ANGKASA (END)

By auroraxxl

1.6M 108K 3.1K

Selamat membaca cerita Angkasa dan Raisa❤❤ Bercerita tentang. Angkasa Saputra Wiratama. Murid laki-laki palin... More

1. Razel dan Ketuanya
2. Anak baru
3. Angkasa dan Jabatan
4. Tauran ala anak Razel
5. Arti sebuah mimpi
6. Satu hari bersama dengan nya
7. Penasaran
8. Raisa punya gue!
9. Angkasa dan Raka
10. Ini tentang Raisa
11. Masa lalu Angkasa dengan rumah pohon
12. Kepergian Malaikatnya.
13. Hadirnya seseorang dari masa lalu
14. Pacaran atau Pelampiasan
15. Ketua OSIS dan ketua Razel
16. Duel antara Razel dan Harilla
17. Kerusuhan Razel di sekolah
18. Kenyataan pahit
19. Rumah sakit
20. Menjaganya
21. Rumah Angkasa
22. Dia yang marah
23. Angkringan malam
24. Antara nyaman atau baperan?
25. Aku terserah bukan menyerah
26. Terungkap
27. Pertunangan
28. Penyerangan.
30. TEKA-TEKI
31. MIMPI
32. PART BONUS
33. KEMBALINYA RAISA
34. TERBONGKARNYA RAHASIA
35. KELUMPUHAN?
36. MANSION WIRATAMA
37. BACK TO SCHOOL
38. DAVIN?
39. ANGKASA BALIK?
40. AKSA (ANGKASA RAISA)
41. AKHIR?
42. END
43. EXTRA PART
BUKAN UPDATE
NANYA
SEQUEL ANGKASA

29. Meninggalkan nya

38.8K 2.4K 60
By auroraxxl

3 Hari kemudian. 

“Kondisi ginjal pasien sudah tidak berfungsi kembali. Cuci darah tidak akan berefek pada tubuhnya, sudah banyak racun yang menumpuk. Kami sudah melakukan operasi sebanyak dua kali, dan hal itu membuat kondisi pasien semakin drop. Kami tidak bisa berbuat apapun selain menunggu pendonor ginjal untuknya.” 

“TUNGGU!!!” bentak Angkasa berjalan tertatih menghampiri mereka. “APA MAKSUDNYA ITU?! APA YANG DOKTER UCAPKAN?!” 

“Santai Bos. Lo masih sakit,” kata Erick. 

Sudah seharian Angkasa melakukan perawatan dipunggungnya yang terkena pisau. Luka pisau itu memang tidak terlalu dalam, tetapi menyayat kulit punggung Angkasa secara jelas. Beruntung setelah dijahit dan diobati, Angkasa sudah bisa sembuh. 

Baru semalam Angkasa mendapatkan kabar dari anak buahnya bahwa Raisa berada dirumah sakit yang sama. Dia ingin menemui Raisa semalam untuk menanyakan kenapa Raisa bisa sakit, tetapi Adam terus mencegahnya. Dan sekarang Angkasa baru memiliki kesempatan untuk menemui Raisa. 

“Biar gue cerita,” kata Kevin menghampiri Angkasa. “Di taman belakang. Gak disini.” 

Angkasa, Hafiz, Robi, Erick, dan Aan mengikuti Kevin untuk pergi ke taman belakang rumah sakit. Sejujurnya, Angkasa masih tidak mengerti apa yang terjadi sini. 

Dia terluka karena kejadian tiga hari lalu, dan Raisa masuk rumah sakit. Kejadiannya bisa sangat bersamaan, Angkasa juga masih belum mengerti apa yang terjadi pada Raisa. Perempuan itu sebenanrnya sakit apa? 

“Sebenarnya Raisa kenapa sih, Vin?” tanya Angkasa. 

10 tahun yang lalu. 

Seorang anak perempuan dengan bangganya mengayunkan tangan yang terdapat lembaran kertas ulangan Matematika bernilai seratus. 

“BANG KEVIN!! MAMA!! PAPA!! RAISA DAPAT NILAI 100 MATEMATIKA!!” teriak anak itu dengan bangganya. 

“Anak papa,” Riza merentangkan kedua tangannya untuk dipeluk Raisa. “Anak papa pintar sekali, papa senang jika Raisa senang.” 

