7 DAYS of DATING [NCT DREAM]

By fantastrik

38.4K 5.8K 1.4K

Kamu percaya dengan adanya Jin? Jin yang bisa mengabulkan 3 permintaanmu? Terdengar tidak mungkin. Namun baga... More

Casts
1. Tell Me Your Wish
3. Day 2
4. Day 3
5. Day 4
6. Day 5
7. Day 6
8. Day 7
9. Mark
10. Finding Genie
11. Truth
12. Last Wish
13. Puzzle Piece
Apa nih
GOING SEVENTEEN
๐ŸŽ GIVEAWAY NOVEL ๐ŸŽ

2. Day 1

2.6K 452 121
By fantastrik

Senin

Tok tok tok.

Tok tok tok.

Tok tok tok.

Bunyi ketukan pintu yang seolah tak ada henti itu membuat gue mengerang frustrasi. Sebelah mata gue terbuka dengan malas. Gue melihat jam dinding di kamar kos yang tengah menunjukkan pukul 9.30.

Semalam gue begadang nonton series di netflix karena gue tau hari ini gak ada kuliah pagi. Sialnya, siapapun orang yang telah mengetuk pintu kamar gue ini udah bikin tidur gue terusik. Menyebalkan sekali.

Dengan langkah gontai gue berjalan menuju pintu kamar kos. Awas aja kalau orang ini gak punya alasan penting buat ngetuk pintu.

"Ya?" Tanya gue begitu membuka pintu.

Hal pertama yang gue lihat setelah menguap ketika membuka pintu ini adalah sepasang kaki bercelana jeans dengan sneakers bermerk Vans. Mata gue terus naik mengikuti tubuh makhluk yang gue yakini berjenis kelamin pria ini. Dia punya tinggi badan yang lumayan dan tubuh yang proporsional. Lengannya pun bukan hanya tulang berbungkus kulit. Nampak otot-otot yang tak terlalu besar di sana.

"Kamu baru bangun?"

Kedua netra gue mengerjap-ngerjap begitu kedua bola mata ini tiba di wajahnya. Dengan pelan gue menganggukkan kepala. Namun, gue masih bingung.

Apa yang dilakukan Jeno di depan kamar kos gue?

"Kayaknya lo salah kamar deh," ujar gue pelan. "Kamarnya Jaemin yang itu," kata gue sambil menunjuk kamar di sebrang kamar gue, yang artinya kamar yang sedang dipunggungi oleh Jeno saat ini.

Jeno menatap gue heran. "Iya aku tau itu kamar Jaemin."

"Te... rus...?"

Kenapa dia ngomongnya aku-aku mulu sih sama gue? Emang kita deket apa?

"Aku ke sini mau jemput kamu. Kamu gak baca chat aku?"

Deg!

Apa-apaan nih? Gimana ceritanya dia punya nomer gue dah?

Hidup lo bakal jadi lebih menarik mulai hari Senin.

"Tu-tunggu!" Seru gue panik tatkala ucapan jin gila waktu itu terputar di ingatan gue.

Refleks gue banting pintu di depan wajahnya hingga kini gue gak lagi berada di radar pandangannya. Dengan langkah seribu, gue mencari benda kotak bernama hp. Tangan gue gemeteran.

Kejadian saat hari Valentine pun terputar kembali di kepala gue. Bodohnya gue bisa lupa soal jin tomang itu.

Tapi ini bener-bener gak nyata banget deh. Masa beneran sih?

Begitu menemukan ponsel gue, gue langsung membuka satu-satunya aplikasi chatting yang terinstall di hp gue. Mata gue mendelik mendapati sebuah chat asing.

Wah gila nih bener-bener.

Berkali-kali gue menepuk, alias menampar-nampar, pipi gue kanan kiri secara bergantian. Meyakinkan diri kalau ini hanya halusinasi. Mana mungkin jin itu beneran ada dan permintaan aneh gue terkabul.

