ALKANA [END]

By hafifahdaulay_

1M 46.3K 3.1K

Alkana Lucian Faresta dan pusat kehidupannya Liona Athena. Alkana mengklaim Liona sebagai miliknya tanpa pers... More

PROLOG
CAST
Trailer
CHAPTER 01
CHAPTER 02
CHAPTER 03
CHAPTER 04
CHAPTER 05
CHAPTER 06
CHAPTER 07
CHAPTER 08
CHAPTER 09
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 41
CHAPTER 42
CHAPTER 43
CHAPTER 44
CHAPTER 45
CHAPTER 46
CHAPTER 47
CHAPTER 48
EPILOG
New Story! (Squel)

CHAPTER 14

24.1K 1K 32
By hafifahdaulay_

HAPPY READING:)

"Jadikan aku rumah mu Athena, rumah di mana kamu bukan hanya sekedar singgah. Tapi menetap."

~Alkana Lucian Faresta~

Pagi telah datang, matahari kembali mengambil alih. Seorang gadis membuka matanya perlahan, ia langsung di suguhkan pemandangan indah di depannya. Wajah tampan seseorang yang kini sedikit demi sedikit mulai mengisi pikirannya. Hingga tanpa gadis itu sadari ia melupakan sejenak perihal mantan kekasihnya.

"Puas ngeliatin aku?" bibir yang tadinya tertutup rapat itu mengeluarkan suara tanpa membuka matanya. Liona kaget ternyata Alkana sadar bahwa dirinya sadang di tatap.

"Aku-aku cuma--"

Alkana membuka matanya, iris hitam legam itu menatap Liona lembut. Matanya yang tajam membuat Liona tertegun.

Alkana menarik pinggang gadis itu agar semakin menempel pada tubuhnya yang shirtless. Liona menelan ludahnya susah payah saat aroma tubuh Alkana memenuhi indra penciumannya. Aroma maskulin itu membuat Liona betah lama-lama menghirup aroma tubuh lelaki itu.

Liona merasa dejavu dengan posisi mereka sekarang.

Alkana memeluk Liona meletakkan wajahnya di cekuk leher gadis itu. Alkana suka wangi tubuh Liona, apalagi wangi rambutnya yang begitu segar khas sampo stroberi kesukaan gadisnya itu.

Semalam Alkana benar-benar menepati ucapannya, setelah ia selesai mandi ia menghampiri Liona di kamar sebelahnya, lalu membawa gadis itu tidur di kamarnya.

Sebenarnya Alkana meminta mereka sekamar, namun Liona jelas menolak. Akhirnya Alkana mengalah dan membiarkan gadis itu memiliki kamarnya sendiri, meski kenyataannya Liona lebih sering tidur di kamar Alkana karena paksaan lelaki itu.

Alkana memeluknya sepanjang mereka tidur hingga sekarang. Hujan sudah reda, matahari bersinar dengan terang. Liona melirik alarm di nakas, mereka memang bangun sebelum alarm itu berbunyi.

"Bangun Alkana, kita harus sekolah." alibinya.

Alkana menggeleng di leher Liona, "Bentar." gumamnya serak. Liona menghela nafas, posisi seperti ini membuat jantungnya berdetak kencang.

"Nanti telat." ucap Liona lagi mencoba menyingkirkan Alkana. Namun usahanya sia-sia, Alkana tetap pada posisinya. Sekian lama keduanya terdiam, Alkana kembali membuka suara.

"Gimana punggung kamu? Masih sakit?" tanya Alkana perhatian dengan suara lembutnya yang nyatanya mampu menggetarkan hati Liona.

Liona menggeleng, "Jauh lebih baik, makasih." Alkana tersenyum mendengarnya, ia mengelus punggung Liona pelan.

"Kalo kamu punya masalah, jangan sungkan buat cerita." ucap Alkana tak jelas di leher Liona. Namun Liona masih dapat mendengarnya. Gadis itu mengangguk samar. Alkana mengangkat wajahnya hingga keduanya kembali saling menatap.

"Jadikan aku rumah mu Athena, rumah di mana kamu bukan hanya sekedar singgah. Tapi menetap."

Liona menatap netra hitam itu dengan dalam. Alkana begitu mencintainya meski Liona mengecewakan lelaki itu berkali-kali.

Alkana memberitahu Liona bagaimana rasanya di cintai dengan luar biasa. Bahkan yang belum pernah mampu Malvin atau siapapun berikan, selain ibunya Nilam.

