Dersik

By khanifahda

758K 94.4K 6.6K

Hutan, senjata, spionase, dan kawannya adalah hal mutlak yang akan selalu melingkupi hidupku. Namun tidak se... More

Peta
Khatulistiwa
Proyeksi
Kontur
Skala
Topografi
Distorsi
Spasial
Meridian
Citra
Evaporasi
Kondensasi
Presipitasi
Infiltrasi
Limpasan
Perkolasi
Ablasi
Akuifer
Intersepsi
Dendritik
Rektangular
Radial Sentrifugal
Radial Sentripetal
Annular
Trellis
Pinnate
Konsekuen
Resekuen
Subsekuen
Obsekuen
Insekuen
Superposed
Anteseden
Symmetric Fold
Asymmetric Fold
Isoclinal Fold
Overturned Fold
Overthrust
Drag fold
En enchelon fold
Culmination
Synclinorium
Anticlinorium
Antiklin
Sinklin
Limb
Axial Plane
Axial Surface
Crest
Through
Delta
Meander
Braided Stream
Oxbow Lake
Bar Deposit
Alluvial Fan
Backswamp
Natural Levee
Flood Plain
Horst
"Graben"

Adveksi

11.2K 1.3K 40
By khanifahda

Adveksi; geo; adalah proses perpindahan awan dari satu titik ke titik lain dalam satu horizontal akibat arus angin atau perbedaan tekanan udara.
.
.

Gayatri hanya bisa terduduk lemas setelah membaca sebuah surat dari atasannya. Gadis itu memenuhi panggilan komandannya setelah kemarin telat banyak ketika rapat koordinasi. Di dalam ruangan, Gayatri tidak di marahi atau mendapat hukuman fisik. Tetapi gadis itu hanya mendapat sebuah surat yang berkop instansi kepolisian. Setelah itu, Gayatri pamit undur diri dan memilih mencari tempat duduk di lorong kantor yang agak sepi.

Perlahan gadis itu membuka suratnya. Kemungkinan dirinya akan di mutasi, tapi rasanya tak mungkin hanya karena melanggar kode etik disiplin dirinya bisa di mutasi. Tapi entahlah, dirinya juga masih penasaran.

Namun Gayatri hanya bisa menghela nafasnya ketika dirinya harus di tugaskan kembali ke operasi yang lebih berbahaya. Bukan hanya sekedar mengamankan massa demonstrasi. Dan ya, terpaksa Gayatri berpindah haluan. Gadis itu tidak di libatkan lagi di pengamanan yang sempat di bahas tetapi ia mendapat tugas untuk menyelidiki kasus narkoba skala internasional. Dan nama gembong narkoba yang telah menjadi buronan kepolisian bertahun-tahun kini menjadi targetnya.

"Rusdi Gustoro." Gumamnya pelan menyebutkan salah satu orang yang membuat polisi kelimpungan beberapa tahun belakangan ini. Setiap operasi yang di lakukan oleh polisi, orang ini selalu saja lolos dan pergerakannya cukup senyap, tak ada yang tahu keberadaannya pasti, tetapi orang ini sangat berpengaruh terhadap pasar gelap narkoba yang merajai Asia Tenggara dan Asia Timur.

Dalam benaknya, apakah dirinya bisa berhasil? Operasi kemarin saja adalah operasi perdana yang cukup menguras mental fisiknya. Lalu apakah akan sama seperti kemarin?

"Eh, Lo Ta." Gayatri tersentak ketika bahunya di tepuk oleh salah satu temanya, Meta.

"Lagi apa di sini? Nggak ngantor lo?" Meta, teman satu perjuangannya lantas mengambil duduk di samping gadis tersebut. Meta adalah teman satu angkatan dulu ketika menyelesaikan pendidikan Bintara.

"Ngantor kok. Lo?"

"Gue? Sama, cuma ya ada new case kali ini." Gayatri kembali mengangguk. Gadis itu lantas menyimpan suratnya kembali.

