UNTOUCHABLE

By 567Story

22.8K 1.8K 279

‼️Warning: Cerita benci jadi cinta‼️ Yang bosen/nggak suka boleh skip ya. *** "Bisa nggak lo berhenti ngurus... More

Prolog
1
2
3
4
6
7
8
9
10

5

1.3K 192 30
By 567Story

Halloha pembaca Rea!

Dah, ah, nggak mau kebanyakan bacot. Cuz kalian langsung baca aja😂

Selamat Membaca❤️

***

Kring ... kring ...

Semua siswa dan siswi berhamburan keluar kelas saat mendengar bel pulang sekolah berbunyi. Galen yang mendengar itu, menoleh, memberi isyarat pada dua temannya yang duduk di bangku belakang. Yang dibalas acungan jempol dan gumaman oke. Kedua pemuda itu langsung bangkit berdiri dan berlalu keluar dari kelas sesaat setelah guru terakhir yang mengajar mereka keluar.

Rea memberesi buku-bukunya. Selesai dengan itu dia bangkit berdiri, dia menghembuskan nafasnya saat tahu-tahu Didik sudah berdiri di hadapannya dan mengajaknya pulang bersama. Rea hanya mengangguk singkat.

Galen setia duduk di bangkunya dengan tangan bersedekap. Beberapa kalia dia berdehem hanya untuk menyamarkan bibirnya yang ingin sekali berkedut tersenyum membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini. Galen menoleh memandang Rea yang baru saja melewati bangkunya duduk. Di belakang wanita itu laki-laki idiot dengan kaca mata tebal itu mengikutinya. Galen tersenyum sinis, membayangkan jika mereka menikah akan sekampungan apa anak mereka.

Galen menegakan punggungnya saat gadis dan laki-laki idiot itu hampir sampai di pintu kelas. Dalam hati dia mulai menghitung tak sabar. Satu, dua ...

Byur!

Galen tersenyum puas di tempatnya saat melihat tubuh gadis dan teman idiotnya itu basah kuyup oleh siraman air yang berbau busuk dan berwarna coklat pekat. Setelah itu terdengar suara gelak tawa dari teman-temannya. Galen kembali menyandarkan punggungnya ke kursi kemudian.

Rea diam untuk beberapa saat. Tapi, kemudian kedua tangan perempuan itu mengepal erat. Dia mendongak, memandang dua pemuda yang masih membawa ember. Kedua orang itu malah bertos ria lalu tertawa puas melihatnya. 

Didik yang memang mengintili Rea hanya mampu menundukkan kepalanya saat semua orang menertawakannya. Rasa percaya dirinya saat masuk ke sekolah ini lenyap entah kemana. Didik merasa gemetar sekarang, dia ingin kembali ke sekolah lamanya saja.

"Mampus lo pada!" teriak salah satu pemuda itu.

Rea masih diam, dia memilih untuk melangkahkan kakinya pergi dari sana, berusaha mengabaikan suara gelak tawa yang masih bersahut-sahutan menertawakannya. Rea berusaha terlihat baik-baik saja atau mereka akan senang.

"Orang kampung, kalian itu nggak pantes sekolah di sini, kalian pantesnya itu sekolah di--"

"Kampung, lah atau kalau nggak sekolah di bawah jembatan." lalu mereka kembali tertawa bersahut-sahutan, seolah-olah itu adalah hal yang lucu.

Bugh!

Bruk!

Semua orang langsung terkesiap saat tiba-tiba saja Rea langsung menendang perut salah satu pemuda yang melontarkan hinaan padanya, pemuda yang sama yang menyiramnya dengan air. Belum selesai rasa terkejut mereka saat Rea mencengkram kerah seragam pemuda yang lainnya.

"Katakan sekali lagi," pinta Rea mendesis dengan wajah, memerah, menahan amarah. Bola matanya berkobar seolah siap melahap laki-laki itu.

Sedangkan yang dicengkeram kerah seragamnya terlihat menelan ludah. Dia masih diam sampai--

Prok! Prok! Prok!

"Preman juga lo ternyata."

Rea melepaskan cengkramannya pada kerah seragam laki-laki di hadapannya saat mendengar tepukan tangan dan juga ucapan mencemooh dari arah belakang punggungnya. Rea hanya menatap dingin laki-laki yang kini berjalan ke arahnya, melewatinya, menghampiri temannya yang masih tersungkur di lantai.

