Pernikahan Kontrak Dua Miliar...

By astridslovely_03

201K 6.8K 424

READY STOCK @85.000 Bisa langsung WA ; 085877790464 Cover : @reghina "Tugasmu sangat mudah, cukup lahirkan pe... More

Prolog
01. Drama Pernikahan
02. Skandal Murahan
03. Kontrak Spesial
03. Kontrak Spesial,
04. Kesempatan
05. Dirinya yang Lain
06. Benih-benih Rasa
Info
07. Cemburu yang Tersirat
08. Ayah Mertua
09. Mimpi Buruk
10. Frustrasi
11. Ada Apa Denganmu?
12. Makan Malam
12. Makan Malam
14. Kejutan yang Tak Berarti
15. Salahkah Aku Mencintaimu?
16. Lebih Baik Aku yang Pergi
16. Lebih Baik Aku yang Pergi
17. Hati Yang Terluka
daftar isi
vote cover
Yuk Order!

13. Pengakuan Cinta

5.6K 250 16
By astridslovely_03

Kini Sandra sudah berada di dalam peraduan milik Dominic Alexandre Jhonson. Dia menyalakan lampu dan menatap sekeliling. Kamar yang rapi. Ruangan itu lagi-lagi didominasi dengan warna cokelat dan perpaduan panel kayu-kayuan di bagian langit-langit kamar. Tak ada jendela ataupun ventilasi membuat tempat ini jadi sedikit lembab. Ukurannya sama besar dengan kamar Sandra bahkan desain interior pun nyaris sama, tetapi entah kenapa terasa berbeda. Nuansa maskulin begitu kentara di sini.

Saat pertama kali masuk tak ada hiasan dinding apa pun yang bisa dilihat selain sebuah foto berukuran besar sang konglomerat muda yang tampan. Gambarnya hanya sampai setengah badan dengan latar Mansion Alexurious. Tubuhnya sedikit miring ke kiri namun tatapannya ke depan mungkin mengarah pada kamera saat itu, menyorot tajam dan angkuh seperti biasa. Rambut pirangnya disisir ke belakang dan membentuk jambul. Satu tangannya terlihat sedikit menekuk, mungkin karena dimasukkan ke saku celana. Dia mengenakan kemeja abu-abu tua, sepertinya dia sengaja membuka tiga kancing atasnya sehingga mengekspos dadanya yang bidang walau hanya terlihat sedikit. Tak ketinggalan coat hitam dengan kerah tinggi yang menutupi leher. Benar-benar gaya khas Dominic yang memesona, hanya dengan melihatnya saja sudah membuat Sandra terpaku beberapa lama.

Sandra tidak pernah menyangka dirinya bisa berada di kamar utama mansion ini. Letaknya pasti sengaja dibuat jauh dari lalu lalang para pelayan dan harus melewati beberapa lorong. Meski letaknya terpencil, kamar ini tentu saja menjadi tempat yang paling diistimewakan sampai tak ada seorang pun yang berani mendekat bahkan Albert sekalipun.

Langkah Sandra terhenti di depan sebuah layar yang besarnya sekitar 32 inch. Kenapa benda ini diletakkan berlawanan dengan ranjang dan sofa? Apakah tidak kesulitan saat akan menonton televisi? Sandra menyentuh layarnya, tidak disangka bisa dengan mudah menyala. Namun bukannya menampilkan gambar acara TV, yang terlihat justru sederet tulisan ‘masukkan kode’ dan ada delapan digit yang harus diisi. Sebenarnya benda apa ini? Karena kesal, Sandra pun membiarkannya.

Penghangat ruangan menyala membuat aroma citrun jadi sangat kental, aroma khas Dominic yang mampu membuat Sandra mabuk kepayang setiap kali berada dekat dengan pria itu. Sandra merebahkan diri pada ranjang king size yang empuk dan menyamankan diri di sana. Dia benar-benar tidak sabar menunggu kedatangan Dominic, ingin sekali rasanya bisa tidur dalam pelukan pria itu lagi, lagi dan lagi.

Hampir dua puluh menit menunggu, bunyian pintu yang terbuka membuat Sandra senang. Dominic pasti baru saja menempelkan sidik jarinya di depan sana. Sandra pun berhenti memainkan ponsel lalu duduk dengan bersandar bantal di kepala ranjang.

