A Bad Boy Called Reno ✓ (Sele...

By ikkowilliams

100K 7.3K 1K

Liora Anastasya adalah seorang wanita karir yang hidupnya serba tertata rapi dan perfeksionis. Itu juga terma... More

Prolog
Bab 1 [Pertemuan]
Bab 2 [Boleh Juga]
Bab 3 [Cute Momment]
Bab 4 [Tak Ada Logika]
Bab 6 [Senyummu]
Bab 7 [HangOut]
Bab 8 [Rasa]
Bab 9 [Mencipta Senyum]
Bab 10 [Bahagia]
Bab 11 [Manis Buatan]
Bab 12 [Manis Alami]
Bab 13 [Tetap Seperti Ini]
Bab 14 [Bahagia Itu Sederhana]
Bab 15 [Larut Dalam Nada]
Bab 16 [Tenang]
Bab 17 [Nggak Ada Akhlak]
Bab 18 [Rengkuh 01]
Bab 19 [Rengkuh 2]
Bab 20 [Dihibur]
Bab 21 [Bikin Anak?]
Bab 22 [Iri bilang, Bos]
Bab 23 [Semakin Cinta]
Bab 24 [Video Call with Reno]
Bab 25 [Dinner di Kucingan?]
Bab 26 [Dimas si Raja Drama]
Bab 27 [Lost]
Bab 28 [Masing-Masing]
Bab 29 [Believe]
Bab 30 [Reno is Back?]
Bab 31 [Rindu yang Terobati]
Bab 32 [Will You Marry Me?]
EPILOG
Menunggu Reno
Polling Cover Reno
RENO-OPEN PRE-ORDER!
Intip Extra Chapter
Choice Comment
RENO CLOSE PRE-ORDER
INFO NOVEL RENO

Bab 5 [Mood]

3.3K 288 15
By ikkowilliams

  Reno membelai pipiku dengan lembut seraya terus menyapukan lidahnya dalam rongga mulutku, ciuman hangat ini lantas diakhiri Reno dengan mengecup bibirku dan ia tersenyum. “Selamat bekerja, Bu Liora, yang semangat,” ucapnya kemudian. “Terima kasih untuk apelnya.”

  Akupun mundur dan tersenyum. “Ini uang service mobilnya diterima ya Ren.”

  Reno malah menggeleng dan membuka pintu mobil lalu turun. “Simpan saja, Bu.”

  Kulihat Reno lantas bergegas pergi, meninggalkanku dalam keterpakuan, juga sunggingan senyum bahagia. Ah, apa ini namanya, Tuhan? Kenapa mood saya jadi bagus padahal sebentar lagi saya akan bertemu Pak Bagio?

  Sepeninggal Reno, aku segera turun dari mobil, menguncinya dan siap melenggang masuk ke restoran D’Crunchy.

  Suasana restoran mulai ramai saat aku melewati ambang pintu masuk, aroma kentang goreng dan daging panggang menguar, denting suara piring beradu dengan sendok dan garpu memenuhi ruangan disertai suara percakapan yang ramai.

  Aku langsung kaget melihat Pak Bagio duduk di dekat pintu masuk dan menatapku tajam, membuat tubuhku seolah dibekukan di kutub utara.

  “Ra, kemari.” Pak Bagio memanggilku seraya menunjuk kursi kosong di seberangnya.

   Lemas sudah badan ini kalau sudah melihat muka sangarnya yang beralis besar dengan ujung setinggi Himalaya, giginya tampak berderit seolah menyembunyikan kegeraman akut.

  Lelaki paruh baya bertubuh tambun itu lalu mengepalkan kedua tangannya di atas meja begitu aku duduk dengan wajah ketakutan. Harus siap disidang nih gue, batinku seraya meremas kuat-kuat tasku yang kupangku. Aku lantas mengeluarkan sebuah map dari tasku berisi laporan keuangan yang seharusnya sudah kuserahkan kepadanya beberapa hari lalu, tapi karena menemuinya sesusah menemukan dugong di rawa-rawa, jadi bukan salahku, kan? Di WA juga tak dibaca, eh giliran pas dia datang selalunya di saat aku telat masuk.

  Menerima map merah itu dan membukanya, kulihat mulut Pak Bagio yang berhias dua gigi emas mulai ikut terbuka juga. Wah, wah, siap disemprot dengan disinsfekstan dari mulutnya nih gue.