Tapi hal aneh ini bikin gue meragukan keyakinan gue sendiri. Gue inget betul gue gak pernah pacaran sama Jeno. Boro-boro pacaran dengan Jeno yang notabenenya cowok populer di kampus. Pacaran biasa sama cowo lain aja gue gak pernah.

Benda berbentuk telur di atas meja belajar gue pun menarik perhatian gue. Sejak hari itu, gua gak pernah menyentuh benda aneh titipan si jin. Tapi kayaknya hari ini gue harus berurusan sama jin itu lagi deh.

Dengan ragu, gue raih bungkus kinderjoy dan mengusapnya. Kata Mark Lee, nama jin itu, gue harus menggosok benda ini kalo mau ketemu dia.

Setelah gue gosok berkali-kali, akhirnya sosok bertubuh tinggi itu muncul lagi. Kali ini pakaiannya lebih berwarna dari saat terakhir kali gue ngeliat dia.

"Ssup! Ada apaan nih lo manggil gue?"

"Mark!" Seru gue heboh. Masih nggak nyangka dia beneran muncul kayak jin.

Lah dia emang beneran jin dong?

"Apaan sih? Buruan, gue sibuk!" Katanya.

"Ini semua beneran???"

Pria itu berdecak. "Menurut lo?"

"Mark lo beneran jin?!"

"GENIE WOY GENIE!!!"

"JANGAN TERIAK-TERIAK NANTI TETANGGA GUE DENGER!"

"GUE TERIAK PAKE TOA JUGA GAK BAKAL ADA YANG DENGER DUDUL! KAN GUE UDAH BILANG CUMA LO MANUSIA YANG BISA LIAT DAN DENGER GUE!"

"KENAPA LO NGEGAS SIH?!"

"LO YANG JANGAN TERIAK-TERIAK OON! TETANGGA LO MASIH BISA DENGER SUARA LO!"

Oh iya bener!

Gue langsung tenang saat itu juga. Bisa gawat kalo sampe Jeno atau tetangga sebelah denger gue teriak gak jelas.

"Sumpah Mark! Ini terlalu... apa ya? Susah gitu buat gue terima."

Mark mengangguk paham. "Semua orang juga gitu waktu pertama kali."

"Terus gue harus gimana nih?"

Mark mengangkat sebelah alisnya. Entahlah, ngeliat alisnya kayak gitu gue jadi keinget burung elang di gambaran anak SD. "Act like you're his girlfriend? Apalagi coba."

"Dalam semua skenario ini, lo bakal jadi pacar mereka yang udah lama mereka pacarin lah. Berapa lamanya gue gak tau. Yang pasti kalian bukan pasangan baru jadian kemarin. Jadi asumsikan aja kalo lo udah punya peran ini sejak lama. Mereka akan tau banyak tentang lo selama durasi mereka jadi cowok lo, jadi gak usah heran nanti," tuturnya. "Masih ada yang mau ditanyain gak?"

Gue menggeleng pelan. "Untuk sekarang belum, mungkin nanti gue bakal nanya lagi."

Pria itu pun mengangguk singkat. "Kalo gak penting-penting banget kayak gini, lo gak perlu ngeluarin gue. Chat aja."

"Ah?" Wajah gue cengo, tak percaya pada apa yang gue denger. Chat dia bilang?

"Kenapa lo? Heran gue punya hp?"

"Jin bisa punya hp?" Tanya gue penasaran.

"Modern genie, remember?"

"Tapi...."

"Berapa nomer hp lo?" Tanyanya sambil mengeluarkan hp android keluaran baru yang gue liat di TV tempo hari.

Gue pun menyebutkan nomer hp gue yang juga tersambung ke aplikasi whatsapp.

"Udah gue chat ya. Itu nomer gue," katanya sebelum menghilang dari hadapan gue.

Dasar jin! Main pergi seenaknya aja, gak pamit.

Tok tok tok. "Sayang?"

Ketukan pintu itu membuyarkan lamunan gue. Kembali gue diingatkan kalau saat ini gue adalah kekasih dari seorang Jeno. Pria itu pasti sangat bingung melihat tingkah aneh gue.