Galen berjongkok di samping Gilang, menepuk bahu temannya itu pelan. "Sakit, Bro?" tanyanya lalu bangkit berdiri, menghampiri David. Pemuda yang tadi seragamnya dicengkram oleh Rea. Ia membenarkan kerah seragam temannya itu. Sebelum kemudian berdiri tepat di hadapan Rea yang masih hanya diam menatapnya.

Galen menaikkan salah satu alisnya, senyum tipis masih terpasang di bibirnya. Sebelum tangannya kemudian bersedekap di depan dada. "Gue pikir lo cuman cewe cupu dari kampung yang bakal cepet-cepet keluar dari SMA ini. Tapi, ternyata lo lumayan asyik juga, jadi sayang kalau lo cuman di sini sehari. Gimana kalau seminggu lo di sini? Itung-itung buat hiburan gue," Galen menaik turunkan alisnya, membuatnya terlihat semakin tampan. Merasa jika tawaran yang ia berikan sangatlah menarik.

Rea menarik sedikit salah satu sudut bibirnya, merasa lucu dengan penuturan laki-laki di hadapnnya. Rea sudah menduga jika perlakuan ini akan dia dapatkan, dia sudah sering mendengar jika murid beasiswa yang masuk ke sekolah ini akan dikerjai habis-habisan oleh murid aslin. Dan ternyata kini dia mengalaminya. Tapi, tidak seperti murid lainnya yang akan langsung keluar, Rea akan tetap bertahan sampai dia lulus. Demi Ibunya dan juga membuktikan jika dia bisa menang dari murid-murid yang mengaku unggulan ini.

"Anda terlalu percaya diri, Tuan Muda," lirih Rea masih menarik sudut bibirnya. Ekspresi yang langsung membuat lelaki di hadapannya melunturkan senyumnya dan langsung diam membisu.

"Tidak sehari ataupun seminggu. Karena saya akan tetap di sini sampai saya lulus," lanjut Rea dingin, bola matanya seolah mengatakan janji yang pasti.

Tersadar dari rasa kagumnya pada Rea yang tak sama sekali terlihat takut, Galen terkekeh kemudian merasa bodoh. Cih, dia cuman orang miskin. "Wow, gue terkesima sama kepercayaan diri lo cewek cu-- ah, kayanya lo nggak cocok gue panggil cewek cupu. Lo lebih cocok gue panggil preman, cewek preman." ujar Galen mengejek. "Oke. Gue harap lo nggak mati bunuh diri duluan sebelum lulus." lanjutnya mengedikan bahu tak yakin.

"Tentu saja, saya tidak seputus asa itu sampai harus bunuh diri, apalagi hanya karena orang-orang macam kalian." tekan Rea, dia kemudian melangkah meninggalkan tempat itu dengan sorakan-sorakan mencelanya.

Bruk!

Galen tak peduli saat laki-laki dengan kaca mata tebal yang sedari tadi mengikuti gadis itu jatuh tersungkur saat berusaha mengejarnya. Karena fokus Galen saat ini adalah punggung Rea yang mulai menjauh. Galen bisa melihat sebagian baju perempuan itu berwarna coklat pekat. Senyum Galen terbit kemudian, boleh juga.

"Sialan tuh, cewek!"

Galen menoleh dan menemukan Gilang yang baru saja mengumpat. David menyusul. Galen hanya tertawa pelan. Dia menepuk-nepuk bahu Gilang, menenangkan.

***

Rea langsung berlari saat dari kejauhan dia melihat rumahnya ramai dengan pemuda-pemuda desanya. Entah kenapa tiba-tiba saja Rea merasa takut. Dia langsung menerobos masuk, pemandangan pertama kali yang dia lihat adalah tubuh ibunya yang berusaha teman-teman kampungnya papah berdiri.

"Bu," Rea melempar asal tasnya, dia dengan cepat membantu ibunya.

Saiful yang melihat itupun segera menyingkir, membiarkan Rea yang membantu memapah ibunya dengan Wahyu. Saiful ikut bergabung dengan teman-temannya yang ada di luar, menyaksikan dari pintu. Wajah mereka terlihat penuh penyesalan.

Rea terus memapah ibunya dengan pelan-pelan. Gadis itu menahan nyeri di dadanya setiap kali ibunya meringis. Apalagi kaki ibunya terlihat pincang. Tak perlu bertanya Rea sudah tahu ulah siapa ini.