“YEEEEYYY!! PAPA BANGGA SAMA RAISA!!! BUKAN SAMA ABANG!!” teriak Raisa. 

“Halah, soalnya cuma 1+1, abang bakalan dapat nilai 120 kalau ngerjain itu,” kata Kevin mengelak. 

“Vin, jangan gitu,” kata Alina memperingatiKevin. 

“Bela aja terus Raisa,” sungut Kevi n kesal. 

“Abang, aku dapat nilai 100, pokoknya abang harus beliin boneka yang ada di istana boneka sana!! Abang harus beliin boneka beruang warna pink!!” 

“Gak mau! Minta aja sama mama dan papa, gak usah minta sama abang,” balas Kevin. 

“Tapi Raisa maunya abang yang beliin pakai uang abang, nanti papa yang ganti!! Pokoknya Raisa mau boneka itu sekarang!!” 

“Ga!!!” balas Kevin. 

“Vin beliin, nanti papa ganti uang kamu.”

“Ini uang untuk Kevin beli ponsel, Pa. Bukan untuk Raisa.” 

“Papa yang akan belikan kamu ponsel, belikan adik kamu boneka dulu, Vin. Papa janji akan belikan ponsel untuk kamu.” 

“Ga!!” 

Kevin berlalu meninggalkan mereka begitu saja tanpa perasaan bersalah. Sedangkan  wajah Raisa berubah cemberut, tatapannya berbinar menatap punggung Kevin yang terus menjauh dari pandangannya. 

“Sudah tidak apa, nanti papa yang beli.” 

“Gak mau!! Maunya abang yang belikan untuk Raisa!! Titik!!” teriak Raisa. 

“Yasudah, nanti mama bilang ke abang, kita mandi dulu yuk, baru pulang sekolah kamu masih bau asem,” kata Alina menggendong putrinya. “Anak mama bau banget,cihhhhhhh!!!” 

“Aaaaa mama geli!” teriak Raisa. 

“Loh tangan Raisa bengkak kenapa?” 

“Ndak tau!” 

“Kok gak tau?” 

“Banyak yang bengkak, ada di kaki, di perut, ada dibanyak deh!!” 

“Wajah Raisa juga pucat, nanti kita ke dokter, ya?” 

“Ndak mau!! Takut di suntik!” 

“Kalau Raisa sehat, dokter gak akan suntik Raisa. Nanti mama yang bicara ke papa supaya kita ke rumah sakit sebentar untuk periksa keadaan Raisa.” 

“Oke komandan!!” 

*** 

“Anak itu ginjalnya memiliki kerusakan yang cukupberat, dia terkena gagal ginjal stadium awal. Tetapi tenang saja, selagi dia masih memiliki satu ginjal yang baik, maka dia masih bisa diobati. Untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah, pasien harus melakukan cuci darah,” katanya. 

“Cuci darah itu apa, Dok?” tanya Riza. 

“Proses untuk membuang racun pada tubuh pasien. Karena fungsi ginjal itu membuang racun, dan kini sebagian ginjal itu rusak, terlebih pasien yang masih kecil, kita harus lebih memperhatikan apa yang dikonsumsi oleh pasien. Ini terjadi biasanya karena pasien kurang minum air putih.” 

“Kira-kira berapa biaya cuci darah, Dok? Dan kapan anak saya harus melakukan itu?” 

“Untuk cuci darah sendiri, dilakukan 3X dalam satu minggu. Biaya sendiri Rp. 1000.000, 00.” 

“Satu juta untuk satu minggu?!” ujar Alina. 

“Satu juta untuk sekali cuci darah, Buk.” 

“Mas, kita mana punya uang sebanyak itu,” Alina menggenggam lengan Riza dengan perasaan cemas. “Apa yang harus kita lakukan, Mas?” tanyanya. 

“Nanti Mas pikirkan caranya, kita harus buat Raisa sembuh dulu,” balas Riza. 

Disisi lain. Raisa merengut kesal karena kesakitan, dia juga kesal menunggu Kevin yang tidak kembali. Kedua orang tuanya bilang akan segera kembali, tetapi mereka tidak kembali. Kevin yang disuruh untuk menjaga Raisa malah pergi meninggalkannya. 