  “Kamu itu ya Ra, kalau dikandani susah amat! Kan saya sudah bilang---.”

   Belum sampai Pak Bagio menyelesaikan omelannya, tiba-tiba....

  “Morning, Liora!”

   Seseorang menyapaku dari arah belakang, suara seorang pria, dan itu terdengar tidak asing.

   Dahiku langsung dibuat mengernyit karenanya, terlebih ketika melihat air muka Pak Bagio berubah drastis di hadapanku, yang tadinya mirip gunung Merapi mau erupsi, sekarang berubah jadi gunung Tidar yang hijau dan sejuk.

  Aku pun menoleh dan lumayan dibuat kaget.

  “Dimas?!” ucapku tak menyangka. Kok dia bisa sampai sini?

  “Morning Ra, Morning Om Bagio,” ucap pria muda itu yang lalu menarik kursi di sebelahku dan ikut duduk.

  Dimas ini adalah teman kuliahku dulu di Jakarta, orangnya humble, care, ramah, apa lagi ya? Satu lagi yang selalu kuingat darinya, dia lahir dari keluarga super tajir, papanya seorang pemilik perusahaan tambang di Kalimantan.

  Tunggu, tunggu, tunggu, aku gak salah dengar kan ya? Dimas manggil Pak Bagio dengan sebutan Om? Mereka kenal dimana, seumur-umur, sejak kerja dua tahun di D’Crunchy cabang Jakarta, aku tak pernah tahu kabar perkenalan mereka.

  “Maaf ya ganggu perbincangan kalian?”

  Aku masih bengong oleh kehadiran pria berkemeja rapi khas orang kantoran ini.

  “Enggak Nak Dimas, santai saja, santai saja,” timpal Pak Bagio yang terlihat hormat dan sangat sopan merespons ucapan Dimas. “Jadi, Nak Dimas ini kenal sama Liora?”

  “Dia tunangan saya, Om.”

  Aku yang masih bengong lantas jadi menelan ludah. Apa? Tunangan?

  “Astagaaa, Lioraaa, kenapa kamu nggak bilang-bilang?” Tiba-tiba nada bicara Pak Bagio jadi sangat ramah kepadaku.

  Dimas melirik ke arahku dengan wajah tengilnya sambil mesem.

  “Ya sudah, ya sudah, silahkan kalian ngobrol-ngobrol dulu, saya mau pamit dulu, sudah ditunggu istri saya di mobil soalnya. Kalian pasti saling kangen, secara, Liora kan sudah sebulan pindah ke kota ini,” lanjut Pak Bagio dengan ramah dan kesopanan tingkat tinggi, kulihat ia lantas bangkit dari duduknya, menghampiriku lalu menepuk-nepuk pundakku.

  What’s going on in here? batinku yang sekali lagi masih bengong dan heran.

  “Makasih, Om.”

  “Permisi Nak Dimas, Mbak Liora.”

  Mbak Liora? OMG, gue lagi mimpi nggak sih? Atau sebenarnya gue masih di dalam mobil dan mabuk oleh ciuman panas dari Reno? batinku sambil menepuk-nepuk kedua pipiku setelah Pak Bagio berlalu.

  Sepeninggal Pak Bagio, Dimas terkekeh.

  “Ra, kok bengong?” Dimas menatapku serius.

  Ditatap seperti itu aku malah jadi mirip orang linglung, tanganku menunjuk keberlaluan Pak Bagio, setelahnya menunjuk ke arah Gio. “Kalian... Kenal dimana?”

  “Nggak usah seheran itu, Ra, Om Bagio itu sahabat Papaku, dan hutang dia banyak. Papa juga sering menyuntik modal usaha buat dia.”

  Ooo, jadi begitu, batinku sambil bersungut-sungut. Pantes setelah ketemu Dimas, sikap Pak Bagio yang tadinya mirip beruang lapar, berubah jadi anak kucing dikasih pita.

  “Ra, kamu apa kabar?”

  “Ba-ik dong, pastinya, Dim. Kamu, kenapa bisa sampai sini?”

  “Pengen ketemu kamu lah, Ra.”