Sebelum membuka pintu, gue sempatkan untuk melihat refleksi gue di cermin. Sumpah, gak layak diliat cowo ganteng banget tampilan gue. Muka kucel, rambut acak-acakan, baju kusut, gue udah kayak korban bencana alam.

Dan tadi gue membiarkan Jeno melihat wujud gue yang gak berbentuk manusia ini. Bisa-bisa hari pertama punya pacar malah diputusin. Gue merapikan rambut dan pakaian gue sebelum membuka pintu lagi.

"Kamu gak pa-pa kan? Aku denger kamu teriak tadi," tanya Jeno khawatir begitu gue membuka pintu.

Aduh jadi deg-degan gini diperhatiin pacar seganteng dia.

"Gak pa-pa kok. Aku barusan lagi telponan sama temen," dusta gue.

Tak sengaja mata gue mendapati sosok Jaemin yang berdiri di depan kamarnya dengan kedua tangan terlipat. Pria itu menatap gue aneh. Pasti abis ngobrol sama Jeno terus denger teriakan gue tadi deh.

Jeno menerobos masuk ke kamar gue. Kaget sumpah. Baru kali ini ada cowok asing yang masuk ke kosan gue gini. Tapi gue teringat perkataan Mark lagi. Ceritanya sekarang gue tuh pacar Jeno yang udah lama. Mungkin dalam dunia kami saat ini, hal kayak gini udah biasa untuk Jeno.

Gue menenggak saliva gue lalu mengikuti Jeno ke dalam. Dengan pelan, gue tutup pintu kamar gue, menjaga privasi kami berdua.

"Sini deh yang," panggilnya. Jeno duduk di atas ranjang gue.

Jadi merinding sendiri gue dipanggil "yang" gini sama Jeno. Dengan langkah ragu, gue pun berjalan menghampirinya.

Jeno meraih tangan gue lebih dulu sebelum menarik tubuh gue hingga kini gue terduduk dipangkuannya.

I'M NOT READY FOR THIS BTCH!!!

Woy! Gila! Dipangku Jeno! Jantung gue mau copot anjir! Kaget banget.

"J-jen?" Sampe gagap gini gue saking gugupnya.

Jeno melingkarkan kedua tangannya di tubuh gue lalu menyandarkan kepalanya di bahu kanan gue. Dia memeluk gue manja kayak di foto-foto couple yang bertebaran di tumblr gitu. Yang dipake orang-orang buat bikin feed aesthetic di instagram.

"Kamu tuh kalo udah sibuk nonton pasti aku dicuekin. Semalem aja chat aku gak ada yang dibales," keluhnya.

"Hehe maaf," balas gue. Jujur gak tau mau ngomong apa. Orang semalem aja gak ada chat dari dia. Kan kemarin malem dia belum jadi cowok gue.

Jeno menjauhkan wajahnya dari bahu gue agar bisa melihat wajah gue. Ekspresinya kayak anak anjing yang minta dielus-elus. Gemes banget. Mana matanya kayak bulan sabit gitu kalo senyum gini.

"Dimaafin kalo satu hari ini kamu temenin aku terus," katanya.

Gue mengangguk. Ya iyalah. Ini kesempatan satu kali seumur hidup, masa gue sia-siain.

Jemari lelaki ini menyentuh pipi gue lembut. "Ya udah kamu siap-siap gih. Aku tungguin."

Gue turun dari pangkuannya lalu bergegas untuk bersiap.

Butuh sekitar 30 menit untuk gue mandi sampai selesai make up. Jeno menunggu gue dengan sabar. Agak aneh sih rasanya pas lagi make up diliatin. Mana dianya senyum-senyum gitu lagi ngeliatin gue. Kan jadi salting.

Begitu selesai, Jeno langsung menggiring gue ke luar. Kami berangkat menggunakan motor nmaxnya.

"Ntar kuliah jam berapa?" Tanyanya saat di lampu merah.

"Jam dua," jawab gue.

