Mr. Jaxton (Fall in love with...

נכתב על ידי michellocta

27K 1K 75

Reynold Jaxton "She was the biggest mistake, until revenge brought him to meet the Queen of him l... עוד

Mr. Jaxton (Fall in love with grudge)
Mr. Jaxton (Fall in love with grudge)|Part 01.-Reynold Jaxton.
Mr. Jaxton (Fall in love with grudge)|Part 02.-Day of destruction.
Mr. Jaxton (Fall in love with grudge)|Part 03.-The second stupid choice.
Mr. Jaxton (Fall in love with grudge)| Part 04.- The devil has no heart.
Mr. Jaxton (Fall in love with grudge)| Part 06.- See reality again.

Mr. Jaxton (Fall in love with grudge)| Part 05.- Fever and hangover.

2.4K 123 4
נכתב על ידי michellocta

Hi! Me, Chello's: Happy Reading!
Klik 🌟 pojok bawah! :)

Mr. Jaxton (Fall in love with grudge)|Part 05.— Fever and hangover.

***

Playlist: Ava Max- So I am (Official Music Video)
____________________________

           Sudah pukul satu dini hari Stella hanya berbaring di ranjang asing yang berukuran super king size milik Reynold itu. Stella menunggunya. Entah kenapa raganya seakan berharap pintu besar itu terbuka dan datanglah seorang Reynold dengan keadaan hati bak dewanya itu yang akan memeluknya sekarang. Semenjak kepergian Reynold tadi, Stella hanya membersihkan diri dan memakai baju yang maid katakan; Mss. semua baju wanita itu milik anda. Tentu mata Stella langsung terbelalak. Ini begitu banyak. Tak mungkin seseorang menyiapkan ini dalam satu malam. Pasti ini untuk wanita-wanita yang Reynold bawa pulang seperti dirinya ini. Stella mengangguk. Begitu selesai semuanya. Stella hanya menghabiskan waktu dengan berbaring.

            Sudah tiga kali pintu itu di ketuk dan berisikan harapan Stella bahwa Reynold yang datang. Namun nihil tiga kali ketukan itu yang pertama dan kedua adalah maid yang menawarkan Stella makanan dan menanyakan apakah ada yang di butuhkan. Stella menggeleng lesu. Dan ketukan ketiga adalah Robinson yang mencari Reynold. Ha? Memangnya pria itu pergi tanpa Robinson? Sehingga Robinson mencari di kamarnya, Dan mengatakan bahwa ponsel milik Reynold sedang di alihkan. Dan ajaibnya Stella sedikit membingungkannya juga.Ahh Tidak, tidak. Stella hanya mencarinya. Bukan mengkhawatirkannya atau membingungkannya. Stella meralat ucapannya itu. itu berbeda. Lagi pula untuk apa Stella mengkhawatirkan pria itu? Pria itu saja sedikitpun tak mengkhawatirkan perbuatannya yang di lakukan kepada Stella sebelum bertindak.

Wajah pucat Stella kembali tersentak ketika mendengar ketukan yang keempat kalinya. Awas saja jika maid itu lagi, Stella cukup pusing untuk bangkit-tidur-bangkit-tidur. Pandangannya kini sudah sedikit mengkabur dan memanas. But....Wajar para maid itu mengkhawatirkan Stella karena melihat wajah pucatnya benar-benar tak biasa, Wajah Stella bak mayat. Well... Stella merasa baik-baik saja. Walaupun suhu tubuhnya hangat. Mungkin efek dari dirinya berendam terlalu lama di bathtub dengan melenyapkan semua pikirannya dan sudah memikirkan semuanya dengan matang-matang sekarang. So, Mr. Devil. Kau menang.

           Stella mendekat. Ini pasti bukan pria itu. Karena jika memang pria itu tak mungkin pakai mengetuk. Yang ada langsung masuk pastinya. "Sebentar..." Ketukan itu semakin cepat. Sedangkan Stella masih mengikat rambutnya sambil berjalan dan menetralisir pandangan kabur nya.