Wahyu menoleh ke samping setelah berhasil membaringkan tubuh ibu Rea ke dipan bambu. Wajahnya terlihat tidak enak, dia menunduk malu.

"Mm ... Re, sory ya gue sama yang lainnya telat nolongin ibu lo. Ibu lo jadi babak belur kaya gini diha--"

Rea mengangkat tangannya, membuat Wahyu menghentikan ucapannya. Gadis itu tersenyum pahit. "Bukan salah kalian, ini salah gue." ujarnya.

Wahyu hanya menunduk, tak berani menatap wajah Rea yang terlihat berusaha tegar. Lalu pandangan Wahyu beralih pada ibu Rea yang saat ini sudah memejamkan matanya tapi terlihat meringis. Sebelum kemudian dia memandang kembali Rea. "Sekali lagi, sory, Re."

Rea mengangguk. "Gue yang harusnya minta maaf sebenarnya. Kalian pasti kerepotan--"

"Re--"

Rea menggeleng, agar Wahyu tak melanjutkan ucapannya. Dia menghela nafas kemudian. "Lo sama yang lain bisa pergi, makasih, ya." ujarnya berjalan mengambil kantung kresek berisi obat-obatan.

Wahyu yang melihat itu menghela nafas pelan. "Yaudah kalau gitu gue sama yang lain pergi, Re, kalau butuh apa-apa lo bisa bilang ke kita."

Rea mendongak, lalu dia mengangguk pelan. "Sampein sama yang lain juga makasih."

Wahyu mengangguk. Menatap ibu Rea sebelum kemudian dia keluar.

Setelah kepergian Wahyu dari kamar ibunya, Rea menghela nafas. Dia duduk di sebelah ibunya. Menatap wajah wanita itu yang babak belur, Rea mengusap memar di sudut bibir ibunya yang robek dengan darah yang terlihat sudah mengering.

Ratih membuka matanya perlahan, saat merasakan seseorang mengawasinya. Ratih tersenyum tipis saat melihat putrinya, lah, yang melakukannya.

"Kamu kenapa?" tanya Ratih lirih, saat melihat anaknya dengan cepat mengusap pipinya yang basah. Ratih ingin mengangkat tangannya untuk menenangkan putrinya, tapi, dia sulit melakukannya, tangannya terasa sakit untuk digerakkan.

Rea menggeleng. "Aku nggak papa, ibu yang kenapa?" tanyanya meneteskan air matanya kembali yang cepat-cepat dihapusnya.

Ratih tersenyum, dia mengusap telapak tangan anaknya yang berada di pangkuan gadis itu. Sebelum kemudian pandangan Ratih menemukan noda coklat di kerah seragam yang dikenakan anaknya dan baru Ratih rasakan bau yang menyengat. Ratih mengernyit.

"Ini--kenapa?" tanyanya menunjuk kerah seragam Rea yang kotor dengan susah payah.

Rea langsung bangkit berdiri. Dia cepat-cepat menarik jaketnya agar bisa menutupi bagian yang kotor pada baju seragamnya. Gadis itu tadi sudah membersihkan cairan berwarna coklat pekat itu di kamar mandi sekolah, tapi sepertinya masih saja menyisakan bekas. 

"Rea mau ganti baju dulu, habis itu ngobatin luka Ibu." ujarnya berlalu pergi.

"Re--" ucapan Ratih terhenti karena putrinya sudah menghilang di balik pintu.

♡♡♡

Musik yang berdentum dan pencahayaan yang minim sama sekali tak mengusik muda mudi di dalam ruangan itu. Padahal bau alkohol tercium sangat menyengat bercampur bau keringan orang-orang di sana yang menikmati panasnya malam di salah satu club kenamaan Jakarta.

Di sebuah ruangan VIP, segerombolan anak muda-mudi berpesta ria. Banyak botol minuman keras berserakan di lantai, tapi, sepertinya masih belum bisa membuat mereka mabuk.

"Lo yakin cewek preman bakal out dari sekolah kita seminggu lagi?" tanya David kemudian meminum lagi minumannya. Alis pemuda itu mengkerut saat merasakan cairan itu melewati tenggorokannya dan membakarnya.

"Kenapa? Lo ngeremehin gue?" tanya Galen memandang David yang malah terkekeh setelah mendengar pertanyaannya.