“Raisa!” panggil Kevin. 

“Abang!! Abang dari mana aja sih?!!” ujar Raisa kesal dengan raut wajahnya yang cemberut. “Dibelakang abang ada apa tuh?!” ujar Raisa semangat. 

“Kepo!!” sungut Kevin. 

“Ih itu apa?! Cepet kasih tau Raisa!! Abang cepet sini, itu dibelakang ada apa?!” 

Kevin berusaha menutupi punggungnya. Dia membawakan boneka yang kemarin Raisa inginkan berwarna pink. Dia keluar sejenak untuk mengambil pesanan boneka yang kemarin memang sudah Kevin pesankan untuknya, jarak dari rumah sakit ke toko boneka memang tidak jauh, hanya beberapa meter. 

“Abang!! Itu boneka beruang?!” tebak Raisa semangat. 

“Abang bawa kesini cepetan bonekanya!! Raisa mau lihat, abang belikan itu untuk Raisa ‘kan?” tanya Raisa semangat. “Abang cepet sini!! Ih!!” 

“Ta...Da....!!!” Kevin menunjukan bentuk boneka besar beruang yang dia beli kemarin. “Beruang Pink kesukaan Raisa, abang yang beli!!” 

“Yessssss!! Sini cepet!!” katanya. 

Kevin menghampiri Raisa, dia segera memberikan boneka besar tersebut. Senyum diwajah Raisa mengambang sempurna, wajahnya sangat ceria. Raisa langsung memeluk boneka beruangnya. 

“Gede banget, Bang!! Raisa seneng banget abang beliin boneka ini untuk Raisa. Makasih ya, Bang,” ucapnya. “Akan Raisa kasih nama boneka ini, Poly!!” 

“Siapa namanya?” tanya Kevin tidak mendengar. 

“Poly. Nama bonekanya, Poly!!” 

“Bagus namanya,” balas Kevin. 

Alina dan Riza yang melihat itu tersenyum bangga melihat putra mereka. Alina segera menghampiri Kevin dan mengusap kepalanya. 

“Ma, ini abang yang belikan untuk Raisa.” Kata Raisa. 

“Wah lucu sekali bonekanya.” 

“Iya!! Makanya Raisa suka banget sama boneka ini, dan mau boneka ini abang yang belikan. Bukan papa, kalau papa udah belikan banyak boneka untuk Raisa, tapi boneka ini spesial, dan Bang Kevin yang beli.” 

“Jadi boneka dari papa gak berharga?” tanya Riza. 

“Bukan gitu, semua boneka dari mama dan papa, Raisa suka. Tapi kan Bang Kevin belum pernah memberikan Raisa boneka, dan sekarang Bang Kevin belikan boneka ini.” 

“Raisa senang?” tanya Alina. 

“Senang banget!!! Nama boneka ini Poly, Ma.” 

“Poly? Nama yang bagus,” puji Alina. “Kan Raisa sudah dapat boneka ini, jadi Raisa harus cepat sembuh.” 

“Iya dong!! Raisa kan gak sakit,” ucapan Raisa sontak membuat Alina dan Riza saling beradu pandang. “Nanti boneka ini Raisa taruh dikamar.” 

“Bagus!” kata Kevin. 

*** 

Bertahun-tahun berlalu, Raisa sudah jarang melakukan cuci darah. Beruntung gejala yang dia dapat hanyalah mual, pucat, dan bengkak dibeberapa tempat saja. 

Keluarga mereka sudah mencoba menutupi penyakit Raisa, tetapi dia tetap tau, dan hal itu yang membuat Raisa mencoba membunuh dirinya. 

“Raisa awas!!” teriak Kevin mendorong tubuh Raisa dengan sangat kencang hingga mereka berdua terlempar sangat jauh. 

“Kamu tau?! Itu tadi membahayakan nyawa kamu!! Kamu hampir tertabrak mobil tadi, Raisa!!” ujar Kevin dalam keadaan marah dan kecewa. “Kenapa kamu kabur dari rumah?!” 

“Maaf,” lirih Raisa dengan nada serak. Air matanya sudah mengalir deras dipipi. 