Pria itu hanya merespon dengan anggukkan. Satu tangannya memegang tangan gue yang melingkar di pinggangnya. Enak banget ya ternyata boncengan sama pacar. Bisa meluk kayak gini. Terus pas lampu merah dipegangin tangannya.

***

Seusai menemaninya membeli laptop baru, Jeno mengantar gue ke kampus. Syukurnya kami tiba tepat waktu jadi kami tidak telat. Kebetulan juga dia ada kuliah jam dua siang, sama seperti gue.

"Yeri!" Seru gue saat gue menemukan sosok sahabat gue itu.

Gadi bertubuh pendek namun cantik dan menggemaskan tersebut menoleh. Hal yang gue kagumi sekaligus bikin gue iri adalah senyumnya Yeri. Dia punya senyum yang sangat cerah dan bisa membuat orang lain ingin ikut tersenyum melihatnya.

"You won't believe what is happening to me!" Ujar gue saat kami sudah berjalan beriringan.

"Ada apaan sih?"

"Gue pacaran sama Jeno anjir!" Bisik gue setengah menjerit.

Jin itu gak ada bilang sih kalo gue gak boleh berbagi informasi ini ke siapapun. Gue cuma mau cerita ke Yeri doang kok. Gue butuh tempat buat menyalurkan rasa suka cita gue.

Namun, respon yang gue dapatkan dari Yeri adalah tatapan aneh. Dia melihat gue kayak baru aja tumbuh kepala lain dari leher gue.

"Lu udah gila ya?" Tudingnya. "Lu kan udah 5 bulan pacaran sama Jeno! Sekampus juga tau kali."

Oke giliran gue yang kicep. Ternyata "sihir" jin ini emang bisa bikin semuanya jadi tampak sangat nyata.

"Iya sih, cuma masih seneng aja gitu. Kayak baru jadian kemaren hehe," sahut gue berkelit.

Perkuliahan berlangsung selama satu setengah jam. Biasanya tuh kalo jam kelasnya pak Yixing pasti gue ngantuk parah karena rasanya mata kuliah dia durasinya 5 jam. Ini tumben banget berasa kayak cuma 5 menit doang.

Di penghujung kelas, gue mengecek hp dan kebetulan banget ada pesan masuk dari Jeno. Masih gak nyangka sumpah dia cowok gue sekarang.

Jisung? Adik tingkat kami? Wah, tadi pagi ketemu Jaemin, sekarang Jisung. Ya kalo sama Jaemin, sebelum ada si jin ini juga gue sering ketemu di kosan, cuma gak pernah bertegur sapa gitu. Kita bener-bener orang asing untuk satu sama lain.

***

"Terus gimana? Lo diusir gitu?" Tanya gue pada Jisung sambil menyuap sesendok nasi goreng ke mulut gue.

Baru aja dia cerita kalo dia tuh telat masuk kelas dosennya.

"Secara teknis sih gue diusir meskipun pak Dio gak ngomong apa-apa. Gila ya, telat 2 menit aja dikunciin pintu. Bener-bener dikunciin dari dalem dah kayak anak kecil yang gak mau disuruh pulang emak eh pas pulang tau-tau gak dibolehin masuk rumah."

Gue tertawa kecil sambil mengunyah makanan gue.

"Sayang, ada nasi di bibir kamu." Tiba-tiba jempol Jeno menyapu permukaan bibir gue, bikin gue mematung seketika. Masalahnya mendadak banget, gak ada notif gitu dia mau ngelakuin hal-hal kayak gini. Gue kan belum terbiasa.

"Eh ciiee, enak banget ya yang pacaran. Jadi pengen punya lagi," goda Jisung.

Jeno hanya meresponnya dengan kekehan.

Tenang calon pacarku, giliran lo nanti bakal tiba kok.

Setelah makan bersama, kami pergi ke rumah Jeno. Katanya dia dan teman-temannya mau ngumpul di sana. Gue, seperti yang sudah seharusnya, berboncengan dengan Jeno. Sementara Jisung berangkat sendiri dengan motor beatnya.