            Gezzz.... Benar saja. seketika Stella terpekik melihat keadaannya, "Sir... Are you okay? Apa yang terjadi Tuan?" Stella melihat wajah lemas pria yang di gotong itu, Dan menanyakan pada dua pria lainnya.
          Pria sempoyongan dengan di bantu oleh kedua pria untuk di bawa ke ranjang itu hanya menatap Stella sambil berkata, "Mr. Jaxton terlalu banyak minum-minuman beralkohol." Stella hanya mengkedipkan kedua matanya beberapa kali mencerna ucapan dua pria itu. Oh Mr. Jaxton ini dari clubbing sepertinya. Stella langsung  mengangguk mengerti. Kedua pria itu menutup pintu setelah mengucapkan permisi kepada Stella. 

           Mr. Jaxton. Stella tahu namanya sekarang. Stella memandang Reynold itu dari tempatnya berdiri. Pakaiannya sudah berganti dari yang Stella lihat terakhir tadi. Sedikit lebih santai. Tak terkesan seperti Reynold yang suka menyiksanya ini.— Suara erangan Reynold seketika menyadarkan Stella untuk berhenti menatapnya lagi. Sekilas Stella hampir terbawa di alam tak sadarnya untuk memuji ketampanan pria itu sekarang. Untung saja erangannya segera menyadarkan Stella dan langsung melangkah ke ranjang untuk membukakan sepatu yang melekat di kaki Reynold. "Dingin." Begitu Stella menaruh rapi kedua sepatu itu kini badannya berbalik. Wajah pucat Reynold yang Stella temukan membuat Stella langsung panik mencari selimut. Bagaimana tidak panik padahal tubuh Mr. Jaxton ini sudah terlihat hangat dengan selimut tebalnya.

            Ya Tuhan... Dimana selimut itu di taruh?! Hanya ada bed cover tebal di ranjangnya yang sudah melahap tubuh Reynold. Dan Reynold masih merasakan dingin dengan terus mengerang. Stella membongkar lemari yang ada di walkin closet super besarnya itu. Mencari selimut. Para maid itu menyimpannya dimana?! Tak mungkin Stella turun menjumpai maid itu. C'mon rumah istana ini akan membuat Stella memakan waktu banyak jika harus turun, Sedangkan Mr. Jaxton itu terus-menerus memanggilnya. Membuat Stella merasa terburu-buru.

            Finally... Setumpuk bed cover berwarna-warni tertata rapi di lemari terakhir pencarian Stella. Dengan mengambilnya asal Stella hampir membawanya semua dengan kesusahan berlari kecil menuju ranjang semula. Tubuh Reynold kini memeluk tubuhnya sendiri. Dengan cepat Stella membeberkan dua selimut itu yang juga langsung melahap tubuh Reynold.

           "Apa masih dingin?" Stella sedikit memberanikan diri untuk melihat secara dekat bagaimana kondisi Reynold yang sudah lebih baik dari beberapa menit yang lalu. Wajahnya sangat pucat. Pria ini benar-benar terlalu banyak mencerna minuman beralkohol yang membuat Stella merasa bingung sendiri karena sebelumnya tidak pernah menangani hal seperti ini.

          Mata Reynold perlahan mulai terbuka. Bulu mata atas bawahnya yang sangat lentik itu tak lagi menyatu. Serabut merah memenuhi bola mata Reynold. Stella kembali sedikit panik. Terlebih saat tangannya di genggam oleh Reynold. Sungguh, itu terasa sangat panas. Dan apa katanya tadi? Dingin? Dingin dari mana?! Ini jelas-jelas panas! Stella melepaskan tautan tangan itu begitu saja dan bangkit menuju telepon rumah yang tergantung diujung ruangan. "Aku tidak apa-apa. Kau itu sedang apa disana?" Stella langsung menghadap belakang. Ucapan Mr. Jaxton ini tak seperti orang mabuk, Itu berbicara seperti orang normal. Apa jangan-jangan pria itu sakit? Tidak. Itu membuat Stella semakin panik.

