ALKANA [END]

Por hafifahdaulay_

795K 38.4K 3.1K

Alkana Lucian Faresta dan pusat kehidupannya Liona Athena. Alkana mengklaim Liona sebagai miliknya tanpa pers... Más

PROLOG
CAST
Trailer
CHAPTER 01
CHAPTER 02
CHAPTER 03
CHAPTER 04
CHAPTER 05
CHAPTER 06
CHAPTER 07
CHAPTER 08
CHAPTER 09
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 41
CHAPTER 42
CHAPTER 43
CHAPTER 44
CHAPTER 45
CHAPTER 46
CHAPTER 47
CHAPTER 48
EPILOG
New Story! (Squel)

CHAPTER 13

18.3K 949 61
Por hafifahdaulay_

HAPPY READING!!

"Don't be afraid. I'm here."

~Alkana Lucian Faresta~

Seorang gadis terusik dalam tidurnya karena gemuruh petir dan hujan lebat di luar sana. Jam menunjukkan pukul dua dini hari, meraba sisi di sebelahnya gadis itu hanya menemukan kekosongan.

Mengabaikan rasa kantuknya, gadis itu beranjak duduk lalu menatap sekelilingnya. Seluruh penjuru kamar nampak remang-remang, tak menemukan seseorang yang dia cari Liona beranjak keluar.

Kaki telanjangnya menapaki lantai yang dingin melangkah menyusuri setiap ruangan di apartemen.

Tiba-tiba terdengar suara petir menyambar, gadis dengan piyama tidur biru itu memegang dadanya kaget, Liona suka hujan, tapi ia takut dengan gemuruh petir yang menyambar.

Entah kemana Alkana pergi, setelah pulang dari rumah sakit tadi lelaki itu menyuapinya makan lalu membantunya meminum obat. Setelah itu mereka tidur di kamar Alkana, dengan posisi Liona di pelukan hangat lelaki itu.

Jika sebelumnya ia akan menolak, maka kali ini berbeda, tidak! Liona belum menerima Alkana, dirinya hanya pasrah, mungkin.

Tak menemukan seseorang yang dirinya cari, Liona lantas berjalan kembali ke kamar, gadis itu mengambil ponselnya di atas nakas. Jarinya mulai mencari kontak Alkana pada ponsel dengan layar retak itu. Tak butuh waktu lama Alkana langsung mengangkat panggilannya.

"Halo, sayang?" sapa Alkana si sebarang sana.

Belum sempat Liona menjawab, gemuruh petir kembali terdengar di iringi dengan mati lampu.

"Akhhh!!!!" Liona langsung menjatuhkan ponselnya yang sudah tersambung dengan Alkana. Gadis itu meloncat ke ranjang lalu menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Ada apa Athena?!" suara Alkana terdengar panik.

"Pulang sekarang! Aku takut..." sayup-sayup Alkana masih bisa mendengar suara lirih gadis itu di seberang sana.

Sambungan telepon langsung terputus.

******

Alkana membuka helmnya, memperbaiki tatanan rambutnya, lelaki itu melangkah tegas memasuki markas. Para anggota Xanderoz membungkuk hormat dan menyapa lelaki itu dengan sopan.

Alkana mengangguk sekilas lalu masuk ke ruang khusus anggota inti. Di sana sudah ada Langit dan Bintang, anehnya Kenzo belum menampakkan wujudnya.

"Kenzo mana?" Alkana mengambil posisi duduk di samping Langit.

"Belum dateng, gak tau kemana. Akhir-akhir ini dia kayaknya sibuk ngurusin sesuatu." ucap Bintang yang memang benar adanya.

Kenzo yang biasanya sering mengunjungi markas kini menjadi jarang, jika Alkana yang melakukannya mereka semua tentu tau alasannya adalah Liona. Jika Kenzo? itu menjadi pertanyaan di benak mereka.

Mata Langit langsung membulat, "Gue tau! Jangan-jangan Kenzo beneran punya pacar lagi!"