Benar saja, beberapa saat kemudian Dominic melangkah masuk. Namun tampaknya dia sedang sibuk menerima telepon. “Oh ya, baiklah. Besok adakan rapat darurat dengan seluruh direksi untuk membahas langkah selanjutnya.” Dia terus bicara sementara tangannya yang bebas bergerak melepas seluruh kancing kemeja yang dikenakannya.

Pandangan Sandra terus saja mengikuti langkah Dominic sampai ke lemari, mendengarkan pembicaraannya dengan penelepon di seberang sana.

“Kau sudah menunggu lama?” tanya Dominic setelah menutup telepon.

“Lumayan.”

“Tadi aku harus bicara dulu dengan Albert.”

“Iya, tidak apa-apa.”

“Tadi kau menyentuh monitorku, ya?” Pandangan Dominic tertuju pada layar yang sudah mati secara otomatis.

“Bagaimana kau bisa ....”

“Langsung terdeteksi di ponselku.”

“Ehmm, iya. Maaf, tidak sengaja. Kukira itu televisi.”

“Bukan. Itu layar untuk mengontrol tayangan cctv, tapi tentu saja tidak semuanya. Aku hanya mengambil 12 tempat paling strategis saja, termasuk kamarmu. Aku sudah suruh orang untuk mengontrol tempat lain.” Dominic menjelaskan.

“Jadi kau memasang cctv di kamarku, dan kau juga menyuruh orang lain untuk mengawasinya?” Sandra benar-benar tak terima merasa privasinya terganggu.

Dominic tertawa melihat wajah Sandra yang was-was. “Tidak perlu panik begitu, khusus untuk kamarmu hanya aku saja yang memegang kode IP-nya.”

“Oh, begitu ya.”

Dominic mulai memilih-milih baju. Saat pintu lemari kembali ditutup, maka bentuknya akan menyatu dengan dinding.

“Kenapa kau mengizinkanku berada di sini? Pastinya bukan hanya untuk melihatmu berganti baju, kan?” tanya Sandra ingin tahu tak lama setelah Dominic mengganti pakaian. Kini pria itu menyibukkan diri dengan deretan jam tangan di lemari yang lain. Sandra bisa melihatnya, sebagian besar dari koleksi Dominic merupakan jam tangan Chanel yang mewah dengan edisi terbatas. Dominic sendiri yang memberitahu soal itu, apalagi pria itu memang selalu berganti-ganti jam tangan setiap harinya.

“Apa masalahnya?” Dominic justru balik bertanya dan tanpa menoleh sedikit pun.

“Aneh saja. Seorang Dominic yang menyebalkan pasti ada alasan tidak masuk akal setiap kali melakukan sesuatu.”

Dominic tertawa. “Jadi begitu, ya, diriku di matamu.”

“Kenapa tidak seorang pun yang boleh masuk kemari? Apakah ada sesuatu yang dirahasiakan?”

“Tidak ada. Setiap orang butuh privasi, Honey.” Pada akhirnya Dominic meletakkan jam tangan yang dipegangnya lalu menutup lemari dan memfokuskan atensi pada Sandra. “Setiap hari ada banyak orang yang mengejarkutentunya selain rekan kerja dan klien, entah itu paparazzi, jurnalis, bahkan sampai pembunuh bayaran juga. Ada banyak situasi yang membuatku lelah dan sesekali aku butuh waktu untuk menenangkan diri, dan di sinilah tempatnya.”

“Kau dikejar pembunuh bayaran?” Sandra dibuat tak percaya.

“Tidak perlu terkejut begitu. Hal itu, kan, sudah sangat wajar bagi pengusaha sukses. Itulah gunanya para bodyguard di sekitar kita.” Dominic kemudian melangkah pelan mendekati ranjang dan menyempatkan diri minum air putih dari gelas tinggi di atas nakas.

“Kau tahu siapa pelakunya?”

“Tentu saja kompetitor Alexurious, memang siapa lagi.”

“Aku baru tahu soal itu. Selama ini kau terlihat santai-santai saja, dan kau tidak pernah menceritakan apa pun padaku.”

“Karena kau tidak perlu mengetahuinya.”

“Ya, benar. Aku bukan istri yang sesungguhnya.” Sandra memalingkan wajah demi menyembunyikan perasaan kecewa di dalam hati.

“Bukan itu alasannya. Semula aku ingin menikah secara diam-diam tanpa diketahui oleh media. Di satu sisi, aku ingin seluruh dunia tahu jika kau milikku, tapi di lain sisi ... hal itu juga bisa membahayakanmu,” kata Dominic sambil melipat kedua tangan.

“Bagaimana bisa?”