           "Menelepon maid untuk memanggil dokter. Aku menyimpan nomor yang ia berikan padaku tadi. Tunggu sebentar." Stella menekan kembali nomor itu. Tak kunjung di angkat. Mungkin maid itu sudah tidur. Dan Stella akan turun jika begini.

             "Tidak usah. Aku sudah mengatakan bahwa aku baik-baik saja." Baru saja tangannya memegang gagang pintu itu kini tak Stella lanjutkan. Memilih mempertimbangkan ucapan Reynold. Ucapannya sudah berubah menjadi perintah. Tetapi satu sisi keadaannya buruk jika Stella tidak memanggil dokter. "Kemarilah." Mata Stella memandang wajah Reynold yang menyipit untuk menatapnya.

              "Peluk aku." Ini apa lagi? Terakhir pria ini marah padanya. Pulang dengan keadaan mabuk, tapi sekarang tak seperti orang mabuk.

Stella masih berdiri di tepi ranjang memperhatikan Reynold yang memincingkan mata,— Ragu untuk duduk di tepi ranjang. Bagaimana jika Stella di terkam? Mungkin saja alibinya sedang mabuk. Tidak... itu sangat mengerikan. "Kemarilah. Cepat." Suara Reynold semakin berat membuat Stella bergidik ngeri membayangkan hal yang tidak-tidak yang sudah bersarang di otaknya.

           Rasa ragunya Stella buang. Kini Stella ikut bergabung di atas ranjang seperti apa yang pria ini inginkan. Ya Tuhan... ini sangat panas. Ketika Reynold mengambil tangan Stella untuk memeluknya, Rasa panas langsung menjalar di tubuh Stella. "Kau panas. Apa kau sakit?" Eh? Yang sakit itu pria ini. Kenapa malah tanya kepada dirinya. Walaupun dengan posisi seperti sekarang; Stella berada di hadapannya. Pria ini menenggelamkan di dada Stella dengan selimut tebalnya. Stella hanya bisa melihat rambutnya dan posisi tangannya yang sengaja Reynold kalungkan di lehernya.

           "Tidak. Kau yang panas. Aku akan memanggil dokter, Okay Sir?" Sekali lagi Stella meminta ijin untuk memanggil dokter karena sungguh merasakan suhu tubuh pria ini Stella merasa sedikit takut.

           Suara mulut berdecak yang Stella dengar itu bukan sebuah jawaban sebelum pada akhirnya, "Sejak kapan Princess stubborn suka sekali memaksa?" What? Stubborn? Sejak kapan Stella stubborn? Setahu Stella dirinya selalu penurut semenjak mengenal pria ini. Walaupun ada perlawanan di semua keputusan yang pria ini buat yang selalu berakhir dengan dirinya yang kalah. OK. Stella akui itu.

              "Tidak. Aku hanya khaw— Ah, aku hanya menolongmu karena suhu tub—"

             "Khawatir?" Memang mulut sialan ini selalu kelepasan. Tak mau berkompromi dengan harga diri yang sudah tinggal se-cuil yang Stella miliki sekarang. Dan lihat, Karena ulah mulutnya ini membuat Stella benar-benar kehilangan se-cuil berharganya itu. Tapi benar. Kata-kata itu tak ada sedikit pun terlintas di otaknya. Hanya keluar begitu saja.

            "Bukan. Suhu tubuhmu sangat panas sir..." Pembelaan Stella yang sangat di harapkan agar Reynold teralihkan.

               "Just Rey." Pria ini mendongakkan kepalanya menangkap basah Stella yang juga melihatnya. Damn. Stella kini benar-benar gelagapan.

               "Ah? Baiklah. Re—Rey. Okay Rey." Ucap Stella cepat sebelum pada akhirnya memutuskan tatapan itu dan menatap ke sembarang arah dengan menggigit bibir bawahnya.

             "Kenapa tadi? Khawatir, ya?" Goda Reynold yang sudah membuat Stella mati kutu. Sialan. Kenapa pria ini mengingatkan itu lagi?! Padahal kata-kata itu belum sepenuhnya terlontarkan, "Bukan."