"Pacar?" bingung Alkana, yang Alkana tau Kenzo juga anti perempuan sama sepertinya, apa Kenzo kini sudah menemukan gadis kriterianya sama seperti Alkana?.

Namun kilasan ingatan ketika Kenzo mengatakan jika dirinya sudah memiliki pacar muncul di pikiran Alkana. Jadi itu benar? Atau hanya sekedar candaan?


"Iya pacar, gue sempet denger omongan Kenzo sama Nigel anak Jupiter sampah itu, pas kita lagi ribut kemarin." Ahh Alkana juga mendengar itu. Jadi Kenzo benar-benar serius dengan ucapannya.

"Hahaha pacar? Ya kali anjirr! Gue curiga si Kenzo gay! Dan dia suka sama lo Ngit!" Bintang memegangi perutnya yang keram karena tertawa.

Langit langsung menatap tajam Bintang. Lelaki itu berniat memberi Bintang pelajaran, namun kedatangan seseorang membuat Langit mengurungkan niatnya.

"Siapa yang gay?" seseorang yang mereka bicarakan tiba-tiba saja sudah ada di depan mata. Bintang langsung gelagapan. Langit yang seolah mendapat kesempatan emas langsung memasang wajah sok sedihnya.

"Ini Ken, si Bintang ngatain lo gay terus katanya lo suka sama gue, itu bener? Kalo emang iya, gue benar-benar kecewa sama lo Ken!" Langit langsung menyender manja pada bahu Alkana, lalu menggesek-gesek wajahnya pada lengan kekar lelaki itu.

"Najis!" ucap Alkana menghempas kasar Langit menjauh dari tubuhnya. Langit menatap Alkan syok dengan respon lelaki itu. Bukannya berhenti Langit malah bangkit lalu menuju ke arah Kenzo yang berdiri di ambang pintu.

"Jawab Ken! Ini semua nggak bener kan, jangan rusak pertemanan kita karena perasaan lo itu! Please ya Ken! Gue tau gue ganteng, tapi lo jangan sampe suka juga anjir, istighfar Ken!" ucap Langit dramatis sambil memegang kedua bahu Kenzo.

Bintang memasang ekspresi ingin muntah melihat kelakuan Langit, namun saat menangkap Kenzo yang tengah menatapnya tajam, Bintang langsung pura-pura sibuk memainkan ponselnya.

"Minggir Langit!" ucap Kenzo jengah.

"Nggak! Kamu harus jela--" bibir Langit langsung tertutup rapat saat melihat di luar ruangan beberapa anggota menatapnya cengo. Ini untuk pertama kalinya junior Xanderoz melihat sikap asli salah satu anggota inti mereka itu.

"Liatin apa lo hah?!" tanya Langit langsung berubah galak dan sangar. Telinganya sudah merah karena malu, sialan! Kenapa ia tidak sadar jika pintu ruangan masih terbuka lebar!. Sungguh image Langit sebagai anggota inti Xanderoz yang beringas langsung terhempas.

Bintang tertawa melihat itu sampai ponselnya jatuh ke lantai.

Kenzo menoleh ke belakang menatap para anggota Xanderoz yang pura-pura sibuk karena takut dengan Langit, kemudian ia kembali menatap Langit lalu tertawa hingga matanya menyipit, jarang ia bisa tertawa begini. Alkana juga ikut terkekeh melihat tingkah mereka.

"Ken lo ketawa?" Langit cengo menatap wajah Kenzo yang sialnya berkali-kali lipat lebih tampan saat tertawa.

"Lo ganteng banget..." ucapnya tanpa sadar. Alkana langsung melotot menatap mereka.

"Ini lo yang gay atau Kenzo sih bangsat!" maki Alkana tak habis pikir.

"Jijik gue dikatain ganteng sama lo, dasar Kodok!" maki Kenzo mendorong wajah Langit agar menjauh, bukan hanya wajahnya, tubuhnya juga ikut mundur.

"Dasar Kodok!" Bintang ikut-ikutan mengolok-olok Langit.

Langit mengepalkan tangannya kesal, ia membanting keras pintu hingga tertutup membuat beberapa anggota di luar memegangi dadanya kaget.