“JAWAB!! ABANG GAK BUTUH MAAF KAMU!! PAPA DAN MAMA KHAWATIR CARIIN KAMU, DAN KAMU MALAH....” tekan Kevin tidak bisa kembali berkata-kata, dia mengusap kasar wajahnya. 

“Maaf, Bang.” 

“Jawab kenapa kamu kabur dari rumah?!” 

“Raisa, hiks! Raisa sudah tau penyakit Raisa, Bang.” 

Kevin tertegun. Dia langsung mendekap Raisa dengan penuh kasih sayang. Tangannya dengan lihai mengusap kepala Raisa. 

“Raisa gak mau ngerepotin, mama dan papa. Raisa lebih baik meninggal daripada melihat mama dan papa terus capek untuk sembuhin Raisa,” ucapnya sembari terisak. “Raisa bisanya nyusahin mama dan papa doang, Bang.” 

“Nggak, itu perasaan Raisa doang,” kata Kevin. “Mama dan papa gak pernah merasa terbebani dengan kehadiran Raisa, mereka sayang banget sama Raisa. Mereka pengen Raisa sembuh, dan mereka juga nggak ngerasa capek.” 

“Bang...” 

“Percaya sama abang,”balas Kevin. 

“Raisa capek.” 

Sudah bertahun-tahun mereka mencoba menyembunyikan penyakit Raisa darinya, tetapi nihil, Raisa tetap akan tau pada akhirnya. Sudah satu Tahun mereka bertahan, tetapi akhirnya rahasia sebesar ini akan terbongkar juga. 

Raisa hanya beberapa kali melakukan cuci darah, itupun jika keluarga memeiliki uang, jika tidak maka Raisa tidakakan cuc darah. Selama cuci darah, yang Raisa tau dia harus dimasukan vitamin ditangan nya lewat selang. Dan saat mendengar pernyataan dokter pagi ini, akhirnya Raisa tau penyakit yang sebenarnya. 

Hingga pada saat umur Raisa menginjak 13 Tahun, kondisi ginjalnya sudah semakin rusak. Dan parahnya kedua ginjal Raisa sudah tidak melakukan tugasnya untuk menyaring racun, semenjak saat itu, Raisa mudah terserang  penyakit. 

“Kondisi kedua ginjal pasien sudah semakin rusak. Kita harus membutuhkan pendonor ginjal, rumah sakit ini sudah berusaha untuk mencarikan pendonor ginjal yang cocok dengan anak ini. Tetapi kita masih berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkan pasien, kami akan melakukan yang terbaik.” 

“Kenapa bisa semakin parah, Dok?” tanya Alina. 

“Karena anak itu jarang melakukan cuci darah, hingga tubuhnya tidak kuat kembali menahan racun yang seharusnya bisa tersaring di ginjal anak itu. Dan tugas saya sebagai dokter ingin yang terbaik untuk pasien saya, seharusnya Ibu dan Bapak ikut membantu kami menyembuhkan pasien. Kenapa Bapak dan Ibu tidak membawa anak itu ke rumah sakit untuk cuci darah?” 

Tidak ada respon sama sekali dari Alina dan Riza, mereka hanya saling bertukar pandangan nya. 

“Saya hanya menyarankan yang terbaik, untuk kesembuhan pasien saya.” 

“Apa anak saya tidak bisa disembuhkan, Dok?” 

“Semua penyakit pasti bisa disembuhkan, Pak. Tidak ada yang tidak bisa disembuhkan, asalkan ada usaha dan do’a yang dilakukan. Kita gak akan tau, keajaiban apa yang akan Tuhan berikan untuk pasien.” 

“Apa mencari pendonor ginjalnya akan sulit? Lantas bagaimana anak saya akan bertahan?” tanya Riza kembali. 

“Untuk saat ini, biarkan pasien tetap berada di rumah sakit. Mungkin sulit, tetapi ini akan lebih sulit karena kita harus mencari yang ginjal yang cocok untuk pasien, agar bisa diterima oleh tubuh.” 

“Kalau begitu terima kasih, Dok.” 

*** 

“KENAPA VIN?!! KENAPA LO GAK KASIH TAU GUE YANG SEBENARNYA?! KENAPA LO SEMBUNYIIN HAL SEBESAR INI DARI GUE?! GUE PACARNYA, VIN. GUE BERHAK TAU PENYAKIT RAISA!!” bentak Angkasa dengan keadaan yang amat marah besar. “KITA HARUS KESANA,GUE AKAN DONORIN GINJAL GUE BUAT RAISA!!” 