              Reynold hanya berdehem dan menundukkan kepalanya lagi. Syukurlah. Stella selamat. "Peluk dengan erat." Stella terpekik begitu Reynold menenggelamkan di dadanya yang dekat sekali dengan milik Stella. Bahkan Reynold sempat menciumnya beberapa kali sebelum benar-benar memejamkan matanya dengan menarik tangan Stella agar memeluknya lebih erat dari ini.  Ya ampun, Bahkan saat seperti ini Reynold sempat berpikiran untuk mesum?!

               Sudah lima belas menit posisi Stella dan Reynold belum juga berubah. Stella belum memejamkan matanya. Kini tangannya sudah mengelus dengan pelan puncak kepala dan bulu halus yang ada di rahang Reynold. Entah kenapa ini menjadi bagian kesukaan Stella dari pria ini sekarang. Dengkuran halus yang di keluarkan oleh Reynold yang hampir tak terdengar itu membuat Stella melengkungkan senyumnya. Pria ini mungkin sudah sampai di alam mimpi terlebih dahulu. Lain halnya dengan Stella yang masih bergulat dengan pikirannya sendiri. Perlahan Stella tarik tangannya dan bangkit untuk membenarkan selimut itu hingga menutupi sampai batas dada Reynold.— Melihat wajahnya sungguh itu sangat polos. Tak seperti perlakuannya yang Stella ketahui sangat berbahaya. Rasanya Stella seperti mengasuh bayi.
              Stella terkekeh pelan dan melangkah menjauh dari area ranjang. Stella merasakan pusing yang begitu berat di kepalanya. Membuatnya susah untuk tidur, Dan memilih untuk duduk di sofa ruangan ini. Kalaupun Stella mengantuk mana mungkin dirinya tidur dengan Reynold? Jaga-jaga jika Reynold sadar takutnya memarahi Stella. Bisa saja begitu sadar Reynold mengingat pertengkarannya. Itu menakutkan.

          Tatapan kosong melihat kedepan membuatnya sadar sekarang bahwa dirinya sudah terkurung dengan pria ini. Terjerembab dengan pria ini. terjebak dengan pria ini. Stella melampau jauh sekarang. pikirannya sudah berada di luar nalar. Ini permainan yang tak pernah Stella duga akan datang di kehidupannya. Tapi asalkan pria itu tahu. Wanita yang di ajaknya menikah ini bukan sembarangan wanita. Stella adalah wanita dengan wataknya yang pantang menyerah. Patokan yang di berikan oleh Reynold untuk membebaskannya suatu hari nanti itu membuat Stella ingin mencoret dengan cepat lembaran demi lembaran harinya itu. Dengan tujuan agar cepat terselesaikan semua penderitaan ini. Stella ingin mencapai ending dan menutup bukunya bersama Jaxton.

           Pemikirannya kini sudah melambung kemana-mana. Sampai pada kehidupan normalnya dulu. Sekarang tidak normal? Ya. Ini sangat tidak normal bagi Stella. Dan Stella sangat merindukan hidupnya kembali. Dimana menjadi wanita yang besar dengan bibinya yang kedua orang tuanya selalu sibuk dan sibuk. Dimana menjadi kekasih seseorang yang tiada hari tanpa pertengkaran membuat Stella muak. Dan kini Stella merindukannya. Stella ingin bertemu dan meminta maaf. Stella sadar setelah jauh seperti ini membuat Stella sangat merindu. Sepenuhnya yang mengakibatkan pertengkaran adalah sifat keras kepala yang di milikinya. Stella sadar sesadar sadarnya bahwa kini semua salahnya. Tidak ada lagi rasa muak. Semakin melihat Reynold dalam, semakin membuat Stella sadar mungkin ini sudah berada di titik timbal balik di kehidupannya bersama kekasihnya.