Tangan Liona bergerak mengelus pipi Alkana dengan lembut membuat lelaki itu memejamkan matanya menikmati perlakuan Liona.

"Sudah mencintaiku, Athena?" Liona membeku, pertanyaan ini lagi-lagi Alkana berikan padanya. Apa yang harus Liona jawab? Jika gadis itu menjawab 'iya' itu artinya dia berbohong, jika Liona menjawab 'tidak' jelas Alkana akan sakit hati seperti waktu itu.

"Alkana ak-aku--" gadis itu gelagapan membuat Alkana menggigit bibir bawahnya lalu menatap kosong ke arah gadis itu.

"Nggak usah di jawab." final Alkana lalu melepaskan pelukannya dari Liona. Alarm berbunyi, membuat Alkana bangkit untuk mematikannya. Liona menatap nanar ke arah Alkana, ia ikut bangkit dari tidurnya.

"Kamu marah?" tanya Liona pelan. Alkana membuang pandangannya ke arah lain.

"Nggak usah di bahas, seharusnya gue nggak ngasih pertanyaan yang gue sendiri udah tau jawabannya." ucapnya dingin lalu berlalu ke kamar mandi.

Jantung Alkana rasanya seperti di remas mendengar penolakan gadis itu untuk yang kesekian kalinya.

Liona merasakan dadanya sesak melihat Alkana yang enggan menatap dirinya. Apa Alkana kembali kecewa padanya? Tentu saja, bahkan kosa kata lelaki itu langsung berubah padanya. Alkana memperlihatkan ketidaksukaannya dengan jelas.

Mungkin Liona adalah gadis paling tidak tau diri di dunia ini karena belum bisa membalas perasaan Alkana. Namun cinta tidak bisa dipaksa bukan? Kita juga tidak bisa mengatur hati kita harus suka kepada siapa.

Liona kembali ke kamarnya untuk mandi dan memakai seragam sekolahnya. Setelah selesai, gadis dengan rambut di gerai itu membuat sandwich untuk sarapan mereka.

Alkana keluar dari kamarnya sambil memakai dasinya sendiri, ia berjalan melewati Liona begitu saja. "Sarapan dulu." cegah Liona.

"Nggak nafsu." suara Alkana terdengar tidak bersahabat, dan lagi-lagi Alkana menjawab tanpa menatapnya.

Kejadian ini sama seperti sebelumnya, setiap Alkana mengajukan pertanyaan itu maka akan berakhir seperti ini. Liona yang tidak ingin memperpanjang masalah akhirnya meminta maaf.

"Aku minta maaf." lirih Liona.

"Untuk?" Alkana menaikkan sebelah alisnya, kali ini ia menatap Liona dengan intens.

"Karena belum bisa balas perasaan kamu." suara Liona terdengar bergetar. Alkana terkekeh pahit lalu menatap gadis itu penuh arti.

"Nggak usah di bahas, kita berangkat." Alkana meraih tasnya yang hanya berisi satu buku tulis saja. Dengan terburu-buru Liona mengambil kotak bekal, dan memasukkan dua sandwich itu ke sana.

Liona meraih tas sekolahnya yang berisi banyak buku pelajaran, dan memasukkan kotak bekalnya ke sana.

******

Deruman motor sport hitam itu membuat perhatian semua orang langsung teralihkan. Terutama para gadis, mereka seolah sudah hapal suara motor para pangeran sekolah itu, terutama Alkana.

Para inti Xanderoz itu tiba di sekolah di waktu yang bersamaan, Liona turun dari motor, Alkana membukakan helm gadis itu lalu memperbaiki tatanan rambutnya.

"Gilaaa Alkana sweet banget!!!! Pengen!!!"

"Impian semua cewek tuh, pengen jadi Liona!!"

"Alkana bisa sweet juga ternyata!! Akhhh!!"

"Kenzo ganteng banget plisss!!!!"

"Bintang minta nomor kamu dong."

Langit memutar bola matanya malas, teriakan pujian itu terdengar bersahut-sahutan, yang membuat dirinya kesal adalah tak ada satupun yang memuji dirinya. Apa fans nya belum hadir ke sekolah?.

"Kenapa lo?"

"Perasaan gue nggak jelek-jelek amat, gue mirip sama Alkana kenapa nggak ada satu pun cewek yang muji gue?!" Bintang terbahak mendengarnya.

"Alkana sama lo beda jauh Ngit." ucap Bintang menepuk pundak sahabatnya itu.