“Bos..... Lo jangan gila,” ucap Erick. 

“Sa, lo yakin?” tanya Hafiz. 

Mereka kembali ke ruang inap Raisa. Tatapan Riza langsung menyorot tajam kepada Angkasa yang menghampiri mereka dengan lugasnya. 

“Mau apa kamu kesini?!” sungutnya kesal. 

“Dok, saya akan donorkan ginjal saya,” kata Angkasa. 

Dokter itu tersenyum tipis. Ada sedikit kebahagiaan dalam hatinya, sebenarnya ini adalah keadaan yang sudah dokter itu duga. 

“Lihat anakmu sekarang, Dam,” batin dokter itu. 

“Silakan ikuti saya, Pak,” kata perawatnya. 

Angkasa mengikuti kemana arah perawat itu pergi. Dia memasuki sebuah kantor khusus pemeriksaan pasien. 

“Apa anda punya penyakit bawaan?” tanyanya. 

“Tidak.” 

“Pernah merokok ataupun meminum alkohol?” 

“Saya sering merokok, alkohol saya meminumnya satu Minggu sekali. Jika itu mungkin, biasanya saya meminum dua kali satu Minggu,” kata Angkasa. 

“Apa anda pernah mengkonsumsi barang terlarang?” 

“Tidak. Saya anti akan hal itu.” 

Pertanyaan itu terus berlanjut. Tanpa sungkan Angkasa membalas pertanyaan itu dengan lugas, dan jujur. Dia bukan tipikal pembohong jika demi Raisa, mungkin. Selesai pengecekan kesehatan, Angkasa kembali ke depan ruang inap Raisa. 

“Bos, lo yakin?” tanya Hafiz.  “Gue tau lo sayang sama Raisa, tapi lo gak bisa bodoh juga dong!” 

“Ngaca bego!” sungut Robi. 

“Ya, gue cuma ngasih tau!” 

“Gue baik-baik aja.” 

“Terima kasih Nak Angkasa. Tante bersyukur bisa kenal sama anak yang baik seperti kamu. Om dan Tante tidak bisa mendonorkan ginjal kami, karena kami memiliki penyakit bawaan.” 

“Semoga ginjal saya cocok, Tan.” 

“Dengan keluarga pasien?” tanya dokter itu berjalan kepada mereka. “Hasil pengecekan sudah selesai.” 

“Bagaimana hasilnya, Dok?” tanya Alina dan Riza bersamaan. 

“Ginjalnya tidak cocok. Pendonor memiliki ketergantungan pada rokok, dan sering mengkonsumsi alkohol,” kata Dokter itu. “Kondisi pasien sudah sangat kritis, kami sudah angkat tangan untuk penyakitnya. Lebih baik kita berdo’a saja menunggu keajaiban yang akan terjadi.....” 

“Dok, detak jantung pasien melemah!” ujar seorang perawat keluar dari ruang ICU. 

“Saya segera kesana,” balasnya. 

“Dok, saya mohon, selamatkan putri saya,” kata Riza dengan perasaan tidak nyaman. 

“Akan saya coba, Pak.” 

Angkasa merengkuh dikursi tunggu. Tangannya menjambak rambutnya sendiri, dia mengepalkan tangannya kesal karena marah dan kecewa. 

“BRENGSEK!!” bentak Angkasa kesal. 

“ANGKASA!!” teriak Adam dari ujung koridor rumah sakit. “PAPA BILANG JANGAN KELUAR KAMAR!!” 

Angkasa menghampiri Adam, dia bertekuk lutut dihadapannya, hingga Adam langsung terkejut terhadap apa yang dilakukan anaknya. 

“Angkasa mohon, Pa. Angkasa mohon carikan pendonor ginjal untuk Raisa, dia kritis, Pa,” kata Angkasa sembari terisak. “Kedua ginjal Raisa rusak , Pa. Dia butuh pendonor sekarang, kondisi nya sudah lemah, Pa. Angkasa mohon, carikan pendonor untuk Raisa.” 