“Honey, jika mereka yang haus segala hal tentang diriku tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkan, mereka akan beralih mengincarmu. Tak sampai di situ, kau juga akan jadi target pembunuhan. Itulah sebabnya setelah aku resmi diangkat sebagai CEO pertengahan tahun lalu, ayah memilih tinggal di perumahan pinggiran kota supaya tidak banyak yang mengetahui keberadaannya. Kau tahu, kan? Di lantai satu digunakan untuk kepentingan bisnis, entah pertemuan terbatas dengan petinggi perusahaan ataupun jamuan makan.”

“Yes, Sir. Aku paham. Mulai sekarang aku akan lebih berhati-hati ketika ada aktivitas di luar.” Sandra melebarkan senyuman sambil memberi hormat di kepala. “Tidak mengherankan, ayah menyebutmu sebagai generasi terbaik Alexurious.”

“Ah, sebenarnya itu ditujukan untuk sindiran pedas.”

“Oh ya? Tapi bagiku kau pria hebat dan bertanggung jawab.”

Dominic tertawa puas. “Begitu, ya. Kukira kau hanya bisa membentak-bentak dan berkata sinis saja. Rupanya diam-diam kau juga memperhatikanku.”

“Aku serius mengatakannya!”

“Aku tidak pernah bilang kau bercanda, kan?” Dominic melebarkan seringai menyebalkan, lalu berdeham sekali. “Kurang dari satu tahun Alexurious bisa menguasai seluruh Eropa dan beberapa negara di Asia karena usahaku, tapi karena aku pula kejayaan itu hampir berakhir dalam waktu singkat. Dulu kakek yang membangun pertama kali memfokuskan kinerja perusahaan di Inggris saja dan sebenarnya aku hanya meneruskan visi misi ayah yang belum tercapai selama masa kepemimpinannya.”

“Wah, hebat! Aku semakin mengagumimu, Dominic,” kata Sandra begitu semringah.

Pria itu kemudian menjatuhkan diri pada ranjang sampai berguncang, berbaring miring sambil menyangga kepala dengan sebelah tangan. “Apakah sudah selesai sesi wawancaranya?”

“A-apa?” Sandra dibuat terkejut dengan tatapan berbinar di hadapannya yang seolah dipenuhi hasrat terpendam.

“Aku sudah menjawab semua pertanyaanmu dan sekarang aku ingin meminta imbalan.” Dominic tersenyum miring penuh misteri. Dia menepuk ranjang beberapa kali memberi isyarat agar Sandra berbaring lebih dekat dengannya. “Kemari dan temani aku malam ini, Honey.”

-oOo-

Dominic terbangun ketika dini hari baru saja tiba. Saat menoleh ke samping, kedua matanya melebar mendapati wanitanya yang juga tidak terlelap. Apakah Sandra melamun?

“Kau belum tidur?” tanyanya kemudian.

Sandra tidak menjawab. Tatapannya kosong memandang langit-langit kamar.

“Kenapa? Kau menyesal sudah menawarkan diri padaku malam ini?” Dominic jadi heran karena Sandra masih tak mau buka suara. “Honey?”

Bukannya kata yang terucap, justru air mata yang terus memaksa keluar menelusuri pipi. Hal itu membuat Dominic terkejut dan seketika lebih mendekat pada Sandra.

“Hei ... kenapa menangis, hm?” tanya pria itu setengah berbisik. Dia menyangga kepala dengan sebelah tangan, lalu ibu jarinya bergerak mengusap jejak-jejak air mata wanita itu. “Katakan sesuatu supaya aku bisa mengerti.”

“Maafkan aku.” Sandra sampai harus menggigit bibir bawahnya supaya tidak sampai sesenggukan.

“Kenapa memangnya?”

“Maaf karena ....”

“Apa? Katakan saja.”

“Maaf karena aku menemanimu di sini bukan karena kewajibanku seperti yang tertera dalam kontrak, tapi atas dasar cinta.”

Pernyataan itu membuat Dominic terdiam cukup lama. Dia masih tidak mengerti kenapa tiba-tiba Sandra berkata begitu. “Soal itu ... aku sudah tahu. Sudah tergambar jelas di wajahmu.” Nada bicaranya kali ini dingin.

“Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan menuntut apa-apa darimu. Aku akan tetap melakukan kewajibanku seperti biasanya. Anggap saja perkataanku sebagai angin lalu. Aku hanya ingin kau tahu apa yang kurasakan, itu saja.” Meski sudah berusaha ditahan, pada akhirnya Sandra tetap sesenggukan. “Aku benar-benar minta maaf karena tidak bisa menepati janji kontrak kita. Aku minta maaf karena tidak mampu menahan perasaanku sendiri.”