"Lama ya kita nggak ngobrol kayak gini. Terakhir dua bulan yang lalu sebelum lo dikirim ke Kalimantan." Ujar Meta. Di kantornya, mereka berdua cukup akrab bahkan seringnya mereka bersama.

Gayatri terkekeh pelan di tempatnya. "Kangen cie ceritanya sama gue nih?"

Meta lantas berdecak. "Apaan kangen ke elo?! Najong!" Kali ini Gayatri tertawa lepas, ia rindu dengan guyonan Meta.

"Rindu kalau di simpen lama-lama jadi penyakit. Mending di keluarin." Gayatri mengangkat alisnya sambil tersenyum, seolah meledek kembali gadis berwajah agak kearaban itu.

"Bacot lo!"

Gayatri kembali terkekeh, "Nah kan. Mau curhat?"
Gayatri tahu jika Meta tak pernah absen curhat padanya. Gadis itu sudah seperti tempat sampah Meta dalam mengeluarkan keluh kesah sampai umpatan yang kadang bikin Gayatri geleng kepala.

Meta meringis, "Tau aja kalau gue butuh ngomong sama lo."

Gayatri mencibir, "Halah basi!" Meta langsung tergelak.

"Nanti gue nginep ye di kontrakan lu. Kangen ngomong sampe pagi."

"Nggak gratis seyeng." Meta memutar bola matanya malas.

"Iye iye, gue bawain oreo sama susu UHT. Dah kek bocah deh lu." Meta sangat hafal dengan makanan yang menjadi favorit Gayatri untuk memperbaiki mood, yaitu Oreo rasa coklat dan susu UHT Full Cream atau low fat rasa plain.

"Biarin." Cibir Gayatri kembali. Peduli amat dengan mereka yang menganggap dirinya seperti bocah karena suka makanan seperti itu.

"Eh bentar," Gayatri langsung mengangkat telepon dan menjauh dari Meta. Gadis itu langsung bangkit begitu Fajar menelponnya.

"Besok bisa nggak dateng ke pertandingan perdana di GBK?"

"Jam berapa Jar?"

"Jam 3 sore."

Gayatri lantas terdiam. Ia bingung lantaran besok adalah jadwal kuliah dan tidak bisa di tinggal begitu saja.

"Bisa nggak?" Tanya Fajar kembali setelah Gayatri belum juga merespon.

"Em anu, aku ada kuliah jar. Gimana ya? Pengen banget aku lihat pertandingan perdanamu."

Gayatri memutuskan untuk kuliah strata 1 setelah lulus Bintara Polri. Gadis itu mengikuti program kuliah dari intansinya dengan mengambil beasiswa separuh untuk studinya. Ia rela menyisihkan uang dan waktunya untuk kepentingan akademik dan masa depannya. Dan kebetulan besok sore adalah kelas karyawannya sehingga dirinya tak bisa ikut menemani Fajar.

Di seberang sana Fajar terlihat menghela nafasnya berat. "Yasudah nggak papa."

"Tapi aku janji bakal lihat pertandingan kamu." Ucap Gayatri kemudian. Ia tahu jika Fajar pasti kecewa berat dengannya. Mereka jarang ada quality time. Paling juga hanya bertukar kabar. Hal itu membuat Shinta beranggapan jika mereka tak selayaknya orang berpacaran. Mereka cenderung seperti teman, nggak ada romantis-romantisnya dan yah, hambar tentunya. Tetapi Gayatri tak mempermasalahkan hal itu. Namun, apakah di pihak Fajar demikian juga?

"Mending kamu nggak usah janji Aya. Aku paham kok."

"Oke. Udah dulu ya, sampai ketemu entah kapan itu. Jaga diri baik-baik."

Setelah itu sambungan telepon mereka terputus. Gayatri hanya mampu terdiam sambil menatap gawainya nanar. Gadis itu terhenyak, apakah dirinya benar-benar serius dengan Fajar? Atau Gayatri terlalu nyaman dengan dunianya sehingga ia tak begitu peduli dengan hubungannya sendiri. Entahlah, Gayatri hanya bisa terdiam sambil menghela nafasnya berkali-kali.