"Sialan lo pada! suka banget bikin gue sakit hati!" ucapnya sedih. Bukannya kasihan Kenzo malah semakin membuat Langit kesal.

"Emangnya lo punya hati?" tawa mereka langsung terdengar mendengar ucapan Kenzo. Alkana menutup mulutnya lalu berdeham singkat.

"Langsung mulai deh, gue sibuk!" ketus Langit melihat jam tangannya, bak seperti orang penting.

"Sok sibuk lo!" Bintang melempar kacang di meja di depannya pada Langit

"Gue emang orang sibuk, sibuk bermalas-malasan maksudnya hehe..." lelaki itu tersenyum malu-malu.

"Diam! Mending kita mulai aja!" kesal Kenzo melihat tingkah sahabatnya itu.

Alkana mengangguk setuju, "Iya, Liona sendirian di apart."

Kenzo mengangguk, "Seperti yang kita tau, kondisi Malvin saat ini bakalan mancing kemarahan River. Gue mau kita meningkatkan kewaspadaan selama di jalanan, umumin sama semua anggota supaya hati-hati. Bukan perihal takut, gue cuman gak mau kehilangan salah satu anggota kita, lagi."

Alkana mengangguk setuju, "Gue setuju, untuk saat ini kita waspada dan hati-hati, jangan ada yang gerak dulu, sebelum mereka menunjukkan taring lebih dulu."

"Gue cuman gak mau ambil resiko, kematian salah satu dari kita masih membekas. Neo mati karena kecelakaan, tapi kita belum tau pasti siapa dalang di balik kecelakaan itu sebenarnya." lanjutnya.

"Udah pasti itu ulah anak-anak Jupiter, bisa aja motor Neo di sabotase atau apalah." Langit nampak begitu yakin dengan feeling nya.

Alkana mengambil ponselnya dari saku, dia lalu mengirimkan sebuah bukti cctv pada Langit, begitu juga pada Bintang dan Kenzo.

Dalam rekaman nampak sebuah motor dikendarai seorang lelaki dengan jaket khas logo Xanderoz di punggungnya. Malam yang sudah larut menyisakan sedikit kendaraan berlalu lalang. Jam menunjukkan pukul 02.17 dini hari, di jalan bekas turunnya hujan itu Neo melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Tiba-tiba dari arah lain sebuah mobil melaju kencang dan menabrak motor milik Neo hingga lelaki itu terlempar beberapa meter.

Jalan yang sepi mempermudah si pemilik mobil melarikan diri, menyisakan Neo yang terkapar di aspal dan motornya yang sudah hancur. Darah mengalir deras dari kepala Neo, kakinya tertimpa motornya sendiri. Di ambang kesadaran dan sisa tenaganya, Neo meraba ponsel di sakunya lalu menghubungi Alkana pada masa itu.

"Lah ini?" kaget Langit.

"Gue pergi ke sana bulan lalu. Setelah polisi nutup kasus ini dengan alasan murni kecelakaan gue gak bisa percaya gitu aja. Jalanan yang licin karena habis hujan nggak bisa jadi alasan kematian Neo, dia berkendara dengan kecepatan sedang, itu artinya dia hati-hati. Gue tau banget Neo gimana apalagi soal bawa motor."

"Kenapa Lo baru ngasih tau kita sekarang Alkana?" tanya Langit.

"Gue masih ragu, dan kasus ini belum ada titik terangnya, gue awalnya mikir buat nyari tau sendiri dulu." jawab Alkana.

"Jangan nyimpan masalah beginian sendiri Bos, kita keluarga, Xanderoz rumah kita. Jangan nyari tau sendiri, kita ada bantuin lo, Neo bagian dari kita." lirih Langit.

"Seharusnya gue bilang ini dari awal, gue cuman gak mau kasih kalian harapan yang gak pasti." jawab Alkana yang membuat mereka mengangguk mengerti.

"Polisi udah interogasi dan ngumpulin bukti dari pemilik toko dan TKP. Tapi hasilnya nihil. Dan ini?" Bintang menatap Alkana dengan bingung.

