? Gimana?" Tanya Hendery, memasang mode serius. Tidak baik membuat Mark makin emosi, bisa-bisa saat pria itu kembali dirinya sudah menjadi abu dan lenyap dari dunia ini.

Mark menghela nafas, wajahnya terlihat menyedihkan. "Kayak yang lo liat... Gue masih kejebak di sini."

"Wanjeeer! Masih belum ditemuin juga? Gila! Udah 2 mingguan ini," kaget Hendery.

"Kalian gak bisa nolongin gue apa? Ke sini kek! Minta ijin gitu sama pengawas portal buat nyelinap bentar ke dunia manusia," pinta Mark putus asa.

"Jangan ngadi-ngadi lu, Mark! Tau sendiri hukumannya apa kalo ke dunia manusia tanpa perintah tugas," ujar Lucas.

"Tauk nih! Maen nyuruh-nyuruh aje, kagak mikir! Lo kata ni dunia punya bapak lo!" imbuh Hendery.

Lucas menoleh. "Der, kita jin. Gak punya bapak."

"Oh iya, ya? Maksud gue-"

"Bisa fokus bentar gak sih?" potong Mark geregetan.

"Sorry, sorry!" ujar Hendery. "Ya intinya kami gak bisa bantu banyak. Lo cuma bisa berharap ke klien lo."

Lucas mengangguk. "In case lo gak bakal balik lagi ke sini, you'll be missed bro! Know that we both love you a lot!"

"Kalo tau lo bakal pergi secepat ini, gak bakal gue abisin semangka yang lo tanem dan rawat kayak anak sendiri, Mark. Lo pasti sedih banget gak bisa makan semangka buat terakhir kalinya."

Pria berparas bak orang Kanada itu menarik nafas lalu menghembuskannya. Ia lakukan hal tersebut berkali-kali. Darahnya sudah benar-benar mendidih karena bicara dengan dua idiot yang ia labeli sebagai teman itu. 

"Der, Cas, lo bedua inget baik-baik, nyampe gue balik, tuh mulut gue jait! Pegang kata-kata gue," ujar Mark dengan nada menyeramkan.

"Aduuuh, sante dong! Lo mah gak bisa diajak becanda banget!" protes Lucas.

"Tauk nih! Kaku amat kayak kanebo kering," tambah Hendery.

"It's not the right time to joke, bastards!" seru Mark geram.

"Iya, iya. Jadinya gimana dong nih?" tanya Lucas.

"Lo nanya gue, gue nanya siapa?" balas Mark. Padahal dia menghubungi teman-temannya untuk mencari solusi. Tapi ternyata malah zonk begini.

"Apa kita laporin aja ke dewan pengawas?" usul Hendery. Sejujurnya itu bukanlah pilihan yang dipertimbangkan oleh Mark.

Bahu Mark menurun. Pria itu terlihat murung. "Lo tau gue gak bakal mau ambil pilihan itu...."

Hendery dan Lucas memandang sahabat mereka dengan wajah sendu. Situasi yang dialami Mark saat ini memang terbilang berat.

"Lagian gue yakin gak lama lagi mereka bakal tau masalah gue ini. Tapi mereka gak akan bertindak. Mereka bakal nunggu gue nyerah sama misi ini," tutur Mark.

Kedua sahabatnya mengangguk paham. "Terus lo siap sama konsekuensinya?" tanya Hendery.

Lagi-lagi Mark menghembuskan nafas berat. "Lebih baik gue lenyap dari dunia ini daripada tetep hidup tapi harus kehilangan ingatan tentang dia," lirihnya.

Semua jin tahu peraturan yang sudah berlaku sejak dunia mereka ada. Sebenarnya jin yang tidak kembali dari tugas selama satu tahun lamanya, keberadaannya akan dihapuskan dari kehidupan. Jin itu akan dianggap melanggar peraturan sekaligus tidak menyelesaikan tugas dengan baik. Jadi, sesungguhnya bukan seperti kata Mark pada Juni. Ia tidak akan terkurung di sana selamanya. Selamanya untuk Mark hanya sampai setahun ke depan. Namun, bagi Juni selamanya adalah waktu yang cukup panjang. Tiada akhir dalam waktu.

Dalam kasus Mark ini sendiri agak sedikit rumit. Ia dianggap tidak bisa menyelesaikan tugas di misi sebelumnya dengan baik dan terbukti telah melanggar salah satu peraturan dunia jin yaitu menjalin kasih dengan seorang manusia. Dan menjalankan misi Juni ini adalah hukumannya. Kali ini ia dituntut untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. Sebelum dikirim kembali ke dunia manusia pun Mark sudah mendapatkan peringatan keras dari petinggi-petinggi dunia jin. Jika sampai Mark mengacaukan misi ini lagi, resikonya hanya dua. Dilenyapkan atau tetap hidup namun ingatannya dihapus. Ia harus memulai sebagai seorang jin baru lagi.

