Married Dadakan

By sweetiesone

164K 13K 3.8K

Arevin nero ardiaz, salah satu anak kembar keluarga Nero yang harus menanggung permusuhan beruntun yang ayahn... More

02. Sah!
03. Definisi Cowok Nyebelin
04. Revan Vs Revin
05. Berbeda
06. New Life
07. Why?
08. Kesal
09. Pain
10. Bisa pasti bisa
11. teror satu
12. Revan
13. Plan
14. misi dan visi
15. Perbincangan sore
16. Malam Minggunya Kita
17. Pacar saya
18. Permulaan
19. Sedikit Tanda
20. Official
21. Keraguan
22. Keluarga Adijaya
23. Pertemuan para William
24. Insiden
25. Mulai terlihat
26. Mulai bergerak
27. Mama
28. Pengorbanan pertama
29. Kepergian Aleta
30. Medan Perang
31. Ungkapan lama
32. Akhir Cerita
TERIMAKASIH
SPIN OFF ; Mengejar Cinta Muslimah

01. Pertemuan Kampret

22.5K 697 42
By sweetiesone

"Hhhh, ngalah aja deh Vin!"

Arevin Nero Ardiaz, lelaki berumur tujuh belas tahun itu berdecak keras menatap layar televisi sambil membanting stik Play station yang tengah ia pegang.

Ia melirik Vano sahabatnya yang tengah tertawa puas karena baru saja memenangkan taruhan bermain playstation. Revin benar-benar kesal dengan kelalahannya kali ini.

"So, besok gue dapet kiriman kuota dua ratus ribu dong!" Vano memekik keras agar Revin yang sedang duduk bersandar di sofa bisa tersadar dengan taruhan mereka yaitu 'siapapun yang kalah harus membelikan kuota 200k' dan mirisnya Revin yang membuat taruhan tersebut.

"Ck! Nanti gue isi," ucap Revin berdecak keras diawal kalimatnya.
Vano tersenyum girang menatap muka kesal sang sahabat yang kini sedang beralih pada handphone miliknya.

"Gitu dong, besok taruhan lagi ya!," seru Vano ikut duduk disofa bersama Revin.
Revin berdecak lagi melirik jam dinding yang tergantung di dinding kamar Vano.

19:00

Revin terkesiap, matanya terbelalak melihat jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh malam, kalau tidak pulang sekarang bisa-bisa ia dipanggang oleh Papanya–-Alrescha Nero.

"Gue cabut dulu," pamit Revin berdiri melakukan tos ala cowok dengan Vano.

Vano mengedikkan dagunya sambil mengangkat senyum pada Revin yang melambaikan tangan membuka pintu kamar Vano.

Revin berjalan menuruni tangga dengan menenteng jaket putih yang tadi ia pakai. Sembari berjalan ia bersiul keras untuk membunuh rasa kesendiriannya keluar dari rumah Vano yang memang sepi tak ada penghuni kecuali sang sahabat.

Dengan langkah kilat, Revin menaiki motor bertipe kawasaki ninja berwarna merah yang Rescha belikan sebagai hadiah ulang tahunnya yang ketujuh belas dan itu baru empat hari yang lalu.

Melirik sekitarnya yang nampak sangat sepi mampu membuat Revin bergidik ngeri pantas saja sepi, rumah Vano memang berada di pinggir kota tidak seperti rumahnya.
Ia bersiul lagi memakai helm full face miliknya dan segera menggeber motornya menuju jalanan sepi.

Drrt...

Baru saja berjalan namun Revin sudah merasakan handphonenya bergetar. Ia yakin ini pasti dari Papanya kalau bukan ya dari Mamanya.

Revin merogoh kantung jaketnya mengambil handphone putih bermerk apel digigit tupai. Benar saja dilayarnya tertulis kontak Mamanya. Tanpa berhenti melajukan motor Revin mengangkat telepon, memang minta ditilang ini anak.

"Halo Ma, kenapa?"
Revin mengangkat kaca helmnya.

"Nggak pulang?"
Revin dapat mendengar suara ketus Mamanya diseberang sana.

"Pulang kok, ini lagi Otw."

"Bagus deh, kamu sama Revan?"
Revin mengernyit, sedari pulang sekolah sampai sekarang ia tidak bersama Revan karena Revin tau kebiasaan Revan bersama temannya yang suka pergi Clubing tanpa ijin dari Mama ataupun Papanya kalau malam minggu.