"Dia bohong? Right?" Alkana menatap Kenzo menyeringai dingin lalu mengangguk.

"Kenapa dia bohong? Ini kasus kematian! Fuck!" umpat Bintang terlampau marah. Ini menyangkut nyawa seseorang, pasti ada alasan besar kenapa pria pemilik toko itu berbohong.

"Pagi-pagi sebelum polisi datang untuk mengintrogasi, ada yang beli rekaman cctv itu, dia ngancem dan kasih uang tutup mulut sama si pemilik. Awalnya si pemilik toko itu nolak, tapi dia juga butuh duit untuk pengobatan anaknya yang sakit kanker." jelas Alkana. Mereka yang awalnya memaki pria tua pemilik toko itu langsung tertegun.

"Dia minta maaf ke gue pada saat itu, dan minta supaya dia nggak di laporkan ke polisi karena udah ngasih kesaksian palsu. Gue tau dia salah, tapi situasi dia saat itu bikin gue mutusin untuk nyari tau sendiri siapa dalang di balik semua ini." mereka semua diam dan saling menatap satu sama lain.

Pembicaraan serius seperti ini membuat masing-masing dari mereka berpikir keras, hingga memunculkan suasana yang lumayan tegang.

"Siapa yang nyuap dia kira-kira?" mereka saling melirik. Suara hujan yang mulai turun dengan deras nampak jelas terdengar di telinga mereka, apalagi diiringi gemuruh petir di langit.

"Katanya laki-laki seumuran kita, dia nggak liat wajahnya karena bajingan itu pake masker sama kacamata hitam." jelas Alkana.

Mereka langsung terdiam mendengar penjelasan Alkana, ini rumit. "Gue yakin pelakunya anak Jupiter!" Langit masih kekeh dengan pendapatnya.

"Diantara semua geng motor, mereka yang paling nekat, gue juga yakin itu ulah mereka. Apalagi sebelum kecelakaan itu kita sempat tauran." Bintang menambahi karena setuju dengan pendapat Langit.

Kecurigaan mereka saat ini tertuju pada anak Jupiter, itulah alasannya Alkana memilih menyimpan bukti cctv itu beberapa bulan ini. Karena ia belum bisa dengan jelas memecahkan teka-teki siapa dan kenapa. Alkana bukan tipe orang yang suka menerka-nerka.

"Kalo udah di jual, lo dapat ini dari mana?" tanya Kenzo.

"Gue pulihkan file videonya yang udah di delete di komputer pemilik toko itu, setelah gue dapat, videonya gue hapus lagi. Gimana pun juga, kita nggak bisa bahayakan orang lain demi kepentingan kita."

"Kalau emang terbukti mereka yang bunuh Neo, gue bersumpah bakalan habisin mereka sangat persatu dengan tangan gue sendiri."

Bintang menatap Langit ngeri, meski di antara mereka Langit yang paling suka bercanda layaknya bencong lampu merah. Tetap saja setiap inti Xanderoz sangat bringas dan tak kenal ampun.

"Ini salah kita, seharusnya kita nggak diam gitu aja saat polisi ngambil keputusan buat nutup kasus ini, cuman dengan alasan nggak ada bukti dan ciri-ciri kasus pembunuhan di sini. Neo salah satu dari kita, dia anggota inti sama kayak kita." Kenzo menunduk menyesal.

Alkana menepuk bahu Kenzo, "Siapa bilang? Kalian pikir gue bakalan diam aja setelah ada kematian salah satu dari kita? Sebelumnya sorry karena gue bertindak diam-diam tanpa ngasih tau kalian."

"Satai Bos, kita tau tujuan lo baik, lo mau mastiin siapa pembunuhnya dulu baru ngasih tau kita. Kita tau lo tipe orang yang langsung ke yang pasti-pasti aja." Alkana tersenyum kecil lalu menepuk bahu Bintang.