Melapor pada dewan pengawas akan membuat ia dibawa kembali ke dunia jin sebelum tugasnya di sini selesai. Itu artinya ia akan dinilai gagal lagi. Oleh karena itu, yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah berharap keberuntungan berpihak padanya dan Juni segera menemukannya. Kemungkinan terburuknya adalah lenyap dari dunia ini tahun depan.

Baginya itu lebih baik daripada kehilangan satu-satunya hal yang masih ia miliki tentang orang yang begitu berharga baginya.

"Gue sedih sumpah kalo lo beneran pergi," ujar Lucas. Kali ini serius.

"Masih ada setahun, let's hope that girl can find Mark as soon as possible," kata Hendery berusaha optimis walaupun sejujurnya ia juga merasa sedih.

Kali ini barulah Mark bisa tersenyum tipis. Benar kata Hendery, setidaknya ia punya waktu kurang lebih setahun. Masih ada harapan untuk keluar dari masalah ini.

"Btw, tentang pertanyaan gue yang tadi gimana?" tanya Mark lagi, mengungkit pertanyaannya di awal obrolan antara dirinya dengan Mark.

Hendery memasang wajah bingung, tak mengerti maksud Mark. Lucas pun menjelaskan, pertanyaan apa yang dimaksud oleh sahabat mereka itu. "Yang tentang cewek itu, Der. Kan orang di fantasi dia kayak nyadar gitu," terang Lucas.

Barulah Hendery paham. "Oh, tau-tau! Emang rada aneh sih ya? Kok bisa abis fantasinya kelar, dia gak balik lagi ke tempat asalnya?" herannya begitu ingat pada cerita Mark beberapa hari yang lalu saat mereka bertiga melakukan group video call.

"Makanya itu, mumpung kalian berdua udah pada balik, bantuin gue cari informasi!" pinta Mark. "Kalopun dia gak bisa temuin gue lagi, seenggaknya gue bisa bantu jawab pertanyaan dia tentang kejanggalan ini."

Hendery dan Lucas mengangguk kompak. Jika ini adalah satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan untuk membantu Mark, maka akan mereka lakukan dengan sepenuh hati. Walaupun persahabatan ini tidak harga mati karena mereka masih tidak berani melanggar kebijakan dunia jin dan membahayakan nyawa mereka sendiri untuk menyelinap ke dunia manusia demi menolong Mark.

"Kita bertiga emang belum punya pengalaman tentang kasus semacam ini sebelumnya." Hendery terlihat serius kali ini. "Tapi gue tau siapa yang pernah punya pengalaman kayak gini."

"Siapa?" Tanya Mark dan Lucas bersamaan.

"Bang Jeffrey."

"Serius???" Mark menatap Hendery dengan tatapan yang merupakan campuran kaget dan tak percaya.

Hendery mengkonfirmasi ucapannya dengan anggukan kepala. "Waktu lo lagi disidang, gue sempet 'gak sengaja' denger obrolan doi sama senior Joy dan Bang Winwin."

Penekanan dalam kata 'gak sengaja' berarti pria itu memang sengaja mencuri dengar. Kalau urusan gosip, Hendery memang tidak mau ketinggalan.

"Sekarang lo tenang, biar gue sama Lucas yang gali informasi dari bang Jeff."

Sepertinya saat ini Mark benar-benar tak punya pilihan lain selain mempercayai ucapan sahabatnya tersebut. Toh tidak banyak yang bisa ia lakukan selama terpenjara di cangkangnya sendiri. Dia hanya berharap kedua sahabatnya tersebut segera mendapat jawaban jelas terkait masalah Juni dan Jaemin.     

*tbc*

Part ini tuh sebenernya panjang banget cuma akhirnya gue bagi jadi dua. Akhirnya gue tambahin 1 chapter lagi buat cerita ini. Jadi total bakal ada 13 chapter ya.

Semoga chapter ini bisa memberikan sedikit penerangan tentang dunia jin dan masalah Mark. Gue harap sih semua yang gue tulis di part ini pada nyambung alias bisa lah dibayangin kalo ini beneran kejadian. Kalo ada yg gak masuk akal, mohon maklumin. namanya juga fantasy ya kan.

last but not least, vote dan komen banyak2 biar w makin on fire ngetiknya wkwk. see you dah

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

2.5M 148K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
6.5M 276K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
12.1K 3.6K 30
Gadis dari masa kini terjerumus ke tahun 1980 an dan bertemu dengan tujuh lelaki yang menyimpan rahasianya masing-masing. Tersungkur ke tahun berseja...
28.3K 4.5K 13
[WINTER KIM x JAEMIN NA] siapa sih yang gak kenal winter dan jaemin? duo gosip anggota kebanggaan ceriwis. AESPA THE SERIES [2] 02.01.2021