*****

Gayatri menambahkan kecepatan motornya agar cepat sampai di GBK. Gadis itu rela langsung tancap gas setelah kuliah selesai. Pukul setengah 5 sore ia selesai kuliah dan masih ada waktu untuk datang dan mendukung Fajar.

Gayatri langsung memarkirkan motornya dan menuju tiket masuk.

"Mbak tiketnya masih ada nggak?" Tanya Gayatri dengan perasaan campur aduk. Ia takut kehabisan tiket karena melihat banyaknya pedagang dan parkiran GBK Yang penuh. Pasti banyak yang nonton karena di kandang sendiri.

"Masih ada mbak. Tapi tinggal yang VVIP? Gimana?"

Gayatri mengerutkan dahinya dalam. Lantas melihat jam tangannya. Pertandingan kemungkinan akan selesai setengah jam lagi. Namun ternyata hanya ada tiket dengan kategori mahal.

"Berapa mbak?"

"500.000 mbak."

Gayatri melebarkan matanya. Apa? 500.000? Ini tanggal tua dan belum gajian. Lagi pula gajinya sudah habis untuk membayar kontrakan dan uang praktikum bulan ini. Makan saja ia seadanya. Ya Tuhan. Apa yang harus Gayatri lakukan?

Gayatri terdiam. Ia dilema. Disini lain ia ingin meluangkan waktu untuk Fajar tapi terganjal dengan uang yang tak cukup. Bisa saja ia membeli tiket tetapi tak menjamin bisa makan seminggu kedepan. Uangnya benar-benar tinggal 500 ribuan.

"Nggak jadi mbak. Maaf ya." Akhirnya Gayatri membatalkan untuk membeli tiket. Sangat tidak cucok misal ia membeli tiket dengan harga selangit sedangkan waktu pertandingan tinggal beberapa menit lagi.

Gayatri lebih memilih menunggu di dekat tribun. Gadis itu langsung duduk sambil mengetikkan sesuatu di gawainya. Namun, Fajar tak kunjung merespon karena sedang bertanding.

"Halo, ada apa Ta?" Tiba-tiba Meta menelponnya.

"Nanti malam gue ke kontrakan lu lagi ye, plis penting ini."

"Iya dateng aja."

"Oke. Eh lo dimana? Kok kayak ada orang sorak-sorak ramai gitu?" Tanya Meta begitu mendengar suara riuh.

"Ohh, gue di GBK."

"Ngapain?"

"Sebenarnya mau lihat Fajar tanding, tapi nggak bisa masuk."

"Lah masuk tinggal masuk dodol."

"Ye lampir! Lu kira masuk GBK kayak masuk mall?"

Meta tergelak, "Lah kenapa?"

"Tinggal VVIP Ta. Sayang uangnya cuma buat beberapa menit aja."

"Yaudah bilang aja ke Fajar. Nggak perlu nribun dulu."

"Iye. Udah ya. Nanti sambung lagi." Ucap Gayatri untuk mengakhiri percakapan.

Lalu Gayatri menatap jam tangannya. Pertandingan telah usai dan segera ia menghubungi Fajar. Namun tak diangkat juga oleh laki-laki itu.

Gayatri tak kehabisan akal. Gadis itu lalu menghubungi Tio, teman Fajar yang kebetulan teman satu SMAnya dulu. Tio merupakan salah satu bek di klub sepak bola yang Fajar bela.

"Halo Yo. Lo sama Fajar nggak? Kalian udah selesain main kan?" Seperti biasa, Gayatri tanpa basa-basi karena memang sudah akrab dengan Tio.

"Halo Ya. Iya, gue udah selesai main kok. Oh Fajar udah keluar dari ruang official. Kelihatan buru-buru tadi sih. Kenapa?"

"Tadi sempet pegang HP nggak?" Tanya Gayatri lagi.