“Angkasa akan melakukan apapun yang papa mau. Asalkan papa bisa mencarikan pendonor ginjal itu,” kata Angkasa kembali. “Angkasa akan meneruskan perusahaan papa, Angkasa akan menikah dengan Clara sesuai kemauan papa, tapi Angkasa mohon  carikan pendonor untuk Raisa.” 

“Kamu bisa jaga ucapan kamu?” tanya Adam menatap anaknya dingin. 

“Angkasa akan menjaga ucapan Angkasa.” 

“Semua kemauan papa akan kamu turuti?” 

“Ya, apapun yang papa mau, akan Angkasa lakukan.” 

“Kalau begitu besok kamu akan ke London, papa pastikan dalam waktu kurang dari satu jam, papa bisa mendapatkan pendonor untuk teman kamu.” 

“London?” tanya Angkasa. 

“Belajar tentang bisnis,” ucapnya. “Jika kamu tidak mau, maka papa pastikan teman kamu akan meninggal setelah ini.” 

Mendengar ucapan Adam, Riza langsung marah, ingin menghampirinya, tetapi Kevin dan Alina menahan tangan Riza yang mengepal. 

“Angkasa akan ke London!” ujar Angkasa langsung menyerobot ucapan Adam. 

“Dan melepas semua jabatan Ketua Geng motor kamu.” 

“Om.... Gak bisa gitu dong!” sungut Aan kesal. 

“Angkasa akan lakukan itu.” Kata Angkasa. 

“Bos, lo gila?! Jangan karena Raisa, lo kayak gini, Bos!!” ujar Erick. 

“Rick, sabar!” ucap Hafiz. 

“Sa, lo kalau ngomong dipikir dulu.” 

“Papa tanya sekali lagi, apa kamu yakin dengan ucapan kamu, Angkasa?! Papa bisa melakukan apapun yang kamu minta, tetapi kamu harus bisa melakukan apapun yang papa mau,” kata Adam. 

“Angkasa yakin, Pa. Kalau Raisa akan sembuh, Angkasa rela meninggalkan semuanya.” 

“Baiklah, papa akan suruh anak buah papa untuk mencarikan pendonor ginjal yang cocok untuknya,” ucap Adam sembari menunjuk Angkasa. “Dan kamu, papa akan suruh Bibik untuk siapkan pakaian kamu. Kamu akan naik jet pribadi papa.” 

“Dan ya, jangan lupa untuk berpamitan dengan anak Geng motor kamu,” ucap Adam kembali. 

“Papa harus bisa jaga ucapan papa, kalau papa gak mencarikan pendonor untuk Raisa, maka Angkasa akan mengambil semua aset milik Angkasa, termasuk perusahaan.” 

“Anak pintar,” batin Adam. 

“Papa akan menyuruh Bik Uti untuk menyiapkan pakaian kamu, dan jet pribadi untuk keberangkatan kamu besok,” ucap Adam, “Jika dalam 30 menit kamu belum kembali ke rumah, maka papa akan membatalkan rencana ini.” 

“Tapi....” 

“Tidak ada penolakan!” sentak Adam. 

Angkasa hanya bisa melenguh pasrah, melihat punggung Adam yang mulai menjauh dari pandangannya. 

“Lo gila, Bos!!” bentak Erick kesal. 

“Lo yakin, Sa? Lo akan keluar dari Razel? Terus kedepannya Razel akan gimana kalau gak ada lo?! Kalau bikin rencana dipikir dulu,” ucap Robi. 

“Setuju kali ini gua sama Robi,” kata Hafiz. “Kalau lo gak ada. Untuk apa Razel akan tetap berdiri, mendingan semua anak Razel bubar....” 

Bugh!! 

Belum selesai Hafiz berucap, Angkasa sudah langsung memukul Hafiz hingga jatuh tersungkur kebelakang. 

“GAK AKAN ADA YANG BISA BUBARIN RAZEL!!!” bentaknya. “Lo semua harus ngerti posisi gue!” 

“Dari mana yang kita gak ngerti?! Kita selalu negerti posisi lo, Sa. Tapi lo yang suka ngambil keputusan dengan gegebah!” sungut Hafiz. 

“Gue ngelakuin ini demi Raisa,” ucap Angkasa. 

