The Shades Of Gray [ Peraya ]

By CattleyaLian

94K 9.1K 1.6K

[ Completed ] Percayakah kau pada takdir? Percayakah pada sebuah janji dan keajaiban? Bagi Singto kepergian... More

Intro
[ 1 ]: Memories
[ 2 ]: Indecision
[ 3 ]: Forget You
[ 4 ]: Because It's You
[ 5 ]: Someone I Once Loved
[ 6 ]: Desire
[ 7 ]: Passed
[ 8 ]: I Listen To What You Have To Say
[ 9 ]: Elaborate
[ 10 ]: What Is The Reason?
[ 11 ]: Blooming Day
[ 12 ]: Hope
[ 13 ]: Love Is..,
[ 14 ]: Let Me Hear You Say
[ 15 ]: White Lie
[ 16 ]: Bad Liar
[ 17 ]: Best Thing I Never Had
[ 18 ]: Who Is You?
[ 20 ]: Rectitude
[ 21 ]: Remember - Towards The End
Ending
Epilog

[ 19 ]: Without Words

2.7K 302 127
By CattleyaLian

Deruman suara mesin mobil itu tertangkap oleh pendengaran sosok yang tengah memejamkan matanya sembari berbaring pada sofa, Krist bangkit dan melangkahkan kakinya menuju pintu, niat hati untuk menghampiri Singto, jemarinya menarik kenop pintu, seraya menyunggingkan senyumannya, hanya saja yang ia dapatkan justru raut wajah murung dari seseorang di hadapannya.

"Phi Sing...."

Krist ingin mendekat, tetapi Singto justru menghindarinya, hingga ia hanya bisa terpaku pada tempatnya berpijak.

Apakah dirinya melakukan kesalahan lagi kali ini?

Belum sempat Krist menyuarakan apa yang ada di dalam pikirannya, ada sesosok pria lain yang keluar dari belakang punggung Singto. Krist hanya bisa membungkam mulutnya sendiri, melihat sesuatu yang tak masuk akal tepat di depan matanya, hal ini sampai membuat kedua kakinya melemas, hingga hampir jatuh jika bukan Singto yang menahannya. Ia memegangi kepalanya sendiri yang terasa berdenyut.

"Phi Sing, dia siapa?"

Singto hanya memejamkan matanya, lidahnya keluh tak tahu harus mengatakan apa. Pria berkulit tan itu hanya menengokkan kepalanya ke belakang, menatap sosok asing yang tadi bersamanya dengan tatapan kecewa.

"Tolong jelaskan padanya."

Setelah mengatakan hal itu Singto ingin melangkahkan kakinya untuk pergi tetapi ada seseorang yang menahannya, "Biar dia yang menjelaskannya, aku ingin sendiri sekarang."

"Tapi--"

Singto langsung memotong ucapan pria itu, "Sudahlah K..," pria itu tak bisa melanjutkan ucapannya, "bicara padanya dan kau akan tahu apa yang terjadi. Aku minta maaf."

Hanya itu yang bisa Singto ucapkan, sebelum benar-benar melangkahkan kakinya untuk pergi, hingga Krist merasa ada hal yang aneh di sini, ia menatap sosok pria asing di sampingnya itu dengan seksama, jemarinya menelusuri wajah pria itu dengan perlahan.

"Kau siapa? Kenapa..," tangan Krist menunjuk wajahnya dan wajah pria itu yang terlihat mirip.

"Bisa kita duduk dulu."

Krist menganggukkan kepalanya, ia mendudukkan dirinya di sofa, ia menunggu pria itu berbicara meskipun sudah beberapa waktu ia menunggu sosok itu tak kunjung menyuarakan apa yang ada di dalam pemikirannya.

"Ada apa? Tolong katakan."

"Aku Kakakmu, jangan memasang wajah seperti itu," tangannya mengusap surai Krist yang berantakan, "kau benar-benar tidak mengingat phi, Kit?"

Gelengan pelan keluar dari sosok itu, sembari menyatukan dahinya, "Siapa itu Kit?"

"Namamu."

"Aku Krist."

Pria mengigit bibir bawahnya sendiri, sebelum menggenggamnya tangan Adiknya dengan erat, "Tidak. Sebenarnya Kau bukan Krist, maaf sudah melibatkanmu dalam situasi yang sulit."

"Apa maksudmu?"

"Krist itu aku, kau Adikku. Ada kesalahpahaman sampai membuatmu terjebak di sini. Ini salahku."

Raut wajah sosok itu berubah memucat begitu mendengarnya, ia masih belum bisa mencerna ini dengan baik, pasti ada kesalahan di sini. Apa ia tengah bermimpi?

"Tunggu, aku tidak mengerti. Kau kakakku? Aku Adikmu? Kau Krist? Kau Istri Phi Singto? Lalu..," Ia tak sanggup untuk menyuarakannya, "aku siapa? Kau mau bilang aku adik iparnya? Tidak. Pasti ada yang salah di sini."

"Dengarkan phi dulu. Phi minta maaf Kit."

"Aku tidak mau mendengar apapun darimu! Apa Phi Sing tahu hal ini? Di mana Phi Sing?"