Alkana menatap meja di tengah-tengah mereka, kemudian menatap wajah mereka satu persatu. "Gue emang gak pernah bilang ini, gue beruntung dapat sahabat kayak kalian. Xanderoz adalah rumah kedua gue buat pulang, apapun yang terjadi, gue nggak mau kehilangan salah satu dari kalian, lagi."

Mereka semua langsung mendekat dan saling merangkul. "Gue harap apapun yang terjadi ke depannya, persahabatan kita bakalan abadi sampai kapanpun." mereka semua mengangguk setuju.

Deringan ponsel Alkana membuat fokus mereka semua langsung tertuju pada ponsel lelaki itu. Nama Athena terpampang jelas di sana. Tiga orang yang sudah tau itu siapa langsung tersenyum menggoda pada Alkana.

"Cieee Bos si Liona udah bucin nieh sama lo!!!" Langit tersenyum menggoda pada Alkana. Pasalnya baru kali ini gadis itu menghubungi bos mereka lebih dulu. Selama ini selalu saja Alkana yang melakukannya.

Alkana tersenyum kecil melihatnya, perasaan senang langsung memenuhi dadanya, terasa seperti banyak kupu-kupu di perutnya. Liona menelponnya duluan saja sudah seperti ini, bagaimana jika gadis itu menyatakan cinta pada Alkana.

"Halo, sayang?" sapa Alkana membuat Langit langsung memasang ekspresi ingin muntah, Kenzo membuang muka ke arah lain, sedangkan Bintang kembali sok sibuk dengan ponselnya.

Alkana melotot tajam pada Langit membuat lelaki itu langsung menunduk takut.

"Akhhh!!!" suara petir di seberang sana terdengar, teriakan Liona membuat Alkana khawatir.

"Ada apa Athena?!" suara Alkana terdengar panik.

"Pulang sekarang! Aku takut..." suara gadis itu seperti jauh dari ponsel, namun Alkana masih bisa mendengarnya. Alkana langsung mematikan sambungan teleponnya.

"Kenapa Bos? Liona kenapa?"

Alkana menatap keluar jendela markas, hujan. Alkana tau Liona suka hujan, dan ia juga tau gadis itu takut gemuruh petir. Alkana mengecek kondisi apartemen dari cctv yang terhubung ke ponselnya. Seluruh apartemen nampak gelap.

"Shit!" umpatnya langsung berdiri. Alkana ingat, selain takut petir Liona juga phobia gelap.

"Gue balik dulu, Athena takut sendirian, listrik apartemen mati dia phobia gelap." jelas Alkana menyambar dan memakai jaketnya kembali.

"Hujan deras banget, nggak nunggu reda dulu?" suara Kenzo menginterupsi.

"Nggak masalah, Liona lebih penting." ucapnya membuat mereka langsung saling melempar tatapan menggoda, Kenzo hanya menghela nafas tidak habis pikir.

"Oke hati-hati."

******

Alkana menambah kecepatan motornya, genangan air di aspal langsung melayang seiring dengan roda motornya. Hujan membasahi tubuhnya, namun Alkana tidak peduli, hanya Alkana dan beberapa mobil yang melintas. Hal itu membuat Alkana dengan enteng semakin menambah kecepatannya.

Alkana tak dapat menahan senyumnya, meski rasa khawatir lebih mendominasi dirinya. Alkana suka jika Liona bergantung padanya, itu akan membuat gadis itu semakin sulit terlepas dari dirinya kedepannya.

Alkana memarkirkan motornya di basement apartemen, Alkana melangkah masuk, saat melewati meja resepsionis ia menghentikan langkahnya.

"Kenapa apart gue lampunya mati?" tanya Alkana tak santai.

"Maaf Tuan muda ada masalah--"

"Gue gak peduli, kalo dalam waktu sepuluh menit lampunya belum nyala, lo bakal di pecat!" ucapnya tegas, dari sekian banyak kamar di gedung ini kenapa harus kamarnya yang mati lampu.

Sebenarnya bukan hanya kamarnya, beberapa kamar yang satu sambungan listrik dengan apartemen lelaki itu juga mati. Namun Alkana tidak peduli, gadisnya ketakutan dan itu membuatnya tidak suka.