“Gue tau!! Gue tau lo ngelakuin ini karena lo sayang sama Raisa! Tapi lo harus tau diri!! Lo masih punya Razel! Lo punya tanggung jawab yang besar buat Razel!! Kalau lo gak ada, Razel mau gimana, Sa?!!” bentak Hafiz. 

“Gue gak minta Razel untuk bubar,” kata Angkasa dengan tenang. “Gue pergi hanya beberapa bulan doang. Gue percaya sama lo semua akan bisa jaga Razel, gue gak mau Razel untuk bubar!” 

“Lagipula nanti kita akan cari pengganti untuk pengganti Ketua Razel!! Gue mau yang terbaik buat Razel dan Raisa, udah itu doang,” kata Angkasa kembali. “Gue percayakan jabatan Ketua sama Robi.” 

“GUE GAK MAU!” bentak Robi. 

“Rob, lo yang paling kenal sama anak Razel,” ucapnya. “Gue udah yakin banget, Rob.” 

“Papa cuma gertak gue doang! Dia gak mungkin bisa nyingkirin gue dari Razel. Sebagian anak Razel juga anak buah papa gue, kalau gue tetap disini, nyawa anak Razel bakalan lebih bahaya,” katanya dingin. “Musuh Razel sudah semakin meluas, Rob.” 

“Gue udah pikirin baik-baik apa yang gue katakan. Gue mau Razel kembali ke masa kejayaan nya selama gue pergi, saat gue kembali, Razel bakalan jadi Gangster yang besar!!” 

“Sekarang lo semua ngertikan maksud gue ngelakuin ini?” tanya Angkasa. “Bukan cuma demi Raisa, tapi juga demi Razel. Ini buat kebaikan kita semua.” 

“Ayolah!! Kelulusan ini, kita juga akan bareng-bareng lagi. Mau sampai kapanpun Razel gak akan bubar!” 

Melihat respon para sahabatnya yang masih acuh, Angkasa hanya menggelengkan kepala seraya tersenyum melhat kelakuan mereka yang masih kekanakan. 

Dia melepas jaket hitam berlambang sayap burung elang berwarna emas, bertuliskan RAZEL dibagian punggungnya. Angkasa juga melepaskan slayer merah, bertuliskan KETUA yang berada dilehernya. 

“Lo cocok pakai ini,” Angkasa memasangkan jaket miliknya ditubuh Robi sembari menepuk pundaknya. “Gue titip Razel sama lo, Rob!” ungkapnya. 

Tak disangka Robi langsung memeluk Angkasa, “Gue titip Raisa disini. Jaga dia sama kayak lo ngejaga gue dari kecil, jaga dia dan anggap dia sebagai adik lo.” 

“Tapi jangan sampai lo suka sama dia, kalau gak nyawa lo yang akan jadi taruhan nya!” kata Angkasa. 

Robi hanya terkekeh kecil, “Gue juga titip Razel sama lo. Gue mau lo kembalikan kejayaan Razel yang sempat hancur dan mundur belakangan ini, bukan cuma lo, tapi semua anak Razel dan jajarannya.” 

“Razel adalah paling prioritas  paling penting buat gue. Razel sudah berdiri bahkan saat kita masih kecil, Rob. Lo tau nasihat Bang Ical?” 

“Jadikan Razel prioritas dan nyawa kalian! Razel bukan cuma nama dan perkumpulan. Tapi Razel keluarga, keluarga yang gak pernah kita dapatkan sebelumnya. Dan yang paling penting adalah, disini tersedia Kopi hitam gratis!!!” 

Angkasa dan Robi terkekeh kecil. “Sekarang udah gak berlaku. Kopi gratisnya udah bayar!” kata Robi. 

“Gue harap lo bisa jaga amanat gue, dan gue serahkan semuanya sama lo. Raka, Raisa, dan Razel. Mereka adalah hal yang buat gue masih bertahan untuk tetap disini!” 

“Jangan lama disana lo! Jangan lupa kabarin kita!” 

“SIAP PAK KETUA!” ucap Angkasa. 

Dia menyerahkan slayer merahnya kepada Hafiz, seraya tersenyum bangga. “Adik gue udah ganti jabatan jadi Wakil Ketua sekarang,” katanya. 

