Dersik

By khanifahda

758K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... More

Peta
Khatulistiwa
Proyeksi
Kontur
Skala
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Adveksi
Presipitasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Annular
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Obsekuen
Insekuen
Superposed
Anteseden
Symmetric Fold
Asymmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Crest
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Bar Deposit
Alluvial Fan
Backswamp
Natural Levee
Flood Plain
Horst
"Graben"

Infiltrasi

11.4K 1.3K 58
By khanifahda

Infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah itu sendiri.
.
.

Gayatri berjalan cepat dan mengambil duduk di dekat tiang. Gadis itu diam sambil sesekali bermain gawai. Ia akan mendengarkan beberapa suguhan kali ini. Suguhan yang sangat menarik.

"Yang, kapan pertandingannya ada lagi? Masih di Jakarta kan?" Gayatri menyipit mendengar sapaan yang begitu menggelitik telinganya. Dirinya seketika muak. Benar, ia cerdik dengan memastikan terlebih dahulu.

"Kalau nggak ada permasalahan sih malah rencananya di Bekasi. Kenapa? Mau nonton lagi?"

"Kalau boleh sih yang. Soalnya kamu kan nggak boleh ini itu." Si perempuan nampak mencebik manja. Membuat Gayatri yang mendengar memutar bola matanya malas. Sakit hatinya ini kini tertutupi oleh rasa marah yang memuncak. Lantas gadis itu bangkit dan mendekati mereka.

"Well well!! Drama yang cantik. Terima kasih sudah menyuguhkan sebuah drama yang indah."
Tanpa basa-basi, Gayatri langsung menarik satu tempat duduk di meja tersebut. Tak memperdulikan dua manusia yang wajahnya berubah pucat pasi, persis kepergok maling.

Hah! Kapan dirinya bisa hidup dengan tenang dan damai?!

"Aya--

"Yah! Setidaknya gue ada alasan buat ini. Thanks ya udah mau buka aib sendiri tanpa gue minta pada kalian." Gayatri kehilangan kesabarannya. gadis itu menatap tajam dua orang manusia yang sudah lemas di tempat. Ternyata..

"Makan temen enak nggak Za? Puas nggak?" Bukan dengan nada membentak, tetapi gadis itu berbicara dengan nada santai seolah mengejek mereka berdua. Gayatri main cantik tentunya.

Faza terdiam. Gadis itu menunduk, tak berani menatap sahabatnya. Ia kepalang malu.

"Ya, aku bisa jel-"

Gayatri mengangkat tangannya. Tak sudi mendengar perkataan Fajar. Cukup ia melihat mereka berdua saling menyuapi. Lantas Gayatri tak salah bisa menyangka mereka ada affair. Mana ada sahabatan saling suap dengan mesra? Jangan lupakan kepala si perempuan yang menyender-nyender laki-laki tersebut dan panggilan sayang yang terdengar menjijikkan itu.

"Sekarang jelas ya? Kita sudah nggak ada hubungan. Dan buat Faza, pernah kan kalau gue cerita ke lo hal yang nggak bakal gue toleransi sampai kapanpun? Semoga lo ingat dan nggak pura-pura lupa."

"Terima kasih sudah menjadi sahabatgue. Sudah mau jadi tempat keluh kesah gue. Tapi mohon maaf, sekarang kita nggak ada apa-apa lagi. Hue akan egois dengan memutus segala sesuatu yang berhubungan dengan kita."

"Dan ya lo Fajar. Terima kasih sudah mau jadi pacar gadis pengecut ini. Semoga karir lo sukses dan selamat, lo berhasil mematahkan hati gadis yang pengecut ini."

Tanpa basa-basi lagi Gayatri bangkit dengan wajah datarnya. Tak memperdulikan lagi pangggilan Faza dan Fajar.

"Well! Pasangan serasi, Fajar Faza, ba*gke sial*n!" Umpat Gayatri pelan sambil mencari motornya di parkiran khusus motor.