"Hem, lumayan ngeri juga, sih, tu cewek preman," angguk David beberapa kali kemudian.

"Kenapa? Lo pada lagi bahas apa? Gue liat seru banget," tanya Gilang yang tiba-tiba saja datang.

David memutar bola matanya malas. Sedangkan, Galen tersenyum kembali menikmati minumannya. "Cewek preman yang tadi nendang lo," jawab David mengejek kemudian.

Gilang mendengus mendengar itu. "Alah, lo juga cuman diem aja pas tu cewek nantangin lo," balasnya yang langsung sukses mendapat delikan tajam David.

"Gue udah mau ngehajar tuh cewek, tapi keburu Galen ngomong." alasan David.

Gilang berdecih sinis. "Bilang aja takut," ujarnya lirih kemudian, sengaja ingin menyulut api amarah temannya.

"Lo--" ingin sekali rasanya David menghajar wajah Gilang andai tak mengingat mereka sudah lama berteman.

Galen yang melihat keributan dari dia teman-temannya hanya terkekeh saja. Sebelum kemudian dia teringat dengan wajah perempuan itu, senyum miring Galen muncul. Lihat saja, apa saja yang akan Galen lakukan padanya.

♡♡♡

"Icha mau bawa bekal apa, Sayang?" tanya Annisa saat menyentongkan sayur pada piring suaminya.

Gadis cilik yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya itu, mendongak saat mendapat pertanyaan dari ibunya. "Icha mau bawa bekal nasi goleng dikasih telul," ujarnya kemudian.

Annisa mengangguk sekilas, sebelum kemudian melongokan kepala ke belakang. "Mbok! Mbok Sum!" teriak Annisa masih menjaga suaranya.

Seorang wanita tua lari tergopoh-gopoh dari arah dapur. "Iya, Bu?" tanya wanita itu menunduk sopan, menunggu perintah majikannya.

"Mbok tolong bikinin Icha nasi goreng buat bekal ke sekolahnya, ya?" pinta Annisa memandang Mbok Sum.

"Iya, Bu." Jawab mbok Sum. "Apa ada lagi, Bu?" tanya mbok Sum.

Annisa menggeleng. "Enggak, Mbok."

Mbok Sum mengangguk setelah itu langsung barlalu masuk kembali ke dapur untuk membuatkan pesanan majikannya.

Annisa mulai mengambilkan sarapan untuk putrinya. Wanita itu memandang tangga untuk melihat apakah putranya sudah bangun atau belum. Namun, nyatanya tak ada tanda-tanda anak lelakinya itu akan turun.

"Ma, Icha, kan nggak suka blokoli!" Protes Icha menggembungkan kedua pipinya, wajahnya terlihat memberenggut sebal menatap sayuran keriwil itu.

Annisa langsung memandang putrinya, kemudian piring di hadapan gadis itu. "Ah iya, mama lupa sayang. Maaf ya, yaudah nanti mama yang makan sayurannya itu. Sekarang Icha makan dulu, nanti disisiin aja brokolinya." ujar Annisa lembut pada Icha yang dibalas anggukan polos anak itu.

Bagas memandang diantara kunyahannya interaksi antara istri dan putrinya. Terasa hangat menurutnya setiap kali melihat kasih sayang yang tulus dari istrinya untuk gadis cilik yang saat ini terlihat berusaha memisahkan sayuran brokoli di piringnya. Ia kemudian memandang istrinya yang akan meninggalkan meja makan.

"Mau kemana, Ma?" tanya Bagas memandang bertanya pada Sang Istri yang menghentikan langkahnya.

Annisa menoleh. "Bangunin anak kebo kamu," ujar Annisa, kembali melanjutkan langkahnya menaiki tangga.

Terdengar suara cekikikan. Ternyata itu adalah suara dari Icha yang tertawa, dengan menutup mulutnya menggunakan tangan mungilnya. Ah, putri kecilnya itu memang, Bagas hanya menggeleng pelan.

"Kebo," beo Icha kembali cekikikan sendiri.

***

TBC

Aku kok gemes sama Icha, ya😂

Ada yang sama?

Continue Reading

You'll Also Like

488K 53.3K 23
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
6.9M 292K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
1.7M 119K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3.2M 224K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Ada satu rumor yang tersebar, kalau siapapu...