Butuh waktu 15 menit untuk sampai di rumah Jeno dari kampus gue. Ini pertama kalinya gue ke sini dan ya, gue kira rumah Jeno bakalan gede tipe-tipe rumah gedongan gitu. Minimal dua lantai lah. Ternyata rumahnya sederhana juga. Gak sempit namun bukan yang luas banget.

Tapi gue bisa merasakan kehangatan dari rumahnya dia ini. Pokoknya ini rumah punya vibe keluarga harmonis gitu.

"Ayah sama bunda mana kak?" Tanya Jeno pada pria yang asik selonjoran di sofa sambil memainkan ponselnya.

Gila sih, ini gen keluarga super apa ya? Kakaknya Jeno ganteng banget sumpah.

"Ada acara di rumah temennya ayah," kata kakanya yang gue gak tau namanya siapa.

"Bang Taeyong gak kuliah?" Kali ini Jisung buka suara. Berkatnya gue jadi tau nama makhluk tampan di hadapan gue ini. Makasi calon pacarku.

"Mager gue."

Ya Tuhan dia ngedikin bahu aja ganteng dan keren gitu.

"Bocah-bocah udah pada nungguin di kamar lo tuh," ujar Kak Taeyong lagi.

Jeno menggandeng tangan gue dan membawa gue ke kamarnya. Agak deg-degan gitu, soalnya ini pertama kalinya gue masuk kamar cowok yang statusnya adalah pacar gue. Tapi gak usah khawatir sih, kan ada temen-temennya juga.

"Lama banget lo pada!" Cetus pria berkulit sawo matang begitu kami masuk ke kamar Jeno. Namanya Haechan.

"Biasa bang, nemenin ibu negara makan dulu," sahut Jisung.

Pipi gue agak memanas. Grogi juga ya berada di antara pacar dan calon-calon pacar gue ini.

"Pada mau order pizza gak?" Tawar Chenle yang lagi berbaring di kasur Jeno dengan Renjun. Siapa yang gak kenal Chenle? Cowo paling tajir di kampus kami. Ngeliat mobil sport parkir di depan rumah Jeno aja gue udah tau itu punya doi.

Renjun sama Jaemin keliatannya emang tipe orang yang gak banyak omong. Tapi gak tau deh kalo di circle mereka kayak gimana. Gue kan gak kenal, cuma sebatas tau nama sama wujud mereka doang di kampus.

"Orderlah bos, yang banyak kalo perlu. Butuh energi ini kalo mau sparing," kata Haechan.

"Buruan login, cuk. Udah ditunggu sama tim-tim yang lain." Akhirnya Renjun buka suara.

Jeno mengambil tempat duduk di lantai, tepatnya di sebelah Jaemin yang bersandar pada ranjangnya. Pria bersenyum manis itu menepuk-nepuk ruang di antara kedua kakinya yang ia tekuk. Maksudnya apaan coba?

"Sini duduk," suruhnya.

Gue masih mengedip-ngedipkan mata, bingung. Gue duduk di sana gitu? Di antara kedua kaki Jeno?

"Ayo buruan, mau mulai nih," panggilnya lagi

Dengan ragu gue melangkah lalu duduk di depan Jeno dengan posisi memunggunginya. Pria itu malah terkekeh. Apa dia sadar kalo gue tegang banget di posisi ini?

"Jangan kayak gitu, aku gak bisa liat layar nanti." Jeno menarik bahu gue lembut agar punggung gue bersandar di dadanya.

Oh god, I'm not ready for this. Kalo pacaran tuh kayak gini? Pacar kita main game terus kita nontonin dia sambil nyender di dadanya?

Kini posisinya gue kayak dikurung gitu sama tubuh Jeno. Dengan posisi ini juga gue bisa ngerasain debaran jantung Jeno yang stabil dan menenangkan di punggung gue. Gak cuma itu, gue juga bisa mendengar suara napasnya lebih jelas karena posisi kepala kami yang berdekatan. Rasanya geli tiap kali hembusan napasnya menerpa daun telinga gue.