Kemudian gadis itu mengambil motornya dan melajukan motornya keluar parkiran. Namun tiba-tiba ia di hadang oleh Fajar di dekat gerbang parkiran.

"Apa lagi? Jangan buat drama di sini. Malu." Ucap Gayatri tenang dan menatap laki-laki baji*gan itu dengan perasaan marah. Bagaimana bisa laki-laki itu punya muka dengan menghadang Gayatri? Mau membela diri?

"Gue nggak ada apa-apa sama Faza Ya. Kita cuma sebatas sahabat."

"Itu cuma sebatas makan biasa. Nggak lebih." Jelas Fajar. Selama Fajar menjelaskan, Gayatri diam mendengarkan baik-baik tapi gadis itu sudah tidak percaya lagi.

"Sudah?"

"Minggir, gue mau lewat." Ujar Gayatri kemudian. Ia tak akan percaya apapun kali ini. Hatinya mengeras. Tak akan menoleransi apapun yang berhubungan dengan yang namanya main belakang.

"Jangan sampai besok viral gara-gara lo ketabrak konyol Jar. Minggir." Ucap Gayatri kembali dengan menekankan setiap kata. Ia muak melihat tontonan yang menjijikkan ini. Ia menyesal kenapa harus di hadapankan dengan kejadian yang membuatnya muak dan benci dalam satu waktu.

Fajar akhrinya minggir setelah melihat wajah Gayatri yang menahan amarah. Ia sadar jika gadis itu marah besar. Bahkan Fajar sadar kalau dirinya sudah jadi baji*gan dengan tega mengkhianati Gayatri.

Gayatri langsung melajukan motornya ketika Fajar sudah tidak menghalangi jalannya. "Bedebah sia*an! Gue muak! Ya Allah apa salah hamba?" Batin Gayatri sambil mengendarai motornya menuju kontrakan. Ia tak menangis, tapi sakit hatilah yang membuatnya merasa bahwa kehidupan ini hanya panggung sandiwara. Tak lebih, ia serasa kehilangan kepercayaan kepada siapapun. Cukup ia sering di kecewakan oleh manusia.

*****

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Tendangan demi tendangan di layangkan seorang gadis dengan sabuk hitam yang siap menerjang siapa saja di depannya. Meninju, menendang bahkan ingin saja merobohkan samsak yang tetap tergantung kokoh oleh rantai yang menggantung ke atas.

Gadis itu sekali lagi menendang dengan tenaga powernya, tak peduli dengan laki-laki yang berdiri sambil menggelengkan kepalanya tak percaya. "Bukannya samsaknya yang sakit, tapi elonya gadis kecil. Sampai kapan lo kayak kesurupan Mike Tyson huh? Nggak cukup 2 jam ninju itu samsak? Mending ikut tinju, dapat duit dapat asuransi juga, beres."

"Apa lo yang mau gue jadiin samsak huh?!"

Bangsa terkekeh sebentar sebelum melempar satu botol air mineral 400 ml ke arah Gayatri yang sudah berkeringat parah. Wajahnya merah padam akibat kebrutalan meninju samsak yang tak ada habisnya.

Gayatri menerima air mineral tersebut dan langsung meminumnya hingga tandas. "5 menit lagi aja lo udah masuk ambulan, Ya. Gila!"

Bangsa menggelengkan kepalanya, lalu memilih duduk di dekat Gayatri yang menyender tembok sasana, tempat biasanya ia melatih kemampuan bela dirinya.

"Ada masalah apa?"

Gayatri meremas botol air mineral dengan sekali tekan. "Hidup itu adil nggak sih Sa?"