Mungkin ia akan mengeluhkan ini pada Hayden nanti, agar Papa nya menangani masalah ini. Alkana akan meminta Hayden memasang tenaga listrik anti kendala terhadap apapun. Baik itu, hujan, badai, gempa atau tsunami sekalipun.

Memang ada? Entahlah Alkana akan mengurus itu nanti.

"Baik Tuan, akan saya bereskan. Maaf atas ketidaknyamanan ini." Alkana hanya diam dan berlalu begitu saja. Resepsionis itu langsung mengelus dada lega, ia mengalihkan tatapannya pada temannya yang menatapnya khawatir.

Alkana begitu menyeramkan ketika marah.

Alkana membuka pintu apartemennya, seluruhnya gelap. Ia langsung melangkah masuk, tetesan air dari tubuhnya yang basah mengikuti setiap langkahnya menuju kamar. Dengan flash ponselnya, Alkana dengan mudah bisa melangkah masuk.

Samar-samar ia mendengar isak tangis, mempercepat langkahnya Alkana membuka pintu kamar, mendengar decitan pintu Liona langsung menegang. Tangisannya seketika berhenti.

"Siapa?" tanya gadis itu dengan suara bergetar tanpa mengeluarkan kepalanya dari selimut tebal yang membungkus tubuhnya. Keadaan gelap dan hujan, bisa saja ada penjahat yang menerobos masuk apartemen Alkana.

"I'm home baby." mengenali suara itu Liona langsung menyembulkan kepalanya, cahaya ponsel Alkana langsung mengarah ke wajahnya. Liona langsung keluar dari selimut dan melompat ke dalam pelukan Alkana.

"Dari mana aja sih! Aku takut!" tangis Liona pecah dalam pelukan Alkana.

Seluruh tubuh lelaki itu rasanya seperti tersengat listrik. Tindakan Liona membuat Alkana kaget namun tak ayal dia langsung membalas pelukan Liona tak kalah erat.

"Jangan takut, ada aku. Tadi aku habis dari markas Athena." bisik Alkana di telinga gadis itu, Liona menyembunyikan wajahnya di dada bidang lelaki itu. Alkana merasakan jantungnya menggila. Untuk pertama kalinya Liona memeluknya terlebih dulu secara suka rela.

Alkana suka jika Liona seperti ini, ketakutan Liona ternyata membawa keberuntungan baginya. Jika tau begini semoga hujan petir turun setiap hari dan selalu mati lampu di malam hari, batin Alkana tersenyum miring.

"Semoga lampunya gak nyala." gumam Alkana dalam hati.

Namun harapannya pupus, tiba-tiba seluruh apartemen terang benderang karena listriknya sudah menyala. Alkana mengumpat berkali-kali dalam hati. Baru saja dia berdoa, hal yang berbanding terbalik dari doanya langsung terjadi.

Sepertinya dia melupakan ancamannya pada orang-orang di bawah sana, yang kocar-kacir agar listriknya cepat di perbaiki. Hingga dalam waktu kurang dari 10 menit lampunya langsung menyala.

Liona melepaskan pelukannya mereka lalu menatap sekelilingnya. Kekesalan Alkana semakin bertambah karena itu. Namun saat menyadari baju tidur Liona yang basah Alkana langsung tersadar dengan keadaan tubuhnya yang basah kuyup.

"Ganti bajunya sayang, baju kamu basah." ucap Alkana menatap penampilan Liona, ia menghapus jejak air mata gadis itu lalu mengecup seluruh permukaan wajah Liona. Tak ada penolakan dari Liona membuat hati Alkana menghangat. Lelaki itu kemudian melangkah meraih handuk.

"Mau kemana?" tanya gadis itu.

"Mandi. Kenapa? Mau ikut?" tawar Alkana membuat Liona spontan menggeleng. Gadis itu menatap jam yang hampir menyentuh jam tiga dini hari.

Mengerti dengan arah tatapan Liona, Alkana tersenyum kecil. "Aku mandi air hangat kok, udah terlanjur basah juga kan?" lelaki itu melangkah menuju kamar mandi miliknya.