  Aku tersenyum tipis memandangi penampilan Dimas yang selalu terlihat necis sejak jaman kuliah dulu, rambut klimis, tubuh dipenuhi perhiasan branded, mulai dari jam tangan, kalung, hingga tas. Mukanya juga terlihat sombong. Aku jadi ingat, dia dulu digilai banyak cewek di  kampus, tapi kurang famous kalau bukan karena kekayaannya, sebab dia ini tidak banyak prestasi di kampus, yang membuatnya dikenal ya cuma satu hal, kekayaan ayahnya. Dimas bisa menggunakan dengan baik identitasnya sebagai orang kaya, bisa memanipulasi nilai di setiap mata kuliah, bisa mengisi absensi tanpa harus datang ke kampus dan bisa menyelesaikan skripsi dalam dua minggu dengan menggelontorkan dana ratusan juta.

  “Ra, aku bawa oleh-oleh tuh di mobil, buat kamu semua.”

  “Apaan emang Dim? Oleh-oleh dari Jakarta, kan? Pffft.”

  “Dih, jangan ngejek lah Ra, Aku baru pulang liburan ke Eropa ini.”

  Aku mesem, tidak terlalu heran sih dengan ucapannya, tak  pernah seheboh cewek lain yang langsung bilang ‘wow’ lalu jadi penasaran dengan cerita liburannya.

  “Aku tahu kamu gak bakal exaited sama cerita liburanku, Ra, dulu saja pas aku liburan ke Yunani, kamu cuma nanyain ngefoto pantai Athena yang gak ada wajahku gak?”

  Aku terkekeh.

  Kulihat Dimas lalu mengeluarkan ponselnya yang berwarna gold dan lagi in karena itu edisi terbaru dari merek apel kegigit dan baru dipasarkan di negeri barat saja. Aku heran? Tidak ah, biasa saja.

  Dimas lalu menunjukkan foto isi mobilnya. “Nih buat kamu semua.”

  Wanjayyy! Kalau sekarang aku baru kaget dan terkagum-kagum. “Aku gak salah liat kan ini Dim?” tanyaku ketika menemukan berbagai macam pakaian wanita dalam foto itu, dan semuanya dari brand kelas dunia.

  “Yap. Lihat baik-baik, Ra. Ada Prada, Chanel, Ralph Lauren, ada Versace juga.”

  “Aih, trims, Dim.”

   Dimas tersenyum lebar.

  “Kamu memang sahabatku yang terbaik, Dim.”

  Entah kenapa, Senyum Dimas memudar. Tapi kuabaikan karena pandanganku sedang tertuju ke arah ruangan kerja Sisy yang dipenuhi antrean panjang para pembeli minuman. Wah, kayaknya Sisy butuh bantuan gue nih.

  “Ra.”

  “Eh, iya Dim?”

  “Kamu masih jomblo aja, Ra?”

  Ting!

  Tiba-tiba ponselku berdenting. Ada pesan Whatsapp masuk. Aku pun buru-buru menengoknya. Sisy?!

  Sisy Pujianty: Mbak Li, please, help me, ini gue keteteran.

  “Dim, kutinggal dulu ya!” ucapku cepat seraya memasukkan ponselku ke tas lalu menyangklong tasku sebelum akhirnya bergegas meninggalkan Dimas.

  "Ra, Ra, oleh-olehnya gimana?" Dimas berseru.

  Aku menoleh sesaat. "Nanti aku pilih satu aja Dim! Bye bye, aku kerja dulu."

BERSAMBUNG....

Trims sudah baca, Gengs, sampai ketemu lagi nanti malam di akunnya Mbak Cepty Brown, karena hari ini aku kebagian ngetik Babnya Delvano Charies di Lantunan Takbir Cinta.

See you, jangan lupa vomment, yang belum follow jangan lupa follow dulu ya 🙏

Continue Reading

You'll Also Like

1.2K 148 4
Haloo ini part 4 ya jangan lupa nonton dulu di tiktok aku biar nyambung Nama tiktok:jxsiboring
15.3K 936 10
Menjadi orangtua diusia yang masih muda? Sama sekali tidak pernah terbayangkan dibenak Samuel jika pergaulan bebas yang ia jalani dikemudian hari aka...
7.5K 995 30
Seumur hidupnya, April sangat anti dengan cowok nakal yang hobinya membuat masalah. Ia tak pernah menyukai cowok-cowok brandalan semacam itu dan beru...
16.6M 707K 41
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...