Laki-laki itu mengernyitkan dahinya. Pemilik sekaligus pelatih bela diri yang merupakan teman SMPnya menoleh ke arah Gayatri. "Bokap lo berulah lagi?" Bangsa, salah satu sahabatnya, selain Meta dan Faza memang tahu dengan kehidupan pribadinya. Bangsa adalah orang yang membuat dirinya bisa bangkit. Laki-laki itu dengan kerasnya, selalu mendorong Gayatri untuk bangkit dan membuktikan pada dunia kalau dirinya bisa.

Gayatri terdiam, lalu menggeleng kecil. Hal itu membuat Bangsa mengernyitkan dahinya lebih dalam. Gayatri tak akan bercerita dengan dirinya hanya karena masalah kecil. Gadis itu pasti ada masalah yang cukup besar hingga melampiaskan emosinya ke samsak.

"Gue putus." Gayatri mendengus keras. Lalu berdecak karena menyadari dirinya yang begitu menyedihkan.

"Jijik banget mereka. Sampah banget ya Tuhan." Gayatri tak ingin mengumpat kembali. Ia sudah lelah mengumpat karena masalah ini.

"Lo putus ada alasannya pasti."

"Affair like a sh*t! Da*n!" Tekan Gayatri. Akhirnya ia kembali mengumpat saking tak betahnya merasakan kecewa yang amat dalam.

"Gue nggak habis pikir sama mereka. Kenapa main belakang sih? Kalau misalnya udah bosen dan naksir sahabatnya bilang, nggak main belakang. Hati gue lebih rela kalau Fajar bilang udah nggak srek sama hubungan yang di jalani ketimbang main belakang!"

"Eh tunggu, maksud lo Fajar affair sama sahabat kalian? Siapa? Faza?" Gayatri tak menjawab.

"Sh*t! Gimana bisa mereka berdua sekongkol hianatin elo?!"

"Gila mereka! Terus lo apain?" Bangsa masih tak habis pikir.

"Gue nggak mau hubungan sama mereka lagi. Udah cukup sampai sini. Hati gue udah sakit malah tambah di buat sakit."

Bangsa lantas menatap Gayatri yang memilih diam setelah mengeluarkan unek-uneknya. Laki-laki itu menyentuh pundak Gayatri.

"Yang emang kelihatan jelek bakal di buka nanti."

"Cukup lo terluka, Ya. Sekarang bahagian diri elo. Tuhan itu asik, buat hambanya sakit tapi di lain sisi memberikan jalan yang lebih baik. Walaupun gue bukan orang baik tapi gue percaya kalau Tuhan itu baik. Buktinya gue hidup sampai sekarang. No comment."

"Sekarang lo move on. Buat diri lo bahagia walau tempat lo pulang itu nggak ada. Tapi perlu lo tahu, masih banyak tempat pulang yang bakal bukain pintu buat lo. Salah satunya gue. Lo boleh dateng ke gue kapanpun. Jangan lo ngerasa sepi di dunia ini. Masih ada gue yang siap terbuka buat lo."

Gayatri menatap Bangsa. Tak tahu mengapa ia nyaman bersahabat dengan laki-laki yang kelihatan brengs*k itu, dibuktikan dengan banyaknya tato di lengan dan kaki. Tapi Bangsa adalah sekian manusia yang kelihatan brengs*k tapi sangat peduli. Sering di pandang sebelah mata hanya karena penampilan, padahal Bangsa adalah laki-laki dengan tanggung jawab tinggi dan gigih. Bangsa adalah manusia sekian yang menjadi stigma masyarakat hanya karena penampilan.

Gayatri tersenyum singkat. Kembali menepuk pundak Bangsa. "Thanks ya. Lagi-lagi lo buat gue bangkit. Nggak tau lagi kalau nggak ada lo."

Bangsa terkekeh, lalu memilih bangkit dan melepas kain yang melilit tangannya.

"C'mon kalau lo masih kurang puas hajar samsak. Gue siap tarung sama lo, tangan kosong." Bangsa memperlihatkan tangannya yang tak terbungkus apapun.