"Gantengan gue gitu?" tanya Langit memastikan membuat Bintang menatapnya datar. Alkana juga menatap Langit datar, namun lelaki itu seolah tak peduli.

"Ngelunjak lo ya!" kesal Bintang.

"Liona, gue ganteng gak?" tanyanya penuh harap. Keempatnya langsung menatap Liona, gadis itu bingung harus menjawab apa.

Liona melirik Alkana sejenak, "Mmm nggak tau." ucap Liona karena Alkana menatapnya tak bersahabat. Bintang kembali tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

Sejenak Liona melirik kearah Kenzo yang menatapnya dingin, ucapan sarkas Kenzo kemarin masih terekam jelas di telinganya. Namun Liona tidak benci pada Kenzo, karena ucapan lelaki itu sepenuhnya benar.

Kenzo menatap Langit mengejek, "Makanya punya muka jeleknya jangan kebangetan!" Kenzo meletakkan helmnya di atas motornya.

Langit menatap Kenzo sinis, "Sok ganteng lo Bangsat!!" makinya kasar tidak terima.

Kenzo menyeringai, "Bukan sok, tapi emang ganteng, buktinya lo suka kan?" mereka semua langsung melotot kaget.

"Kalian?" beo Bintang menutup mulutnya tak percaya.

"Dih PD banget lo! Lama-lama kalian gue cut off jadi temen, cape gue lama-lama!" sinis Langit lalu melangkah menjauhi mereka. Sepertinya kali ini Langit benar-benar tersinggung dengan ucapan mereka.

"Lah marah tuh anak!" heran Bintang menatap Langit yang melangkah menjauhi mereka. Kenzo mengangkat bahunya acuh sebagai tanggapan.

Tiba-tiba dari lantai tiga gadung kelas 10 IPA terdengar suara teriakan seorang gadis.

"KAK LANGIT AKU MENCINTAIMU SIALAN!"

Langkah Langit langsung terhenti, ia menengadah ke atas menatap gadis meneriaki namanya itu. Kaget. Itulah yang Langit rasakan.

"LANGIT PUNYA GUE! NGAJAK PERANG LO HAH?!" balas anak IPS gedung kelas 11.

"KAK LANGIT AKU SUKA SAMA KAKAK!!" teriakan itu terdengar entah dari mana. Disusul teriakan ricuh lainnya memperebutkan hak kepemilikan terhadap Langit. Langit tersenyum menatap ke arah mereka semua.

Langit berbalik menatap ke arah para sahabatnya dengan wajah angkuh, dengan sombong ia berjalan sambil meletakkan tangannya di telinga seolah tidak mendengar ucapan mereka, padahal ia meminta sorakan lebih.

"KAK LANGIT I LOVE YOU!!!"

"KAK LANGIT GANTENG BANGET YA TUHAN!!"

"JADIKAN AKU KEKASIHMU KAK!!"

Dan masih banyak sorakan lainnya. Langit memberikan kiss jarak jauh kepada para fans nya membuat suasana makin ricuh.

"Gila, fans Langit sekali keluar mainnya keroyokan!" kaget Bintang melihat kejadian itu, fansnya saja tidak sampai sebanyak dan seheboh ini. Apalagi tadi mereka sempat mengolok-olok Langit, bisa di olok-olok balik dirinya nanti.

"Penggemar Langit kalangan adkel semua ternyata." tambah Kenzo menatap tak percaya kejadian di depan mereka itu.

"Langit terkenal juga ya, mana fansnya spek dede gemes semua lagi. Kayaknya kita nggak bisa mandang dia tanpa mata lagi." Bintang menunduk sok sedih.

"Sebelah mata Bintang!!" koreksi Kanzo kelewat kesal.

"Loh lo kok jadi kesel gini?" heran Bintang.

"Lo cemburu ya?" tebaknya asal-asalan membuat Kenzo melotot dan memukul kepalanya, Bintang langsung berteriak kesakitan.

"Bentar lagi bel, ayo masuk!" ujar Alkana menggenggam tangan Liona melangkah menuju kelas gadis itu. Meninggalkan Kenzo dan Bintang di parkiran.

"Menurut lo, banyakan fans Langit atau Alkana?" tanya Bintang melihat Langit yang masih sibuk tebar pesona.

"Ya banyakan Alkana lah goblok! Lo nggak liat akun fans base dia di Instagram banyak banget." Bintang mendelik menatap Kenzo.