"Musuh, woy musuh! Ngeprone!" Seru Chenle heboh.

Gue gak terlalu paham soal game tapi gue tau mereka lagi main game battleground. Kalo gak salah, Jeno satu tim sama Chenle dan Jaemin, sementara Renjun, Haechan, dan Jisung berada di tim lain.

Selama permainan berlangsung, gue cuma diem memperhatikan jari-jari Jeno yang menari di atas layar ponselnya. Tiap kali Jeno membunuh musuh, dia akan mengecup sisi kepala gue dan bersorak gembira. Gue yang belum terbiasa sama semua perhatian ini cuma bisa menahan napas tiap kali bibirnya menyentuh kepala gue.

"Yah mati yang," gumamnya kecewa saat karakter gamenya mati tertembak musuh.

"Gapapa, kan udah kill 5 kali," ujar gue mencoba menghiburnya.

Iya 5 kali kill, 5 kali juga lo nyium gue tanpa ijin Jen. Untung kepala doang.

Sekitar jam 7 malam, Jeno mengantar gue pulang ke kosan. Teman-temannya juga sudah kembali ke habitat mereka masing-masing. Sayangnya gue gak sempat ketemu orang tua Jeno karena katanya mereka pulang malam. Padahal penasaran banget orang tuanya Jeno kayak gimana.

"Sejam lagi aku jemput ya," katanya.

"Emang kita mau ke mana?"

Sumpah nih gak bisa apa gue disetting juga biar tau semua hal yang udah terjadi sama gue dan pacar gue saat ini. Masa tiap kali doi mau ngajakin gue, gue kudu nanya dulu?

"Kamu kenapa sih? Kok jadi pikun gini hari ini?" Wajah Jeno melembut, matanya penuh dengan kekhawatiran.

"Hah? Gak pa-pa kok."

"Apa gak usah aja ke food festnya? Biar kamu istirahat, mungkin kamu kecapekan."

"NOOOO!" Tolak gue. Waktu kita tinggal beberapa jam doang. Jujur meskipun banyak kagetnya, gue menikmati banget jadi pacar Jeno. Gue seneng sama perhatiannya dia.

"Harus jadi dong! Kan udah janji!" Kata gue.

Jeno tersenyum. "Ya udah kamu siap-siap dulu gih. Sejam lagi aku jemput."

"Jangan sejam! Kelamaan! Tiga puluh menit aja!"

Jeno terlihat heran namun tidak membantah. Ia menganggukkan kepalanya. "Oke deh sayang."

***

"Seneng gak?" Tanya Jeno.

Saat ini kami sedang duduk-duduk di taman kota Denpasar. Meskipun waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tempat ini masih saja ramai. Ya, lebih banyak pasangan muda-mudi seperti kami sih yang memenuhi tempat ini.

Gue yang lagi memeluk lengan kanan Jeno sambil menyandarkan kepala di bahunya, mengangguk antusias. "Seneng banget."

Gak banyak yang kami lakukan setelah puas menyantap berbagai kuliner di food fest. Kami cuma duduk di sini menikmati malam yang akan berakhir sambil bercerita. Jeno ternyata orangnya suka cerita. Dia bilang bundanya kangen sama gue, pengen ngajarin gue bikin kue lagi.

Selama sejam gue dengerin omongannya dia. Kalo gue gak mungkin bisa ngomong apapun. Apa yang mau gue sampein kalo gue bahkan gak tau menahu soal hubungan kami sebelum hari ini? Jadi, diam adalah pilihan yang tepat.

***

Jam sebelasan kami tiba di kosan gue. Jeno dengan telaten melepas helm di kepala gue.

"Jangan begadang ya. Besok kamu ada kuliah jam 9 kan?"

Gue tersenyum. Dia memang sosok pacar yang perhatian. Sampe jadwal kuliah gue pun dia hapal. Padahal gue sendiri masih suka kelupaan.

"Iya, abis ini aku langsung bobo."

Jeno mengusap rambut gue pelan. "Pinter."