Gayatri lalu menatap Bangsa. "Gila lo!"

Bangsa justru terkekeh, "Kapan lagi suhu lawan suhu."

"Siap gue buat babak belur emangnya?" Tantang kembali Gayatri. Gadis itu lantas terkekeh, membuka sarung tangannya dan ikut bangkit.

Bangsa menaikkan sebelah alisnya. Merasa jika tantangannya di terima gadis dengan ambisi tinggi itu. "Siap. Ayo. Cepetan." Bangsa sudah nangkring di atas ring.

Gayatri lantas mendekati ring. Kapan lagi ia bisa bertarung dengan Bangsa. Sudah lama ia tak adu kekuatan.

Gayatri lantas bersiap mengambil kuda-kuda. Gadis itu langsung menangkis ketika Bangsa memberikan sebuah tendangan. Gayatri tertawa kecil, gadis itu teringat dirinya yang hampir KO ketika ujian sabuk dengan Bangsa dulu.

"Ternyata ilmu lo nambah ya. Nggak sia-sia belajar sama gue."

"Pede." Decih Gayatri. Mereka masih saling memberikan perlawanan. Tak jarang Bangsa tertawa ketika mereka sama-sama kuat, sampai akhirnya Gayatri lengah karena suara dering telepon yang begitu nyaring.

Bugh!

Gayatri terjatuh dan sudut bibir Gayatri berdarah. Sontak Bangsa langsung mendekati gadis itu. "Eh Ya. Sakit nggak?" Gayatri tak menjawab dan langsung bangkit. Gadis itu langsung mendekati tasnya. Ia sengaja mengatur dering telepon penting dengan suara yang nyaring di tempat sasana Bangsa. Lantas gadis itu langsung mengangkatnya. Ternyata dari komandan operasinya.

Bangsa hendak mendekat, tetapi Gayatri malah menjauh ketika menjawab teleponnya. Sambil menahan perih, Gayatri menjawab pertanyaan mengenai perkembangan kasus secara profesional.

"Obati dulu Ya." Bangsa memberikan  kotak P3K. Laki-laki itu langsung berinisiatif mengambil obat merah ketika Gayatri masih sibuk mengangkat telepon.

"Makasih Sa. Tapi beneran ini nggak papa kok." Gayatri terkekeh melihat Bangsa yang serius melihat luka yang baginya tak seberapa itu.

"Gue nonjoknya keras tadi. Gila gue nggak tau kalau lo lengah. Sorry Ya." Gayatri menerima kotak P3K dan langsung mengobati luka robek yang tak seberapa itu. Baginya.

Gayatri terkekeh kembali. "Hei. Santai aja kali. Gue juga pernah babak belur juga masih hidup."

"Thanks ya. Sekarang gue udah baikan." Gayatri tersenyum, membuat Bangsa ikut tersenyum.

"Yoi. Kalau lo kesal atau marah. Datang aja ke sini. Lo hajar gue aja."

Gayatri kembali terkekeh, "Njir. Badan gue juga lama-lama remuk kalau tiap hari hajar-hajaran."

"Eh gue balik dulu ya. Di panggil atasan mendadak. Thanks udah mau balikin mood gue." Gayatri mengembalikan kotak P3K dan langsung memakai kembali ranselnya.

"Sip. Kalau lo luang main kesini lagi."

"Siap pak bos. Tapi sediain susu UHT ya."

Bangsa tertawa. "Alig! Nggak lihat umur lo. Dah sana cepet. Telat nyaho lo."

"Siap pak bos. Duluan ya." Lantas Gayatri berjalan menuju basement, tempat dimana dirinya memarkirkan motornya.

Sementara itu, Bangsa di hampiri salah satu trainer di sana. "Acieee di hampiri doi tuh." Marcell menggoda Bangsa yang menatapnya sinis.

"Apaan sih!" Sengaja Bangsa karena tak nyaman.