"Biasa aja kali Ken, lo kalo ngomong sama kayak Alkana, nyakitin mulu!" Bintang ikut-ikutan pergi begitu saja, seperti yang Langit lakukan tadi.

Kenzo menatap punggung Bintang dengan alis terangkat, cowok itu mengangkat bahunya acuh lalu melangkah menuju kantin.

"Langit fansnya banyak ya!" Liona membuka suara ketika keduanya melangkah di koridor.

Alkana memutar bola matanya malas, "Masih banyakan fans gue." ucap Alkana sewot membuat Liona tersenyum. Jika tadi marahnya Alkana nampak menyeramkan, kini Liona merasa lelaki itu menggemaskan.

"Masa sih?" usil Liona pura-pura tak yakin.

"Masih banyakan fans gue!" tekannya tegas, tak mau kalah. Itu nampak seperti anak kecil yang sedang merajuk di mata Liona. Tak kuasa menahan gemasnya Liona kembali menggoda lelaki itu. Berharap amarah yang ia timbulkan pagi tadi kian mereda.

"Mmm kok gue gak percaya ya?" Liona melepaskan tautan tangan mereka lalu berniat melangkah sendiri.

Alkana langsung menahan tangan gadis itu kembali, "Bilang apa tadi? Ulang!"

"Gue gak percaya." ucap Liona tanpa beban.

"Gue?" ulang Alkana.

"Iya gue." santai Liona menaiki tangga.

Alkana langsung mendorong gadis itu ke pembatas tangga hingga tubuh keduanya menempel, tak peduli jika ada yang melihat posisi mereka seperti ini.

"Gue pikir lo nggak lupa sama permintaan gue waktu itu!" Alkana menatap Liona tajam.

"Lo sendiri gimana?" Alkana diam mendapat pertanyaan itu. Liona adalah gadis paling tidak peka di bumi, sudah tau Alkana marah bukannya dibujuk gadis itu malah membuat dirinya semakin kesal.

Namun mengingat gadis itu meminta maaf padanya tadi pagi membuat Alkana melunak, ia mengecup bibir Liona singkat membuat gadis itu membeku.

"Jam istirahat aku tunggu di kantin." ucapnya lalu pergi begitu saja.

Liona menatap kepergian Alkana, hanya begitu? Tidak bukan soal ciuman, hanya saja tingkah Alkana memang benar-benar aneh. Mudah marah, dan mudah memaafkan juga.

Dengan tangan kanan berpegangan pada pembatas tangga, Liona menyentuh bibirnya dengan tangan lainnya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya menatap punggung Alkana yang berjalan menuju kelas lelaki itu. Bunyi bel membuat gadis itu tersadar, Liona kemudian melangkah ke kelasnya juga.

******

"Baiklah untuk hari ini pelajaran kita sampai di sini dulu, kita lanjutkan di jam pelajaran selanjutnya. Dan untuk acara Pensi sekolah kita, ibu harap kelas kita banyak yang ikut untuk menunjukkan bakatnya. Karena ibu yakin, setiap dari kalian disini memiliki bakat dan kemampuan masing-masing, tidak hanya dalam bidang akademik."

Mereka semua mengangguk setuju mendengar ucapan Bu Tri, guru Biologi sekaligus wali kelas mereka.

"Untuk nama-nama yang ingin ikut tolong di catat ya Arya, nanti kamu bikin nama sama bakat apa yang mau di tunjukkan siswa/siswi tersebut. Nanti kasih ke ibu catatannya."

Arya sang ketua kelas mengangguk, "Baik Bu."

"Baik silahkan istirahat, ibu permisi." pamit Bu Tri keluar kelas. Bel istirahat memang sudah berbunyi dari tadi.

Liona menatap Mela yang duduk di sampingnya, "Pensi? Kok gue nggak tau?"

Mela menatap Liona malas, "Gimana lo mau tau Li, lo aja jarang masuk sekarang, sering gak berangkat dan sering bolos. Bahkan gue yakin grup kelas nggak pernah lo buka kan?"

Liona mendesah lelah, "Lo tau sendiri kan Mel gimana keadaan gue."

Mela langsung mengusap punggung gadis itu, "Iya gak papa, santai aja lagian lo kan pinter. Gak masuk setahun juga lo bakalan tetep pinter dan cepat ngejar pelajaran, beda sama gue yang meskipun gak pernah bolos sekolah tetep aja bego."