Tangannya menangkup wajah gue, membuat gue kini benar-benar menatap matanya. Jadi deg-degan kalo diginiin.

"Besok pagi aku jemput oke?"

Gak ada 'besok' buat kita Jen. Kisah kita berakhir malam ini juga.

Gue tersenyum tipis. Daripada menjanjikan sesuatu yang gak akan terjadi, gue lebih memilih buat gak merespon pertanyaan itu.

"Makasi ya, Jen. Hari ini aku seneng banget bisa abisin waktu sama kamu," kata gue.

"Aku yang harusnya ngomong gitu ke kamu."

Tanpa peringatan apapun, pria ini mengecup kening gue. Mata gue membulat saking terkejutnya. Kalo tadi gue gak bener-bener rasain bibirnya Jeno karena cuma nyentuh rambut gue, kali ini rasanya lebih jelas dan lebih nyata karena sepasang bibir lembut itu bersentuhan dengan indera peraba gue.

"Udah sana masuk. Aku pulang dulu ya. See you tomorrow, sayang."

Daripada see you too, gue lebih memilih, "Goodbye Jeno."

Kita emang mungkin akan ketemu lagi, tapi kisah kita cuma sampe di sini. Jadi ini adalah selamat tinggal untuk Jeno sebagai pacar gue.

***

"MARK!!" seru gue sambil menggosok bungkus kinderjoy dengan agresif.

"WOY SANTE NAPA SANTE!!" galak Mark.

"GILA SERU BANGET NJIR PACARAN!!!"

"YEEE KAMPRET KIRAIN ADA EMERGENCY TAUNYA GITU DOANG!"

"TUNGGU DULU! GUE PENGEN CERITA!" seru gue menghentikan dia sebelum dia menghilang.

"Do I look like your fcking diary book?" Tanyanya sarkasme.

"Tapi gue gak ada temen cerita!"

"Sorry, gue gak tertarik dengerin cerita lo."

Wah, songong nih jin.

"Kalo gitu gue mau nanya!"

"Apaan?"

"Kenapa gue gak disetting buat tau background pacaran gue? Ribet tau gak kalo ditanyain apa-apa tuh tapi gue gak tau," keluh gue.

Mark tertawa. "That's part of the fun, sweety. Lo jadi mengantisipasi bakal kayak gimana kisah lo berikutnya. Lagian cuma lo satu-satunya yang sadar di fantasi lo ini. Kalo lo disetting juga, ya lo bakal ikut lupain semuanya lah," jelas Mark.

"Unfair!" Celetuk gue, merenggut.

"Udahlah, mendingan lo tidur. Siapin mental buat besok. Lo gak bakal tau kejutan apa yang bakal menanti lo," sarannya.

Setelah mengucapkan hal itu, Mark menghilang. Gue menghela napas panjang. Bikin emosi juga berurusan sama jin kayak Mark.

Malam itu gue menutup hari bukan dengan bertanya-tanya siapa berikutnya. Namun, gue memutar kembali memori manis gue bersama Jeno. Untuk pengalaman pertama pacaran, Jeno memanglah pilihan yang tepat. Meskipun bukan gue yang milih, tapi gue bersyukur karena dia lah yang terpilih.

*tbc*

How was the first day?
Vote dan komen ya. See you

Continue Reading

You'll Also Like

5.2K 496 26
[HIATUS] Kehadiran Nevan memberikan warna baru bagi Pricilla, membuat gadis itu benar benar jatuh cinta. Namun saat harapan tak jadi kenyataan, apa...
1M 73.2K 38
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
21.7K 5.3K 13
Bantu saya agar selalu baik-baik saja, selama dia bahagia. PANASEA 1996: Panasea untuk Redia -republish, alternate universe ANYANUNIM 2019
TOGETHER By Farikha

Teen Fiction

42.8K 3.8K 35
Lee haechan,idol yang tergabung dalam grub nct yang ternyata sikapnya selama ini di depan kamera sangat berbanding terbalik dengan saat offcam #LeeHa...