"Nggak Ma, Revan sama temennya yang lain"
Nada ketus terucap dari mulut Revin.

"Kamu mau nyari Revan?"

"No Mam, Revin capek"
Revin mengambil alasan, tentu sebenarnya ia malas masuk ketempat tercela itu dan mengabaikan perintah Papanya.

"C'mone Vin"

"Its Okey"

"Good boy! Hati-hati ya"

"Ya, Love you Mam"

Revin mengakhiri panggilan teleponnya kembali memasukkan benda putih pipih itu ke saku jaketnya lagi.

Revin semakin melajukan motornya saat ia telah memasuki jalur besar.

Revin mengernyit, iris matanya menangkap seorang gadis berbaju SMA sepertinya sedang dihadang tiga orang preman.

Tolong nggak nih? Batin Revin bimbang menimang-nimang keputusan yang akan ia ambil.

Nggak ah!

Kasian sih tapi!

Revin berdecak nampaknya hari ini berdecak adalah hobinya. Ia kembali mengencangkan motornya setelah mengambil keputusan.

°•°•°•°

"Ayo dek, siniin tas kamu!"

Aleta Quenby, gadis berambut sebahu itu mendekap erat tas sekolahnya sambil terus melempar pelototan pada ketiga orang urakan ini.

Leta menyesal tak jadi ikut menebeng dengan Ayu temannya. Ia baru pulang dari kerja kelompok, seragam sekolah pun masih terpakai rapi ditubuhnya. Berharap cepat pulang dam rebahan eh malah realita jungkir balik dari ekpektasi, ia malah terhadang disini meladeni bapak-bapak pengangguran yang sedang mencari uang dengan merampok, parahnya target mereka adalah dirinya!.

"Kalian jangan macem-macem ya!" peringat Leta memberanikan diri walau sebenarnya kadar keberaniannya 0 persen.

Mereka tertawa mendengar perkataan Leta, Leta meneguk salivanya kasar ketika preman-preman ini semakin mendekat.

"Wah! Adek tubuh kamu mulus banget" ujar salah satu preman tersebut yang memiliki tato full di kedua tangannya.

"Kurang ajar!" Aleta memekik semakin memundurkan langkahnya.
Jantungnya berdebar membayangkan kalau ia akan habis hari ini sukses membuat ia menangis.

"Sikat aja lah!" preman-preman itu mendekat secara kilat berusaha memegang tubuh Leta.

Bunuh aja Leta, Leta memejamkan matanya, kalau ini takdir ya sudahlah mau bagaimana lagi.

Leta terus memjamkan mata, tak berani melihat apa yang akan preman itu perbuat padanya didaerah sepi begini.

Bugh!

"Eh? Kok nggak dipegang?" gumam Leta mengernyit mendapati tak ada rasa dipegang pada tubuhnya.

Pletak!

"Awshh..." Leta meringis mengelus keningnya yang baru saja disentil.

"Bego!"
Leta terbelalak didepannya sudah berdiri seorang cowok berseragam mirip dengannya namun sedikit tertutup oleh jaket jeans putih baru saja menyentil serta mengumpati dirinya.

"Awass!" pekik Leta menunjuk dua preman yang menuju kearah laki-laki itu sambil menyiapkan sebuah pukulan.

"Ayo!" tangan Leta ditarik untuk lari oleh orang tadi membuat Leta bingung bukannya tadi dia bisa mengalahkan ketiganya kenapa sekarang mengajak lari.

"Kok lari?! Lo kalahin lah" protes Leta terus mengikuti langkah kaki lelaki disampingnya.

"Bacot lo!" lelaki tadi mengumpat lagi, Leta jadi takut kalau orang ini bukan orang baik.

"Nama lo siapa?" Leta masih sempat bertanya padahal mereka sedang dikejar segerombolan preman dibelakang.

"Nggak penting goblok! Lari dulu!" Leta menghela nafas, terus melajukan larinya.

"Kasih tau lah! Siapa tau lo juga jahat"
Leta dapat mendengar decakan dari lelaki disebelahnya.

"Revin!"

Revin semakin memacu larinya menggandeng serta Leta yang sudah ngos-ngosan berbelok kesebuah gang sempit yang nampak tak ada orang.