           Tanpa sadar tetesan air matanya turun membasahi pipi Stella yang masih memandang kearah depan yang kosong. Dirinya merasa menjadi wanita murahan sekarang. Bercinta dengan pria asing. Melupakan keberadaan pria yang sangat di cintainya hanya demi sebuah kebebasan. Pasti pria itu mencarinya. Kini Stella benar-benar ingin menciumnya, bermanja, berjalan-jalan mengelilingi kota New York setiap minggunya. Lord.... Stella merindukan suasana itu. Mungkin, Seribu maaf tak patas untuk pria itu dapatkan darinya sekarang. Ini sudah sangat keterlaluan. Bayangkan saja, Dimana tunangannya bercinta dengan pria lain? Dan buruknya lagi itu pria asing. Itu cukup merobek hatinya. Stella tak mau ini terjadi. Dan kini ambisinya untuk pergi sudah sangat membara. Stella ingin pergi dari sini. Entah besok atau lusa. Stella harus.

***

         Sepoian angin yang menyusup masuk melalui setiap cela yang ada di ruangan besar ini membuat tubuh kekar seorang pria itu menggeliat. Reynold merasa kepanasan dan pegal-pegal di seluruh tubuhnya. Melihat selimut begitu banyak tertumpuk menindih tubuhnya membuat Reynold kesusahan untuk bangun, "Shit."

Reynold meregangkan ototnya. Membuka atasannya yang sudah telanjang dada. Sungguh badannya terasa sangat pegal dan ingin di pijat untuk melenturkan setiap ototnya kembali. Pandangan Reynold kini sudah bisa beredar dan menatap jelas di seluruh ruangan kamarnya,— Menangkap sosok wanita terselungkup selimut sedang tertidur di sofa empuk yang berada di ujung ruangan. Stella? Matanya mulai memincingkan. Untuk apa wanita itu tidur disana? Seingat Reynold terakhir kali Stella menemaninya tidur. Dan Reynold mengira bahwa wanita itu ikut tidur dengannya. Reynold melangkah mendekatkan diri ke bungkusan lucu itu.

           Sekilas Reynold menatapnya. Wajahnya begitu polos. Tanpa Make-up atau segalanya. Ini sangat alami. Sebelum pada akhirnya..... Suara erangan Stella ketika membalikkan badan itu membuat Reynold mengerutkan dahi,— Wajahnya begitu pucat. Deg. Perlahan Reynold menundukkan posisinya agar sejajar dengan sofa. Telapak tangannya sudah berada di dahi bersih putih itu. Stella tak melawan atau sebagainya, Hanya saja menggeliat merasa terganggu. Suhu tubuhnya hangat. Kilas mengingat semalam.— Ternyata tak hanya dirinya yang panas semalam. Wanita ini juga. Sehingga ketika Reynold menyentuhkan kulitnya yang menghangat dengan kulit Stella yang juga menghangat membuat Reynold tak sadar jika bukan hanya tubuhnya saja yang panas.

         "Kau ini kenapa tidak bilang padaku." Gerutu Reynold. Padahal jelas wanita yang di ajaknya berbicara sedang tertidur. Mungkin saja wanita ini mendengar ucapannya di alam mimpinya. Well... Biar saja Stella tahu Reynold kesal karena dirinya tak mengatakan bahwa sedang sakit. Dengan sekali hentakkan Reynold mengangkat tubuhnya meninggalkan selimut di sofa dan membiarkan Stella mengeram kesal tidurnya terganggu,— Walaupun masih memejamkan mata.

           Stella masih dengan tidurnya yang anggun. Perbuatan Stella kepada Reynold semalam kini berbalik. Reynold menyelimuti Stella. Memposisikan wanita ini agar tertidur dengan nyenyak. Dan benar saja, Sudah setengah jam semenjak di pindahkan ke ranjang Stella belum juga bangun. Itu membuat Reynold menunggu dengan lama bersama gelas wine nya. Hasratnya ingin membangunkan wanita cantik itu terguncang. Tapi tidak, Wajah pucat wanita ini membuat Reynold tak tega. What? Sejak kapan Reynold mengerti kata tidak tega? Akh! Lupakan. Persetan dengan itu. Reynold pasrah dan mencari ponselnya segera mengangkat bokongnya yang awalnya jatuh di bantalan sofa kini sudah menuju nakas dekat ranjangnya.