Ia bangkit dan berlari mencari keberadaan Singto, tetapi kamar mereka kosong, di kamar Rieyu dan Kei pun Singto tak ada, hingga akhirnya ia mencoba untuk pergi ke ruang kerja pria itu, sesampainya di sana tempat itu di kunci dari dalam. Tangan pucatnya beberapa kali mengetuk pintu itu, hanya saja tak ada jawaban sama sekali. Ia benar-benar tak percaya dengan apa yang dirinya dengar tadi, sungguh ini tidak masuk akal. Segalanya baik-baik saja beberapa jam yang lalu, kenapa tiba-tiba segalanya menjadi seperti ini sekarang?

"Phi Sing, buka! Aku tahu kau di dalam. Katakan padaku, jika ucapan pria itu salah. Ini tidak benarkan? Bagaimana bisa dia bilang aku bukan Krist? Lalu aku siapa?"

Tidak ada jawaban apapun dari balik pintu kecokelatan itu, hingga ia hanya bisa menyandarkan punggungnya pada pintu tadi, sembari memeluk lututnya sendiri, tak tahu lagi harus apa. Harapnya satu-satunya hanya Singto, tetapi jika pria itu tak mau menjawab apa yang dirinya tanyakan, tidak mau melihatnya lagi apa yang harus dirinya lakukan setelah ini?

Hal yang sama juga di lakukan oleh Singto, ia hanya bisa diam mendengarkan panggilan sosok itu padanya, tak ada pilihan lain kecuali mengabaikannya. Ia menyandarkan punggungnya pada pintu, menatap langit-langit ruangan itu dengan nyalang. Tangannya mengepal kuat sebelum memukuli kepalanya sendiri, kenapa segalanya menjadi rumit seperti ini, ia masih tak bisa percaya dengan apa yang terjadi.

Meskipun Krist sudah menjelaskannya, tetapi Singto masih tidak bisa menerima hal itu, tidak dengan semua hal yang sudah ia lewati dengan seseorang yang kini bahkan Singto tak tahu ia siapa. Segalanya membuat lidahnya keluh bahkan mengatakan satu kata pun ia tak bisa melakukannya.

Lama tak ada pergerakan dari balik pintu, Singto membuka pintu perlahan-lahan dan hal pertama yang ia lihat, ada sesosok pria kini tengah tertidur di lantai yang keras sembari meringkukkan dirinya, ia langsung keluar lalu berjongkok di depan pria itu, ia melihat bekas lelehan air mata yang memenuhi pipinya. Entah mengapa ia merasa sakit, ketika melihat sosok itu menangis.

Singto mengangkat tubuh pria itu ke dalam gendongannya dan mendekapnya erat, ia memandang sosok tadi dengan seksama. Singto harap ini mimpi buruk untuknya, ia harap ketika dirinya terbangun pada esok hari segalanya akan baik-baik saja serta kembali seperti sediakala, meskipun Singto tahu itu mustahil.

Ia ingin membawa sosok itu ke kamarnya, akan tetapi setelah beberapa langkah, Singto mengurungkan niatnya dan membawanya ke tempat lain, ia meletakkan pria tadi dengan hati-hati ke atas tempat tidurnya, sembari menyelimutinya, tidak membiarkan angin malam membuatnya kedinginan nantinya, saat Singto ingin berjalan keluar ia melihat seseorang berdiri pada ambang pintu dengan raut wajah bersalahnya.

"Lihat apa yang kau lakukan."

"Aku minta maaf."

"Tapi kali ini kau sudah keterlaluan, kau bukan hanya mempermainkan aku, tapi adikmu dan anak-anak kita," Singto memejamkan matanya, mencoba untuk meredakan emosi yang bergejolak dalam hatinya, "apa yang kau dapatkan dengan melakukan ini? Kau puas menipuku? Puas menipu semua orang?"

"Aku tidak bermaksud menipu semua orang, bukankah aku mengatakannya padamu tadi?"

"Tapi karena kau, aku... Temui anak-anak nanti, aku tidak masalah kau membenciku, kau tidak mau melihatku dan lebih memilih pria itu, aku tidak apa-apa, tapi setidaknya kau bisa bertemu mereka, sekali saja Krist, hanya sekali, jika itu terlalu merepotkan untukmu. Mereka juga anak-anakmu, bukan hanya anakku."

"Aku minta maaf, aku akan mengurus segalanya."

Singto hanya terdiam, ia menatap sosok yang terlelap dalam tidurnya dengan tatapan sulit di artikan, ia mengusak surainya kebelakang. Ia tak tahu harus bagaimana menghadapi pria itu nanti, Singto juga tidak tahu reaksi anaknya setelah ini.

"Tidak seharusnya kau melakukan itu. Aku bahkan tidak tahu harus bersikap apa padanya dan anak kita. Kau membuatku benar-benar seperti orang bodoh."

Embusan napas berat keluar dari bibir Singto, ia ingin beranjak pergi akan tetapi Krist memegangi lengannya, dengan perlahan Singto melepaskannya dan menatap pria itu penuh dengan rasa kecewa.