"Gue capek" Revin menoleh sekilas mendengar keluhan Leta, sungguh ia sangat benci cewek yang crewet dan suka mengeluh tapi melihat Leta yang sudah pucat nampaknya Revin harus memutar otak.

Ia menoleh mencari celah bersembunyi, matanya terus menjelajahi gang tersebut hingga...

Ketemu!

"Sini!" bisik Revin menarik Leta ke sebuah lorong yang sangat amat sempit dan gelap yang tertutup oleh sebuah tong.

Mereka masuk Revin memepetkan Leta didinding dan membekap mulutnya karena ia tau kalau Leta akan bertanya setelah ini.

Mmpphh, Leta memberontak takut-takut Revin akan melakukan hal yang tidak senonoh padanya.

Ini deket banget, batin Leta khawatir karena ia mampu meraskan deru nafas Revin yang menoleh mengecek keluar lorong.

"Diem!" ancam Revin, mengatur nafasnya, memepetkan diri pada Leta agar tak terlihat dari luar lorong yang tak tertutup tong.

Leta mengangguk kaku, tatapan Revin sangat menakutkan tidak apa lah walau pun dimacam-macami Revin, lebih mending daripada dimacam-macami preman bangkotan.

"Mana tuh bocah!"

"Kabur deh! Goblok sih lo!"

Revin menoleh mendengar teriakan gerombolan preman yang terdengar sedang ribut, Revin kembali menatap Leta yang sudah banjir keringat dengan nafas yang memburu, Revin tau cewek ini ketakutan.

"Cari ditempat lain!"

Preman itu benar-benar pergi memberikan kesan lega pada Revin maupun Leta.

Revin melepas tangannya memundurkan langkah berusaha tak menatap Leta yang sedang membenarkan penampilan.

Momen canggung pun mulai terjadi diantara mereka.

"Kalian ngapain!?" Revin dan Leta kompak menoleh melihat kerumunan warga di ujung lorong lain sedang menyoroti mereka dengan senter.

"Nggak ngapa-ngapain kok Pak!" bela Leta setelah terdiam beberapa saat, ia melirik Revin yang hanya diam memandang ke arah asal.

"Jangan ngelak kalian! Sudah dempet-dempetan ditempat sepi, masih pakai baju SMA, bajunya juga berantakan, kalian habis nganu ya?" sidik lelaki berumur sekitar empat puluhan tahun menatap tajam Revin dan Leta.

Revin dan Leta melotot saling pandang.
"Anda jangan fitnah!" Revin yang dari tadi diam sudah mengangkat bicara menatap tak kalah sengit kumpulan warga.

"Halah! Ikut kami kalian!" seru warga yang lain menatap sengit juga. Situasi sangat menegangkan dengan kubu warga yang salah paham.

"Nggak!" tolak Revin dan Leta kompak, warga disana tambah kesal mulai menghampiri Revin dan Leta menyeret tangan mereka, "Maksudnya apa nih?!" protes Leta berusaha melepaskan cekalan tangannya.

Leta melirik Revin yang hanya pasrah ditarik oleh warga.

"Kita mau dibawa kemana sih Pak?!" tanya Leta terus diseret dibelakang Revin keluar dari gang sempit tadi.

Warga yang menyeret leta mendengus, "Ke Masjid, dinikahin!"

"Whatt?!"

____________________________________________________________

Thnks for your vote, coment dan follow😊

Gimana nih Part 1 nya?

Next nggak nih?

Continue Reading

You'll Also Like

635K 63.5K 89
FOLLOW GUE DULU WOIIII!!!! * * * DISARANKAN UNTUK MEMBACA "HOT RELATIONSHIP" YANG PERTAMA DULU YA GUYS, SUPAYA VIBES NYA DAPET❀️ *** Menjalani hidup...
285K 20.2K 38
Ini tentang Rizky Delana, sang Bad boy yang paling disegani di sekolahnya. Minum, tawuran, rokok dan perempuan, seolah tidak pernah lepas dari cowok...
970K 14.5K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
186K 18.4K 48
Dingin. Kasar. Berhati batu. Begitulah caraku menggambarkan Giannuca. 10 tahun sudah aku menyukainya secara sepihak. Sampai akhirnya aku merasa, haru...