"Lo pinter Mel, seperti yang di bilang Bu Tri tadi. Mungkin lo kurang jago di akademik, tapi lo punya bakat yang emang bener lo kuasai. Jangan sedih, orang yang pintar akademik aja belum tentu sukses di masa depan."

"Ya setidaknya hal itu bisa bikin orang tua bangga Li. Jadi gue sebagai anak nggak malu-maluin amat. Lagian bakat apa yang gue punya? nggak ada. Bakat bermalas-malasan sih jelas gue pemenangnya!" ucapnya sambil tertawa.

"Nggak semua orang tua bangga dengan prestasi anaknya, ada yang merasa kurang, dan selebihnya mungkin nggak peduli." balas Liona.

Mela terdiam mendengar ucapan Liona, perkataan gadis itu sangat menggambarkan posisi Liona dari dulu. "Sorry Li, gue nggak bermak--"

"Jangan sedih Mel, rencana Tuhan nggak ada yang tau. Semangat!" Mela langsung memeluk gadis itu.

"Thanks Li, lo selalu support gue." Liona tersenyum mengusap punggung Mela. Arya mendekat ke bangku mereka membuat Mela melepaskan pelukannya.

"Kalian mau ikut nggak?"

Mela tersenyum ke arah Arya, "Nggak deh Ar, kita nggak punya bakat, ya kan Li?" Liona mengangguk setuju, ia tidak terlalu suka menjadi pusat perhatian. Lagian Liona tipikal orang yang pemalu, apalagi untuk menampilkan sesuatu di muka umum.

Arya menatap Mela malas, "Kalo elo sih gue yakin nggak punya bakat, tapi kalo Liona?" Mela melotot tajam ke arah Arya.

"Sembarang lo kalo ngomong, besok kalo gue tampil yang ada lo terpesona!" sinis Mela yang di hadiahi tatapan menggoda dari Liona.

"Oh ya? Gak bakalan terpesona gue!" bantah Arya.

"Cieee kalian..." goda Liona.

"Apaan sih Liona?!" kesal Mela menatap Liona tajam.

Liona mengabaikan Mela, ia menatap jam tangan miliknya, mata gadis itu langsung membulat. Liona tersadar bahwa ia membuat Singa Jantan menunggu. Dengan tergesa Liona mengeluarkan kota bekal dari tasnya.

"Mel gue ke kantin duluan!" pamit Liona sedikit panik. Mela berganti tersenyum menggoda pada Liona, Mela jelas tau gadis itu akan menghampiri siapa, apalagi gadis itu membawa kotak bekalnya.

"Cieee yang udah bucin!!" tak menghiraukan godaan Mela, Liona melangkah menuju kantin.

"Bilang aja lo iri!" sinis Arya.

"Kenapa emang? Lo mau gue bucinin?" Arya langsung gelagapan, melarikan tatapan ke arah lain ia berbalik pergi dengan telinga memerah.

"Nggak sudi!" ucapnya berlawanan dengan ekspresi wajahnya. Mela tertawa melihat tingkah rival nya itu.

******

Liona melangkah tergesa menuju kantin, Alkana pasti sudah menunggunya di sana. Liona tidak ingin mencari masalah baru dengan tempatnya bergantung hidup itu. Saat melewati toilet khusus perempuan, tiba-tiba ada yang menarik tangannya dengan kuat masuk ke dalam sana.

"Akhh!" teriak Liona refleks.

Liona menatap tajam sang pelaku yang telah berani menarik tangannya, orang yang selalu membuat dirinya terkena masalah adalah pelakunya. Liona mengepalkan tangannya kesal, kenapa iblis yang satu ini sangat suka mencari gara-gara dengannya. Gadis yang Liona sebut iblis itu mengunci pintu toilet kemudian balik menatapnya benci.

"Buka pintunya." ucap Liona datar.

Aurel menatap kakak tirinya itu tak suka, "Enak aja lo! Gak bisa! Gue mau ngomong sama lo." susah payah Aurel menunggu Liona dan menyuruh semua orang keluar dari toilet dengan kebohongannya mengatakan jika toilet rusak dan menyuruh mereka memakai toilet lain.

"Gue gak ada urusan sama parasit kayak lo!" nada bicara Liona mulai naik, gadis itu sedang terburu-buru menuju kantin. Tapi gadis sialan ini malah menghalanginya.

"Hahaha parasit ini yang bakalan hancurin hidup lo Liona!" Liona tersenyum pahit melihat kemunafikan Aurel, di hadapannya gadis itu akan menunjukkan sifat aslinya. Namun di luar sana, gadis itu bertingkah manis dan sok polos.