         Mata beratnya kini terbuka. Stella menetralisir pandangannya. Suara orang menelpon membuatnya terguga. Tapi kini matanya tak menangkap siapa yang sedang berbicara. Begitu Stella sadar dirinya berada di ranjang Reynold, Langsunglah Stella terpekik kaget. "Ya, Segera. aku tunggu di kamarku." Ah— Itu dia suara yang mengganggu tidurnya. — Dasar nakal. Pria yang tengah membelakanginya kini berbalik menatap kearah Stella datar.

               "Apa?" Tanya Stella memutuskan memulai perbincangan karena pria itu lama memandanginya dengan, Entahlah Stella tak busa menggambarkan wajahnya saat ini. Yang jelas itu sexy.

              "Kenapa kau tidur di sofa?." Tanya Reynold dingin sambil melipatkan kedua tangannya di depan dada. Dan tatapannya yang siap menginterogasi.

             Stella mengernyit, "Memangnya kenapa?" Apa yang salah dengan dirinya tidur di sofa? Gezz... Stella rasa tidak ada yang salah, Lalu kenapa tatapan pria ini tak suka begitu.

            "Memangnya aku menyuruhmu tidur di sofa?" Lagi. Stella hanya mampu mengernyit. Lalu Stella tidur dimana? Jelas-jelas Mr. Jaxton ini tak memberitahukanny untuk tidur dimana. Dasar bisanya hanya marah marah dan marah.

             "Apa kau juga menyuruhku untuk tidur di ranjang ini? Tidak, bukan? Lalu aku harus tidur dimana?" Reynold melotot geram. Apa wanita ini tidak peka atas semua instruksi yang Reynold berikan semalam? arti pelukan itu.

           "Tidur di tepi pantai sana. Kau punya otak tidak? Ranjang untuk di tiduri, bukan? Ya tidur saja disini bersamaku." Geram Reynold yang sempat membawa-bawa pantai buatannya itu. Sebenarnya tangannya sudah gatal melihat perlawanan Stella yang cukup berani ini. Tapi apa boleh buat? melihat wajahnya yang pucat membuat Reynold ingat, Bahwa Stella masih sakit. Tunggu saja pembalasannya.

           Stella pasrah memutar bola matanya malas dan meng-iyakan saja ucapan Reynold, Sudahlah dirinya akan kalah. Baru saja Stella akan bangkit kini gerakannya di hentikan dengan mendengarkan ucapan Reynold....
         "Kedua. Kau tidak mengatakan kepadaku jika kau sakit." Sakit? Terus jika Stella mengatakan jika sakit kepada Reynold apa pria ini memiliki belas kasihan dan melepaskannya begitu saja? Mustahil. Jadi untuk apa dirinya lapor semua hal yang Stella alami.

            "Aku hanya demam biasa." Stella sudah berhasil melanjutkan geraknya hingga berdiri. Namun Ketika akan melangkah,
           "Jangan bergerak. Tetap disana, Dokter pribadiku akan datang sebentar lagi." Ucap Reynold yang membuat Stella mampu menganga dan masih stay pada posisinya. Tubuhnya ini, mungkin sudah terbiasa dengan ucapan pria itu. Nurut-nurut saja.

Pria itu sudah berlalu mengakhiri kata-katanya tadi dan keluar menuju balkon. Okay. Stella mengalah. Jika membantah tak mau ambil resiko. Stella kembali duduk sambil berdecak dan memutar bola mata jengah. Jika seperti ini terus, yang ada Stella akan sakit setiap harinya. Benar-benar di pantau, di atur, di kekang dan harus mematuhinya. Membosankan.

TO BE CONTINUED!


HOPE YOU LIKE IT!

Don't forget to LIKE! COMMENTS! and SHARES!


🦋Thank you for reading this story!🦋

Next...

המשך קריאה

You'll Also Like

298K 20.8K 31
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
5.4M 288K 56
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
1.2M 17.5K 37
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
674K 1.3K 15
WARNING!!! Cerita ini akan berisi penuh dengan adegan panas berupa oneshoot, twoshoot atau bahkan lebih. Untuk yang merasa belum cukup umur, dimohon...