"Akhhh!" pekik Liona berlari menghampiri Alkana dan kembali memeluk Alkana lantaran takut.

"Jangan takut Athena, itu cuma petir, dia gak akan nyakitin kamu. Ada aku di sini." Alkana mengelus kepala Liona dengan sayang.

Gadis itu menggeleng dalam pelukannya. "Biasanya Mama yang selalu peluk kalo aku takut waktu masih kecil." jelas Liona membuat Alkana mengepalkan tangannya. Sepertinya Liona merindukan Nilam.

"Sekarang ada aku sayang, jangan takut oke?" ucap Alkana membuat Liona perlahan melepaskan pelukannya kembali.

"Aku mandi dulu, sekarang kamu ganti baju. Nanti aku peluk lagi, oke?" Liona diam, Alkana menggeram frustasi dalam hati. Jangan sampai ia menerkam Liona sekarang karena sankin gemasnya dengan gadis itu.

Alkana lelaki normal, melihat penampilan Liona sekarang membuat hasratnya naik. Baju tidur gadis itu ikut basah karena memeluknya, mengakibatkan baju tidur tipis itu menerawang. Namun nampaknya Liona tidak menyadarinya.

Melihat Liona yang tak kunjung beranjak dari hadapannya membuat Alkana menghela nafas berat, "Jadi kamu mau ikut mandi sama aku?"

Liona langsung menatapnya melotot dan sialnya itu nampak menggemaskan di mata Alkana. Liona langsung berjalan cepat keluar kamar Alkana menuju kamar miliknya di sebelah.

Alkana tertawa melihat tingkah Liona, "Jangan ketawa ihh!!" teriak Liona membuat Alkana semakin tertawa kencang. Alkana sadar ia jatuh semakin dalam pada Liona. Rasa cintanya bertambah setiap detiknya, dan rasa ingin memiliki gadis itu semakin besar.

Telepon di atas nakas berbunyi, Alkana menghentikan tawanya lalu mengangkat gagang telepon.

"Ya?" sapanya.

"Saya Dewi Tuan, resepsionis di bawah. Saya hanya ingin memastikan bahwa lampu kamar anda sudah menyala atau tidak?"

"Udah! Lain kali sering matiin lampu apartemen gue, kalo perlu rusakin listriknya!" ucapnya ketus lalu menutup telepon dengan kasar.

Di bawah sana resepsionis bernama Dewi itu mengelus dada mencoba sabar. Entah apa keinginan Tuan muda Faresta itu sebenarnya. Tadi dia meminta agar listriknya di perbaiki kurang dari sepuluh menit, sekarang dia malah menginginkan listrik apartemennya di rusak.

"Sabar Dewi orang kaya memang begitu, suka seenaknya." batinnya.

Merasa di tatap Dewi menatap balik temannya yang kembali menatapnya khawatir, "Lo nggak papa Wi?"




TBC!
Halo apa kabar? Semoga selalu sehat.
Spam komen dan vote yaa
Seperti biasanya tandain kalo ada typo.

Btw maaf ya kalo ada kekurangan atau mungkin alurnya gak nyambung dalam cerita ini, aku masih perlu banyak belajar.

Makasih.

Follow Instagram : hafifahdaulay_

Seguir leyendo

También te gustarán

114K 3.4K 33
Haris Putra Setiawan seorang pria arogan yang berumur 27 tahun. Dendam di masalalu membuat tekad Haris semakin membara untuk menghancurkan keluarga I...
little ace Por 🐮🐺

Novela Juvenil

912K 67.2K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
3.8M 256K 52
[Follow dulu yu sebelum baca, happy reading] ___________________ Sudah terbiasa bagi Rachel diabaikan dan diacuhkan oleh sang ayah, bahkan sesekali R...
2.3M 226K 48
[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM BACA] Gavriel Elard Raymond Kehidupan Gavriel berubah setelah bertemu dengan Elzera, cewek gila yang pernah dia kenal. El...