Liona mencoba sabar, "Cukup main-mainnya, buka pintunya Aurel!"

Aurel menatap Liona dengan senyum lebar, "Waw sabar dong!, urusan kita belum selesai kakak ku sayang. Mungkin gak akan pernah selesai sebelum gue benar-benar singkirin lo!"

"Gue nggak ada urusan sama lo!"

Aurel mengepalkan tangannya mendapati raut santai Liona. "Lo pikir setelah kejadian kemarin gue bakal tinggal diam?"

Aurel melangkah mengelilingi Liona sambil melipat tangannya di depan dada. "Gara-gara lo Papa di hajar sama Alkana!"

Mengingat Arga membuat Liona seketika tersadar, "Gimana keadaan Papa?" pertanyaan Liona membuat Aurel tertawa terbahak-bahak.

"Anak macam apa lo! Keadaan bokap sendiri aja nggak tau! Lo bener-bener anak durhaka Liona, lo bertanggung jawab sama keadaan Papa sekarang. Karena kondisi Papa saat ini, itu semua gara-gara lo!"

Aurel mencoba mempengaruhi Liona untuk mengguncang mental gadis itu. "Gue yakin ibu lo nangis darah di neraka liat perbuatan lo!" emosi Liona memuncak mendengar ucapan Aurel. Liona langsung mendorong Aurel ke arah kaca toilet dengan kasar.

Liona mencengkram kerah kemeja Aurel dengan kuat, kotak bekalnya terjatuh hingga isinya berserakan di lantai.

"Jangan berani-berani lo usik almarhum nyokap gue pake mulut kotor lo itu!!" ancam Liona dengan mata melotot tajam. Dadanya naik turun menahan emosi.

"Gue kasian sama Mama Nilam karena udah ngelahirin anak pembawa sial kayak lo!" emosi Liona kian memuncak mendengar hal itu.

"TUTUP MULUT KOTOR LO AUREL, GUE GAK SUDI LO MANGGIL NYOKAP GUE MAMA!!" jika tadi Liona mencengkram kerah kemeja Aurel, kini tangan gadis itu berpindah mencekik leher Aurel sekuat tenaga.

Aurel terbatuk-batuk menahan sakit, ia kesulitan bernapas, namun itu sepadan dengan reaksi Liona yang sesuai harapannya. Aurel tersenyum menatap Liona, gadis itu terkekeh geli melihat kakak tirinya tampak menyedihkan di depannya.

"Pasti dia ngerasa gagal jadi ibu!" ucapan Aurel membuat amarah Liona meledak seketika.

"GUE BILANG TUTUP MULUT LO JALANG!"


Liona menghantam kaca di samping wajah Aurel dengan kepalan tangannya hingga kaca besar itu hancur berkeping-keping dan berjatuhan di lantai. Darah mengalir dari tangan Liona yang masih menempel di sana hingga membasahi dinding.

Aurel kaget melihat reaksi Liona, ini di luar dugaannya, gadis di depannya seperti bukan Liona.

Suara kaca yang pecah mengundang orang-orang di luar sana untuk mendekat. Pintu di di gedor-gedor dari luar. Namun Liona tidak perduli, kesadarannya di ambang batas, ia tidak peduli dengan orang-orang yang mencoba membuka pintu.

"Arwahnya pasti gak tenang liat tingkah laku lo!" bukannya menyudahi, Aurel malah kian menyulut api karena dia mendapatkan sebuah ide di otak busuknya.

"GUE BUNUH LO SIALAN!!"


TBC!
Hai apa kabar? Semoga selalu sehat dan masih setia mengikuti alur cerita ini.
Gimana perasaan kalian pas baca part ini?
Komen ya, jangan lupa vote juga.

Follow Instagram aku ya teman-teman
@hafifahdaulay_

Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 123K 64
"Tadi lo bentak dia dan hampir aja main fisik. Dia itu pacar lo, lo nggak boleh bersikap kayak gitu." "Dia nggak terlalu penting. Pacar gue nggak cum...
885K 34K 57
Namanya Ghazanvar Kiesar, sosok laki-laki yang dianggap sempurna di mata orang-orang, apalagi kaum perempuan. Namun siapa sangka, ternyata Ghazanvar...
436K 33.3K 42
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...
2.1M 96.9K 70
Herida dalam bahasa Spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...