"Setahu gue ya, tapi dia tuh di akhir di tarik sama pelatih dan setelah itu main gawai seperti biasa. Kenapa?"

Gayatri mengerutkan dahinya dalam. Ia berpikir, berarti tadi seharusnya ia bisa menghubungi Fajar dong? Tapi kenapa tak diangkat?

"Oh ya udah. Makasih ya Yo."

"Yoi. Apa perlu gue sampein ke Fajar?"

"Eh nggak perlu Yo. Makasih ya sekali lagi."

"Yoi." Lalu sambungan telepon mereka terputus. Gayatri terdiam sambil memikirkan sesuatu. Kenapa Fajar tiba-tiba tidak merespon dirinya dan tadi? Keluar terburu-buru?

Akhrinya Gayatri memutuskan menunggu di depan pintu yang biasa di lewati oleh para pemain. Keadaan GBK masih cukup ramai sehingga tak begitu terlihat kesepian dirinya.

Sampai azan maghrib berkumandang, Gayatri tak kunjung melihat Fajar. Hanya beberapa orang yang keluar dari pintu tersebut, tetapi tak menemukan laki-laki yang ia cari. Akhirnya Gayatri memilih pulang dengan perasaan hampa dan kecewa. Ia tak tahu letak kesalahannya dimana, tapi dirinya merasa seakan salah dalam hal ini. Gadis itu pulang dengan perasaan yang sanggup membuat dirinya merasa tak berguna. Ia merasa salah tak bisa menjadi patner yang baik untuk Fajar. Ia terlalu sibuk sehingga untuk sekedar bertemu saja sangat sulit.

Sebelum balik ke kontrakannya, Gayatri mampir dulu ke mini market untuk membeli beras dan ikan sarden untuk ia makan nanti. Ia harus hemat agar tak kehabisan uang di akhir bulan. Walaupun ia dapat gaji tetap, namun tetap saja hidup di ibukota yang mana serba mahal sehingga ia harus pandai dalam mengatur uang untuk memenuhi kebutuhannya.

Entah matanya yang salah atau apa. Tetapi Gayatri melihat motor Fajar terparkir di depan mini market yang merupakan salah satu restoran Jepang. Gayatri sangat hafal diluar kepala plat motor dengan cc besar itu. Tapi sedang apa Fajar disitu? Apa mereka makan bersama dengan yang lain.

Lantas Gayatri mengambil gawainya. Gadis itu langsung menghubungi Fajar cepat. Namun ternyata ponsel Fajar mati. Hangus sudah harapan Gayatri hari ini.

Tanpa berpikir lama-lama, Gayatri memilih pulang. Gadis itu memilih untuk cepat-cepat balik kontrakan karena Meta akan ke kontrakannya nanti jam 8 malam. .

.
.
.

Semoga menghibur.

Semangat bagi kalian semua. Bagi kalian yang di kerjai tugas, monggo sambat tapi jangan sampe lupa bersyukur🙈

Staf safe teman-teman.#dirumahaja

Mohon maaf kalau upnya nggak terjadwal dengan baik. Tapi aku baca komenan kalian semua kok, thanks yak🙃

Continue Reading

You'll Also Like

11.3K 299 1
Genre: Mistery, romance Tanpa pikir panjang Saira Nathania setuju menerima lamaran dari Jeris Mahatma Ningrat yang notabenya adalah dosen di tempat i...
1.1M 29.3K 10
Dia adalah seorang gadis yang rela melepaskan cintanya untuk seorang sahabat, berharap jika perempuan itu dapat bahagia bersama orang yang dicintainy...
69.9K 8.4K 60
"Terkadang mereka yang tak menangis bukan karna mereka tak susah atau tak terluka. Tetapi karna mereka sadar, air matanya tak memiliki kekuatan untu...
113K 6.7K 23
yang namanya prioritas ya pasti cuma satu , tapi dia lain , dia seorang yang kusebut suami mempunyai dua prioritas yang kerap kali membuat dia lantas...