Dominic beranjak bangun dari baringan dengan perasaan kesal, lalu mengikat piyama model kimono yang dikenakannya. “Aku tidak habis pikir, di saat orang-orang membenci sikapku yang seperti ini, kenapa kau malah jatuh cinta padaku? Padahal sudah susah payah aku membuat hubungan kita hanya sebatas pernikahan kontrak!”

“Aku benar-benar minta maaf.”

“Sudahlah, aku tidak mau mendengarnya!”

“Dominic, jangan pergi.”

Dominic tak bisa bergerak karena lengannya dicengkeram kuat oleh Sandra. Tatapan pria itu menunjukkan rasa tak suka, apalagi saat melihat Sandra ikut bangun. Selimut yang melingkari tubuh telanjangnya melorot hingga dadanya hampir terlihat membuat jantung Dominic berdegup kencang.

“Biar aku saja yang keluar dari sini,” kata wanita itu lagi dengan nada memohon.

“Lepaskan!” Dominic tetap menyingkirkan tangannya hingga pegangan Sandra terlepas, lalu turun dari ranjang dan mengambil piyama lain yang berwarna hitam dari lemari. Dia melempar pakaian itu ke arah Sandra. “Pakai itu.”

Sandra tidak berani membantah dan segera memakainya. Piyama itu bahannya tipis namun sangat halus karena terbuat dari sutra.

“Kalau sudah selesai, cepat keluar dari sini.”

“Terima kasih sudah mengizinkan orang asing seperti diriku berada di tempat ini, benar-benar suatu hal yang sangat istimewa bagiku dan—“

“Keluar!” Dominic membentak keras sampai membuat Sandra terperanjat kaget. Dia sudah tidak tahan lagi saat melihat tatapan penuh luka itu.

“Semoga kau tidak menyesali keputusanmu karena sudah membawaku kemari,” ucap wanita itu sebelum pergi.

Begitu pintu ditutup kembali, Dominic jatuh terduduk di tepi ranjang, lalu mengusap wajah dengan frustrasi. “Seharusnya kau tidak perlu minta maaf karena sejak awal aku pun sudah melanggar kontrak!” Dominic tidak bisa membohongi perasaannya jika dia sudah mencintai Sandra pada pandangan pertama saat mereka saling menatap di restoran seafood Guardian Hotel waktu itu.

Dominic menggeram marah. Tangannya bergerak refleks mengambil gelas tinggi berisi air putih di atas nakas dan melemparnya sampai menubruk dinding. Suaranya menggema di keseluruhan ruangan yang sepi, serpihan kaca pun berserakan di lantai.

Dominic hendak kembali berbaring, namun tanpa sengaja dari sudut mata dia melihat ada benda asing pada nakas yang ada di seberangnya.

“Jepit rambut Sandra dan ....” Dominic mengambil sebuah botol kecil yang tergeletak di sana dan memperhatikan saksama. “Kenapa obat anti depresan bisa ada di sini?”

Entah sejak kapan pil-pil kecil itu ada di atas nakas, padahal dia masih berusaha mencarinya beberapa hari terakhir ini namun tak pernah ditemukannya. Botol obat yang diletakkan bersebelahan dengan jepit rambut model baroque bertabur kristal seolah ingin memberitahunya jika Sandra sengaja meletakkannya di sana.

Apa Sandra sudah tahu yang sebenarnya?

Continue Reading

You'll Also Like

59.7K 2.2K 21
cerita ini kelanjutan dari ceritanya DOKTER CANTIK yah!! cuma ini sekarang anak-anaknya udah pada dewasa. . . . Rain Wijaya Alliet Orr anak angkat da...
6.4K 605 26
[HARAP FOLLOW AKUN AUTHOR TETLEBIH DAHULU!!!] Di dalam ruangan terlihat Dito yang sedang memandangi langit-langit rumah sakit. Sambil celingak-celing...
170K 15.5K 37
kepindahan dari sekolah lamanya ternyata menghasilkan sebuah dampak buruk untuknya. kisah masa lalunya yang berusaha ia kubur dalam dalam akhirnya ba...
9.8K 439 28
"Mengejar memang melelahkan. Namun jika hanya diam, semua hanya akan menjadi mimpi." ~Ayna Cahya Maulana. =>Arthan Adimas Maulana. "Karena ini mimpi...