"Duh marah nih."

"Kalau lo suka, pepet aja terus, Sa. Kan kalian udah kenal satu sama lain. Udah tau buruk baiknya. Udah mantepin aja. Walaupun udah punya pacar, tapi kan belum ada kata sah. Kejar lah. Gue di sana liat kalian berdua manis tau."

"Udah putus dia."

Marcell tersenyum lebar. "Bagus dong. Udah lo maju sana."

Bangsa tersenyum kecil seraya menggeleng. "Gue sadar kalau gue nggak pantas dapatin Aya. Gue yang bajin*an banyak tato gini mana bisa sanding sama Polwan berdedikasi tinggi kaya Aya. Bagai langit danbumi, bro."

"Tapi lo nggak bajing*n. Lo cuma penampilan aja yang kena stigma negatif. Lalu juga kalau cuma rokok sama mabok aja di bilang bajin*an, apa kabar yang tidur sana sini bareng cewek terus cuma ngasih harapan palsu? Je*k? Or Bast*rd?"

Bangsa menggeleng sambil tertawa dan menatap sasana yang penuh dengan orang yang sedang latihan. "Dia nggak cinta sama gue, Cell."

"Lo aja belum jujur sama dia bego! Gimana tahu perasaan sepenuhnya. C'mon. Perjuangin kebahagiaan lo." Marcell masih tak terima dengan alasan yang tak logis itu. Baginya, yang namanya cinta harus di perjuangan. Nggak bisa berpangku tangan, apalagi bersembunyi di balik kata tak yakin. Bullsh*t!

Bangsa mendengus. "Gue lebih bahagia lihat Aya bahagia. Entah mengapa gue merasa kalau Aya emang tidak di takdirkan buat gue. Kita hanya teman, nggak lebih."

Marcell tak menjawab. Laki-laki hanya melihat keikhlasan di mata Bangsa. Laki-laki itu mencintai Aya bukan sebagai seorang perempuan biasa, tetapi sudah menempatkan Aya sebagai perempuan spesial di hatinya, namun tak ada keinginan untuk memiliki secara utuh. Bangsa terlihat bahagia hanya dengan melihat Aya yang baik-baik saja. Tak ingin lebih. Baginya Aya nyata, tapi tak bisa digapai. Kadang dunia memang kejam, stigma dan budaya membakar hangus harapan yang seharusnya terbangun dan Bangsa hanya bisa ikhlas. Mungkin memang Aya tidak jodohnya.

"Gue harap lo nemuin perempuan yang benar-benar nerima lo apa adanya." Laki-laki blasteran Polandia itu tersenyum dan menepuk bahu Bangsa, ia yakin jika Bangsa akan menemukan rumah yang tepat, suatu saat nanti.

"Thanks, Cel. Lo juga. Jangan cuma php sana sini." Kekeh Bangsa kemudian.

"Sh*t man." Lantas Bangsa tertawa keras, disusul Marcell yang ikut terkekeh di tempatnya.

.
.
.


Hai Hai...

Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan ya temen-temen...
Semoga puasanya lancar ya, 😆😆
Dan tetep jaga kesehatan

See you next chap! ☺

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 6.1K 10
Kocok terus sampe muncrat!!..
3K 95 4
Cerita tentang si psikopat azka yang sangat terobsesi dengan Samuel, pacar nya. Typo⚠️ Banyak BDSM!!! konten dewasa, Mature, mpreng, bl, gl, bxb, gxg...
545 112 6
"Oh ayolah! Aku ingin membuat cerita tentang Haruka malah masuk isekai!!" Aleandra Hika, seorang penulis Fanfic dan pelajar kelas 2 SMK, dia penasara...
218K 7.5K 49
Shafea seorang wanita karir yang gila kerja tapi juga seorang ibu muda yang ingin membesarkan dan mendidik anaknya sendiri secara sempurna. Ikuti kes...