"Aku butuh waktu sendiri, tolong jelaskan padanya dengan hati-hati. Dia mengira jika dia itu kau, ini semua karena aku. Jika saja aku tidak membawanya pulang atau aku membiarkannya saja waktu itu, mungkin segalanya tidak akan serumit ini. Jaga dia untukku."

Setelah mengatakan hal itu Singto langsung melangkahkan kakinya untuk pergi, meninggalkan sosok pria yang hanya bisa menundukkan kepalanya, karena ia sadar masalah pada keluarga ini selalu berpusat padanya.

Cahaya matahari dengan malu-malu menyelusup masuk ke dalam ruangan, membuat sosok pemuda yang berbaring nyaman pada permukaan tempat tidurnya itu membuka kelopak matanya perlahan-lahan. Ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah, tak terasa setetes liquid bening membasahi pipinya tanpa sengaja, saat ucapan pria semalam terniang-niang dalam ingatannya.

Rasanya dirinya kini menjadi emosional, ia tak pernah menangis sebelumnya, hanya saja sekarang air mata bodoh ini tak mau berhenti mengalir meskipun ia ingin menyudahinya, seolah menertawakan sesuatu yang menggores hatinya tanpa permisi.

Ia bukan Krist?

Kata-kata itu adalah hal yang paling dirinya benci saat ini, sesuatu yang tak masuk akal dan tak akan pernah bisa dirinya terima. Kenapa hal ini terjadi ketika ia merasa bahagia bersama dengan Singto serta kedua anaknya?

Kenapa hal tak masuk akal ini tidak muncul di awal, sewaktu ia tak menyimpan rasa apapun. Mengapa sesuatu yang menyakitkan ini muncul sewaktu ia merasa di cintai, merasa jika takkan pernah ada yang bisa memisahkan mereka lagi. Takdir kejam apa ini? Ia ingin segalanya hanya mimpi.

Pria itu bangkit dan mencoba untuk melangkah kakinya keluar dengan langkah gontainya, ingin melihat Rieyu mungkin dengan melihat anak itu hatinya sedikit tenang, hanya saja langkah kakinya berhenti mendadak begitu melihat Rieyu tengah berbincang dan bercanda dengan Krist serta Kei, mereka tampak baik-baik saja tanpanya, hingga langkah kakinya perlahan menjauh melihat hal itu.

Ia meremas dadanya sendiri, ada rasa sakit yang tak tergambarkan sekarang, seperti sebuah jarum yang menusuk jantungnya perlahan-lahan menimbulkan rasa tidak nyaman dan perih yang mungkin susah untuk di hilangkan. Biasanya ia yang ada di sana, berada di sekitar kedua anak itu dan memeluknya, ia akan menjadi tempat berkeluh kesah putranya, tetapi sepertinya sekarang ia tak di butuhkan lagi di sini.

Dilangkahkannya kedua kakinya mundur, mencoba kembali ke tempat semula ia terbangun, mencoba menenangkan hatinya, sampai akhirnya pada persimpangan lorong ia bertemu dengan Singto, ia berhenti berjalan dan menatap sosok Singto dalam diam, ingin menyapa pria itu akan tetapi tak bisa. Bahkan dirinya tak tahu harus memanggil Singto dengan sebutan apa. Namun, meskipun ia berhenti sosok itu tetap berjalan melewatinya, bersikap seolah dirinya ini tidak ada. Bahkan menatapnya saja sepertinya Singto tidak mau, hingga ia sadar di mana posisinya sebenarnya.

Kenyataannya di sini, pria yang ia sangat cintai itu bukan miliknya. Tidak akan pernah menjadi miliknya. Singto hanya mencintai Krist, ia tahu itu. Ia hanya pria yang berpikir jika sosok itu terlalu mencintainya, ia merasa kalau Singto tidak bisa hidup tanpanya, padahal nyatanya segalanya abu-abu, semu dan tidak nyata. Singto memang mencintai seseorang tetapi itu bukan dirinya.

Bodohnya setelah tahu segalanya, kenapa ia masih berharap Singto mau menyapanya? Memang dirinya siapa? Mungkin sekarang bagi Singto ia hanya pria asing.

Sesosok pria asing yang bahkan tak tahu siapa dirinya sebenarnya, serta seseorang yang datang di waktu yang tidak tepat, yang mungkin kehadirannya tak pernah di harapkan sama sekali.






Continue Reading

You'll Also Like

68.7K 10K 36
Jake, dia adalah seorang profesional player mendadak melemah ketika mengetahui jika dirinya adalah seorang omega. Demi membuatnya bangkit, Jake harus...
720K 67.2K 42
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
10.9K 1K 15
"jatuh cinta itu wajar,hanya saja mengapa aku harus jatuh cinta pada hantu sepertimu?"_net "ayo kembali bertemu sebagai 2 manusia dan kisah yang lebi...
72.8K 3.6K 13
"Dimata saya kamu selalu spesial, Win" -Bright Win tidak menyangka bahwa dia akan di jodohkan dengan orang yang baru saja ia temui , Win yang bahkan...