Hafiz langsung memeluk tubuh Angkasa dengan ketulusan. “Lo harus balik lagi kesini, dan jangan pernah lupain kita. Kita akan selalu ada Warsep, dan nunggu lo balik.” 

“Dan lo, An, Rick, jangan lupa bayar hutang sama Mang Asep. Kasihan dia, udah tua!” kata Angkasa tertawa. 

“BRENGSEK!” ujar mereka. 

Angkasa langsung lari menghampiri ruang ICU. “Om, saya boleh masuk?” tanya Angkasa kepada Riza. 

“Terima kasih,” balas Riza penuh ketulusan. 

“Ini semua karena do’a Om juga, bukan karena saya,” balasnya, “Saya masuk duluan ya, Om. Saya akan pamitan sama Raisa.” 

Setelah mendapat anggukan dari Riza, Angkasa langsung memasuki ruang ICU. Semerbak bau sudah terasa menyengat saat pertama kali menginjakan kakinya di ruang itu. Seorang perempuan terbaring lemah dengan selang yang langsung menempel pada mesin, membuat Angkasa langsung begerdik ngeri melihatnya. 

“Hai, Ca!” sapa Angkasa sembari menahan tangannya. “Kenapa, Ca? Kenapa kamu gak mau kasih tau penyakit kamu sama aku? Aku masih gak percaya kamu bisa terbaring lemah kayak gini.” 

“Aku pengen lihat senyum kamu lagi, pengen dengar suara kamu, tapi kenapa sekarang kamu masih tidur? Gak capek kamu tidur terus? Cepat bangun, aku nungguin kamu disini.” 

“Mama bilang, aku harus menjaga apa yang menjadi milik aku. Dan kamu adalah milik aku, aku harus menjaga kamu,” ucapnya. “Mama dan papa kamu sedari tadi khawatir tentang kamu, aku harap kamu kuat sampai papa mendapatkan pendonor untuk kamu.” 

“Jangan pergi dulu, Ca. Jangan tinggalin aku, aku masih pengen melihat kamu. Aku pengen kita masih bersama, Ca. Jangan lama-lama kamu tidur.” 

“Aku pamit dulu. Nanti kalau aku sudah pulang, dan kamu sudah sembuh, aku akan ajak kamu ke Taman Permata lagi, aku akan ajak kamu beli Es cendol Mang Botak. Aku akan ajak kamu makan sepuasnya. Kamu harus kuat, kamu harus temui aku lagi, kamu harus bisa tetap sama aku, Ca.” 

“Jangan dekat sama orang lain, apalagi sama Ketos Bajingan itu! Dia itu suka sama kamu, Ca! Kamu gak boleh dekat sama dia!! Kamu harus tetap sama aku! Kamu harus sembuh, dan harus kembali sama aku!!” 

“Kalau Ketos itu mau deketin kamu, kamu langsung kabur, dan kasih tau Robi, nanti Robi yang akan jaga kamu.” 

“Aku pergi dulu ya, Ca, aku sayang banget sama kamu. Cepet bangun, aku pengen banget kita bisa bersama lagi.” 

“I Love you, Raisa...” bisik Angkasa tepat ditelinga Raisa, hingga perempuan itu menitihkan air matanya. 

“Aku tau, aku tau kamu denger ucapan aku. Kamu harus kuat, Ca. Masih banyak orang yang sayang sama kamu disini, pokoknya kamu harus sembuh dan temui aku disini!”

“Aku pergi ya, Bu Bos, cepet bangun!” ucapnya. 

Disisi lain. Raisa mencoba menahan Angkasa yang ingin pergi, bibirnya ingin sekali berbicara banyak kepadanya, tetapi Raisa tidak mampu menggerekan bibirnya, dia juga tidak dapat membuka matanya, hanya saja Raisa dapat mendengar semua ucapan nya. 

“Jangan pergi aku mohon, jangan tinggalin aku, aku mau kamu temenin aku disini, Angkasa. Jangan tinggalin aku, jangan pergi jauh dari aku....” 

***

3406 Kata😮😮

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 79.6K 46
Cuek, ketus, galak. Tiga sifat khas yang dimiliki oleh seorang gadis bernama Keana Adisha. Ketiga sifatnya itu membuat semua orang enggan mendekat pa...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.3M 295K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.4M 82.3K 53
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
2.5M 125K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...